High School Examen [Completed]

By Southern_South

1.4M 142K 10.9K

Dari 5.000 murid Hanya 50 yang lulus Di saat puluhan ribu orang harus mengikuti ujian masuk dengan persentase... More

i
P r o l o g
BAB I - 01
BAB I - 02
BAB I - 03
BAB I - 04
BAB I - 05
BAB I - 06
BAB I - 07
BAB 1 - 08
BAB I - 09
BAB I - 10
BAB I - 12
BAB I - 13
BAB I - 14
BAB I - 15
BAB I - 16
BAB I - 17
BAB I - 18
BAB I - 19
BAB I - 20
BAB II - 21
BAB II - 22
BAB II - 23
BAB II - 24
BAB II - 25
BAB II - 26
BAB II - 27
BAB II - 28
BAB II - 29
BAB II - 30
BAB II - 31
BAB II - 32
BAB II - 33
BAB II - 34
BAB II - 35
BAB II - 36
BAB II - 37
BAB II - 38
BAB II - 39
BAB II - 40
E p i l o g
01 | E-mail
02 | E-mail
03 | E-mail
04 | E-mail
05 | E-mail
06 | E-mail
V i s u a l
V i s u a l N o n - M C
?
Dari Giona [Old Version]
Dari Gabriel [Old Version]

BAB I - 11

23.5K 3.6K 227
By Southern_South

*

*

*

"KAU BERHENTI BELAJAR bersamaku hanya karena jadwal tutormu dengan Giona." Guven melipat tangannya di meja kantin sembari memandangiku yang sedang mengaduk-aduk jus. "Gara-gara itu aku jadi terjebak gosip tak jelas."

Aku terkekeh. Memang benar. Semenjak aku dijadwalkan untuk belajar bersama Giona, waktuku bersama Guven menjadi sedikit. Aku masih sering berinteraksi dengan Gabriel, tentu saja. Jangan lupakan bahwa kami berdua masih sekamar.

"Aku juga sama. Sering dibicarakan."

"Kau dibicarakan karena orang-orang keheranan mengapa seorang Alexandra Jane yang angkuh, buas, pemberontak, bisa seberuntung itu mendapat tutor sesempurna Giona. Orang-orang iri padamu."

"Orang-orang juga iri padamu. Siapa yang tidak mau belajar berdua dengan Gabriella Jovanka Heesters, pesaing Giona?"

"Ya, tapi orang-orang malah berpikiran yang aneh-aneh. Aku dan Gabriel hampir menjadi sasaran bagian konseling."

Aku tertawa. Sepertinya lelucon gosip ini akan menjadi senjata ampuh untuk mengusik Guven.

"Ugh! Ini!" Setumpuk amplop tiba-tiba muncul di hadapanku. Gabriel yang baru datang itu segera duduk di samping Guven. Dia memungut salah satu amplop berwarna biru dan memasukannya ke tas. Aku heran kenapa amplop-amplop lainnya bertuliskan namaku.

"Kau menelantarkan kotak suratmu sejak pertama kali masuk. Lihat, surat untukmu menumpuk!"

"Kukira aku tak akan mendapatkannya." Murid di Gateral memang sering berkomunikasi lewat surat karena kebanyakan dari kami tidak memiliki ponsel. Fasilitas pesan lewat aplikasi Gateral kurang menghormati hak asasi, guru-guru bisa membacanya, jadi orang-orang cenderung tak memakainya. Kotak surat ditempatkan di setiap koridor layaknya loker, dan memang bentuknya pun sangat mirip dengan loker. Gateral memiliki staf khusus untuk pengiriman surat.

