Shoot Me √

By Lilyla__

167K 18.6K 4.5K

"Berhenti, atau aku akan menembakmu." "Aku tak peduli. Bahkan jika timah panas itu menembus kulitku, aku tak... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
29
30
31
32
33
34
epilog
New Work Soon

28

3.6K 504 152
By Lilyla__

Sorry


Seminggu kepergian Rim. Berita lenyapnya Rim menyebar dengan cepat. Orang-orang yang bekerja di dunia gelap sudah mendengar tentang Rim yang menghilang entah kemana. Bahkan, mereka mempercayai jika Rim mendapat kecelakaan dan hanyut di sungai. Berita seperti itu tentu tak ingin di dengar oleh Dakr Petal dan pemiliknya. Namun, ingin disangkal pun, Rim tak ada lagi dalam genggaman mereka.

Pernah, papa mengirim orang untuk menyelidiki cctv di restaurant cepat saji tempat motor Rim terparkir, namun disana tak memperlihatkan apapun. Tak ada Rim atau orang yang dicurigai mirip Rim. Seokjin ada dibalik itu semua. Dia sengaja memanipulasi bukti untuk menyamarkan jejak Rim. Seokjin juga memberikan barang-barang Rim pada Jungkook. Ia meninggalkan barang-barang Rim di sebuah taman dan Jungkook mengambilnya.

Seokjin sangat berhati-hati. Ia tak ingin ada yang melacak keberadaannya sedang bertemu dengan Jungkook, Rim atau orang yang berhubungan dengan mereka. Irene semakin banyak diam. Dia banyak menghabiskan waktunya untk berkutat dengan senjata dan sesekali minuman. Ia tak banyak makan. Seolah, wanita itu sudah kehilangan harapan untuk membalas perbuatan papa.

Seungwan sesekali mengirim sahabatnya untuk mengecek keadaan Yerim. Ia juga berhati-hati karena merasa, orang-orang sudah tau tentang hubungannya dengan Yerim. Jika ada sesuatu, mereka melakukan konseling atau pengobatan mental melalui video call. Seungwan belum berani untuk bertemu dengan Yerim lagi.

Bagaimaana dengan pekerjaan Yerim? Jungkook telah meminta tolong pada Seulgi untuk menyerahkan surat pengunduran diri Yerim. Seulgi berpura-pura sebagai orang asing yang hanya dititipi surat itu oleh Yerim.

Yerim sendiri mulai rileks, mulai menerima kehidupannya di apartement. Ia juga mulai bisa berkomunikasi dengan Jisoo sama seperti ia berkomunikasi dengan Jungkook. Bahkan, pernah tengah malam ia ingin makan ramen super pedas, Jisoo dengan sabar mengabulkan permintaannya. Hanya dimulai dari hal-hal kecil yang membuat mereka dekat.

Ingatan Yerim perlahan juga mulai pulih. Ia mulai yakin jika anak yang hilang, anak dari mafia besar itu adalah dirinya. Namun, ia hanya ikut arahan dari Jungkook. Dia akan diam sampai semua tenang dan terkendali. Sampai semua melupakan sosok Rim. Jika itu terjadi, ia akan keluar sebagai sosok yang baru. Ji Ahreum.

.

Jungkook memasuki ruang kerja ayahnya di rumah. Taehyung dan Yoongi kali ini bertugas menjaga Chenle karena anak dari bos mafia itu tak ingin ditemani orang-orang yang sangat formal padanya. Karena Jungkook tak ada, mau tak mau, kedua anak angkat Seojoon yang menggantikan.

Jungkook mendapati sang ayah sedang membaca laporan keuangan dari perusahannya, toko yang dimilikinya. Tanpa basa-basi lagi, Jungkook berlutut dihadapan meja sang ayah membuat Seojoon mengernyit kebingungan.

"Jungkook.. apa yang kau lakukan?"

