💚19

16.5K 1.6K 125
                                    

Mama Jeno sedang menyiapkan sarapan untuk kedua anaknya yang masih tertidur didalam kamar. Jangan kalian pikir, mereka sudah dilepas atau dibiarkan tinggal berdua saja.


Jeno dan Jisa masih belum bisa lepas dari yang namanya orang tua. Apalagi Jisa yang mengandung diusia sembilan belas tahun.

Setelah selesai menyiapkan dua roti panggang dan juga susu, —tentu susu Jisa berbeda dengan susu Jeno. Mama Jeno menuju kamar Jeno, dan menemukan kedua anaknya yang tidur dengan posisi, Jeno yang memeluk perut Jisa, dan Jisa yang memeluk kepala Jeno.

Mama Jeno masuk kedalam, ia menutup pintu dan duduk disamping Jisa.

"Jen, Jisa, bangun. Ini udah siang." ya beginilah cara seorang ibu membangunkan anaknya. Ia bilang siang, padahal masih pagi.

Jisa melenguh lebih dulu, ia menoleh kesamping. "mama."

Mama Jeno hanya tersenyum. "bangunin Jeno ya, kalian sarapan dulu."

Jisa mengangguk, dan mama Jeno pun pergi keluar.

Jisa melepas pelan tangan Jeno dari atas perutnya. "Jeno."

"Jen, bangun."

Jeno membuka matanya perlahan, ia meregangkan tubuhnya, dan malah kembali memeluk Jisa.

"apa." kata Jeno.

"bangun, kata mama udah disiapin sarapan."

Mata Jeno masih sipit. Ia masih setengah sadar. "ngapain pagi - pagi gini"

"pagi apanya, udah mau jam sembilan"

Jeno akhirnya bangun, ia duduk dan melihat jam dinding. Benar,  jarum jam hampir menunjukkan pukul sembilan.

"Sa," panggil Jeno. Jisa yang sedang mengikat asal rambutnya menoleh. "kenapa?"

Jeno mendekati Jisa, dan duduk dibelakang Jisa. Ia memeluk istrinya dari belakang.

"kenapa? Baru bangun Jeno, kamu kenapa?" tanya Jisa memastikan.

"engga kenapa. Masih pingin cuddle aja."

Jisa tertawa pelan. "nanti lagi bisa. Ayo cuci muka dulu."

Jeno mengelus perut Jisa dengan pelan, lalu mengecup bahu istrinya itu berkali kali.

"yaudah." Jeno akhrinya menurut. Jisa bangun lebih dulu, lalu Jeno menyusul, dan mereka masuk bersama ke kamar mandi.

Jisa mencuci wajahnya, dan Jeno pipis dengan batasan gorden diantara mereka.

Selesai dengan urusannya, Jeno malah merasa mual.

Jeno buru buru menuju wastafel dihadapan Jisa dan memuntahkan isi perutnya, tapi tidak ada yang keluar.

"Jen kamu kenapa?" kata Jisa sambil memijat leher belakang Jeno.

"gatau, perut aku gaenak." kata Jeno meringis.

"ck, udah deh duduk aja kamu. Biar aku yang bersihin muka kamu." Jeno menurut. Ia duduk ditoilet yang sudah ditutupnya tadi.

Setelah Jisa sudah selesai dengan urusannya, Jisa langsung mengambil handuk basah, ia memerasnya, dan mengelap wajah Jeno.

"ada makan sembarangan ga kemarin?" tanya Jisa.

Jeno menggeleng. "gaada kok. Duh pengen mual lagi.." Jeno ingin menuju wastafel, tapi tidak jadi. Rasanya seperti, ingin muntah, tapi tidak mau.

"Jisa," panggil Jeno seperti anak pada ibunya.

"kenapa? Pake minyak aja ya perutnya, siapa tau mendingan kan?" Jeno menggeleng, ia memeluk Jisa yang tengah berdiri didepannya ini. "gaenak."

Jisa sempat diam sebentar. Rasanya ia tahu, kenapa Jeno seperti ini. Hm, morning sick bukan hanya ibu hamil yang mengalami, terkadang suaminya sendiri yang merasakan.

Jisa tersenyum. Ia mengelus kepala Jeno.

"tidur aja ya? Aku bilang sama mama, sarapannya aku bawain deh."

Jeno hanya diam, ia menyenderkan kepalanya pada perut Jisa yang sangat buncit itu.

"Jen? Kok diem? Capek nih aku berdirinya."

Jeno langsung mengangkat kepalanya, kemudian ia berdiri.

"iya - iya" menurut, kemudian menggandeng tangan Jisa, Jeno ternyata malah ikut turun kebawah. Bukannya istirahat atau tidur seperti apa yang dikatakan Jisa barusan.

"Jeno kenapa pucat kaya gitu?" tanya mama.

Jisa menyisir rambut Jeno yang masih berantakan. Posisinya Jeno sudah duduk, sedangkan Jisa masih berdiri.

"Jeno mual - mual mah." kata Jisa.

"mual? Loh kok kebalik— oh, iya mamah paham. Wajar Jen, istri kamu hamil, kamu harus biasa. Malah nanti kayanya yang ngidam kamu, bukannya Jisa."

Jeno hanya diam melihat ibunya bicara.

Ia menghela nafas "gaenak banget mah."

"ya mau gimana lagi." Jawab mama Jeno. Jisa lalu duduk disamping Jeno, ia mulai minum susu yang disiapkan sang mama.

"makan." Jisa memberikan roti bakar yang dibuat mamanya tadi, tapi Jeno menggeleng. "ga selera makan, nanti aja."

Papa Jeno yang akan berangkat kerja, hanya tersenyum melihat pemandangan didepannya. Ia juga sedikit mendengar kalimat istrinya tadi.

"Jeno ngidam?" tanya sang papa.

"enggaklah pah" jawab Jeno tegas.

"iya, liat aja nanti, minta ini itu. Mama kamu waktu ngandung kakak kamu, malah papah yang minta ini itu." kata sang papa sambil duduk.

Jeno menyatukan alisnya. "kok gapernah cerita."

"gimana mau cerita, kamu kan ga nanya."

Jisa malah terkekeh mendengar itu. Jeno malah mendecak, runtuh sudah ia menjaga otot otot perutnya.

"Kak Doyoung, udah berangkat ngampus?" tanya Jisa, yang diangguki oleh sang papa. "udah, dia ada kelas pagi."

"Jisa, kamu kalau kenapa napa, bilang ya sama mama, jangan diem - diem aja." kata mama. Jisa mengangguk sambil tersenyum.

"iya, Jisa bilang kok nanti."

"ck, ini aku yang kenapa napa, mah!" kata Jeno dengan wajah yang meringis, ditambah wajah kesalnya.

"yaudah gapapa, rasa sakit kamu ga seberapa sama rasa sakit ibu hamil." kata mama.

"Jisa~"

Jisa yang sedang minum susu menoleh pada Jeno. Ia sedikit geli, karena Jeno merengek padanya, tapi didepan orangtuanya. Sedikit malu.

"manja dasar." kata papa pada Jeno.






















✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖

✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apagak...

[1]MISTAKE; happier | Lee Jeno✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang