Mengapa Harus Jumpa

By farvidkar

6.3M 356K 7.7K

Kalau saja saat itu Keano tidak mengeluarkannya di dalam, kalau saja saat itu Raya tidak mengaku hamil, kalau... More

Prolog
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40 END
Epilog

1

390K 21.1K 559
By farvidkar

            Raya membalikkan papan bertuliskan 'closed' menjadi 'open' karena hari sudah pagi. Wanita itu juga bersiap-siap dengan celemeknya dan membantu beberapa pekerjanya di dapur. Sudah rutinitas Raya memasak dan membuat kue, dia suka melakukan itu dan bekerja di dapur adalah hobinya.

Hari masih pagi tetapi sudah ada saja pelanggan berdatangan di Terrace Garden Café. Rata-rata memesan kopi panas dan cemilan. Raya sesekali mengintip dari dapur dan menghitung jumlah pelanggan. Semenjak café ini didirikan, pengunjung selalu kian bertambah. Lokasinya strategis, terletak di antara perkantoran dan gedung tinggi menjulang. Suasana café yang didesain ramah lingkungan dengan banyak tanaman yang dibuat sejuk adalah satu keunggulan café ini walau letaknya di tengah kota.

"Ayo! Ayo semangat kerjanya. Bentar lagi gajian" kata Raya menyemangati pegawainya. Mbak Rita, Kanti, Fajar, dan Mahesa ikut bersemangat. Mereka semua ikut menyemangati diri dan kembali bekerja. Mereka semua bergabung sejak Raya yang mengambil alih café. Raya melakukan seleksi ketat saat memilih pegawainya. Pegawai yang dibawa oleh ibunya tidak melakukan pekerjaan dengan baik sehingga dengan berat hati Raya menghentikan pekerjaannya dan mengganti dengan pegawai yang kompeten. Setahun belakangan semenjak Raya memegang café yang didirikan ibunya, jumlah pelanggan melonjak tajam. Sebelum Raya mengelola café, memang telah memiliki banyak pelanggan. Tetapi setelah dia merombak ulang menu dan chef, semuanya semakin membaik. Raya memang sudah berniat ingin membuka café setelah kelulusannya dan orang tuanya menyetujui hal itu. Walau ibunya sempat kecewa karena Raya tidak mau bekerja sebagai koki di hotel ternama, padahal itu salah satu peluang besar bagi mereka yang lulus dari sekolah koki di luar negeri. Tetapi semuanya terserah Raya, dia yang punya hidup dan dia yang menjalaninya.

"Fajar, habis ini beresin meja 2 ya" perintah Raya. Fajar mengangguk, dia salah satu pekerja tetap di café Raya. Fajar anak rantau lulusan sekolah menengah yang bertemu dengan Raya di halte busway. Saat itu Fajar bertanya pada Raya tentang kos-kosan murah karena dia baru tiba dari kampungnya untuk mencari kerja. Saat itulah Raya menawarkan pekerjaan. Raya mentraining Fajar dan hasilnya baik. Fajar rajin dan tidak sering bermain ponsel. Dia bekerja dengan cepat dan sangat lincah sehingga Raya mengangkat Fajar sebagai pegawai tetap.

"Mbak Raya, ada pesanan masuk" kata Kanti. Raya segera membaca pesanan yang ditulis Kanti. Kanti putus sekolah. Dia tidak mampu melanjutkan studinya di universitas dan akhirnya mencari pekerjaan sebagai pelayan di café.

Waffle Belgian tanpa taburan gula halus 1, flat white 1

Sekilas Raya tersenyum sedih. Ada satu hal yang tidak akan dilupakannya tentang sebuah waffle. Dulu Raya pernah membuat menu yang sama untuk seseorang yang sudah lima tahun tidak ditemuinya. Salah seorang yang pernah singgah di hatinya dan sulit dilupakan. Raya membuat waffle Belgian seperti pesanan. Tanpa taburan gula halus, tetapi dia tetap menaruh blueberi dan stroberi. Berusaha tidak terusik dengan masa lalu. Raya juga membuat flat white dengan ukiran gambar telinga kucing di atasnya.

...

Harusnya Keano langsung pergi mengecek lokasi proyek, tetapi karena rekannya yang bernama Adam ingin mampir minum kopi sehingga di sinilah Keano berakhir. Mereka singgah di café yang tak jauh dari kantor mereka. Kata Adam tidak perlu terburu-buru karena mereka masih punya banyak waktu. Keano hanya menurut, toh yang punya proyek adalah Adam, dia hanya bertugas sebagai arsitek yang mendesain bangunan.