"Jeosonghamnida, Appa... aku melakukan kesalahan besar. Aku pengecut karena baru sekarang aku berani bicara pada appa... Aku mengecewakan appa...," kedua tangan Jungkook terkepal di atas pahanya. Mengumpulkan keberanian untuk berhadapan dengan sang ayah.

Seojoon meletakkan kertas yang ia baca. Segera berdiri dari kursi menghampiri puteranya. "Kau kenapa nak?"

"Aku siap menerima apapun, hukuman apapun, appa.."

Seojoon mengangkat dagu Jungkook. Tatapannya penuh kasih karena ia tak pernah melihat Jungkook berlutut seperti itu.

"Berdirilah, dan ceritakan dengan jelas apa yang terjadi."

.

Seojoon bersedekap. Tatapan matanya begitu tajam dan serius. Ia mendengarka kata demi kata yang keluar dari mulut puteranya. Tak ia jeda sama sekali. Kecewa? Tentu. Tapi semua sudah terjadi. Melihat Jisoo yang mau terlibat, itu artinya memang keadaan serius dan tak seharusnya memojokkan Jungkook ataupun Yerim untuk saat ini.

"Aku mohon pada appa, berikan anak buah appa untuk Yerim. Untuk berjaga di sekitar apartement, tapi... jangan sampai Tuan Ji tau, biarkan seperti ini sampai Yerim siap."

Hembusan nafas yang terdengar berat keluar dari Seojoon. Ia sendiri tak tau harus mengambil jalan apa untuk permasalahan ini. Tapi, memberi tau Changwook tentang puterinya juga bukanlah keputusan yang terbaik.

"Appa, silahkan marah padaku, tapi tolong, bantu aku mengamankan Yerim..."

Seojoon menatap mata Jungkook yang memohon padanya. Anaknya itu tak pernah sekalipun memohon atau meminta sesuatu sampai memasang mimik wajah memelas seperti ini. Dan itu membuat Seojoon sulit untuk mengatakan tidak.

"Baiklah, Jungkook. Appa tak akan menghukummu, karena biar bagaimanapun, kaulah yang menemukan Ahreum. Appa akan mengirim orang suruhan appa untuk bekerja disana. Tapi, appa minta, jaga Ahreum baik-baik. Jangan sampai Yoona dan Changwook tau untuk saat ini. Itu akan membuat keadaan semakin runyam untuk saat ini."

"Appa... apa aku tak salah dengar? Appa mau membantuku?" Jungkook mulai tersenyum begitu lebar. Hal yang belum ia tampakkan pada Seojoon sejak pertama kali masuk ruang kerja itu.

Seojoon mengangguk. "Pastikan dia baik-baik saja. Jika ada sesuatu, segera hubungi appa. Disana kita mempunyai musuh, yaitu yang menculik Ahreum sekaligus yang sekarang mengejarnya agar dia kembali dan menghancurkan keluarga Ji. Intinya, berhati-hati sampai orang itu hancur."

Jungkook menganggukkan kepala dengan begitu mantap. Dia tersenyum begitu lebar, namun belum berani memeluk sang ayah untuk ucapan terimakasih. Tentu saja karena merasa tak enak. Dan Seojoon merasakan hal itu.

Seojoon segera berdiri. Menarik Jungkook dan merangkulnya. Ia tak ingin Jungkook menjadi canggung karena hal ini. "Ayo belanja. Appa ingin mencarikan makanan sehat untuk calon cucu appa..."

Jungkook terkejut karena itu begitu tiba-tiba. Ia menatap ayahnya dengan tatapan tak percaya. Seojoon menoleh pada Jungkook. Ia tertawa melihat ekspresi anaknya yang terlihat sangat kebingungan.

"Jangan begitu boy. Biar bagaimanapun, janin yang dikandung Ahreum itu juga keturunan appa. Jadi, wajar jika appa ingin dia tumbuh sehat..."

