The Vow

By SierraBerwynne

128K 10.1K 785

[END] [18+] Menjelang hari pernikahan Savannah menemukan dirinya hamil tanpa mengetahui siapa pria yang sudah... More

Prolog
1 - Mistake
2 - First meeting? Right?
4 - Pregnant?
5 - We're friend, right?
8 - Welcome to the world, Swan
9 - Not you again
6 - First time for me, maybe...
10 - Fallin for you,
11 - That guy
12 - Bad dream
13 - Envy?
14 - Our relationship
7 - She's know everything
15 - Swan's daddy
16 - to lose you
17 - Yes, she's right
18 - New life, new beginning
19 - a Son
20 - a good memories
21 - Forgiveness
22 - The Vow
Epilog

3 - Not a choice

5.5K 389 4
By SierraBerwynne

River baru saja menuruni tangga saat melihat Savannah keluar dari dalam apartemen sambil membawa kardus besar hingga menutupi separuh tubuhnya.

Gedung apartemen hanya memiliki akses lift sampai di lantai 3, sedangkan 2 lantai di atas di beri akses tangga yang ada di koridor lantai 3. Hal itu yang memungkinkan River untuk bertemu Savannah dan Ann lebih sering daripada penghuni apartemen yang lain.

River memutuskan untuk bersikap biasa saat bertemu gadis itu. Walau bagaimanapun ia akan sering bertemu dengan Savannah dan sikap menghindar tidak harus membuat orang lain tidak nyaman.

"Butuh bantuan?"

Savannah menggeser pegangannya pada kardus dan menelengkan kepala untuk melihat siapa yang bicara. "Tidak. Aku hanya harus menaruhnya di dekat pintu masuk."

River masih memperhatikan Savannah yang terlihat keberatan membawa kardus itu. "Kau terlihat kesulitan."

"well memang benar dan karena kau memaksa, aku bersedia menerima bantuanmu." Savannah menurunkan kardus ke lantai, mengangkat kedua tangannya di pinggang sambil mengatur nafas.

River menatapnya geli, Ia mengambil alih kardus itu dan membawanya masuk ke dalam lift diikuti Savannah.

"Sebenarnya kue-kue kering itu sama sekali tidak berat." gumam Savannah.

"kau membuat kue kering?"

"Aku menerima pesanan kue kering untuk bingkisan pesta ulang tahun."

River hanya menganggukkan kepalanya, ia tipe orang yang tidak terlalu tertarik dengan hidup orang lain.

"Apa keadaanmu sudah lebih baik?"

Savannah menelengkan kepalanya sambil mendongak dengan raut wajah berfikir yang membuat sesuatu di dalam diri River bangkit. Buru-buru ia mengalihkan tatapannya dari gadis itu.

"Dokter bilang semuanya baik. Tidak ada yang perlu di khawatirkan."

Pintu lift terbuka, River cepat-cepat keluar dari dalam lift. Saat ini, baik Lift dan Savannah adalah kombinasi yang buruk untuk jantungnya.

River meletakkan kardus-yang sama sekali tidak ringan-itu di dekat pintu masuk. "Sudah menelpon kurir?"

Mengangguk, Savannah mengulas senyum cerah. "sekali lagi terimakasih sudah membantuku Mr. Hoult."

River menatap Savannah lekat. Bagaimana bisa gadis itu tersenyum dengan begitu mudahnya. Senyum tulus tanpa beban yang sampai sekarang River tidak tau cara melakukannya.

Suara dering ponsel mengalihkan perhatian River dari Savannah. Mengeluarkan ponselnya dari saku celana, River mengangkat sebelah alisnya demi melihat nama si penelpon.

"Aku harus pergi," pamitnya singkat sebelum meninggalkan Savannah yang menatapnya bingung.

"River."

Sapaan lembut di ikuti isakan menerobos gendang telingannya sesaat setelah River mengangkat telepon dari Sunny.

"Apa yang dilakukan si Brengsek itu!"

"ini bukan Danny!"

Jeda sesaat, River tidak berniat untuk kembali bersuara, ia hanya menunggu.

