Ne, SAJANGNIM!

By Dekdi_A

1.6M 260K 67.6K

[TERSEDIA DI TOKO BUKU] Bagaimana rasanya memiliki bos otoriter, galak, dan seenaknya? Setelah menjadi pengan... More

00
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32 [END]
OPEN PO & TRAILER

01

63K 10.3K 3.5K
By Dekdi_A

          Musim dingin tahun ini menjadi musim dingin paling ekstream di Korea. Orang-orang lebih memilih untuk tinggal di rumah, karena hujan badai terjadi setiap saat. Salju-salju tebal menutupi jalanan, hingga sebagian besar jalanan besar di Seoul terpaksa ditutup.

Bagi mereka yang memiliki banyak uang, mungkin salju bukanlah masalah. Mereka akan tetap hangat karena memiliki pakaian dengan bahan kualitas tinggi yang menciptakan hawa hangat bagi si pemakai. Tapi bagi Hana, badai salju adalah neraka. Ia harus memikirkan berapa banyak won yang harus ia keluarkan untuk membeli briket batu bara yang semakin hari semakin mahal. Pakaian musim dingin Hana pun sederhana, ia hanya mempunyai mantel berbulu yang tidak begitu tebal dan sepatu boots cekelat yang sudah ketinggalan zaman. Bahkan untuk syalpun Hana merajutnya sendiri, hitung-hitung menghemat pengeluaran.

Dua bulan ini Hana hidup dengan serba hemat. Ia bahkan tidak memikirkan skincare, kosmetik atau apapun itu. Hana bekerja serabutan siang dan malam, dengan wajah yang tidak dipolesi apapun. Masa bodoh dengan pegawai kantor, sekarang Hana menjadi pengantar ayam di salah satu restoran cukup terkenal di pusat kota. Ia bekerja dari jam 10 pagi hingga jam 11 malam, dan pagi harinya Hana menjadi pengantar koran dan susu.

Seharusnya sarjana tidak berkerja paruh waktu seperti ini. Hana mengumpati Presdir Jung dari Louisa Group yang sudah membuat hidupnya semakin susah. Bagaimana bisa seorang Presdir dengan pendidikan tinggi, menyeret Hana keluar dari ruangannya dengan tak beradab.

Pria itu tidak memperdulikan anaknya yang menangis keras meminta Hana untuk membawanya pergi dari hadapan Ayahnya. Selama Hana hidup, baru pertama kali Hana melihat pria sekasar Jung Jaehyun. Pria itu menjauhkan anaknya dari Hana, dan memandang Hana layaknya kuman yang akan menularkan penyakit untuk anaknya.

Mengingat Jaehyun membuat mood Hana semakin buruk. Percuma tampan, tapi sombong. Jika pria itu bangkrut, Hana yang akan tertawa paling keras.

"Kalian tahu Presdir Jung dari Louisa? Heol! Dia tampan."

"Orang itu bertambah kaya setiap tahunnya, nilai sahamnya yang sekarang mencapai milyaran won. Wanita itu gila meninggalkan pria sekaya Jung Jaehyun."

"Jika aku menjadi istrinya, aku akan mengabdikan seluruh hidupku untuk dia seorang. Aku dengar-dengar istrinya selingkuh."

Hana yang sedang mengelap meja menajamkan telinganya. Gosip tentang Presdir Jung memang sedang hangat diperbincangkan sejak pria itu mengekspos wajahnya di sebuah majalah bisnis terkemuka di Korea.

"Mungkin Jaehyun terlalu sibuk. Aku dengar dia gila kerja."

Tiga orang yang ada di meja sebelah mengangguk serentak, lalu bercerita lagi. "Aku punya teman, dan anak teman dari temannya, temanku itu pernah menjadi sekretaris Jaehyun. Katanya Jaehyun perfeksionis, suka seenaknya dan kepribadiannya juga menyebalkan. Ya, seperti chaebol pada umumnya. Mereka bebas melakukan apapun karena mereka kaya."

Pria itu berdehem, "Jadi, dia hanya bertahan 2 bulan menjadi sekretaris Presdir. Katanya setiap hari, sepulang kerja dia menangis karena tertekan."