Mata Jungkook nampak berkaca-kaca. Ia terharu memiliki ayah yang begitu hebat. Sangat pengertian dan perhatian. Jungkook segera memeluk Seojoon begitu erat. "Terimakasih, appa. Terimakasih... maafkan aku yang hanya bisa mengecewakanmu..."

Seojoon tersenyum ia membalas pelukan Jungkook tak kalah erat. "Kau selalu menjadi anak yang bisa appa andalkan. Jangan terus menerus menyalahkan dirimu, Jungkook. Appa tak suka mendengarnya. Kau terlalu berharga bagi appa sampai appa sendiri tak mampu menyalahkanmu, appa tak ingin kau terbebani karena masalah ini. Tapi ingat pesan appa, tetap lanjutkan studimu, dan jaga Ahreum dengan baik."

Jungkook mengangguk, menyanggupi permintaan ayahnya. Air mata itu akhirnya pecah. Rasa haru dan rasa bersalah keluar melalui air mata itu. Jungkook berjanji, ia tak akan mengecewakan keluarganya lagi. Ia akan menjaga Yerim, dan calon anaknya. Ia akan menjadi seorang sarjana yang bisa diandalkan oleh orang-orang yang ia sayangi. Menjadi ayah diusia muda bukanlah penghalang kesuksesannya. Jungkook janji.

*

Irene menyandarkan tubuhnya yang lelah pada sandaran sofa. Rose sibuk membuat eksperimen makanan yang sedang ia inginkan, sedangkan Hoseok sibuk membenahi motor di garasi. Irene ingin istirahat sejenak. Ia lelah mencari keberadaan Rim, belum lagi tuntutan dari pengendalinya yang mengharuskan mereka berlatih serta mencari Rim diwaktu yang bersamaan. Bagi Irene, lebih baik menghadapi puluhan kelompok sejenis Hyena atau kawanan Oh Sehun daripada harus mencari salah satu anggotanya yang cukup pintar bersembunyi, apalagi, Rim bukan tingkat dasar, dia adalah salah satu andalan dari kelompok gelap yang terkenal sadis, lihai dan licik.

Seokjin duduk di samping Irene sembari meminum sebotol air mineral yang ia bawa dari dapur. Ia melirik Irene sekilas. Meski terlihat lebih pucat, namun kecantikan tetap terpancar dari wajah Irene. Melihat ada yang mengganjal, Seokjin mengulurkan tangannya membuat Irene menoleh padanya.

"Kau baru bertemu dengannya?"

Irene menampik tangan Seokjin yang berada pada dagunya. "Kau pasti sudah tau jawabannya. Tapi kali ini aku bertemu dengan si pendek, bukan papa. Kau tau kan? Si Pendek yang selalu mengambil tugas untuk menghukumku."

"Kenapa mereka memukulimu lagi?"

Irene menghembuskan nafas kesal. "Apa lagi alasannya? Tentu karena bocah itu kabur dan sampai sekarang belum ditemukan!! Sial! Aku harus menanggung semuanya..."

Seokjin nampak merasa berasalah karena tak jujur pada Irene. Tapi, bukankah berbohong untuk saat ini adalah jalan keluar yang terbaik? Yerim juga tak akan menghilang jika bukan karena kehamilannya. Tapi, mengingat di usia muda sudah berbadan dua, Seokjin pasti ingin ibu dan janinnya sehat. Naluri sebagai sosok "oppa" membuatnya harus berbohong, bahkan ia harus mengubur lagi keinginannya untuk bebas. Untuk saat ini.

Irene menggerakkan badannya. Ia mengangkat salah satu kakinya ke sofa dan menatap tajam Seokjin. "Apa kau menyembunyikan sesuatu?"

Seokjin mengangkat satu alisnya. Ia tak percaya Irene akan menanyakan hal yang sangat ia hindari. "Aku tak menyembunyikan apapun."

"Kau tak bisa bohong, Seokjin...," Irene kembali menyenderkan punggungnya pada sandaran sofa. "Jika kau tau keberadaan Yerim, dan merahasiaknnya dariku, jujur aku kecewa."

