Truth or Dare (Selesai)

By Saga_vi

652K 53.5K 6K

WARNING ZONA PELANGI 21+....!!! BAHASA AKAN TERDENGAR SANGAT FRONTAL 17-08-2018 s/d 27-11-2018 BOOK 01 "Cint... More

TOD 1
TOD 2
TOD 3
TOD 4
TOD 5
TOD 6
TOD 7
TOD 8
TOD 9
TOD 10
TOD 11
TOD 12
TOD 13
TOD 14
TOD 15
TOD 16
TOD 17
TOD 18
TOD 19
TOD 20
TOD 21
TOD 22
TOD 23
TOD 24
TOD 25
TOD 27
TOD 28
TOD 29
TOD 30

TOD 26

15K 1.6K 234
By Saga_vi


Linggar buru-buru turun dari mobil milik Adam.
Pemuda itu segera berlari ke lobi rumah sakit.
Dia menerjang pintu IGD yang berada di samping lobi.
Semua mata menatap ke arahnya, tapi pemuda itu malah sibuk mencari sosok Arga.

Ada beberapa laki-laki nampak berdiri mengerumuni salah satu tempat tidur.
Arga, itulah yang di pikirkan Linggar, tanpa ragu dia menyelip di antara orang-orang itu.

Matanya melebar, pemuda itu melihat Arga terkapar di atas tempat tidur itu dengan darah segar meleleh dari sela bibirnya.
"Arga...!!"
Pekik Linggar seperti tertahan di tenggorokannya.

"Mas keluarganya ya...??"
Tanya salah satu dari mereka.

"Iya"
Jawab Linggar yang sudah tidak kuat membendung air matanya.
Kedua kakinya seperti tidak bisa dia gunakan untuk berdiri.
Untungnya Rendi dengan sigap menahan tubuh Linggar dengan cara merangkulkan tangannya ke leher.

"Elo nggak apa-apa...?"
Tanya Rendi.

"Arga, Ren... Arga..."
Linggar membuang muka dan merengkuh Rendi seraya menenggelamkan wajahnya ke dada sahabatnya itu sambil menangis terisak.
Orang-orang tidak ada yang merasa aneh atas hal itu mengingat situasi saat ini.
Linggar tengah terguncang melihat kondisi Arga yang tak sadarkan diri.

"Maaf permisi, mohon untuk keluar dulu.
Kami harus menangani pasien ini"
Seorang perawat wanita datang bersama seorang dokter dan seorang lagi perawat laki-laki membawa alat-alat medis.

"Siapa yang bertanggung jawab di sini...?"

"Saya"
Adam berkata seraya maju ke hadapan orang yang bertanya.

"Kalau begitu anda tetap tinggal, tolong untuk yang lain keluar"
Ujar perawat wanita itu lagi.

Semua orang segera keluar dari ruangan tersebut, sedangkan Linggar tetap bertahan di sana.

"Gue ga' mau keluar, gue tetep mau tinggal di sini"
Ucap Linggar yang menatap wajah pucat Arga.

"Maaf Mas, tolong jangan mempersulit kami, tolong tinggalkan tempat ini dulu"

Adam mendekati Linggar seraya menepuk bahu pemuda itu.
"Udah, elo tenang aja biar gue yang urus di sini.
Elo keluar dulu ya, kasihan Arga kalau ga' cepet di tanganin"

Linggar menatap Adam sekilas sebelum pemuda itu mengangguk.
Dengan berat hati Linggar meninggalkan tempat itu.

Iya masih sempat melihat Adam bicara dengan perawat tadi sebelum menandatangani sesuatu.

"Elo yang kuat Gar..."

"Gimana caranya Ren...???"

Rendi membantu Linggar untuk duduk di kursi di lorong ruangan itu.
"Tadi gue acuhin dia, kalau aja gue mau nemuin dia.
Ga' mungkin dia di sini Ren, ini semua salah gue"

Rendi segera merengkuh kepala Linggar.
Pemuda itu berdiri di depannya seraya mengusap tengkuknya.
"Ini namanya takdir Gar, bukan salah elo"

"Permisi Mas"
Seorang pemuda menghampiri Linggar dan Rendi.

"Iya Mas...?"

"Ini barang-barang Masnya yang kecelakaan tadi"
Ucap pemuda itu sambil mengulurkan obat, hp dan juga dompet di dalam kantung plastik bening ke arah Linggar.