"Wah... Kepribadiannya terselamatkan oleh wajahnya yang tampan." Wanita paling pojok menanggapi.

"Hem, orang tampan cenderung bebas melakukan apapun yang mereka inginkan."

Hana yang mendengar percakapan tiga orang itu mendesah pasrah. Jadi benar gosip yang sering ia dengar, Jaehyun bukan orang yang baik. Tapi di satu sisi Hana sedikit kasihan dengan Jae Han, anak itu menjadi korban broken home di usia yang masih belia.

Tangisan Jae Han masih menggema di telinga Hana. Semoga anak itu dirawat dengan baik oleh Ayahnya, hanya itu harapan Hana.

***

            "Hana-ya... Sebelum pulang, antarkan ini ke Galleria Adams, kau bisa bawa motor kantor."

Hana yang sudah selesai bersih-bersih menoleh ke arah Tuan Na yang datang sambil membawa lima paper bag berisi olahan ayam panggang.

"Tapi, Tuan... Jalanan utama ke Galleria Adams ditutup. Dan juga ini sudah jam 11 malam, saya harus pulang."

Tuan Na berdecak, ia meletakkan bungkusan ayam itu begitu saja. "Terserah kau mau lewat jalan mana, yang penting makanan ini sampai di Galleria Adams sebelum jam setengah 12!"

Hana mengeram tertahan, bosnya itu memang suka seenaknya. Kalau saja Hana ada pekerjaan lain, ia sudah berhenti bekerja di sini.

Setelah menyambar bungkusan ayam, Hana langsung menyalakan motornya. Salju masih turun, meski tidak selebat sore tadi. Hana membawa motor dengan kaki yang diturunkan karena jalanan sangat licin.

Sebenarnya Hana cari mati jika membawa motor di cuaca se-ekstream ini. Tapi mau bagaimana lagi, para konsumen malah berdatangan di cuaca dingin karena malas keluar rumah membeli makanan.

Hana menyelinap di balik jalanan kecil, melewati perumahan dan kedai-kedai arak di pinggir jalan agar cepat sampai di pusat elit sekelas Galleria Adams. Namun ketika sampai di ujung jalan, Hana tidak bisa membawa motornya karena ada pipa air yang bocor. Air di pipa itu mengalir ke jalanan dan berubah menjadi es.

Hana mendesah, ia meletakkan motornya di pinggir jalan, kemudian mengambil paper bag yang berisi ayam yang harus ia antarkan ke pelanggan. Terpaksa Hana harus jalan kaki sejauh 1 kilometer di cuaca sedingin ini.

Meski sudah mengenakkan sarung tangan, Hana masih menggigil. Ia memutuskan berlari kecil di trotoar, hingga beberapa menit kemudian, Hana melihat sebuah mobil datang dari arah belakang. Hana menatap mobil itu, merk-ny Mercedes Benz, termasuk mobil mewah, tapi apa pengemudinya tidak melihat ada traffic cone yang menandakan jalanan sedang ditutup?

Mobil itu melaju melewati Hana, hingga beberapa meter dari jaraknya, tiba-tiba ban Mercedes putih itu tergelincir, hingga menimbulkan bunyi yang mendecit. Jantung Hana hampir lepas, ia membuka kembali matanya yang sempat menutup. Mobil itu tidak apa-apa, tapi bodohnya setelah sempat tegelincir, mobil itu kembali melaju dengan kecepatan tinggi, hingga ban mobilnya merosot, berputar-putar di jalanan, dan berakhir menabrak trotoar yang ada di depan.

Hana memekik keras, mobil itu mengeluarkan asap, karena tabrakan yang terjadi cukup keras hingga bunyi yang dihasilkan cukup membuat Hana terguncang. Bibir Hana bergetar hebat, ia melepaskan paper bag yang harus ia antar, kemudian berlari dengan kencang untuk memeriksa keadaan mobil itu.

"Yeoboseyo? Apa anda baik-baik saja? Tolong... Jawab saya!"  Hana memukul-mukul kaca mobil. Ia menelangkupkan kedua tangannya untuk melihat keadaan di dalam.