Karena penasaran, aku membaca beberapa surat yang bertumpuk di depanku. Ada yang mengungkapkan kebencian— kebanyakan suratnya surat kaleng. Ada juga yang mendukungku mengasari Giona, ternyata. Dan beberapa yang lain isinya tak jelas, semacam pengakuan kagum yang rahasia begitu. Menggelikan. Aku sampai tak tahan membacanya, jadi kusimpan begitu saja dan beralih ke surat yang lainnya. Guven dan Gabriel membaca surat-surat yang telah kubuka. Mereka malah sengaja membacanya keras-keras sambil tak henti tertawa. Nada mereka mendramatisir setiap kata yang pada asalnya sudah amat dramatis. Beberapa kali kami tergelak sampai memancing perhatian orang di meja lain.

"Malam ini giliranku membahas termodinamika. Kau ikut, Jane?" Gabriel membereskan surat-surat yang berantakan di meja. Itu suratku, padahal.

Aku menggigit bibir bawahku dan tersenyum canggung. "Sepertinya tidak. Aku harus tutor—"

"Dengan Giona," potong Guven cepat.

Aku mendesis sebal. Aneh sekali orang itu. Mungkinkah dia menganggapku tak tahu diri? Atau beranggapan aku membuang mereka berdua dari lingkaran pertemananku? Sesungguhnya sama sekali tidak begitu. Dan sudah sangat jelas bahwa mereka berdua sangat berarti untukku.

"Tak apa, Guven. Itu, kan, perintah dari Profesor Briana. Kita bisa berdua dan aku bisa mengajarimu kapan saja, Jane."

Aku tersenyum. Gabriel, dia selalu bisa memahamiku.

***

"Hai! Aku telat lagi, 'kan? Aku senang bisa menjadi orang santai."

Sesuai dugaanku, Giona sudah berada di bangku taman tempat kami belajar. Dia selalu datang paling cepat 15 menit dari jam yang sudah ditentukan. Sementara aku kebalikannya.

"Harusnya kau menyesal, bukan bangga." Dia tampak kesal. "Kau mau pesan apa?"

Aku mengeluarkan buku-buku dari tas. "Apa saja," kataku.

Giona mengeluarkan ponsel dan memesankan kami makanan. Paket makanan itu datang setelah kami saling diam beberapa belas menit. Drone kurir itu selalu bisa diandalkan di saat kami kelaparan. Kami tak mungkin memilih tempat ramai seperti kafe, mall, atau alun-alun untuk belajar. Itu akan merusak konsentrasi.

Malam ini kami mempelajari termodinamika—sehingga aku jadi teringat Guven dan Gabriel. Seperti biasa, mengikuti aturan yang Giona buat, aku tidak boleh membicarakan apa pun di luar topik materi yang sedang kami bahas. Aku juga tidak diperbolehkan makan selama belajar. Ada waktu tertentu untuk beristirahat selama 5 menit setiap 25 menit belajar. Di situlah aku boleh makan. Di akhir, Giona selalu menyuruhku untuk menerangkan kembali apa yang dia ajarkan. Kadang aku membuat kesalahan dan dia membenarkannya. Sering pula ada hal yang kurang dan dia menambahkannya. Awalnya aku memprotes sesi terakhir ini. Namun, Giona menasihatiku. Katanya, dia tak akan menganggapku paham sebelum aku bisa menjelaskannya kembali, dan tak akan menganggapku menguasai materi sebelum aku bisa membuat anak umur 4 tahun mengerti dengan penjelasanku. Jadi, ya, kuakui standarnya memang tinggi.