"Aku rekomendasiin kopi di sini. Pokoknya kamu harus coba. Kopinya enak banget, ada banyak pilihan gak kalah dengan toko kopi yang lain. Apalagi kue-kue di sini luar biasa enaknya" kata Adam bersemangat. Adam sudah beberapa kali ke café ini dan dia selalu merekomendasikannya pada beberapa orang. Termasuk istrinya yang bernama Gea. Gea sangat suka membeli kue-kue di café ini, entah makan di sana ataupun dibungkus untuk dibawa pulang.

"Gak tertarik" kata Keano cuek. Dia tidak terbiasa meminum kopi buatan orang lain. Entah mengapa lidahnya terasa mati rasa menyeruput kopi-kopi yang disajikan orang. Keano cuma bisa menikmati kopi buatan dirinya dan mantan kekasihnya.

Selama di café mereka membicarakan pekerjaan. Keano orang yang tepat waktu dan selama ini pekerjaannya selalu mendapat apresiasi oleh perusahaan. Adam sangat mempercayai rekannya itu hingga merekomendasikan Keano sebegai ketua divisi di umur yang masih muda.

"Serius Ken gak mau coba? Enak loh. Aku pesanin ya?" tanpa persetujuan Keano, Adam memanggil pelayan dan memesankan kopi serta cemilan kesukaan sahabatnya.

"Satu flat white, satu waffle Belgian" pesan Adam.

"Tanpa gula halus" tambah Keano.

Keano tidak menyukai gula halus. Lidahnya terasa aneh. Dia sangat tidak menyukai taburan gula halus di atas makanannya. Tak lama pesanannya datang. Keano menatap wafflenya sejenak. Letak blueberi dan stroberinya sama persis dengan yang dibuatkan mantan kekasihnya dulu. Seketika pandangannya kembali kecewa melihat ukiran flat whitenya, dia tidak berharap digambarkan ukiran telinga kucing.

Bukan dia

...

Raya sudah membuatkan 3 pesanan untuk 2 meja. Sisanya dia serahkan pada pegawainya. Hari ini Raya tidak akan berlama-lama di café, dia sudah ada janji pada ibunya untuk pergi ke Bandung.

"Mbak Raya balik kapan?" tanya Kanti. Raya berpikir sejenak. Dia tidak yakin akan pulang kapan.

"Lusa atau minggu depan mungkin" kata Raya ragu. Kanti mengangguk mengerti, artinya tugasnya memasak di dapur semakin berat.

"Mahesa masuk lagi nanti malamkan?" tanya Raya yang dijawab anggukan oleh Mahesa.

"Tolong kasih makan Millo dan Mella. Gantiin juga pasirnya ya" titip Raya. Millo dan Mella adalah kucing-kucing Raya. Sudah Raya anggap seperti anaknya sendiri. Apalagi kedua kucing itu pemberian dari orang yang sangat berharga.

Mahesa pekerja part time. Dia anak kuliah di universitas terkenal. Tempat tinggal Mahesa dan Raya bersebelahan. Mahesa bukan anak kurang mampu, dia anak orang kaya yang ingin mencari uang sendiri. Raya mengapresiasi tekat Mahesa. Masih muda sudah mandiri, Raya akan membantu jalan siapa saja yang mau berusaha dengan kemampuan sendiri. Salah satunya adalah Mahesa. Raya sangat dekat dengan Mahesa, mereka seperti adik kakak. Kadang Raya akan membagi masakannya pada pria itu, ataupun Raya akan mengirimkan bahan makanan yang dibelinya pada Mahesa. Raya juga sangat percaya pada Mahesa hingga berani menitipkan dua buah hati berkaki empatnya.

Hari itu juga Raya menjemput ibunya di rumah. Mereka sama-sama pergi ke Bandung, ke rumah neneknya Raya di daerah buah batu. Kata ibunya raya, nenek Idah sedang sakit. Ibunya Raya khawatir dan berencana akan menginap beberapa hari di sana.

"Gimana keadaan café?" tanya Mira.

"Gut, pelanggan nambah. Aku udah janji bakal naikin gaji saat liburan nanti" jelas Raya. Dia berpikir pekerjaan pegawainya tambah banyak karena pelanggan yang bertambah. Gaji yang sekarang tidak sepadan dengan pekerjaan mereka.

"Kamu juga bakalan nginap di Bandungkan?" tanya Mira dengan nada yang sedikit memaksa. Raya mengangguk. Dia sudah membawa beberapa baju. Sudah ditebak, pasti ibunya akan ngotot. Sebenarnya Raya masih ingin bekerja di dapur, ibunya yang melarang dan tak perlu. Cukup mengawasi saja, tetapi apa boleh buat, Raya keras kepala.