Di dalam mobil seorang pria terbaring dengan wajah berlumuran darah.

Hana ingin menangis, tangannya bergetar hebat. Ia berteriak keras meminta bantuan tapi tidak ada siapapun. Jalanan sepi dan sunyi, bahkan nyamuk pun tiadak ada.

"APA ANDA MENDENGAR SAYA? Buka pintunya..."

Pria itu tidak menjawab, tapi Hana bisa melihat matanya bergerak ke sana kemari.

Hana memberikan kode untuk membuka pintu mobil, dan dengan lemah pria itu menekan sesuatu di dekat tangannya. Dengan segera Hana membuka pintu itu, dan betapa terkejutnya Hana saat melihat pria itu Presdir Jung Jaehyun.

Astaga... Bagaimana bisa?

"SAJANGNIM..."

Hana tidak tahu harus berbuat apa, dia benci dengan manusia ini, tapi di satu sisi, sebagai sesama manusa, Hana mempunyai kewajiban untuk menolong sesamanya.

Dengan segera Hana menarik tubuh Jaehyun, lalu mengeluarkannya dari mobil. Dengan sisa tenaganya, Hana membawa tubuh lemah itu ke sebuah tempat yang dikiranya cukup jauh dari mobil---Hana takut mobilnya meledak seperti di film-film.

"Sajangnim, anda harus tetap sadar!"

Hana menepuk pipi mulus itu, dan membaringkannya di pinggir jalan.

"Dimana ponsel anda? Ponsel saya mati." Hana menghidupkan ponselnya tapi tetap saja tidak mau menyala.

Pria itu tidak menjawab, membuat Hana langsung memeriksa jas, kemeja dan kantong celananya.

"Anda tidak membawa ponsel?" Hana memekik.

Tangannya bergetar saat melihat darah Jaehyun menetes hingga ke tubuhnya.

"Bagaimana ini ya Tuhan..." Hana benar-benar tidak tega melihat Jaehyun

Sesekali bibir Jaehyun meringis, dan matanya terkantuk-kantuk seperti seseorang yang ingin pingsan. Hana berlari ke segala arah, ia berteriak meminta tolong tapi tetap saja tidak ada siapapun. Rumah-rumah yang di dekat sini terlihat seperti tak berpenghuni, padahal di hari biasa cukup ramai.

"SAJANGNIM, MOTOR SAYA KIRA-KIRA 400 METER DARI ARAH SINI." Hana berteriak, agar Jaehyun mendengarnya. "Tapi saya tidak berani membawanya, jadi mau tidak mau kita harus jalan ke motor."

"Letakkan bahu anda di bahu saya, kita jalan pelan-pelan." Hana menuntun Jaehyun, sedangkan pria itu hanya menatapnya.

"Percaya pada saya. Saya kuat..."

Dengan terseret-seret, Hana menuntun Jaehyun, melewati jalanan yang licin. Sesekali Hana terpeleset, karena genangan air cukup tinggi. Rasanya seperti berjalan di atas es.

Setelah sampai di motor, Hana mendudukkan tubuh Jaehyun dia atas motor. Setelah itu Hana merobek syalnya untuk mengikat tubuh Jaehyun  ke pinggangnya agar tidak jatuh.

"Jangan tidur, Sajangnim." Hana meraih tangan Jaehyun kemudian melingkarkan tangan itu di perutnya. "Bertahanlah... Pikirkan Jae Han, anda harus kuat."

Jaehyun hanya diam, tapi matanya menatap lurus ke arah Hana yang mengemudikan motor dengan pelan.

"SAJANGNIM! JANGAN TIDUR!"

Hana menoleh, sepanjang jalan ia meneriakkan kata-kata itu, hingga mereka sampai di rumah sakit.

Beberapa dokter terkejut saat melihat orang yang dibawa Hana adalah Jung Jaehyun, pria paling kaya di Korea dan termasuk salah satu tokoh berpengaruh di dunia.

"Cepat, dok! Sepertinya pasien kehilangan banyak darah."

