UNSEEN

By ssebeuntinn

188K 25.3K 7.9K

[ COMPLETED ] ć…” Wattys2019 Winner in Fanfiction ā€¢ T E L A H T E R B I T ā€¢ Kemeja berlapis jas hanyalah... More

00; welcome
01; same shit in different day
02; first trip with blue jeep
03; back to the city
04; the game is starting
05; a man with a big heart
06; street show at night
07; inside the flower shop
08; the little thief
09; suspicious village
10; annual carnival
11; meet the looters
13; a big tournament
14; unexpected holiday
15; extraordinary performances
16; chaos is getting real
17; a night with old friends
18; man in the ship
19; new basecamp
20; guessing a lot of things
21; the hidden truth
22; major distraction
23; man in a locked room
24; friend or enemy?
25; a total mess
26; new member in the team
27; dark red cloak
28; closer to the edge
29; there's no way back
30; gloomy morning
31; day by day
32; the last hope
33; full moon [1]
34; full moon [2] ć…” ending
[+] extra chapter [1]
[+] extra chapter [2]
INFORMASI
PENGUMUMAN TERBIT
VOTING COVER
OPEN PRE-ORDER
TOKOH BARU VERSI BUKU
GIVEAWAY

12; strangers in the past

3.7K 637 107
By ssebeuntinn


Keadaan mobil yang ditumpangi Wonwoo tak pernah sehening ini. Meskipun seringkali ia dan Emily memilih bungkam dan terjebak dalam pemikiran masing-masing, namun banyak hal yang bisa membuat suasana menjadi tidak terlalu tegang. Entah suara yang berasal dari ketukan kaki Wonwoo, suara samar radio maupun ujung kuku Emily yang menggores di kaca mobil. Selalu ada hal yang membuat keheningan di antara mereka tak terlalu mencekam.

Kali ini berbeda.

Suasana di dalam jeep benar-benar tenang dan sunyi. Tak ada suara lagi selain deru mesin, bahkan binatang malam juga tak menunjukkan eksistensinya. Tubuh Wonwoo masih nyeri di beberapa bagian karena tekanan yang diberikan oleh penjarah di tengah jalan barusan, yang menyudutkannya di bagian samping mobil dan hendak menghabisinya dalam sekejap. Kendati demikian mulut Wonwoo tak mengucap suara apa-apa, bahkan erangan sebagai refleks rasa sakit juga tak terdengar.

Hansol, si pemimpin kelompok penjarah lain yang ditemui Wonwoo dan bertindak sebagai penyelamat duduk di kursi supir, sedangkan Wonwoo ada di belakang bersama Emily yang tertidur pasca kejadian yang nyaris membuat gadis itu trauma. Tidak ada rasa penyesalan ketika Wonwoo menawarkan tumpangan pada Hansol dan mereka sungguh berakhir berada di dalam satu mobil. Teman-teman Hansol memutuskan untuk tak ikut bergabung, mereka diberi tugas oleh Hansolㅡsi ketua kelompok sebelum pergi menjauh.

Mata Wonwoo memperhatikan perawakan Hansol lewat spion, tatapan tajam dan rahang yang tegas jelas terlihat disana seperti sebuah pahatan sempurna. Jika bisa digambarkan, wajah Hansol sudah seperti boneka porselen. Dalam kegelapan dini hari yang hampir menjelang subuh, Wonwoo bisa merasakan betapa aura Hansol begitu berbeda. Selain kuat, pemuda itu juga punya sikap kepemimpinan yang adil dan bijaksana. Meskipun gaya berpakaiannya terlihat sangat ugal-ugalan.

"Tidurlah. Aku tidak akan membawa pergi mobilmu, akan kuantar kau ke Delfi dengan selamat."

Hansol menegur Wonwoo yang melamun di belakang dan tak bisa bergerak karena setengah badannya menjadi tumpuan Emily untuk tidur. Otak Wonwoo belum sepenuhnya merespon karena ia disibukkan lagi dengan salah satu bukti ungkapan 'jangan pernah menilai orang dari tampilan luarnya saja' dan benar saja, Hansol adalah salah satunya, pemuda baik yang terlihat seperti berandalan.