"Ke observatorium?" tanya Giona sembari membereskan buku ketika jam tutorial kami telah berakhir. Itu ide yang sangat menarik. Namun, entah mengapa aku ingin segera kembali ke hostel. Padahal ini baru jam 9 malam dan biasanya kami tidak langsung pulang. Kadang-kadang kami belanja ke Gateral Mart, berkeliling pulau dengan sepeda—kalau pada awal berangkat tutor kita berencana menyewa sepeda—sampai ke area yang jauh dari kawasan umum, area perkebunan dan peternakan. Gionalah yang pertama kali mengajakku ke area tersebut. Sebagian bahan makanan di kantin dan dapur hostel didapatkan dari sana. Di pinggiran area itu ada beberapa pondok tempat para pengelola kebun dan peternak tinggal. Sebagian dikembangan secara semi-konvensional dan sebagiannya lagi, di area yang berbeda, memanfaatkan teknologi rekayasa genetika. Kalau suasana hati Giona sedang buruk, dia akan memintaku untuk menemaninya membeli buku berisi ratusan soal. Dia pernah bilang kalau mengerjakan soal bisa membuatnya melupakan masalah. Namun, buatku, soal-soal itu hanya akan menambah masalah baru. Bisa-bisa, aku makin depresi dan tereliminasi ke rumah sakit jiwa.

"Bagaimana, Jane? Kenapa diam?"

Aku menggeleng. "Kita pulang saja."

"Baiklah."

Seperti biasa Giona akan mengantarku pulang. Dia memang selalu membawa mobil merahnya. Mobil listrik Tesla itu adalah fasilitas yang diberikan Royal Hostel untuk Brie yang hanya bisa dipakai di pulau ini saja.

"Kalau seseorang menghangatkan tangannya di atas api, perpindahan kalor seperti apa yang terjadi?" Giona mengaktifkan mode kemudi otomatis, sementara ia membuka spion untuk merapikan rambutnya yang agak berantakan.

"Radiasi," jawabku spontan.

Giona terkekeh. "Sebetulnya ada peristiwa konveksi di sana."

"Hah?" Sebelah alisku terangkat.

"Udara di atas api akan memuai sehingga massa jenisnya lebih rendah dari udara di atasnya. Nah, karena itulah udara tersebut naik ke atas menyentuh tanganmu sehingga kau bisa merasakan panas. Sementara udara yang ada di bawah tanganmu tadi turun, dipanaskan api, naik ke atas, dan begitulah prosesnya."

Mulutku membulat. "Aku belum memahami bab tadi sepenuhnya."

"Ya, aku tahu." Giona membelokkan stir, menuju jalan yang akan membawa kami ke E-Hostel. "Kau tampak kebingungan di bagian entropi."

"Dan mesin Carnott. Maksudku, kenapa kau mengatakan tidak akan pernah ada mesin yang memiliki efisiensi 100%?"

"Kau tak ingat rumus efisiensinya?"

Lingkaran kecil di otakku berputar agak lama. "Satu dikurangi temperatur reservoir suhu tinggi per temperatur reservoir suhu rendah?" tanyaku ragu.

"Apa artinya kalau ingin mendapat efisiensi 100%?"

"Hasil pembagian T2 dengan T1 nya harus nol."

"Nah, itu berarti nilai T2 nya harus nol kelvin. Nol mutlak. Dan kondisi itu tak mungkin dicapai, paling mungkin hanya mendekati saja. Begitulah sederhananya."

Mobil berbelok ke kanan, keluar dari kumpulan pepohonan menuju pusat perbelanjaan Gateral.

"Giliranku yang bertanya."

"Apa?"

"Tanggal 14 September itu tanggal apa? Dan apa kau ingat dulu pertama kali kita kenal bagaimana? Aku sudah agak lupa."

Giona tertawa. "Itu tanggal dibuatnya Cedric dan Alessa. Pertama kali kita kenal ... saat kau mengajariku mewarnai, 11 tahun lebih yang lalu."

"Iya, kah? Kenapa kau bisa ingat?"

"Karena kau yang dulu itu sangat mengesankan. Kau ingat pernah mengajariku perkalian dan pembagian? Waktu itu aku masih belum masuk zona belajar ekstrem."

"Maksud zona belajar ekstrem? Ya, kalau yang mengajari hitungan itu aku ingat dan kau begitu cepat memahaminya."

