Our Relationship

By dirtyeasy

594K 28.4K 287

[ ORDER DI SHOPEE. KLIK LINK DI BIO ] "Kita adalah takdir yang dipersatukan melalui luka." Karena cintanya ya... More

[ Prolog ]
[1] Kenyataannya
[2] Rumah untuk pulang
[3] Mie Ayam
[4] Tear
[5] Terlalu Sulit
[6] Selimut
[7] Sarapan
[8] Tidak Peka
[9] Tidak Wajar
[10] Ini Gila
[12] Kalah
[13] Sampai Akhir
[14] Supermarket
[15] Berbagi
[16] Sakit
[17] Dia Datang Lagi
[18] Sahabat
[19] Pengakuan Tak Terduga
[20] Mengungkapkan
[21] Pekerjaan Baru
[22] Kelulusan
[23] Aku Mencintaimu
[24] Kedua Kalinya
[25] Ketakutan Elea
[26] Makan Malam
[27] Cerai?
[28] Akan Terus Bersama
[29] Blokir
[30] Kebenaran yang Terungkap
[31] Malu
[32] Bukan Siapa-siapa
[33] Anugerah Tuhan yang Paling Indah
[34] Hari Pertama Evan di Rumah
[35] Kabar
[36] Dalangnya
[37] Hari-hari Tanpamu
[38] Satu Tahun Berharga
[39] Aku Ada Disini
[40] Kalian Hidupku
[41] Kantor Polisi
[42] Sosok Papa
[43] Thank you (last)
[ Epilog ]
Klarifikasi Terkait Novel Our Relationship
Pre-Order

[11] Mengganggu

12.7K 667 7
By dirtyeasy

Mulai sekarang aku akan belajar. Bukan belajar mencintaimu, melainkan belajar hidup tanpamu.


Tadi malam adalah malam paling indah dalam hidup Genta. Tidur bersama Elea tanpa takut perempuan itu akan menolak, memaki, ketakutan dan apa pun itu. Tidur dengan nyenyak karena saling memeluk, sampai-sampai mereka bangun siang dan Genta lagi-lagi tidak berangkat ke sekolah.

Jika bukan karena ponsel Elea yang berbunyi, membangunkan mereka, mungkin baik Elea mau pun Genta sama-sama akan terlelap sampai siang.

Genta izin lagi dengan alasan urusannya belum selesai. Tapi ia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Jadi, mau tidak mau ia harus berangkat bekerja.

Jika kalian bertanya bagaimana reaksi Elea saat bangun tidur, maka jawabannya adalah marah.

Elea marah walau perempuan itu terlihat malu sendiri dan wajahnya memerah. Saat kesadarannya terkumpul, Elea menendangnya hingga Genta jatuh dari tempat tidur dan kepalanya membentur nakas.

Mungkin bukan marah, tapi terkejut. Mungkin Elea terlalu terkejut sampai-sampai refleks menendangnya pagi itu. Selanjutnya Elea tidak memarahinya, membentaknya atau memakinya. Perempuan itu malah menghindarinya.

"Ngelamun aja, Kak Gen."

Lestari menyadarkan lamunan Genta. Cowok itu hanya tersenyum tipis.

Sore ini cafe sedang tidak seramai biasanya, jadi Genta punya waktu luang, ia menemani Lestari yang sedang mengerjakkan tugas.

"Kak Gen, kalo yang ini gimana ya?" Lestari menunjuk salah satu Fisika nomor soal dalam buku paketnya.

"Oh, yang ini gampang, tinggal gini..." Genta menjelaskan cara mengerjakan soal itu.

Selanjutnya, Lestari tersenyum dan mengerjakan kembali soal sesuai ajaran Genta.

"Temen-temen kamu kemana? Nggak ikut?" tanya Genta, basa-basi.

"Nanti nyusul katanya," sahut Lestari. Beberapa menit kemudian gadis itu telah selesai mengerjakan tugasnya. "Kak Genta sebentar lagi berarti ujian ya?"