"Bukan seperti itu," jawab Wonwoo pelan, matanya belum lepas dari cermin spion yang memantulkan wajah Hansol. "Hanya saja mengapa kau meninggalkan kawananmu setelah menolongku? Lalu setelah sampai di Delfi, bagaimana caramu untuk kembali sedangkan di daerah itu tak ada kendaraan umum?"

"Tak perlu memikirkan itu. Kau hanya tidak tahu betapa besarnya peranku sebagai ketua kelompok di daerah ini."

Wonwoo dibuat semakin bingung.

"Kau tahu kisah Robin Hood[1], kan?" tanya Hansol lagi, kali ini dia menginjak rem dan mematikan mesin mobil.

Wonwoo mengangguk, enggan bereaksi lebih karena ia tahu kini dirinya sudah sampai di Delfi. Hansol yang baik itu sungguh mengantarkannya hingga ke tempat tujuan dimana mobilnya kini berpijak di atas tanah lereng Gunung Parnassus. Sinar matahari mulai menyembul di sisi Timur, perjalanan yang dirasa Wonwoo sangat panjang ini kini berakhir tepat ketika suara ayam berkokok yang entah dimana itu terdengar nyaring.

Robin Hood. Nama yang begitu Wonwoo ingat ketika ia iseng membaca buku anak milik pengunjung museum beberapa tahun yang lalu. Sebuah buku dongeng bergambar dan penuh warna mengenai kisah seorang pencuri yang dermawan dan dikenal sebagai sosok pahlawan. Pencuri yang banyak membantu warga tidak mampu dengan hasil curiannya yang didapat dari orang tidak bertanggung jawab.

Apakah Hansol tipe penjarah seperti itu?

"Pekerjaanku memang bukan yang paling mulia, tapi aku suka membantu orang-orang yang tengah kesusahan seperti sebuah kewajiban. Mungkin tanganku memang penuh darah karena tabiat burukku yang suka menghabisi orang, tapi kau tak perlu takut selagi kau tak membuat masalah."

Itu kalimat terakhir Hansol sebelum ia keluar dari mobil di pagi buta. Pemuda itu melemparkan senyum samar pada Wonwoo sebelum berlalu ditelan rerimbunan pepohonan. Hansol juga pamit bahwa mungkin setelah ini Wonwoo bisa menemukannya di Athena karena pemuda itu akan pergi ke kota untuk suatu urusan. Ada permintaan Hansol yang sepertinya sanggup Wonwoo penuhi ketika mereka bertemu kembali suatu hari nanti; setoples amygdalota[2] dan secangkir teh hangat untuk teman bicara di saat senja.

"Em, kita sudah sampai."

Wonwoo bergerak, ia menepuk pelan pipi gadis itu supaya terbangun dan segera melakukan tujuannya ke Delfi; berbicara pada Orakel, sehingga mereka berdua bisa pulang ke Athena lebih cepat dan menyusun strategi lagi untuk menemukan yang spesial lainnya.

"Di mana pria bernama Hansol itu?"

"Dia sudah pergi. Kurasa tak lama lagi kita akan bertemu dengannya di Athena."

Emily mengernyit, matanya masih setengah terbuka, "Semoga kau bisa menemuinya lagi sebelum dia berakhir seperti Mingyu dan Seungkwan."

"Aku harap begitu. Kemampuan bela dirinya begitu bagus, semoga dia bisa melindungi dirinya sendiri selama aku tak mengawasi. Dia pemuda yang baik, sama seperti Dokyeom, Joshua dan Hoshi."

"Aku tahu."

"Beberapa hari lagi pertunjukan musikal Dokyeom akan berlangsung. Kau masih ingat, kan?"

Emily kini duduk tegak dengan menghadap ke depan. Pikiran gadis itu menerawang jauh, hari kemarin baru berlalu dan kini Wonwoo mengungkapkan rencana selanjutnya untuk datang ke Gedung Teater Gaelan untuk menonton si pria pemain harpa. Kendati demikian Emily menganggukkan kepala. "Aku ingat, tiketnya kusimpan di laci tengah di sebelah televisi."

"Ada begitu banyak hal yang harus aku lakukan ketika kembali ke Athena. Mengurus Dino yang masih di rumah sakit, menyelidiki Jun, datang ke gedung teater, mengurus laporan kunjungan dan Hoshi serta Hansol... aku tidak bisa mengawasi mereka berdua karena mereka tak ada di dekatku."

Wonwoo menarik napas kasar. Sifat alamiah yang dimilikinyaㅡterlalu peduli terhadap orang lain membuatnya bingung setengah mati. Dia berpikir memang semua orang akan mati pada akhirnya, tapi jika mereka mati hanya karena ramalan yang ia sendiri juga masih tidak bisa mempercayai sepenuhnya... bukankah itu tidak adil?

Ramalan ini membuat mereka kehilangan kesempatan untuk hidup lebih baik. Terlebih lagi mereka mati tanpa sebab dan tak pernah bisa diprediksi.

"Ayo, kita harus menemui Orakel Delfi untuk meminta petunjuk."



Suasana kelam ini sudah tidak asing bagi Wonwoo dan Emily. Ini yang kedua kalinya mereka berkunjung kemari dan semuanya tampak seperti berubah. Dulu Wonwoo takut setengah mati dan kepalanya bahkan sempat terantuk sisi cermin hingga ia tak sadarkan diri. Namun, kini kegelapan yang menyelimuti ruanganㅡmeskipun hari masih pagi tidak membuat Wonwoo bergidik. Justru dia merasa sangat sedih seolah tengah berkabung.

Wonwoo memimpin jalan menuju tempat Orakel berada. Genggamannya pada tangan Emily semakin mengerat tatkala menuruni beberapa undakan tangga memanjang yang berdebu. Dia ingat betul dulu Emily sempat mencium aroma terbakar ketika keberadaan Orakel terdeteksi, namun kali ini tidak terjadi apapun.

Wonwoo sedikit menunduk dan menatap Emily yang berada di sebelahnya, "Dulu Orakel muncul ketika kau mencium aroma terbakar, sekarang bagaimana? Aku ingat kita berdua berdiri disini saat itu."

"Entahlah, aku tak mencium apa-apa." Emily lantas mendekatkan tubuhnya pada Wonwoo dan setengah berbisik. "Coba kau panggil saja namanya, barangkali dia memang sudah menunggumu."

Tanpa berpikir panjang Wonwoo memanggil Orakel itu dengan lantang seolah tak kenal rasa takut yang sempat dialaminya dulu. Kini dia meyakinkan diri sendiri untuk sungguh-sungguh mencari jalan keluar dan penyelesaian agar ramalan itu berakhir sebelum bulan purnama.

"Orakel Delfi yang agung... aku kembali kemari untuk meminta petunjuk." Dada Wonwoo bergemuruh ketika berucap demikian, rasa berkabungnya kembali bergejolak. "Aku... Wonwoo, pria yang kau sebut sebagai penerima berkat dari tiga dewi."

Seperti sebuah mantra magis, terdapat suara benda patah dan cahaya biru tiba-tiba mengisi penuh seluruh ruangan. Reaksi Emily sudah Wonwoo duga, gadis itu tertegun dan tentu bisa melihat jelas sosok Orakel Delfi yang duduk diatas kursi berkaki tiga. Sedangkan Wonwoo sendiri harus beranjak mendekati cermin di sudut ruangan yang memperlihatkan refleksi dari Orakel berwujud kerangka manusia dengan tudung satin.

"Kau ingat aku, kan?" tanya Wonwoo. Dia mulai gugup meskipun rasa berkabungnya lebih mendominasi. "Sudah dua orang tewas karena ramalan itu. Itu artinya sisa sebelas orang, termasuk aku di dalamnya. Aku tak bisa menjaga mereka karena lokasi kami berjauhan. Apa yang harus kulakukan untuk mencegah ramalan itu terjadi? Bagaimana cara menemukan dan menghentikan yang bertopeng itu agar berhenti memburu kami?"