Giona menatapku. "Tidak juga," katanya. "Saat berteman denganmu dulu, aku tinggal dengan Oma. Ibu dan ayahku di Eropa. Setelah mereka pulang, aku tinggal dengan mereka dan aku tak penah punya teman lagi semenjak itu. Maggy pernah menjadi temanku saat di GMS, tapi aku selalu merasa terpaksa. Kau tahu, sejak pindah rumah, aku dijejali berbagai buku, ditemani guru privat dan mentor pribadi setiap hari. Mereka berdua yang mengasuhku. Membosankan, bukan?"

"Kelihatannya seru kalau kau bukan orang normal. Nah, kau normal atau tidak?"

"Menurutmu? Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan anak seumuranku daripada dengan orang tua. Namun, dibanding manusia, aku lebih menyukai buku."

"Hei, buku pun dibuat oleh manusia. Jadi, kau harus menyukai manusia."

"Kau yang harus menganggap manusia sebagai manusia."

Aku tertawa. "Kau menyindirku, ya? Kau kan bukan manusia. Semua orang dengan wajah yang membuatku terobsesi untuk melukisnya kuanggap sebagai malaikat yang tersesat."

"Kau melukisku?" Kelihatannya Giona tak percaya.

"Ya. Diam-diam, ha-ha. Tak hanya kau. Guven, Gabriel, Kak Cazqi ... semua yang berwajah bagus. Aku malas melukis wajah jelek. Itu hanya akan merusak estetika mahakaryaku, kau tahu?"

"Tak ada wajah yang jelek. Hanya kepribadian orang yang melihatnya saja yang jelek."

"Ya ampun, logis saja, yang jelek itu bakalan ada. Kalau tidak, tak perlu ada kata jelek."

"Terserah, deh."

Mobil sudah sampai di depan E-Hostel. Giona tak pernah mengantarku ke dalam, padahal jarak dari halaman ke pintu utama cukup jauh. Katanya, dia tak mau penghuni E-Hostel menganggapnya sebagai sopirku.

"Cepat! Aku ada perkumpulan dengan Royal Class."

"Sabar!" Aku membuka sabuk pengaman dan keluar dengan tergesa. "Makasih, ya! Hati-hati, jangan sampai kecelakan apalagi sampai mati!" Aku melambaikan tangan. Giona tersenyum lantas memutar mobilnya seraya membunyikan klakson dua kali.

Aku memperhatikan mobil itu menjauh. Apa yang kulihat saat ini sama persis dengan apa yang kulihat dulu saat mengejar seseorang yang mengirimiku makan malam. Sekarang aku tahu siapa orangnya. Dia bahkan sudah peduli denganku di saat aku masih bersikap kasar padanya. Aku tidak akan menyia-nyiakan sahabat sesempurna Chris. Tidak akan pernah.

Saat pintu kamar terbuka, aku hampir menjerit karena Gabriel menyerobot ke luar hingga hampir saja kami bertabrakan.

"Kau kenapa?" Perasaanku sontak jadi tak enak melihat wajah pucat pasi Gabriel.

"Berita di TV!" Ia tampak serba salah, tapi memaksakan diri bicara. "Papamu kecelakaan di California, dia koma."[]

Continue Reading

You'll Also Like

2M 139K 62
Leslie Felicia ... remaja 17 tahun yang terpaksa pindah sekolah karena mengikuti orangtuanya. Grandes High School ... sebuah sekolah SMA yang berjara...
45.9K 4.7K 35
[High School of Mystery 3] "Keadilan memang harus ditegakkan. Namun, cara yang ditempuh juga harus sesuai dengan keadilan." Kasus pembunuhan berantai...
88.7K 7.4K 39
[High School of Mystery 2] "Kebenaran harus ditegakkan apa pun resikonya." Kehidupan Kevin dan teman-temannya kembali terusik dengan kehadiran kasus...
5.7K 1.1K 54
Langkah mereka masih panjang. Meski tahun ini adalah tahun terakhir mereka, itu tandanya banyak yang harus segera diselesaikan. Dan itu adalah PR ter...