💚16

16.3K 1.6K 170
                                    

Doyoung menatap adiknya yang tidak karuan. Ia sangat merindukan Jisa.

Sudah seminggu, mereka tidak bertemu, hanya saling menyapa lewat telepon atau mengirim pesan. Selama belajar pun Jeno yang selalu pintar, kini terlihat bodoh didepan teman temannya.

Ngomong - ngomong, soal pernikahannya, hanya Jaemin yang tau, dan dua teman teman masa kecilnya.

Lima hari lagi di pernikahannya, hanya keluarga Jisa dan Jeno saja yang datang, dan tentunya dirahasiakan.

Sebentar lagi Jeno juga akan ujian nasional, jadi untuk kemungkinan, tidak akan ketahuan, hanya selangkah lagi.

"lebay amat lo, sana mending lo main sama Jaemin."

"lo gatau rasanya bang."

Doyoung mendelik. "apa?! Rasain hamilin anak orang ha?!"

Jeno terkesiap. "b-bukan itu maksudnya. Lima hari lagi gue nikahan, grogi."

Mendengar itu, Doyoung memutar matanya malas. "cuma ngucapin janji suci aja ribet."

"tapi ga main main kak, gue serius ini."

"ya lo pikir gue ga serius? Inget ya Jen, pesen gue. Lo sendiri tau, nikah diusia semuda lo ini, ga gampang, oke, mungkin lo sekarang emang suka, sayang, atau cinta sama Jisa, tapi ga menutup kemungkinan lo akan tergoda sama cewe lain. Jadi jangan sampe, inget aja lo ngelakuin apa ke Jisa."

Jeno diam. Memang ada benarnya. Tapi, Jeno tidak akan mengkhianati Jisa, yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.

"gue sayang sama Jisa, kak."

"iya tau gue. Udah, gue mau cabut, ada reuni."

Jeno mendongak menatap kakaknya yang tengah menggunakan jaket. "reuni sama mantan?"

"bacot amat."

Jeno menahan tawanya. Doyoung masih jomblo, apa ada yang mau dengannya?

.

Jisa belajar memasak dengan mamanya. Dengan senang hati, dan penuh perhatian, mamanya mengajarkan Jisa bagaimana cara memotong beberapa bahan masakan, dan takaran yang pas seperti garam dan lainnya.

"inget ya, kalau masak, jangan sambil bercanda, kamu pegang pisau, bahaya nanti kena tangan."

"iya mama."

Jisa tersenyum dan melanjutkan memotong wortel. Mamanya Jisa yang melihat anaknya itu, kini malah menahan tangisnya.

Ia berbalik dan berpura pura mencuci tangan. Sebentar lagi, sebentar lagi anaknya sudah menikah, dan tentu tidak tinggal bersama lagi.

Jisa menoleh kebelakang, ia melihat bahu mamanya yang sedikit bergetar, menahan tangisan.

Kedua mata Jisa juga berair, tapi ia menahannya, ia tak mau menunjukkan kesedihan dihadapan mamamnya.

Jisa berdehem. "mah, ini, kentangnya harus seukuran berapa aku potong?" suara Jisa sedikit gemetar.

"terserah kamu aja, kalau bisa seukuran dadu."

Jisa menghentikan gerakan tangannya. Ia menaruh pisau itu dan berbalik.

"mah.. Mama nangis?"

Mama Jisa langsung menggeleng tapi tidak berbalik. "engga, ini bawangnya bikin perih."

Jisa melangkah, ia memeluk mamanya dari samping.

"jangan nangis."

"...engga, sayang." tapi kemudian, mama Jisa menangis.

Jisa memeluk mamanya, ia menyender pada bahu mamanya yang sama sama sempit seperti dirinya itu.

"maafin aku mah, aku gagal jadi anak yang baik."

"mama yang gagal jadi orang tua."

Jisa menggeleng. "engga, mama udah jadi orang tua Jisa yang hebat. Mama udah jagain Jisa sampe sebesar ini, tapi Jisa malah ngecewain mama. Maaf."

Jisa sangat berusaha untuk tidak menangis. Jisa semakin erat memeluk mamanya yang dirasa tangisan mamanya semakin pecah.

Papa Jisa hanya diam memandang pemandangan yang tak jauh darinya. Entah, rasanya seperti ingin memutar waktu kembali, tapi apa daya, tidak bisa. Semua sudah Tuhan yang mengatur.

Seandainya, kata maaf itu bisa memutar waktu kembali. Seandainya.

























✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖

Jeno ketika sudah menikah nanti

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jeno ketika sudah menikah nanti.g

[1]MISTAKE; happier | Lee Jeno✔️Where stories live. Discover now