Linggar menerima pemberian itu dengan perasaan hancur melihat ada obat di sana.
Sudah bisa dia tebak, itu pasti obat yang Arga beli untuk ibunya.
"Makasih Mas ya..."

"Iya, kalau gitu saya sama temen-temen pamit dulu"
Pemuda itu bergegas berjalan pergi menuju beberapa orang laki-laki yang bergerombil di sudut lobi.

"Bentar Mas...!"
Linggar serentak berdiri sambil menyerahkan barang milik Arga pada Rendi.
Ia berjalan mendekati orang-orang yang tadi sudah membawa Arga ke rumah sakit sambil menghapus matanya yang basah.

Linggar mengeluarkan dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang dari dalam sana.
"Ini buat Mas semua, makasih udah nolong temen saya"

"Haduh...ga' perlu Mas.
Kita ikhlas kok nolongnya"
Tolak pria yang paling tua di antara mereka semua.

"Serius Mas, saya ngasihnya juga ikhlas.
Saya ga' tau gimana jadinya temen saya kalau Mas-Mas ini ga' bawa dia ke rumah sakit"
Linggar menarik salah satu tangan dari mereka dengan paksa dan meletakkan uang yang ia bawa.
"Ini buat beli rokok, saya benar-benar berterima kasih"

Semua saling pandang dalam diam, hingga Rendi datang sambil tersenyum ke arah mereka.
"Udah Mas ambil aja, anggap itu rezeki masnya semua karena udah mau nolong temen kita"

Orang-orang itu tersenyum kikuk sambil sedikit membungkuk.
"Makasih Mas, kita jadi ga' enak"

"Ga' apa-apa, ga' perlu ngerasa begitu.
Uang yang saya kasih itu ga' seberapa besar dari hal yang sudah kalian lakukan.
Terima kasih"
Imbuh Linggar yang benar-benar bersyukur karena mereka semua cekatan dalam menolong Arga.

"Iya Mas, sama-sama.
Kita pamit dulu"
Dan mereka saling berjabat tangan dengan Linggar dan Rendi sebelum pergi dari rumah sakit.

Linggar menghela nafas lemah, suara dering telfon Arga membuat pemuda itu menoleh ke arah Rendi.

"Hp Arga bunyi"
Seloroh Rendi sambil mengambil ponsel tersebut dari dalam kantung plastik yang di bawanya.

"Siapa yang telfon...?"

"Anya"
Jawab Rendi yang menatap Linggar dengan pandangan terkejut.

"Sini, biar gue yang angkat"
Ujar Linggar sambil mengambil ponsel yang di pegang Rendi.

"Hallo, Mas Arga kemana...?
Obatnya Ibu dah di beli...?"

Linggar terdiam, pemuda itu berjalan menjauh dari Rendi.
"Ini Mas Linggar dek, Mas Arga udah beli obatnya kok"

"Oh...Mas Linggar, Mas Arganya mana...?"

"Ada, Ibu harus minum obat sekarang ya...?"

"Iya nih Mas, obat pereda nyeri itu yang penting.
Ibu dah ngeluh ga' kuat pinggangnya kayak keram"

"Oh...gitu, yadah...Mas ke situ sekarang nganter obat ibu"

"Iya"
Jawab Anya yang terdiam sesaat,
Dia bahkan belum sempat bertanya kemana Abangnya dan kenapa Linggar yang ngangkat telfon tapi Linggar sudah lebih dulu mengakhiri penggilan itu.

"Linggar mana...?"
Tanya Adam yang baru saja keluar dari ruang IGD.

"Dia lagi jawab telfon adiknya Arga"
Rendi berkata sambil menunjuk Linggar yang berjalan ke arahnya.

Linggar berhenti di depan Rendi dan Adam.
"Gimana Arga...?"

"Kata Dokter dia harus di periksa dengan intensiv, mungkin harus menjalani beberapa prosedur pengecekan tubuh lebih dulu karena Dokter belum bisa memastikan apakah Arga luka dalam, karena dari tadi mulutnya terus ngeluarin darah"

Linggar menghela nafas seraya menoleh ke arah pintu berlapis kaca di depannya.
Dia melihat seorang perawat sedang menggunting pakaian Arga dan perawat yang lain sibuk memasang infus di lengannya.
"Gue harus ke rumah Arga, Ibunya lagi nungguin obat yang dia beli"
Desah Linggar dengan ekpresi sedih, di saat seperti ini dirinya merasa harus menjadi pengganti Arga untuk sementara waktu di saat Ibu dan Adiknya membutuhkan sosok seorang laki-laki di sana.

"Iya pergi aja, jangan khawatir soal Arga, biar gue yang jaga dia di sini"
Adam menimpali.

"Ren, elo tetep di sini ya, gue bakal balik ke sini nanti"
Linggar bicara setelah menoleh ke arah Rendi.

Rendi mengangguk kala mendengar permintaan Linggar.
"Elo hati-hati"
Ucapnya seraya menyerahkan kantung plastik yang ia bawa.

"Elo bawa mobil gue aja"
Adam memberikan kunci mobilnya pada Linggar.

"Thank's, gue titip Arga ya"

Adam mengangguk, dia melihat Linggar yang berjalan dengan langkah gontai meninggalkan tempat itu.
"Hah...gue jadi ga' tega sama dia, apa perlu gue anter aja ya...?"

"Ga' perlu, Linggar itu orangnya ga' selemah yang elo pikir"
Celetuk Rendi yang masih berdiri di samping Adam.

"Iya, gue lihat itu pas dia ngehajar Irwan di club malam"

Rendi mengerutkan dahinya.
"Jadi elo juga ada di sana pas itu...?"
Tanya Rendi yang menatap Adam.

"Iya, gue sama Doni yang narik Linggar menjauh dari Irwan.
Kita berdua aja sampai kewalahan narik dia"

Rendi tersenyum dan kembali menatap Linggar yang telah menjauh.
"Itulah Linggar, dia itu sahabat gue yang paling kuat.
Hal yang begini ga' bakal ngaruhin dia, dia bakal tahan, dia bakal baik-baik aja"
Rendi menunduk sambil menghela nafas lemah.
"Kita ga' perlu khawatir sama dia"
Tubuh Rendi terlihat bergetar.

Adam menatap Rendi yang kelihatannya sedang menangis.
Dari tadi pemuda itu berusaha tegar di depan Linggar agar sahabatnya itu bisa bersandar kepadanya.
Padahal kenyataannya tangan Rendi gemetaran karena takut hal buruk terjadi pada Arga hingga berdampak buruk terhadap Linggar.

"Elo temen yang baik, Linggar beruntung punya orang kayak lo di sampingnya"
Puji Adam sambil menepuk bahu Rendi.

Rendi menunduk makin dalam, pemuda itu menangis hingga air matanya jatuh ke lantai.

"Omongan lo tadi adalah do'a buat Linggar, elo bisa nangis sepuas lo sebelum Linggar balik lagi ke sini.
Gue masuk dulu ke dalam"
Adam berjalan pergi meninggalkan Rendi dan masuk lagi ke ruang IGD.

Sedangkan Rendi memilih duduk di ruang tunggu sambil menangis tersedu-sedu sendirian.



*****



Anya berlari setelah mendengar sebuah mobil berhenti di depan rumahnya.
Gadis itu melihat mobil milik Adam terparkir di sana tapi Linggar yang keluar dari dalam mobil itu.
"Lo, Mas Linggar kok bawa mobilnya Mas Adam...?"

"Iya, Mas pinjem tadi.
Ibu di mana dek...?"

"Ada di kamarnya Mas"

Linggar mengangguk, pemuda itu segera berjalan masuk ke kamar Ibu Arga karena pemuda itu sudah tau benar di mana letaknya.

"Arga..."

Suara Ibu Arga membuat jantung Linggar serasa ditikam.
"Bukan Arga Bu, ini Linggar"
Linggar berjalan mendekati wanita yang nampak berebah di atas tempat tidur.

Ibu Arga membuka matanya, wanita itu tersenyum melihat Linggar.
"Arganya mana...?"

