The Vow

By SierraBerwynne

128K 10.1K 785

[END] [18+] Menjelang hari pernikahan Savannah menemukan dirinya hamil tanpa mengetahui siapa pria yang sudah... More

Prolog
1 - Mistake
2 - First meeting? Right?
3 - Not a choice
4 - Pregnant?
5 - We're friend, right?
8 - Welcome to the world, Swan
9 - Not you again
10 - Fallin for you,
11 - That guy
12 - Bad dream
13 - Envy?
14 - Our relationship
7 - She's know everything
15 - Swan's daddy
16 - to lose you
17 - Yes, she's right
18 - New life, new beginning
19 - a Son
20 - a good memories
21 - Forgiveness
22 - The Vow
Epilog

6 - First time for me, maybe...

5.6K 386 13
By SierraBerwynne

"game seperti apa yang perusahaanmu kembangkan?"

"RPG." Melihat kerutan di dahi Savannah, River melanjutkan. "Game yang diperuntukkan untuk remaja dan orang dewasa."

"Selain game apa ada yang lainnya?"

"ehmm kami menciptakan perangkat lunak juga system keamanan jaringan."

Savannah menganggukkan kepalanya yang sedikit gatal. Ia bukan tipe orang yang gemar membaca, menyukai sains atau bahkan teknologi, jadi saat River mulai menjelaskan seperti apa pekerjaannya Savannah hanya bisa menanggapinya basa-basi.

"Wah ini lucu sekali," Savannah menghentikan kursornya pada gambar seorang pria yang sedang menggembala domba di padang rumput yang luas.

"ini salah satu model NPC kami."

"NPC?"

"Non-Player Character." River menarik kursi disebelah Savannah. "Dalam sebuah game kami ingin membawa para gamer ke dunia lain yang tidak jauh berbeda dengan dunia nyata. Karena itu NPC diciptakan, untuk membuat dunia itu terasa nyata dengan para penduduknya tanpa membutuhkan player untuk mengoperasikan."

"contoh jika ada desa, kau membuat penduduk asli yang melakukan aktivitasnya."

"sedikit mirip dengan itu."

"hebat," gumam Savannah dengan mata berbinar. "Jadi kau bisa menciptakan NPC apapun?"

"Ada tim desain yang biasa mengerjakannya. Kami menciptakan NPC hanya sesuai karakter yang di butuhkan dalam game."

"Dari kecil aku tidak pernah menyukai game atau sejenisnya, tapi kupikir ini tidak terlalu buruk. Maksudku ketika anak-anak bermain game terkadang para orang tua salah mengartikannya dan berakhir dengan memarahi si anak."

"Yah aku tidak sepenuhnya menyalahkan orang tua dalam hal itu. Pengajaran tiap orang tua itu berbeda."

"Karena itu kau menciptakan yang lain? Maksudku saat game tidak terjual dengan baik?"

"Aku menciptakan game bukan untuk keuntungan. Yah selama ini memang pekerjaan ini memberikan keuntungan, hanya saja bukan itu tujuan utamaku."

River mengedarkan pandangannya kesekeliling ruangan.

"Aku ingin menciptakan dunia yang menyenangkan. Dunia dimana siapapun bisa memasukinya dan menjadi pemeran utama di dalamnya."

Savannah mengerjap, tanpa sadar sudah terlalu lama menatap River. Kagum, terpesona, atau apapun penyebutannya yang pasti ia sedang merasakan itu sekarang.

"Kalau anakku sudah lahir, aku akan mengajaknya kesini untuk bermain game."

Tergelak, River menjatuhkan tatapannya di perut Savannah. "sebentar lagi ya."

Mengangguk, Savannah mengelus perutnya. "Aku tidak sabar ingin bertemu dengannya."

Mendadak Savannah mengerang dan River bisa melihat perut Savannah berdenyut-denyut.

Ada perasaan yang tidak bisa di jelaskan saat River melihat pemandangan itu. Tanpa sempat berfikir ia meminta izin untuk sesuatu yang dirasanya sangat konyol. "Apa aku boleh menyentuhnya?"

Tersenyum, Savannah menempatkan telapak tangan River di sisi perutnya yang berdenyut.

"Dia seperti sedang menendang."

Melihat mata River yang berbinar, Savannah kembali tersenyum. "dia jadi lebih aktif. Aku sampai tidak bisa tidur nyenyak sekarang."

