High School Examen [Completed]

By Southern_South

1.4M 142K 10.9K

Dari 5.000 murid Hanya 50 yang lulus Di saat puluhan ribu orang harus mengikuti ujian masuk dengan persentase... More

i
P r o l o g
BAB I - 01
BAB I - 02
BAB I - 03
BAB I - 04
BAB I - 05
BAB I - 06
BAB I - 07
BAB 1 - 08
BAB I - 09
BAB I - 10
BAB I - 11
BAB I - 12
BAB I - 13
BAB I - 14
BAB I - 15
BAB I - 16
BAB I - 17
BAB I - 19
BAB I - 20
BAB II - 21
BAB II - 22
BAB II - 23
BAB II - 24
BAB II - 25
BAB II - 26
BAB II - 27
BAB II - 28
BAB II - 29
BAB II - 30
BAB II - 31
BAB II - 32
BAB II - 33
BAB II - 34
BAB II - 35
BAB II - 36
BAB II - 37
BAB II - 38
BAB II - 39
BAB II - 40
E p i l o g
01 | E-mail
02 | E-mail
03 | E-mail
04 | E-mail
05 | E-mail
06 | E-mail
V i s u a l
V i s u a l N o n - M C
?
Dari Giona [Old Version]
Dari Gabriel [Old Version]

BAB I - 18

21.1K 3.2K 77
By Southern_South

*

*

*

PENGUMUMAN EXPULSION EXAMEN babak pertama dipublikasikan pada malam harinya lewat 4 media. Pertama, saluran televisi Gateral sehingga seluruh Indonesia bisa tahu. Kedua, majalah Gateral yang diterbitkan oleh murid kelas jurnalis di mana mereka bekerja sama dengan GSC. Ketiga, videotron dan seluruh layar informasi yang tersebar di koridor. Dan terakhir, aplikasi Gateral yang memberikan notifikasi serempak ke seluruh penggunanya.

Aku membuka pengumuman itu di laptop sembari berselonjor di kasur. Tak terlalu berharap, sebetulnya. Mengingat peringkat ke belakang juga tak pernah memuaskan. Sebelum mencari status kelulusanku, aku melihat-lihat terlebih dahulu para murid dengan peringkat teratas. Namun, ternyata susunan nama ini diurutkan secara alfabetis. Tak ada keterangan jumlah skor yang didapat. Hanya ada satu kolom berisi dua kemungkinan data : lulus atau tidak lulus. Dan aku ternyata lulus! Udara yang sedari tadi tertahan di paru-paruku akhirnya keluar.

Hanya terhalang jeda tiga hari, Expulsion Examen babak kelompok akhirnya dilaksanakan. Aku tak tahu persis Gateral meloloskan berapa orang di examen kemarin. Namun, yang kutahu, jelas, jumlah pesertanya ribuan. Apalagi jika ditambah dari angkatan atas dan Royal Class. Menurutku ini agak licik karena peraturan mendukung mereka untuk satu kelompok bersama kelas mereka saja. Royal Class dengan Royal Class. E-Class dengan E-Class. Itu artinya akan ada kelompok-kelompok superior yang ditakuti.

Aku masih konsisten sendirian. Beberapa yang tidak mendapat teman sekolompok di kelasnya bergabung dengan kelas lain sesuai keputusan wali kelas mereka. Namun, Profesor Briana tak berinisiatif menggabungkanku dengan yang lain. Selain itu, aku tidak lupa bahwa aku dibenci hampir semua murid. Ditambah, peringkatku selalu di bawah. Ini mengesalkan, tentu saja. Namun, akan kubuktikan bahwa aku tak memerlukan siapa pun di sekolah ini. Tidak sama sekali. Dan aku bersumpah akan mengalahkan mereka secepatnya.

Seluruh peserta dari kelas X-XII ditempatkan di auditorium. Aku terpisah dari Gabriel, menyelinap di antara orang-orang asing yang tak kukenal. Kami direkam, ditayangkan secara langsung di saluran lokal Gateral sehingga hanya para penghuni pulau ini saja yang bisa menyaksikannya. Mereka adalah murid tingkat Middle School—mereka hanya mengikuti satu babak examen saja—para guru dan pekerja, dan murid tingkat High School yang tidak lolos di babak kemarin. Mereka yang gagal masih ditahan untuk dilepaskan secara bersama-sama di Hari Pengusiran nanti.

"Ini saatnya pemilihan lawan," ungkap Andrion Akello di podium.

Lawan apa?

"Setiap kelompok harus mengajukan tantangan kepada kelompok lain untuk berkompetisi menjawab semua pertanyaan yang kami siapkan dan setiap kelompok yang ditantang berhak menerima ataupun menolaknya."

Ledakan keriuhan terjadi. Orang-orang berdebat, berbagi kepanikan, dan berdiskusi dengan anggota kelompok mereka. Sementara aku hanya diam. Membisu dalam ketidaksabaranku atas kompetisi ini. Aku sudah tahu kelompok mana yang akan kutantang. Dan aku cukup percaya diri hari ini, sebab hari-hariku ke belakang hanya diisi oleh belajar, belajar, dan belajar.