Seokjin memainkan jarinya, terlihat menimbang sesuatu dalam benaknya. Ia menjadi ragu melihat Irene yang menjadi pelampiasan dari orang yang menjeratnya dalam dunia gelap ini. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu. "QDOZBEBQ"

Irene melirik huruf yang diketik Seokjin. Lagi-lagi menggunakan sandi dan itu sandi yang berbeda. Ia menghembuskan nafas lagi seolah mengingatkan untuk tetap bersabar. "Didalam rumah tak ada penyadap. Apa yang mau kau bicarakan?"

Irene sudah mampu membaca sandi itu dengan cepat. Ia yakin, ada hal besar yang akan disampaikan Seokjin sampai ia harus menanyakan ada atau tidaknya alat penyadap di dalam rumah besar itu. Melihat Seokjin yang masih ragu, Irene menarik tangan Seokjin dan membawanya ke sebuah ruangan. Ruang yang dulunya adalah kamar Yerim.

"Katakan. Ada apa?"

"Bae Joohyun..."

Irene sedikit tersentak dan memandang Seokjin dengan tatapan yang sulit diartikan. Keseriusan yang sudah tingkat tinggi jika Seokjin memanggil nama aslinya, dimana, tak semua orang tau. Bahkan, hanya Seokjin di kelompoknya yang tau nama itu, juga jangan lupakan Namjoon yang juga tau nama aslinya.

"Kau juga wanita, jika kau tidak bisa bertingkah sebagai eonni, maka berpikirlah sebagai seorang wanita yang benar-benar wanita. Pertanyaanku, apa yang kau lakukan jika kau hamil, sementara, pekerjaanmu itu membuat janinmu dalam bahaya?"

Irene menguraikan tangannya yang bersedekap hingga berada di kedua sisi tubuhnya. Ia begitu kaget mendengar penuturan Seokjin. Apa maksudnya Yerim hamil?

"Yerim hamil saat ini. Dia butuh mengasingkan diri untuk kesehatan janin yang dikandungnya. Sebagai oppa, yang merawatnya sejak ia datang pada kami sepuluh tahun lalu, aku ingin adik dan keponakanku tumbuh sehat..."

Suara Seokjin bergetar. Ada rasa haru mengatakan kata 'adik dan keponakan'.

"Kenapa.... Kenapa kau ..."Irene mengacak rambutnya frustasi, tak tau harus bilang apa.

"Sebenarnya, Yerim melakukannya atas dasar suka sama suka, tapi si bodoh itu bahkan belum menyadari perasaanya," komentar Seokjin yang diselingi cengirannya. Ia menatap Irene yang berdiri dihadapannya. Tangannya menarik tangan Irene dan membawanya duduk di tepi tempat tidur. Mereka saling berhadapan. "Yang Yerim lakukan memang tidak benar. Tapi, itu semua sudah terjadi. Tak bisa diputar mundur lagi apa yang sudah terjadi."

"Lalu... dimana dia sekarang?"

"Dia ada di suatu tempat yang aman. Kau tak akan bisa menemuinya, bahkan aku dan Hoseok pun tak bisa. Tubuh kami dipasang chip pelacak, aku tak ingin tempat Yerim terlacak. Kau tak perlu tau, Rene..."

Irene hanya menunduk. Baru kali ini ia dibuat tak bisa berkata-kata. Ingin marah, tapi kenapa? Apa alasan yang tepat untuk marah? Ingin terharu, tapi itu kehidupan Yerim bukan kehidupannya. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Irene berdiri. Ia akan pergi, ia butuh ketenangan. Namun, tangan Seokjin menahannya.

"Biarkan aku ke kamarku. Kepalaku pusing memikirkan semua ini. Aku akan cari cara lain."

Seokjin tersenyum. "Baiklah. Istirahatlah.. Apa kau butuh bantuan untuk mengompres lebam di wajahmu itu?"