"Ayah memiliki penyakit serius yang membuatnya harus berhenti bermain piano." Menarik napas dalam, Sunny melanjutkan. "Ia berhenti bukan karena ingin berhenti tapi karena keadaan yang membuatnya harus berhenti. Aku menyesal menjadi anak yang buruk dan tidak memperhatikannya dengan baik."

"Dia akan sembuh."

"Aku tidak ingin terjadi apapun padanya setelah ibu meninggal karena penyakit yang sama."

"Itu tidak akan terjadi."

"operasinya seminggu lagi."

"Semuanya akan baik-baik saja."

Suara isakan masih terdengar namun kali ini lebih tenang. "River, bisakah kau datang? Aku membutuhkanmu."

River tidak langsung menjawab, ia menunduk menatap ujung sepatu mencari jawaban untuk pertanyaan yang bahkan tidak tersuarakan hingga saat ini.

"ya Sunny, Aku akan datang."

***

Savannah memutuskan untuk membawa adonan kue kering ke balkon kamarnya. Ia suka berada di tempat terbuka dan mengisi paru-parunya dengan udara yang segar.
Langit mulai berwarna jingga kemerahan. Sebentar lagi matahari akan benar-benar tenggelam namun tidak menghalangi keinginan Savannah untuk terus berada disini berkutat dengan adonan kue keringnya.

"Setidaknya pakai jaketmu. Udara malam tidak baik untuk wanita hamil!" omel Ann yang sudah menyampirkan jaket tebal di pundak Savannah.

Savannah tersenyun. Ann adalah penolongnya sekaligus orang yang berjasa untuk pekerjaan baru yang sedang ia lakukan. Beberapa hari yang lalu Ann memintanya membuat kue kering untuk bingkisan rekan kantor, dan setelah itu ada beberapa orderan yang masuk untuk kue keringnya. Ternyata Ann mempromosikan kue itu dan memberikan kue keringnya sebagai sample. Savannah sangat terharu sekaligus bersyukur akan hal itu.

"Makan malam denganku ya." Savannah melepaskan plastik yang membungkus kedua tangannya. "Aku akan memasak sup tomat dan tumis daging pedas untuk Fiona. Kita bisa makan malam bersama."

"Kau yang terbaik, aku memang sedang merindukan sup tomatmu." Ucap Ann girang. "Aku akan bersiap-siap sekarang." Tambahnya sebelum melesat meninggalkan Savannah.

Savannah mulai membersihkan balkonnya. Meletakkan adonan cake yang sudah di cetak ke dalam oven. Savannah juga mulai memilah bahan makanan yang di belinya tadi pagi untuk membuat menu makan malam.

Setengah jam kemudian Ann kembali ke apartemen Savannah, kali ini ia mengajak Pit-kekasihnya- yang membawa sekeranjang apel.

"Ada yang bisa kubantu?" ucap Ann menyusulnya di dapur.

"tentu, tolong susun mejanya ya." Sahut Savannah tanpa mengalihkan perhatian dari sup yang di aduk.

"Untuk empat orang," gumam Ann mengambil piring di rak.

"Kita juga harus mengundang Mr. Hoult."

"River sedang ke New York."

Sejenak Savannah melepaskan perhatiannya dari sup.

"Dulu River dan keluarganya tinggal di New York. Ia juga punya sahabat disana yang masih sering ia kunjungi, kalau tidak salah namanya Sunny. Wanita itu pernah kesini beberapa kali."

"wanita?"

Mengangguk, Ann meletakkan sendok dan garpu di sisi piring yang di susun. "Dan River mencintainya, sayang wanita itu sudah bertunangan."

Tertawa kecil, Savannah mengaduk supnya setelah menambah kaldu. "Kau tau banyak tentangnya, kupikir dia tipe yang tidak banyak bicara."

"Memang," Kini Ann giliran menyusun gelas di meja. "Dia tidak pernah berbicara mengenai hal pribadi denganku. Aku mendengarnya dari Fiona."

Ann menoleh pada pintu yang tertutup. Ia buru-buru mendekati Savannah sambil berbisik.