"Iya. Satu bulan lebihan lagi."

Lestari mengangguk mengerti. "Kalo udah lulus, rencana mau kuliah dimana?"

Genta tersenyum kecut. Jangankan memikirkan soal kuliah, memikirkan bagaimana Elea tidak meninggalkannya setelah melahirkan nanti saja membuatnya pusing. Genta bahkan tidak kepikiran untuk melanjutkan pendidikannya setelah lulus nanti. Yang Genta pikirkan adalah bagaimana caranya mendapatkan pekerjaan bagus dan gaji yang cukup dengan berbekal ijazah SMA.

"Nggak tau. Belum kepikiran," ucap Genta.

"Nggak ikutan SNMPTN?"

"Nggak tau," ucap Genta lagi. "Kamu udah selesai ngerjain tugasnya? Aku mau balik dulu ngelayanin pelanggan."

Lestari mengangguk walau sedikit tidak rela. Namun ia mengerti, Genta di sini adalah pegawai.

Genta melempar senyum pada Lestari sebelum akhirnya pergi ke belakang. Ia bukan akan melayani pelanggan lagi, itu hanya sebuah alasan untuk Genta tidak lagi duduk disana.

Cowok itu membuka loker, dan mengambil ponselnya yang berada dalam tas. Mengeceknya dan ia menemukan sebuah pesan dari Elea.

Wife💕 : Gue ke rumah Mama.

Pesan singkat yang diterimanya lima menit lalu itu membuat Genta tersenyum. Tidak biasanya Elea meminta izin kepadanya, atau sekedar memberitahukan apa yang akan dilakukan kepadanya. Ini adalah kemajuan besar.

Lalu Genta membalas dengan mengatakan hati-hati. Namun tidak ada balasan dari Elea.

***

"Semuanya baik-baik saja. Ibu dan bayinya sehat. Saya kasih resep obat ya, jangan lupa untuk diminum susunya secara teratur ya. Makan makanan yang sehat. Perbanyak makan sayur dan buah..."

Genta mengucap terimakasih kepada Dokter yang telah memeriksa Elea tadi. Setelah selesai, mereka berdua keluar dari ruangan. Mampir ke apotek untuk menebus obat lalu pulang.

Genta sudah menerima gajinya, jadi ia membawa Elea ke dokter kandungan untuk memeriksa calon bayi mereka. Awalnya Elea menolak dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja dan tidak perlu diperiksa. Namun Genta tetap memaksa dengan alasan ingin mengetahui keadaan bayi mereka yang masih berada di perut Elea.

Setelah membeli soto, mereka pulang menggunakan taksi. Genta tidak ingin Elea sakit karena harus naik motor malam-malam seperti ini. Cowok itu diam memandang foto USG bayi mereka yang diberikan dokter. Memang belum terbentuk sempurna karena umurnya masih tiga bulan lebih, tapi Genta sudah merasa bahagia karena sudah melihatnya.

Elea yang semula memandang keluar jendela kini menoleh ke arah Genta. Menatap cowok itu dari samping yang sedang tersenyum menatap foto itu.

Elea mendadak teringat ucapan papanya dulu, beberapa saat sebelum mereka menikah.

"Pa, Elea nggak hamil, Pa, Elea nggak mau nikah, Papa." Elea menangis sambil memegang tangan papanya, berharap lelaki itu membatalkan rencananya untuk menikahkan dirinya dengan si bajingan Genta.

"Elea, sudah, Sayang." Sang mama memegang bahu Elea, meraihnya dan memeluknya. Sebagai seorang ibu, tentu saja Ami merasa sangat kecewa. Apalagi Elea adalah anak satu-satunya, perempuan pula. Mengetahui jika Elea hamil diluar nikah membuatnya merasa gagal menjadi seorang ibu.

"Ma, Mama tolong Elea, Ma." Gadis itu menggeleng menatap Ibunya dengan mata yang penuh air mata. "Elea nggak mau nikah sama Genta."