Irene menggelengkan kepalanya. ia menarik tangannya yang digenggam Seokjin. Melepaskan sebuah kalung yang ada di lehernya, dan memberikanya pada Seokjin.

"Berikan itu untuk bocah tengil, bukan, maksudku untuk anaknya nanti. Katakan, ia mendapatkan salam dari Aunty... Aunty Joohyun."

Seokjin menerima kalung berlian dengan liontin berbentuk bintang. Kalung yang Irene punya sejak kecil. Entah, alasan apa yang membuat wanita berhati sedingin es itu untuk memberikan salah satu harta yang ia miliki untuk Yerim. Murid yang selalu ia hukum, ia suruh dan bahkan perlakuannya tak mencerminkan seorang kakak pada adiknya.

Irene berhenti kembali di ambang pintu. "Seokjin...," Suara rendahnya mengembalikan fokus Seokjin yang sempat terpecah karena takjub dengan hal yang diberikan Irene. "Sebenarnya, aku cemburu. Yerim masih muda. Dia mendapatkan segalanya meski di lingkungan seperti ini. Kasih sayang yang utuh darimu dan Hoseok, teman yang menyebalkan seperti Rose, mendapatkan teknik bela diri yang berguna untuk dirinya sendiri, mendapatkan orang yang mencintai dan menyayanginya dengan tulus, bahkan sekarang dia akan menjadi sosok ibu."

"Rene..."

Air mata menetes namun Seokjin tak melihat karena Irene membelakanginya. "Dibandingkan aku berdoa untuk kebebasan dan bisa merasakan apa yang Yerim rasakan, aku saat ini berdoa agar dikehidupanku selanjutnya, aku bisa menjadi orang yang bahagia dan dicintai banyak orang."

"Rene.. kenapa kau..."

Irene tertawa hampa. Ia mendongakkan kepala menahan air mata yang jatuh semakin banyak. "Seokjin... Kim Seokjin... Ayo bertemu lagi di kehidupan selanjutnya dan hidup bahagia seperti manusia normal...," Irene menutup pintu dengan keras dan berlari ke kamarnya setelah mengatakan hal demikian.

Perilaku Irene yang tak seperti biasanya membuat hati Seokjin terasa sakit. Wanita seangkuh dan sedingin Irene, berbicara begitu dewasa saat ini. Meski, dalam perkataannya terselip ungkapan pasrah dengan kehidupan. Tak diinginkan, namun air mata juga lolos dengan mudah, mengalir di pipi Seokjin. Lelaki itu menggenggam kalung yang diberikan Irene dan meletakkan kepalan tangan di dadanya.

"Ayo hidup lebih baik di kehidupan yang akan datang, Rene... Kau wanita yang baik dibalik sikap angkuhmu. Maaf... Maaf karena aku terlalu membela Yerim... Maaf, sebagai sahabatmu sejak kecil, sejak masa pelatihan, aku tak bisa memahamimu seperti aku memahami Yerim... Maaf aku tak bisa menjadi yang terbaik untukmu..."

*

Pintu apartement terbuka menampilkan sosok ayah dan anak yang membawa banyak sekali kantung belanjaan. Mereka berbelanja kebutuhan sehari-hari. Seojoon nampak semangat berbelanja meski Jungkook sudah mengatakan, ia sudah menyiapkan segala kebutuhan Yerim juga noona-nya.

"Appa? Kenapa appa kemari?"

Seojoon tersenyum dan masuk begitu saja, diikuti dengan Jungkook.

"Appa kemari ingin mengantar belanjaan ini, sekaligus untuk penempatan anak buah, appa. Bagaimana keadaanmu sayang?"

"Jisoo baik , appa..."

"Noona, Yerim dimana?"

"Dia sedang tidur. Semalam dia mimpi buruk, dan tak bisa tidur, pernah dia akan tidur nyenyak, tapi mual menganggu tidurnya. Semalam itu malam yang panjang bagi noona, karena noona juga tak bisa tidur. Oh iya, appa mau minum apa?"