Linggar mendesah, dia mencoba tersenyum.
Entah seperti apa senyumannya saat ini.
Senyuman yang penuh kepura-puraan itu terpaksa ditunjukkan Linggar agar Ibu Arga tidak khawatir pada putra semata wayangnya.
"Dia ada kerjaan di luar kota Bu, makanya Arga nyuruh Linggar ke sini buat ngasih obat ini"

Ibu Arga terdiam.
"Ga' biasanya dia ga' pamit sama Ibu, inikan udah malem kenapa dia ga' pulang dulu"

Linggar kembali tersenyum.
"Katanya ada kerjaan dadakan, makanya dia ga' bisa pulang"

Ibu Arga mengangguk.
"Dia bahkan ga' bawa baju ganti"

"Kalau itu tadi Arga bawa bajunya Linggar Bu, dia ke rumah sambil nyerahin obat ini"

Ibu Arga kembali mengangguk.
"Bisa bantu Ibu buat duduk...?"

"Iya Bu"
Linggar dengan sigap mengangkat tubuh Ibu Arga dan menyandarkannya di head board tempat tidur.
Wanita itu segera meminum obat yang di bawakan oleh Linggar.

"Mas Linggar, bisa bicara sebentar...?"
Tanya Anya yang dari tadi berdiri di ambang pintu sambil mendengarkan percakapan Ibunya dan Linggar.

"Iya dek"
Linggar segera bangkit dari duduknya.
"Linggar tinggal sebentar bu"
Ucap pemuda itu sebelum mengikuti Anya.
Dia berjalan sampai ke ruang tamu di mana Anya berhenti di sana dengan ekspresi wajah khawatir.

"Mas Linggar jujur sama Anya, Mas Arganya kemana...??"
Tanya Anya dengan nada suara tertahan di dada, ada sensasi ngilu yang membuat tenggorokan gadis itu seperti kering dan terasa sakit.

Linggar masih diam, pemuda itu menunduk karena tidak berani melihat ke arah adik Arga.

"Mas Linggar jawab Anya, jangan bikin Anya takut.
Mas Arga ga' kenapa-kenapakan...?"

Linggar tetap diam sampai-sampai Anya mencengkram kedua lengan Linggar dan mengguncang tubuhnya.

"Mas Linggar jangan diem aja...!"
Pekik Anya dengan air mata yang membelah wajah cantiknya.
"Kenapa Mas Linggar yang bawa obat Ibu, padahal tadi Anya masih sempet telfon ke Mas Arga dan Mas Arga bilang bakal balik ke rumah.
Tapi kenapa malah Mas Linggar yang dateng...??
Kemana Mas Arga...??"
Tangis Anya kian menjadi.

Linggar segera mendekap Anya.
"Mas bakal jawab, tapi mas mohon kamu harus tahan tangisan kamu.
Mas Arga di rumah sakit dek, dia kecelakaan"

Anya menggigit bibir bawahnya sambil menangis terisak tanpa mengeluarkan suara, gadis itu mendekap erat Linggar.

"Mas minta sama kamu, rahasiakan ini dari ibu.
Jangan bikin Ibu sedih dengan mengetahui kenyataan ini"

Anya mengangguk dalam tangisannya yang masih dia tahan.
Gadis itu sampai membekap mulutnya sendiri.

"Kamu tenang aja, sampai Arga pulih, Mas yang bakal jagain kamu dan Ibu"

"Anya mau lihat Mas Arga"

Linggar melepas pelukannya dan menatap Anya.
"Nanti kalau Abang kamu udah baikan, Mas janji bakal ngajak kamu ke sana"
Imbuhnya seraya mengusap air mata Anya.

Linggar mendesah, dia harus tetap kuat dan tegar atas cobaan ini.
Karena Ibu Arga dan adiknya sekarang sudah jadi tanggung jawabnya.
"Arga...elo juga ga' boleh nyerah, elo harus kuat.
Banyak hal yang mau gue bagi sama elo.
Banyak hal yang pengen gue omongin, dan salah satunya permintaan maaf gue, dan juga gue ralat omongan gue yang kemarin.
Gue ga' mau kita putus Ga"

Continue Reading

You'll Also Like

766K 44K 47
Note : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Sekuat apapun menjauh, kalau memang sudah takdir maka akan bertemu kembali. Kata...
2.3M 100K 46
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
231K 9K 33
New story ⛔ Peringkat paling mengesankan 🌻Rank 1 #lelaki dari 507 🌻Rank 1 #seragam dari 456 🌻Rank 4 #polisi dari 1.39K 🌻Rank 46 #cerita dari 27K ...
6.9K 554 16
BxB-Kumpulan AU Build Jakapan 💙