Savannah menahan napas saat jari-jari River masih betah berada di atas perutnya. Mengingat-ingat perkataan dokter mengenai kehamilan yang memicu gairah seorang wanita di trimester kedua dan terakhir. Jika bisa Savannah ingin lari dari hadapan River saat ini juga! Otaknya sedang tidak bisa bekerja dengan baik.

"Apa kau sudah memilihkan nama untuknya?"

Menggeleng, Savannah memperbaiki posisi duduknya sebelum menarik napas panjang. Dari hasil usg terakhir, Dokter memprediksi bayinya berjenis kelamin perempuan.

"Aku hanya ingin nama anakku berawalan huruf S seperti namaku." Ucapnya merona, malu dengan keinginannya yang agak kekanakan.
"Apa kau punya ide?"

River mengerjap. "Aku? Apa aku boleh menamainya?"

"tentu saja. Jika nama yang kau pilihkan bagus kenapa tidak."

River menatapnya dengan sorot mata yang mampu mencuri napas. Ohya Pria ini memang tampan tapi tidak pernah terlihat lebih tampan dari yang sekarang Savannah lihat. Alis tebalnya terukir sempurna, dengan mata biru gelap yang membuat Savannah tenggelam di dalamnya.

"Beberapa hari ini aku memikirkan nama-nama seperti Scarlet, Sherly, Sandy yah nama-nama yang berawalan huruf S."

"Swan."

Mengerjap, Savannah mengerutkan alisnya. Ia tidak pernah tau bahwa sebuah nama bisa membuat efek magis yang begitu mempesona saat diucapkan dengan lembut.

"Kau tidak menyukainya? Kita bisa memikirkan nama yang lain..."

"Tidak!" selanya cepat. "Aku suka, sangat suka! Swan, nama yang cantik dan anggun. Terimakasih."

Savannah tidak tau apa yang merasukinya saat menangkup wajah River dan mendekatkan dengan wajahnya. Bibir mereka bertemu, dingin, manis, dan lembut.

River membeku, merasakan bibirnya di tekan oleh bibir Savannah. Wanita itu menciumnya, berusaha lebih dalam walaupun dari caranya, River tau Savannah sangat tidak berpengalaman.

Seperti tersadar Savannah menjauhkan wajahnya, mengerjap menatap River dengan pipi merona.

"Maaf... Maafkan aku... Maksudku dokter bilang pada kehamilan trimester kedua dan ketiga, gairah ibu hamil memang tidak menentu. Yah itu memang bukan alasan melakukan itu padamu... Maksudku... aku..." ucapnya tergagap.

"Ini karena kehamilanmu?"

"Ya!"

Savannah bersiap bangkit saat tangan River menahannya. Sebelah tangan pria itu mendarat di pipinya, membantunya menoleh dan disambut bibir yang setengah terbuka.

River menciumnya!

Sangat lembut, menghisap permukaan bibir Savannah kemudian melumatnya lebih dalam!

Savannah tidak pernah berciuman seintim ini. Bahkan dengan Shane! tapi saat River melakukannya, ia seperti mabuk, ia menginginkannya, dan segera hanyut dalam sesuatu yang selama ini tidak pernah ia bayangkan akan ia rasakan.

River menggendongnya, seakan tubuh gemuknya ini seringan bulu. Meletakkannya dengan hati-hati di sofa dan segera menindih separuh tubuhnya.

Savannah mengerang, saat River meremas payudaranya. Rasa sakit bercampur nikmat seolah menjadi pemicu untuk sesuatu yang sudah bangkit. Savannah mengalungkan tangannya di leher River, meremas rambutnya dan menekannya, memperdalam ciuman mereka.

Dan sisa malam itu di habiskan Savannah bersama River. Di dalam kantornya, dengan cahaya minim dari lampu baca, Savannah melebur membiarkan sekali lagi pria asing mengambil alih tubuhnya.

***

Keesokan harinya Savannah terbangun di dalam mobil yang ia ketahui sebagai mobil River. Menoleh ke kanan-kiri namun tidak bisa menemukan pria itu dimanapun.

Savannah menggigit bibir, malu dengan apa yang terjadi diantara mereka semalam. Oh bagaimana ia bisa menghadapi River sekarang.

Pintu mobil terbuka, tatapan mereka bertemu dan seketika itu juga hati Savannah mencelos.