"Dia harus bertanggung jawab, Sayang." Ami mengusap wajah Elea. Ia sendiri menahan air matanya untuk tidak jatuh.

Elea menggeleng. "Nggak ada yang harus bertanggung jawab," katanya serupa dengan bisikan.

"Jangan keras kepala, Elea! Papa nggak mau kamu hamil dan melahirkan tanpa suami!" ujar papanya dengan tegas, suaranya sedikit lebih mengeras.

"Papa..." Elea menatapnya dengan memohon. Elea benar-benar tidak ingin menikah dengan Genta. Elea sangat takut.

"Papa nggak mau denger omong kosong kamu. Kalian akan tetap menikah sampai anak itu lahir. Kamu hanya tinggal memilih, memilih anak itu tinggal bersamamu atau menyerahkannya kepada Genta. Karena kamu setelah melahirkan, kalian akan bercerai!"

"Ngelamun aja."

Elea tersentak lalu ia menoleh ke arah Genta yang mengerjutkannya.

"Udah sampe. Nggak mau turun?" cowok itu terkekeh.

Elea tidak meresponnya. Perempuan itu lantas turun dan meninggalkan Genta yang masih di dalam karena sedang membayar taksi.

Entah kenapa Elea kepikiran tentang ucapan papanya dulu. Membuat perasaannya menjadi tidak enak tanpa sebab.

"Mikirin apa?"

Lagi-lagi Genta mengejutkannya.

"Nggak."

"Mau dimakan sekarang?" tanya cowok itu.

Elea hanya mengangguk. Lalu Genta pergi ke dapur untuk menyiapkan soto yang mereka beli tadi. Elea menyandarkan tubuhnya, menutup matanya lalu menghela nafas. Perempuan itu mengelus perutnya dengan gerakan kecil, merasakan tonjolan kecil itu kian membesar dari minggu ke minggu.

Ucapan papanya yang tiba-tiba ia ingat membuat pikiran Elea menjadi kacau. Seharusnya Elea tidak usah memikirkannya seperti hari-hari sebelumnya.

"Jangan ngelamun terus. Ini udah malem, nanti kesambet," ujar Genta yang datang dengan dua mangkuk ditangannya. "Dihabisin ya."

Elea bergumam dan fokus memakan sotonya. Genta menyalakan televisi untuk menemani keheningan mereka.

"Emm ... ujian dua minggu lagi, 'kan?" tanya Elea.

Genta menoleh. "Iya. Lo juga ya?"

Elea mengangguk. Elea cukup nyaman dengan home schooling-nya, membuatnya hemat waktu karena tidak memerlukan waktu lama seperti sekolah pada umumnya.

"Ujiannya di sana? Gue nggak bisa nganterin lo dong."

"Gue bisa sendiri," ucap Elea.

"Dianter mama aja, biar gue tenang," ucap Genta.

Elea bergumam. Tidak ada yang spesial di pembicaraan malam ini. Hanya membahas ujian nasional, menghabiskan soto lalu pergi tidur. Bersyukur karena malam ini ia tidak ngidam sesuatu yang aneh seperti minta perut di elus lagi.

Elea tidak ingin berdekatan dengan Genta. Begitu prinsipnya dari awal. Karena dengan begitu, Elea tidak perlu bergantung pada cowok itu. Sehingga jika mereka bercerai nanti, Elea biasa tanpanya.

Continue Reading

You'll Also Like

60.3K 4.4K 33
Satu semester akhir menjadi penentu kelulusan. Namun, semua tak sesuai harapan. Tsabita siswi cerdas dan tidak neko-neko hamil di luar nikah, tanpa t...
2.3M 105K 47
āš ļø Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
3K 412 30
Ibunya yang selalu memikirkan karier dan ayahnya yang mendua menjadikannya gadis urakan tak terurus karena kurang kasih sayang. Bersama empat temanny...
41.7K 2K 46
Prekuel 'Still The One' "Terlalu banyak hal yang aku takuti, merasa lelah dan tak bisa meraih mimpi. Dunia terlalu kejam untuk aku yang takut sendiri...