"Aku tidak tau kau percaya hal mengenai supranatural atau tidak, tapi kupikir Fiona itu memang seorang keturunan Rom atau Gypsy atau apapun itu-seperti yang orang lain katakan tentangnya-. Maksudku dia selalu berkata dan menebak sesuatu dengan benar, dan membuatku takut datang ke kedainya atau sekedar bergaul dengannya."

Savannah tergelak. "Kau terlalu banyak menonton film."

"Aku serius Savannah," ucap Ann dengan nada kesal. "Kalau dia mengatakan hal-hal aneh yang menurutmu tidak masuk akal, percayalah itu adalah kebenaran yang belum kita ketahui."

Savannah hanya membalasnya dengan cibiran dan kembali fokus pada sup tomatnya yang hampir matang.

***

"Aku menemukanmu!"

River menoleh dan mendapati Sunny yang berdiri di depannya dengan sebelah tangan masih memegangi ponsel yang di tempelkan di telinga.

Sunny memakai mini dress putih dan flat shoes merah yang membuatnya sangat cantik hari ini. Ia tersenyum, hanya menatap River dan menarik tangannya.

"Kau tidak perlu menjemputku." River menurunkan ponsel dan memasukkannya ke dalam saku celana.

"Aku merindukanmu R," Sunny memeluk River.

"Kita pergi sekarang," River melepaskan pelukan dan mulai berjalan mendahului Sunny, yang menatapnya kecewa.

River sudah lebih dulu sampai di tempat Sunny memarkirkan mini coopernya.

"Biar aku yang mengemudi." River merebut kunci mobil dari tangan Sunny.

"Kau membuatku kecewa," sungut Sunny setelah ia masuk ke mobil dan memasang seatbelt. "Apa seperti ini sapaan sahabat yang sudah lama tidak bertemu."

"Aku lelah."

River menjalankan mobil meninggalkan John F Kennedy menuju apartemennya yang tersisa di Soho.

"Sahabat macam apa kau ini," desis Sunny, masih mempertahankan kekesalannya pada River.

"maaf."

Menoleh, Sunny menatap River tidak percaya. "Apa seperti itu caramu meminta maaf pada seorang sahabat."

River tidak menjawab dan hanya mengendikkan bahu.

"Kau bahkan tidak mau menatapku sekarang," Sunny melipat tangannya di depan dada. "Apa kau sudah punya kekasih di Perth?"

Masih tidak berniat menjawab, karena menurutnya pertanyaan itu bukan hal yang perlu di jawab.

"curang!"

Sunny mengambil ponselnya dan mulai mengetik sesuatu disana.

"Musim panas taun depan kita harus pergi berlibur. Kau dan kekasih barumu juga aku dan Remy. Itu pasti sangat menyenangkan."

Sunny kembali menoleh, menatap River dengan ekspresi yang tidak terbaca.

"Apa aku sudah bilang kalau Aku dan Remy sudah berbaikan?"

"Aku tidak peduli."

Mengerjap, Sunny merubah ekspresinya dan mengulas senyum manis. "Ayolah, aku benar-benar ingin double date denganmu." ucapnya riang. "Ingat saat kita pergi sekolah bersama, aku mengenalkanmu pada gadis-gadis cantik dan populer supaya kita bisa double date! Tapi sampai lulus kau sama sekali tidak mau berkencan. R, kau sungguh pria yang membosankan!"

Rahang River mengeras dengan ekspresi yang tidak menyenangkan. Pria itu marah.

"Baiklah, baiklah aku mengerti!" Lanjut Sunny ketus. "Sangat menyebalkan! Kau berubah R, kembalikan Riverku yang dulu!"

River menepikan mobilnya mengabaikan suara decitan ban yang bergesekan dengan aspal dengan sangat keras.

"River! Apa kau mau mencelakakan kita berdua!"

River menoleh, ekspresi hampa menguasai wajahnya.

"Karna aku mencintaimu."

Sunny tertegun dan sedetik kemudian memaksakan senyum terulas di bibir mungilnya. "hey aku cuma bercanda, R."

"Dan sampai detik inipun kau masih tidak bisa mencintaiku." Tambahnya mengabaikan ucapan Sunny.