"Maaf membuatmu tidur tidak nyaman." ucap River setelah berdehem. "Karyawanku mulai bekerja jam 8 pagi, aku hanya tidak ingin kau lebih tidak nyaman bertemu mereka disana."

"Tidak apa-apa, aku bersyukur kau memindahkanku ke mobil. Pasti berat menggendongku sampai disini. Tapi terimakasih."

canggung. Sangat! Savannah bahkan berharap waktu berputar lebih cepat dari biasanya.

River masuk ke dalam mobil. Bau cologne dan aftershave menguar dari tubuhnya. Mengerjap, Savannah menutup mulutnya dengan kedua tangan. River bahkan sudah mengganti tshirt putihnya dengan kemeja navy, pria itu sudah terlihat lebih segar dan berbanding terbalik dengannya yang pasti tampak acak-acakan.

Hey! tidak perlu menjaga imej. Mana mungkin ia mau melirik wanita dengan perut besar sepertimu!

Tapi bagaimana dengan yang kami lakukan semalam. Aku bahkan...

Dia hanya melakukannya karena kasihan padamu. Kau wanita hamil yang tidak bersuami, dia hanya membantumu menyalurkan hasrat. Tidak lebih!

Savannah menggeleng, meleyapkan seruan-seruan di dalam kepalanya.

"Aku tidak tau Sandwich apa yang kau suka jadi aku membeli Sandwich Kalkun dan Mentimun."

Savannah mengambil Sandwich kalkun dari tangan River. "Terimakasih."

Mereka makan Sandwich dalam diam, sibuk pada pikirannya masing-masing. Baru saat ponsel River berbunyi, mereka menyadari sedang berada di sisi orang yang mereka pikirkan.

"Ya, aku akan segera datang... Kau siapkan saja berkasnya... Hmmm... Kita bertemu di Bandara 1 jam lagi."

River menutup telponnya dan menoleh.

"Kau akan pergi?"

"hmmm perjalanan dinas ke Beijing."

Savannah membuang napas lega, setidaknya ia tidak akan bertemu River untuk beberapa hari kedepan. Ia bisa mulai menata hatinya kembali dan mulai berfikir normal sebelum bertemu lagi dengan pria itu.

"Aku akan mengantarmu pulang."

"Terimakasih," Savannah memasang seatbeltnya.

"Dan Savannah," ucap River menggantung, ia menelengkan kepalanya sebelum melanjutkan. "Soal semalam... Emm mari kita bahas sepulangnya aku dari Beijing."

Savannah menyunggingkan senyum malu sebelum mengangguk setuju.

***

Savannah baru selesai mengeringkan pakaian saat mendapati Ann yang mengatur napas sambil bersandar di dinding dapurnya.

"Apa kau habis melihat hantu?"

Menggeleng Ann masih mencoba mengatur napas sebelum bicara. "Sunny ada di bawah."

"Sunny?"

"Sahabat River dari New York."

"Itu berarti dia juga tamu kita. Apa River sudah kembali?"

Mengangguk, Ann memegang dadanya. "Aku juga melihatnya di bawah."

"lalu kenapa kita masih disini? Kita juga harus menyambutnya."

Ann menatapnya tidak percaya. "Apa kau lupa dengan ceritaku tentang sahabat River yang diam-diam ia cintai."

Savannah terkikik geli. "Dan apakah hal itu berhubungan denganku?"

"Savannah-"

"Aku dan River hanya berteman." ucapnya penuh penekanan.

Suara gaduh dari lobby menarik Savannah dan Ann dari obrolan. Setelah membuka pintu, Savannah menemukan seorang gadis yang sangat cantik berdiri di depan tangga apartemen River.

"Hai Ann. Maaf pagi-pagi sudah membuat keributan," ucapnya sopan setelah melihat Ann.

"Tidak masalah, aku senang kau kembali mengunjungi kami disini."

Sunny menyunggingkan senyum sambil menoleh pada Savannah. Menelengkan kepala, ia menatap Savannah dengan alis berkerut.

"Dia Savannah. Penyewa baru disini."

Sekilas Savannah melihat keterkejutan di mata Sunny saat gadis itu menjatuhkan tatapan di perutnya yang kini sudah semakin membesar.

"Ah benar, River pernah bercerita sedikit tentangmu. Salam kenal. Aku Sunny." ucapnya setelah mampu menguasai ekspresinya kembali.