"Apa dia Jung Jaehyun? Pemilik Louisa?" Dokter itu terpaku.

"Iya, dokter... Tolong jangan hanya diam saja! Kalau pasien mati, rumah sakit ini yang disalahkan!"

Dengan segera beberapa perawat memindahkan Jaehyun ke brangkar lalu membawanya ke IGD. "Kami akan berusaha semaksimal mungkin."

Hana menatap Jaehyun, mata pria itu menutup pelan-pelan, tapi sebelum kesadarannya hilang, Jaehyun bergumam, "Jangan pergi."

***

          "ASTAGA, HAN! Kau menolong Jung Jaehyun? Pria brengsek yang menyeretmu dari kantornya? Gila, kalau aku jadi kau, aku tinggalkan dia agar mati di jalan."

Hana meringis, "Aku tidak punya pilihan."

"Kau ini terlalu baik! Pria sinting itu menyeretmu sampai tanganmu memar. Dia kasar, sombong, sudah sepantasnya dia mendapatkan karma. Aku tidak heran kenapa dia menjadi duda."

"Bong Shim-ah..." Hana mendesah pelan, temannya itu memang terlalu blak-blakkan.

"Yasudah, Han. Terserah kau saja, sekarang lebih baik kau pulang. Tinggalkan saja pria itu," ujar Bong Shim dari seberang telpon.

Hana menatap ruang IGD, beberapa dokter masih menangani Jaehyun, "Tapi--- dia menyuruhku untuk jangan pergi."

"DIA TIDAK SADAR, HANA CANTIK. MAKANYA DIA BERBICARA SEPERTI ITU!" Bong Shim berujar gemas, "Dengar... Berhenti berurusan dengan pria kaya raya seperti dia. Aku takut nanti kau dihina seperti sebelumnya. Aku tidak mau kau sedih, Han."

Ya, apa yang dikatakan Bong Shim benar. Saat Jaehyun mengusirnya dengan cara yang tidak sopan, Hana menangis sejadi-jadinya. Dia merasa terhina.

"Entalah, Bong-bong. Aku masih bingung."

"Astaga, kadang aku gemas denganmu, karena kau ini terlalu baik. Orang baik biasanya sering disakiti, Han. Tapi ya sudahlah... Aku tidak ingin melarangmu menungguinya, mungkin nanti dia mau mengucapkan terima kasih dan mau meminta maaf atas perlakuannya yang kemarin."

Hana mengangguk, meski Bong Shim tidak bisa melihatnya.

"Kalau begitu aku tutup dulu. Nanti kau hati-hati pulangnya. Kalau perlu pesan taxi, jangan memikirkan soal uang."

"Iya, selamat tidur, Dear. Maaf mengganggu."

"Hemmm." Wanita itu menggumam lalu mengakhiri panggilannya.

Hana mendesah lelah, ia duduk di ruang tunggu. Mata Hana perih, karena jam sudah menunjukkan pukul 00.42. Sudah 20 menit dokter itu di dalam.

Hana tidak bisa tidur, ia menunggu dengan cemas, hingga kemudian dokter itu keluar dari IGD.

"Bagaimana, dok?"

"Tuan Jaehyun baik-baik saja, Nona. Terima kasih sudah menolongnya, dia pemilik saham terbesar di rumah sakit ini."

Hana melotot, seberapa kaya sebenarnya seorang Jung Jaehyun?

"Beliau akan kami pindahkan ke ruangan VVIP. Karena tadi Tuan Jung meminta anda untuk menunggu, saya mohon tunggu beliau sampai ada keluarganya yang datang."

Hana mengangguk, ia mengikuti langkah para parawat laki-laki yang memindahkan Jaehyun ke ruangan super mewah.

Hana semakin iri, ia menatap sekeliling--meski hanya melirik sekilas agar tidak kelihatan norak. Kamar ini benar-benar besar, ada meja, sofa, kamar tidur untuk orang yang menunggui pasien, TV, kamar mandi super mewah, lukisan, dan astaga... Bahkan ada vas bunga dan buah-buahan yang masih segar. Beginikah VVIP diperlakukan?