Layar-layar auditorium menampilkan foto-foto kelompok dengan acak dan cepat, sampai aku kesulitan melihat wajah-wajah mereka. Tentunya kalau ada foto tunggal, itu adalah aku.

"Gateral hanya akan meloloskan kelompok-kelompok yang menang. Dan mereka yang kalah akan dikeluarkan."

Jadi inikah ketentuan rahasia yang dulu disampaikan Giona dan Hasegawa? Kami saling menantang dan beradu satu sama lain untuk mengusir teman kami sendiri? Pendidikan macam apa ini? Belum lagi kalau sekelompok dengan yang bodoh, yang pintar akan terkena imbasnya. Rasanya kurang adil.

Ketidaksetujuanku dengan teknis examen ini tak menyurutkan semangatku sama sekali. Jika aku bersikeras mengajukan tantangan yang kurencanakan, dan ditertima, aku atau mereka pasti akan keluar dari Gateral. Napasku seketika menjadi berat, ini bukanlah keputusan yang mudah. Namun, aku harus melakukannya. Demi diriku sendiri. Mereka sendiri yang menyulut duluan. Kalau aku tak dipandang sepele, aku tak akan berambisi mengalahkan orang lain.

"Baiklah, sekarang buka aplikasi Gateral di jam tangan pintar kalian, dan tantang kelompok mana pun yang kau mau dalam waktu 2 menit dari sekarang!"

Auditorium kembali riuh, bahkan lebih riuh dari sebelumnya. Mereka semua berdiskusi, beberapa ada yang ribut, bahkan berdebat sengit dengan anggota kelompoknya masing-masing hanya karena persoalan sepele—penentuan lawan. Aku membenci kegaduhan ini, tetapi kucoba untuk tak memedulikannya. Telunjukku mengetikkan satu nama di kolom pencarian. Aku menemukannya. Gabriella Jovanka Heesters. Nama yang tak akan membuatmu berpikir pemiliknya berasal dari Italia. Ada nama Guven dan Megan di bawahnya. Aku menekan tombol 'tantang' lalu muncul notifikasi, Tantangan Telah Disampaikan!

Dua menit berlalu dan jam tanganku dibanjiri notifikasi. Ratusan kelompok menantangku. Aku mendesis, menatap orang-orang penuh benci. Tak terima kalau aku dianggap sebagai lawan yang payah.

"Baik, aku sudah mendapatkan data."

Perhatianku kembali pada Andrion.

"Kelompok dengan tantangan paling sedikit, Kelompok Hasegawa Bara dan kelompok dengan tantangan terbanyak, Alexandra Jane, silakan maju ke podium ...!"

Aku tak tahu bagaimana caranya menjelaskan betapa aku amat sangat marah saat ini. Orang-orang bersorak seperti menertawakanku. Hasegawa Bara maju ke podium, diikuti Cazqi dan Giona. Aku tertegun ditempat, haruskah ketiga orang terbaik di masing-masing angkatan itu disatukan? Apa memang di sini, mereka hanya memilih orang-orang dengan otak sepadan untuk bekerja sama? Seperti halnya Gabriel?

"Alexandra Jane ...?"

Aku dipanggil lagi. Semua orang memandang ke arahku dan wajahku ditampilkan di monitor. Sialan. Aku berusaha maju ke podium dengan tenang, berdiri di samping Giona. Kulirik orang itu sekilas, tapi dia cuma tersenyum singkat. Dia pasti malu memiliki teman sepertiku. Pertemanan kami jadi terasa tawar. Mungkin karena akhir-akhir ini kami jarang bertemu. Jangankan di hari persiapan examen, di hari biasa saja Royal Class sangat sulit untuk ditemui. Mereka bersekolah di istana pribadi, Royal Hostel, bersama para profesor privatnya masing-masing. Terkecuali pada saat-saat tertentu di mana kelas mereka digabung dan di hari itulah aku bisa melihat mereka di kantin dari kejauhan. Pokoknya mereka itu jauh, tak tersentuh, sulit untuk diraih.

"Berapa tantangan yang kalian dapat?" tanya Andrion.

Hasegawa menunjukkan layar jam tangannya. "Nol."

Orang-orang berdecak kagum sementara aku tersenyum miring. Tentu saja nol. Di mana-mana, ternak akan menjauhi predatornya, kecuali ia berniat bunuh diri.

"Luar biasa! Apakah kelompok ini dibentuk atas kemauan kalian?"

Oke, aku merasa terabaikan di sini. Cuma mereka yang diajak bicara.

"Tidak." Lagi-lagi Hasegawa. "Sebetulnya kami, bahkan semua anggota Royal Class, ingin sendiri-sendiri. Namun, pembimbing kami, Profesor Bernard, menggabungkan kami sesuai peringkat."

"Ya, dan serius, di sini saya juga merasa tidak enak karena harus bergabung begini," timpal Cazqi. "Namun, sekali lagi ini adalah keputusan pembimbing kami."