Savannah menyambut uluran tangan Sunny. Membalasnya dengan sebuah senyum cerah yang mungkin bisa menutupi sesuatu yang terasa mengganjal.

"Aku sudah meletakkan kopermu di kamar."

River yang turun dari tangga menghampiri Sunny.

Entah pria itu sengaja atau tidak tapi ia sama sekali tidak menoleh pada Savannah, semua perhatiannya hanya tertuju pada Sunny! Hal itu membuat perasaan seperti tercubit menggelayuti hati Savannah.

"Kalau begitu biar aku naik dan beristirahat." Sunny menoleh pada Ann dan Savannah. "Aku akan turun dan menemui kalian nanti."

"tentu, beristirahatlah."

Sunny menaiki tangga, diikuti River yang tidak mengatakan sepatah kata pun, meninggalkan Savannah dalam kegamangan yang ia tidak tau sebabnya.

***

River menyeduh satu kopi hitam untuknya dan satu lagi kopi dengan creamer milik Sunny. Memejamkan mata sembari menghirup aroma biji kopi yang baru saja di giling selalu membuat perasaannya tenang.

Sunny Leeser yang tiba-tiba mengunjunginya untuk alasan pekerjaan membuat sesuatu didalam diri River bimbang. Ia bahagia, tentu, Sunny adalah sahabat terbaiknya dan ia berutang banyak pada gadis itu, tapi disisi lain ia merasa punya beberapa hal yang harus ia selesaikan bersama Savannah.

Malam itu. Di kantornya, ia kembali membuang akal sehatnya dengan menyentuh Savannah. Wanita itu entah dari sisi manapun membuat River selalu hilang akal, dan saat bibir yang tipis itu menyentuh bibirnya, River tidak bisa menahan diri.

Bodoh!
Makian tentang si brengsek paling bejat di muka bumi mungkin cocok di berikan padanya.

River menyesap kopinya, menenangkan pikirannya yang sudah rumit bahkan di pagi hari seperti ini.

"River apa kau punya selai kacang?"

Mendongak River menemukan Sunny dengan balutan baju handuk dan rambut basah berdiri didepannya.

"aku tidak punya."

Sunny mendesah berlebihan. "aku tidak bisa memakan sarapanku kalau begitu."

River mengabaikan keluhan Sunny. "Berapa lama kau disini?"

"dua minggu. Paling lama sebulan."

River hanya kembali menyesap kopinya.

"Aku ingin melihat-lihat kota ini dan kalau aku menemukan peluang usaha yang bagus, mungkin aku bisa pindah kesini."

Menggangkat sebelah alisnya, River menatap Sunny tidak percaya.

"kita akan bertemu setiap hari. Seperti dulu. Kau menyukainya bukan?"

"Bagaimana dengan ayah?"

Sunny melebarkan senyumnya. "Justru ayah yang menyuruhku mengikutimu kesini. Dia setuju aku pindah 100... tidak maksudku 100,000%."

"Dan Danny?"

"Kami sudah putus."

Kerutan di dahi River bertambah. Putus? Haruskah ia senang karena sekarang saingan Cintanya itu sudah tidak menjadi ancaman? Kini ia bisa mencoba kembali memiliki Sunny. Tapi kenapa yang di rasakan River justru sebaliknya!

"Dia tidur dengan seorang wanita di pesta temannya. Kami cekcok dan memutuskan untuk berpisah."

Sunny mengulas senyum masam.

"jadi disinilah aku, mencoba menjalani hidup yang baru," Ia mendongak menatap River.
"Dan aku ingin memulainya darimu."

***

Continue Reading

You'll Also Like

685K 59.2K 26
Zaid adalah seorang public figure yang cukup dikenal di ibukota. Sedangkan Risa hanyalah karyawan swasta biasa yang lama kelamaan jatuh cinta kepada...
177K 11.9K 16
√ Completed √ Rosaline Gail telah bertahan dengan status lajang selama hampir dua puluh tujuh tahun hidupnya karena tak ingin lagi berurusan dengan p...
823K 30.1K 35
Beberapa part memuat mature content. Harap bijak memilih bacaan. "Bayu.. stop...." erang Kasih yang masih berusaha melepaskan tautan bibirnya dan Bay...
396K 1.4K 2
NEW VERSION "Lalu bagaimana? Bagaimana dengan kelanjutan hubungan Kita? Kamu sudah mempertimbangkan lamaranku kan?" "Hubungan seperti apa yang kau m...