Sunny menggenggam tangan River yang terkepal di sisi tubuhnya. "Kita sudah membahas ini. Kita akan baik-baik saja bukan? hmm?"

"Pria yang menyatakan seluruh perasaannya pada gadis yang bahkan tidak memilihnya, ia bahkan siap mengambil resiko untuk tidak melihatnya lagi!"

Selaput bening mulai membayangi mata Sunny. "Kau sangat berarti untukku, R." ucapnya lirih.

"Kau tau sekarang? Aku sedang menahan diri. Jadi tolong Hentikan!" River melepaskan genggaman Sunny. "Kita tidak akan sama lagi!"

***

Operasi Mr. Leeser berjalan lancar, kini ia sudah dipindahkan ke ruang rawat dan keadaannya sudah sangat stabil. Ia bahkan sudah bisa bercanda dan mengajak River mengobrol hingga larut malam.

"Aku senang kau disini," ucap Mr. Leeser sambil tersenyum.

"Istirahatlah, aku akan pulang setelah memastikan Ayah tidur."

Terkadang River memanggil Oliver Leeser dengan sebutan 'Ayah'. Pria itu memperlakukan River dengan sangat baik, bahkan saat Ayah kandungnya tidak berniat hanya untuk mendengar sapaan dari anaknya sendiri.

Mr. Leeser menoleh pada Sunny yang tertidur di sofa. "Anak itu bodoh bukan, bagaimana bisa dia menyianyiakan pria sepertimu."

River hanya tersenyum dan mulai memperbaiki selimut Oliver.

"Aku selalu berdoa untuk kebahagiaan kalian." tambahnya tulus.

"Aku sudah bahagia dengan hidupku sekarang." Sahut River dengan seulas senyum.

Menggeleng, Oliver menunjuk dada bidang River. "Aku tidak melihat itu dari hatimu."

Tertawa, River menarik tangan Oliver dan menggenggamnya. "Besok aku harus kembali ke Perth. Kumohon jaga kesehatanmu atau aku akan membuat peritungan."

Oliver memukul kepala River dengan tangannya yang bebas. "Anak nakal." katanya sebelum melepaskan tawa.

"Sekarang tidur dan biarkan aku pulang."

Oliver memposisikan tubuhnya dengan nyaman di ranjang rumah sakit itu. "Berhati-hatilah, dan ingat bahwa orang tuamu ada disini. Jangan berhenti mengunjungiku walaupun kau tidak berakhir dengan Sunny. Kau dengar itu."

"Siap pak!" ucap River tegas dengan sebelah tangan di kening memberi penghormatan ala militer.

Oliver terkekeh sebelum menutup matanya. "Anakku yang tampan." Gumamnya pelan.

River tersenyum, mempertahankan posisi duduk hingga terdengar dengkuran halus dari Oliver yang tertidur.

Bangkit, River menghampiri Sunny dan menggendongnya. Ia menyampirkan tas Sunny di bahu tegapnya dan membawa gadis itu keluar dari ruang rawat Oliver.

Beberapa perawat menatap iri di sepanjang koridor yang di lewati River untuk menuju mobilnya.

Sunny masih dalam rengkuhannya, menggeliat dengan sebelah tangan mencengram lengan River. Setetes air mata membasahi pipi putihnya dan River tidak mengatakan apapun, hanya semakin mengeratkan dekapannya.

***

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 103K 39
This is Liam's story: "Kita sama-sama merasa sial dan dipaksa, yang artinya kita berdua nggak setuju dengan pernikahan hari ini. Jadi, kita bisa kerj...
299K 15.3K 49
(COMPLETED)💓💓💓 Di kala kau tak punya cukup waktu untuk memenuhi hasrat mencintainya. Di kala cinta yang kau harap tulus tak pernah memberikan sed...
217K 26.7K 34
BEVERLY HOUSE SERIES #3 √ Completed √ Kevin Beverly baik-baik saja ketika berada di sekitar kembarannya. Tetapi kembarannya selalu saja berusaha menj...
139K 3K 6
Banyak part sudah dihapus. Bisa didapat part utuh di : https://play.google.com/store/books/details?id=W02NDwAAQBAJ