"Menurutmu bagaimana, Giona?"

Aku melirik orang di sampingku, sementara ia melirik Andrion. "Kami hanya mengikuti instruksi," katanya.

Giona memang paling sedikit bicara, tapi ia selalu kelihatan paling meyakinkan di antara Royal Class lainnya.

"Baiklah, kau Jane, berapa tantangan yang kau dapat?"

Aku mengangkat lenganku. Salah satu sudut bibirku terangkat. Tanganku kembali turun.

"Berapa, Jane?"

Kepalaku menoleh pada Andrion. "Bukankah kau sudah mendapat datanya? Kenapa masih bertanya?"

Andrion terkekeh-kekeh. "Luar biasa! Menarik!"

Aku cuma mendesis, tak habis pikir dengan sikapnya yang tiba-tiba bersemangat. Luar biasa apanya? Menarik apanya? Aneh.

"Alexandra Jane, dengan jumlah tantangan 798, beri dia semangat!"

"Tak perlu!" sergahku. Orang-orang yang sudah menganga ingin berteriak dan bertepuk tangan, kembali merapatkan mulut dan menurunkan tangannya. "Aku tak butuh disemangati siapa pun. Itu tak akan berpengaruh. Dan sebaiknya tidak usah bertele-tele begini. Aku tak sabar ingin menyelesaikan examen."

Orang-orang tercengang, memandangku aneh, ada juga yang menahan-nahan tawa. Megan, dia sepertinya ingin mencaciku. Aku tak sengaja menangkapnya dengan sudut mataku. Dia ada di barisan kanan depan, bersama Gabriel dan Guven. Hanya saja, Gabriel tampak sangat kosong dan dia sama sekali tak memperhatikan apa yang terjadi di podium—atau sebenarnya ia memperhatikan? Aku tak tahu.

"Kenapa? Kenapa kau tak sabar? Ada sesuatu kah yang membuatmu berambisi luar biasa seperti itu?"

"Pertama, aku ingin segera istirahat, oke? Kedua, aku ingin segera bertanding dengan orang yang kutantang."

Orang-orang saling bertukar pandang.

"Siapa?"

Sudut mataku melirik Gabriel sekilas, lalu kembali lurus ke depan. "Gabriella Jovanka Heesters, X E-Class."

Gabriel langsung menatapku. Begitu pula dengan orang-orang. Ribuan pasang mata menuduhku kurang ajar. Siapa yang tak tahu Gabriella, orang nomor 2 di angkatan kelas X yang bersahabat dengan Alexandra Jane? Mereka pasti menganggapku sinting.

Andrion Akello berteriak heboh. Dibarengi dengan kegaduhan para peserta, teriakannya hampir tak terdengar. Lelaki itu tak henti-hentinya mengatakan 'wow', 'luar biasa', 'menarik!', dan apalah semacamnya yang tidak jelas seperti itu.

"Jangan, Jane!" suara Cazqi membuat audiotorium hening. Padahal ia tak berteriak sama sekali.

Aku menatapnya sangsi. Apa yang dia pikirkan? Apa dia meragukanku? Apa dia mencemaskanku? Apa dia takut aku keluar dari sini? Jika ya, berarti ia sama saja dengan Gabriel. Menganggapku bodoh. Tak becus.

Cazqi berjalan menghampiriku. "Sebelum tantanganmu diterima, aku ingin kau mempertimbangkan sesuatu terlebih dahulu, Jane."

"Tidak perlu! Semua sudah kupertimbangkan dengan matang dan tak ada risiko yang berarti buatku. Aku pasti menang."

"Bukan itu." Kali ini Hasegawa yang bicara. Dia melirik Cazqi dan Giona sebentar lalu menatapku lurus-lurus. Kami seperti aktor yang sedang tampil di depan banyak orang. Ini membuatku teringat kelas teater yang dipilihkan Josev. "Aku tahu kau tidak sempat membuka notifikasi tantangan itu," kata Hasegawa. Ia melirik Giona sekali lagi, tetapi gadis itu memalingkan muka. Hasegawa melanjutkan, "Kami menantangmu, Jane. Jadi bagaimana?"[]

Continue Reading

You'll Also Like

18.4K 2.2K 27
[High School of Mystery 4] Sisi hanya bisa pasrah seraya menggerutu dalam hati saat Ellion yang disangka delusional terus mengekor karena mengaku seb...
6.7K 1.2K 11
"Alisa, bahkan setelah tubuhku mati dan menjadi tanah. Perasaanku tetap hidup untukmu. Yang ketika pagi menjadi matahari untuk menemani aktifitasmu d...
25.9K 10.3K 46
[COMPLETED] ________________________ - the mission behind the lie, and guess who's telling the truth! Mari memasuki dunia Victory High School, dimana...
5.7K 1.1K 54
Langkah mereka masih panjang. Meski tahun ini adalah tahun terakhir mereka, itu tandanya banyak yang harus segera diselesaikan. Dan itu adalah PR ter...