Pertanyaan beruntun diajukan oleh Wonwoo tanpa jeda. Dia terus menatap refleksi Orakel di balik cermin hingga si Orakel itu membalas ucapannya. "Nak, kau hanya bisa menghentikam yang bertopeng itu dengan mengumpulkan semua manusia yang mendapat berkat. Hindari malapetaka dengan memberitahu mereka semua kebenaran tentang ramalan. Bulan purnama keenam akan tiba dan yang bertopeng akan semakin kuat."

"Bagaimana caraku mengumpulkan mereka sedangkan aku tidak tahu dimana mereka berada?"

"Aku akan memberimu petunjuk dengan mengembalikanmu ke masa lalu, masa di mana mereka hidup di jaman berbeda, masa sebelum reinkarnasi terjadi."

Dalam satu kali jentikan tanganㅡlebih tepatnya kerangka tulang jemari Orakel Delfi, pandangan Wonwoo menggelap. Sebagian dirinya sadar kepalanya kembali terantuk sisi cermin dan menyebabkan luka ringan. Namun perbedaannya kali ini, tubuh Wonwoo seperti terasa berbeda. Dia tidak sadarkan diri, namun ia juga seperti mimpi. Sulit untuk dijelaskan. Wonwoo seperti melewati lorong waktu dengan mata terpejam. Tubuhnya terasa mengambang dan dalam keadaan yang asing ini, Wonwoo bisa merasakan ada yang berubah dari dirinya sendiri.

Aku seperti berada di atas tempat tidur, tapi ini bukan bahan seprai yang kugunakan di rumah.

Aku seperti mencium bau masakan tradisional, tapi bau rempah-rempah ini seperti bukan dari masakan biasa.

Aku mendengar orang-orang berbicara, tapi mereka berbicara dengan logat yang selama ini tak pernah aku kenal.

Aku... ada di mana?

"Jullius! Bangun, keparat! Sial, kau tidur seperti banteng mati!"

Jullius?

Siapa itu Jullius?

Pipi Wonwoo terasa sakit karena tamparan samar. Hendak mengumpat, tapi kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul. Wonwoo membuka mata perlahan dan ketika ia menemukan cahaya kecokelatan yang masuk melalui celah-celah dinding berbatuㅡ

Dinding batu?! Tunggu...

"Jullius, ibu menyuruh kita untuk membantu ayah di kandang."

Jullius siapa, sialan?!

"Aku..."

"Kau tak akan mendapat jatah susu kambing nanti! Ayo, cepat!"

Wonwoo butuh waktu untuk kembali memulihkan tenaganya selepas tidurㅡatau apapun itu. Kini posisinya duduk di atas ranjang dan matanya mengamati ruangan. Yang lebih membuatnya terkejut adalah pakaian yang ia kenakan saat ini berupa khiton[3], bukan lagi pakaian modern seperti kemeja dan denim.

"Jullius! Ayo!"

Pemuda itu kembali lagi, begitu pikir Wonwoo. Seorang laki-laki yang tadi mengganggu tidurnya, berperawakan kekar dengan garis hidung yang sempurna.

"Aku Jeon Wonwoo."

"Hah?! Mimpi apa kau semalam?" Pemuda itu menghampiri Wonwoo dan menepuk kepalanya samar. "Ayolah, Kakak. Jangan bercanda. Kau itu Jullius. Anak pertama dari ayah bernama Madhiaz dan ibu bernama Magdalena. Dan aku ini adikmu, Hanns."

Orakel itu sungguh mengirimku ke masa lalu?

"Kita akan pergi ke kuil Athena jam sembilan nanti, jadi pekerjaan kita hari ini harus selesai lebih cepat, Kak. Kalau tidak nanti ayah akan marah."

