Mungkin, adegan ini sedikit 17+ tapi masih normal kok, tenang aja.
--
Jeno terbangun dan hal pertama yang ia lihat adalah kedua orang tua Jisa yang melihat mereka tertidur dengan ekspresi terkejutnya.
"..om, tante–"
"sshh." Ayah Jisa malah menyuruh Jeno untuk diam agar Jisa tidak terbangun.
"ambil selimut." menyuruh istrinya untuk mengambil selimut, Ibu Jisa langsung saja masuk ke dalam kamar anaknya dan mengambil selimut tebal berwarna putih.
Ayah Jisa duduk disofa tunggal, tepat di sebelah kanan sofa yang ditiduri Jeno dan Jisa sekarang.
Jeno? Tentu dia terlihat tidak enak. Sudah tidur dengan Jisa seperti ini. Kali ini posisi Jisa sudah berhadapan dengan Jeno, masih juga dengan lengan Jeno sebagai bantal untuk kepala Jisa.
"sebenarnya, Jisa belakangan ini susah tidur. Om selalu mergokin dia yang bangun tengah malem cuma untuk makan, terus tidur lagi. Tapi dari seminggu kemarin, nafsu makan dia jadi berkurang." jelas Ayah Jisa dengan pelan.
Jeno tidak tau harus menjawab apa. Dia hanya diam dan sesekali menatap Jisa yang tertidur nyenyak.
Setengah badan Jeno terangkat untuk menatap Ayah 'mertua' nya yang sedang berbicara itu.
"maaf om, aku ga sengaja ketiduran."
Ayah Jisa tersenyum. "gapapa, asal jangan berbuat lebih. Om ga ngelarang. Karena om dulu juga seperti kalian." kata Ayah Jisa yang diakhiri dengan tawa pelannya.
'jangan berbuat lebih'
Jeno merasa sangat tertampar dengan kalimat itu.
Ibu Jisa datang dengan selimut tebal. "nak Jeno, kamu nginap disini dulu ya? Jisa keliatan gabisa diganggu."
"o-oh, hm. Iya tante"
Tiba tiba Ayah Jisa bangun dan memindahkan sofa tunggal itu, membuat Jeno sedikit terkejut karena Ayah Jisa yang mengangkat kakinya untuk ditaruh di sofa yang sudah dipindahkan disamping tempat yang ia tiduri.
"biar kaki kamu ga gelantungan gitu. Maaf ya sofanya ga besar, jadi cuma badan Jisa doang yang cukup"
"eh om, gapapa gausah–"
Ibu Jisa langsung menyelimuti Jeno dan tentunya Jisa. "udah, tidur aja. Besok kalian sekolah kan? Kamu bisa pulang waktu subuh aja. Mama matiin lampunya, ya?"
Mama?
Kedua orang tua Jisa masuk ke dalam kamar dan meninggalkan Jeno yang masih terdiam. Kini ia merebahkan tubuhnya dan menatap Jisa yang tidur dengan sangat pulas.
Hanya cahaya lampu dapur yang menerangi ruang tamu itu sekarang.
Jeno dapat mendengar dengkuran halus dari bibir kekasihnya.
Sempat melirik jam dinding, dan ini baru pukul 10 malam. Jadi Jeno yang terbangun susah untuk tidur kembali.
Ia hanya menatap Jisa yang tertidur, sesekali mencium kening Jisa dan mengecup bibir tipis gadisnya itu. Tentu itu membuat Jisa melenguh dan mengeratkan pelukannya pada Jeno.
Jeno pun mendekap Jisa dan memeluk pinggang gadis itu.
Begini rasanya menemani pacarnya yang tertidur saat sedang mengandung seorang anak.
Ah okay ini sedikit, menggelikan tapi, ini benar benar terjadi pada mereka.
Perlahan mata Jisa malah terbuka, ia kemudian mendongak dan melihat Jeno dengan pencahayaan yang minim.
"hei, kenapa bangun?" Jeno dengan deep voicenya.
"kebangun." suara Jisa benar benar kecil dan pelan.
"mama sama papa udah pulang?"
Jeno mengangguk mendengar pertanyaan dari Jisa. "kenapa kamu masih disini?" tanya Jisa kembali dengan matanya yang masi sayu.
"gapapa." kata Jeno lalu tersenyum. "tidur lagi, besok sekolah." Jeno memeluk dan mengelus kepala Jisa dengan lembut.
"hngh tunggu dulu" Jisa kembali menatap Jeno walaupun pandangannya terlihat sayu. Ia kemudian mengecup bibir Jeno dengan mudah karena mereka sudah tidak ada jarak lagi.
"mau pindah ke kamar?"
Tanya Jeno dan Jisa hanya mengangguk. Jeno kemudian berusaha berdiri dan menggendong Jisa yang masih terbungkus dengan selimut seperti anak bayi.
"kamu terlalu kurus, Sa."
Kata Jeno setelah meniduri Jisa di kasur lipat dan ia pun ikut berbaring disamping Jisa.
Jisa pun langsung memeluk tubuh Jeno. "nanti juga gemuk lagi."
"ga gemuk kalau kamu gamau makan."
Okay Jeno masih mempermasalahkan pola makan Jisa yang memang tidak teratur.
Jisa kembali menatap Jeno, "aku gatau kenapa, tapi bisa aja bawaan bayinya kan?"
"tetep harus dipaksa, jangan nyiksa bayi kita."
Jisa tersenyum mendengar itu. "bayi kita."
Jeno sangat gemas melihat Jisa yang mengantuk seperti orang mabuk. Hampir mirip.
Bergerak sedikit lagi, hidung mereka sudah bersentuhan.
Lagi lagi Jisa mengecup bibir Jeno berkali kali.
"hei kamu kenapa sih,hm."
Jisa menggeleng. "pingin cium aja."
Cup
Cup
Cup
Cup—
Kecupan terakhirnya menjadi ciuman yang lembut. Jeno menahan tengkuk Jisa, sesekali dielus dengan lembutnya.
Jisa hanya diam sambil memejamkan matanya. Ia memeluk pinggang Jeno dengan erat.
"hnghh.." Jeno segera melepas ciuman mereka karena lenguhan Jisa.
"lagi."
Jeno menggeleng mendengar permintaan Jisa. "engga. Nanti mama sama papa kamu dengar. Udah tidur lagi."
"mereka tidur ga akan denger, Jen." Jeno hanya diam. Jisa seperti tidak sadarkan diri saat mengucapkan hal tersebut.
"aku.. pingin tinggal bareng sama kamu, berdua doang. Sama anak kita nanti." lanjut Jisa
Jeno mencium kening Jisa. "iya nanti kita tinggal sama keluarga kecil kita. Tunggu, ya?"
--
Ah jeno sialan halu tingkat dewa gue. Jncok.
Oh iya, gue adem banget liat ini