Bahkan sebelumnya dia kuliah di Universitas terkenal di Bandung, Raya mengambil jurusan arsitek karena paksaan orang tuanya. Sayangnya karena suatu alasan Raya mengundurkan diri dan pergi ke Paris untuk mengambil kursus memasak. Sempat uang jajannya dipotong dan didiami oleh orang tuanya. Tetapi hal itu tidak berjalan lama karena dia adalah anak satu-satunya. Akhirnya Raya dibiayai penuh oleh orang tuanya.

Kini dia kembali ke Indonesia dengan iming-iming akan menjadi koki di hotel ternama, Raya hanya bekerja satu minggu kemudian berhenti. Dia lebih suka memasak pada dapurnya sendiri.

"Abel ngotot ingin kamu tinggal di sana. Kamu harus temui dia. Dia nangis gak mau makan" jelas Mira. Abel baru berusia 4 tahun. Dia sangat menyukai Raya, dan begitu juga Raya. Tetapi Abel dijaga oleh nenek, karena nenek yang memaksa.

"Iya"

Akhirnya mereka sampai di buah batu. Rumah nenek terasa sepi. Bi Sarti, pembantu yang melayani nenek sejak dua puluh tahun yang lalu. Ada juga mang Asep, sopir keluarga nenek. Bi Sarti menyambut Raya dan Mira di depan rumah.

"Bu Mira apakabar?" tanya bi Sarti.

"Alhamdulillah bi. Gimana kabar bibi? Bibi harus sehat loh untuk ngurusin ibu saya" kata Mira. Bi Sarti sudah kenal luar dan dalam keluarga besar ini. Dia betah bekerja pada keluarga ini karena mereka sangat baik.

"Iya bu. Saya harus sehat atuh. Bu Idah sudah saya masakin bubur, masih panas, bentar lagi baru disuapin" jelas bi Sarti.

"Neng Raya, akhirnya datang juga ke sini. Bibi kangen" Raya memeluk singkat bi Sarti. Dulu Raya pernah tinggal sebentar di rumah neneknya. Saat itu bi Sarti sudah bekerja di sana. Bi Sarti menjadi salah satu saksi kisah cinta Raya dengan mantan pacarnya. Bahkan bi Sarti yang rela jadi tukang jaga pagar rumah agar mantan pacar Raya tidak bisa melangkah masuk ke dalam rumah.

"Raya juga kangen. Bi Sarti kok awet muda ya. Bukannya keriputan, malah makin mulus" goda Raya. Heran juga melihat wajah bi Sarti. Umur sudah kepala lima puluhan, wajah masih awet.

"Neng Raya bisa aja ih"

Raya menemui neneknya di kamar. Nenek Raya mulai sakit-sakitan, kemana-mana harus pakai kursi roda. Dulu neneknya pernah terjatuh di tangga dan menyebabkan otot kakinya melemah. Raya menyuapi neneknya bubur.

Raya memandang neneknya dalam. Dulu neneknya ini sangat galak. Apalagi lima tahun yang lalu, neneknya membawa cangkul dan mengusir mantan pacarnya itu bersama bi Sarti juga. Raya tertawa sekilas mengingat momen itu. Neneknya benar-benar menakutkan.

"Raya.. senyum-senyum sendiri?" tanya nenek Idah.

"Jadi ingat lima tahun lalu. Nenek galak banget, masih bisa lari-larian bawa cangkul" kata Raya. Neneknya ikut tersenyum.

"Nenek harus sembuh. Gimana coba kalau Raya ketemu dia lagi? Siapa coba yang bakal ngusir dia pakai cangkul?" canda Raya. Mereka tertawa mengingat momen itu.

Tiba-tiba pintu kamar nenek terbuka. Ada seorang anak berusia empat tahun berlarian masuk ke dalam kamar. Masih memakai sepatu sekolahnya dan menggendong botol air minum. Anak kecil berkuncir dua itu berlarian ke pangkuan Raya. Raya menyambut gadis kecil itu dalam pelukannya. Sambil memeluk erat Raya, anak kecil itu merengek.

"Bundaaaaaa" 

Continue Reading

You'll Also Like

4.4M 408K 61
Bertemu kembali dengan mantan, apa yang akan kalian lakukan? Bersembunyi? Pura-pura tidak lihat? Pura-pura tidak kenal? Atau malah menyapanya? Nayara...
1.2M 92.5K 62
Soka Ayana Giyanti, kata orang paket lengkap. Memiliki paras cantik, pintar, karir cemerlang di usia 22 tahun, serta memiliki kekasih potensial yang...
8K 218 38
"Kamu yang mulai berubah atau aku yg kehilanganmu" "Lepaskan aku demi dirinya jika itu lebih baik" "Jatuh cinta itu menyenangkan yang sulit itu jatuh...
767K 47.7K 47
Highest Rank: #194 in Teen Fiction [30 September 2017] Memang aku orang yang salah dalam masalah ini, karena aku telah jatuh padamu sejak dulu. Dan...