Dan hari itu bermula seperti angin yang berhembus dengan cepat. Dalam satu kali kedipan mata Wonwoo harus membiasakan dirinya dengan nama panggilan baruㅡJullius untuk sementara. Meskipun reseptornya belum kembali bekerja secara total karena keterkejutan yang melanda, Wonwoo memberanikan diri untuk mengikuti alur yang coba ditunjukkan oleh Orakel Delfi untuk mencegah ramalan terjadi.

"Jullius..." Wonwoo berkata samar, masih terasa asing dengan nama barunya. "Tidak terlalu buruk juga dari Jeon Wonwoo."

Lalu kakinya melangkah perlahan menuju dapur tempat dimana suara Hanns yang mengaku sebagai adiknya berteriak terus memanggil namanya.

ㅡㅡㅡ


[1] Robin Hood: Pada awalnya, Robin Hood dianggap sosok penjahat biasa, namun karakternya mengalami perubahan selama berabad-abad dari penjahat menjadi seorang pencari keadilan dan sosok yang memperjuangkan kaum miskin. Tidak ada catatan sejarah tentang Robin Hood pernah diidentifikasi, tetapi jika Robin Hood pernah hidup, sosoknya telah terlalu dalam tenggelam dalam mitos sehingga sulit dicari keterangan sebenarnya.

Dimulai pada abad ke-16, cerita Robin Hood mulai menyebutkan tindakannya mencuri dari orang kaya untuk kemudian memberikannya kepada orang miskin. Dia juga disebut menjadi ksatria, meskipun cerita sebelumnya mengidentifikasi dia sebagai orang biasa. Popularitas karakter Robin Hood membuatnya menjadi subjek untuk sastra, teater, dan film hingga hari ini.

[2] Amygdalota: Sajian kue kering yang terbuat dari tepung terigu dan almond. Memiliki tekstur yang crunchy dengan rasa yang sedap di lidah. Sangat cocok bila dipadukan dengan secangkir teh hangat atau kopi.

[3] Khiton: Pakaian tradisional Yunani yang dipakai oleh pria dewasa. Merupakan kain dari wol atau linen yang dililitkan di tubuh dengan bagian bawahnya mencapai lutut. Seringkali khiton dipakai hanya menutupi satu bahu. Jika udara dingin, orang Yunani kuno memakai mantel di luar khitonnya. Mantel ini juga dapat digunakan sebagai selimut jika harus tidur di luar ruangan, misalnya saat pergi berperang. Orang Yunani kuno jarang menutupi betis, sedangkan alas kaki mereka berupa sandal dari kulit meskipun banyak pula yang bertelanjang kaki.

ㅡㅡㅡ

Anyway... ya bayangin aja Wonwoo pake khiton kek begitu plus rambut messy khas bangun tidur plus sendal lilitan ala-ala yunani wkwk :")

Dan mungkin chapter depan aku bakal pake nama Jullius untuk karakter Wonwoo buat sementara untuk jelasin plot cerita sampai Wonwoo keluar dari masa lalu.

Visualisasi Jullius dan Hanns?

Ya kira-kira begitulah muka mereka kalo pake baju modern😂

Yang bisa nebak atau tau itu yg sebelah siapa selamat ya! Hehehe

Continue Reading

You'll Also Like

218K 11.5K 28
Report my work?? Go to hell!!! Jeno : Dom Jaemin: Sub Adult story ! Bxb || Mpreg Abigailchen
6.5K 362 18
Kisah salah satu pilot tobot yang merasa ada yang aneh tentang hubungan nya antara ayahnya dan hubungan darah yang tidak cocok dengan ayahnya ,dan pe...
7.6K 1.3K 38
[Fanfiction Original Character Park Sunghoon 'Enhypen' ft Lee Jaehee 'Weeekly'] Kupikir masa sekolah ini akan dihabiskan dengan banyak hal menyenangk...
797K 91.3K 44
[ šŸšžššš­š®š«š¢š§š  š£šššžš”š²š®š§ ; šœšØš¦š©š„šžš­šžš ] ā Saya nggak pernah naruh hati sama kamu, kamunya juga jangan berharap lebih ke saya. āž K...