Hana duduk di sisi Jaehyun dengan kikuk. Ia menatap wajah pria itu yang putih pucat. Astaga, dia sangat tampan.

Rambutnya lurus dan lebat, bibirnya kemerahan meski sekarang agak pucat. Hidungnya bagus, matanya jernih meski ada kantung mata di bawah matanya---seperi seseorang yang kekurangan tidur. Semua yang ada di wajah Jaehyun tampak sempurna, bahkan garis rahangnya terlihat jantan.

Astaga, tampan sekali. Pipi Hana bersemu.

Ketika Hana ingin mendekatkan wajahnya untuk melihat wajah Jaehyun lebih detail, tiba-tiba Jaehyun membuka matanya, hingga membuat Hana refleks menjauhkan wajahnya.

"Maaf... Kau sudah sadar?"

Pria itu terdiam sebentar, lalu berujar dengan wajah dingin, "Berapa?"

"Maksudmu?"

"Hargamu, berapa?"

Hana terpaku, "Jani ini yang aku dapatkan setelah menolongmu. Kau menanyakan hargaku berapa? Ya, Tuhan... Ada ya manusia seperti anda."

"Aku bisa membayarmu berapapun."

Hana mencengkram tangannya, ingin menampar wajah Jaehyun, tapi ia mengurungkan niatannya. Matanya menatap Jaehyun nyalang, "Pantas istri anda selingkuh... Jadi seperti ini mantan suaminya."

Hana terkekeh sinis, tapi saat melihat mata Jaehyun berkilat marah, nyali Hana langsung menciut. "Ekhem... Saya pulang dulu, semoga cepat sembuh."

Hana buru-buru mengambil tasnya, dan ketika Hana hendak pergi, tangan Jaehyun mencengkram lengannya kuat. "Siapa namamu?" Pria itu bertanya dengan wajah dingin.

Hana menelan salivanya, "NAMA SAYA TIDAK PENTING!"

"Siapa namamu?"

"BUKAN URUSANMU!" Entah kenapa suara Hana bergetar. "Lepaskan... Tolong..."

Pria itu menatap Hana dalam, hingga mau tidak mau Hana berjuar lirih, "Nama saya Hwang Hana, gadis yang beberapa bulan yang lalu anda usir dari kantor."

"Hwang Hana?" Jaehyun mengerjit.

"Iya, Hwang Hana."

"Kalau begitu ...  Nona Hwang, aku tidak akan melepaskanmu."

"A---apa?"

"Mulai hari ini kau menjadi sekretarisku."

Hana tahu ini adalah mimpi buruk untuknya.

Sedikit info, Jung Jaehyun adalah member NCT 127 dan NCT U (Kalau enggak salah) Yang tahu tentang Jaehyun yang bisa menambah cinta aku ke dia, bisa komen di sini.

Oh, ya. Aku gak kepikiran siapa cast lainnya. Ada yang mau kasi saran siapa aja idol yg cocok yg  bisa dimasukin buat ngeramein ff  ini? Komen ya.

1. Saingan Jaehyun.

2. Musuh Jaehyun

3. Temen Jaehyun

4. Anak buah Jaehyun yang punya tampang miskin

5. bodyguard Jaehyun

6. Rekan bisnis


Thankyou bantuannya. Percayalah ini gak tau bakal kayak gimana, jd jangan terlalu berharap banyak😂

Continue Reading

You'll Also Like

14.4K 2.2K 16
Cerita pendek di mana Kim Sejeong hobi mengirim sticky note buat orang itu di lokernya. Cerita manis di mana Kim Doyoung yang membiarkan orang itu m...
1.7M 304K 122
☾ Ft. Lee Eunsang γƒΎ2O19 ☽ Suka sama orang yang udah punya pacar, salah gak sih? 𝘀𝘀 : 𝘴𝘬𝘒𝘡𝘦𝘩𝘰𝘰𝘯
867K 101K 62
[COMPLETED] "Let's stop seeing and texting each other... and if by chance we met in the street, let's pretend like we didn't know each other." Start...
1.4M 122K 64
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...