"Appa sebenarnya ingin santai sejenak disini, tapi, boss appa menunggu. Appa harus pulang sekarang. Jaga diri kalian baik-baik dan jaga Ahreum dengan baik..."

Jisoo dan Jungkook mengangguk.

"Noona, aku ke kamar dulu."

"Baiklah, noona akan menata belanjaan kalian. Nanti, noona antarkan susu untuk Yerim dan minumanmu ke kamar."

Jungkook mengangguk lalu pergi menuju kamar yang ditempati Yerim.

.

Jungkook membuka pintu kamar yang berwarna putih gading secara perlahan. Dapat dilihat wanitanya tengah tidur dengan posisi miring membelakangi pintu. Wanitanya nampak feminim dengan balutan dress yang didapat dari Jisoo. Tentu saja, noona-nya itu pasti akan memperbaiki selera berpakaian Yerim.

Jungkook mendaratkan bokongnya secara perlahan di tepi tempat tidur. Tersenyum membayangkan jika wanita yang begitu lincah dan menakutkan, sedang mengandung anaknya, selain itu, wanita itu sedang berusaha untuk merubah penampilan lebih normal lagi.

"Perlahan, Rim.. kau pasti bisa," gumam Jungkook. Tatapannya tak lepas dari Yerim.

Yerim mulai menggeliat, ia membuka matanya perlahan. Sosok Jungkook pertama kali tertangkap netranya. "Jungkook..," Yerim segera terbangun dan menjatuhkan dirinya kedalam pelukan Jungkook. Suasana hati Yerim mudah berubah, sikapnya juga mudah berubah, terkadang seperti Rim biasanya, terkadang lebih ramah dan terkadang bisa sangat manja. Mungkin kehamilannya yang mempengaruhi perubahan sikapnya.

Jungkook tersenyum membalas pelukan Yerim. "Kau kenapa? Merindukanku eoh? Aku datang terlambat hari ini dan lihat.. ternyata kau sangat merindukanku," goda Jungkook.

Yerim menarik diri. Ia menatap Jungkook. "Jungkook... aku semalam mimpi papa lagi," wajah Yerim menyendu.

"Hey.. itu hanya mimpi. Kata Seungwan noona itu wajar. Ingatanmu yang mulai kembali, itu membawa rasa trauma-mu juga kembali. Mimpi buruk itu wajar sebenarnya, tapi kau jangan takut, karena itu hanya mimpi. Sekarang ada noona jika aku tak ada. Kau jangan takut lagi.."

"Melupakannya itu sulit, Jungkook. Dan lagi.. aku mendapatkan gambaran baru."

"Apa itu?"

"Apa... istri Ji Changwook, tidak, maksudku.. emm..."

"Eomma," Jungkook membantu Yerim mengucapkan kata yang ingin diucapkan wanita itu.

"Iya. Itu."

"Itu apa?"

"Yang kau sebutkan tadi."

"Aku lupa," Jungkook tersenyum. "Coba, apa?"

"Aish...," Yerim mendengus kesal. "Eo.. eo.. eomm-ma."

Jungkook tertawa gemas melihat Yerim berusaha menyebut kata eomma untuk Yoona. "Iya, ada apa dengan eo.. eo.. eomm-ma?" Jungkook mengikuti cara pengucapan Yerim yang membuatnya semakin kesal.

"Baiklah, karena aku serius, aku mengabaikan rasa kesalku! Aku ingin bertanya. Apa eom-ma, punya saudara? Adik atau oppa begitu?"

Jungkook mengerutkan keningnya tanda berpikir. "Aku tak tau. Appa tak pernah menceritakan tentang itu. Coba nanti ku panggil appa kemari. memang ada apa?"

"Semalam aku...," Yerim menutup mulutnya. Lagi-lagi rasa mual itu datang. Ia mendorong tubuh Jungkook karena menghalangi jalannya dan berlari menuju kamar mandi.

*

Malam telah tiba. Rose masuk ke rumah dengan beberapa surat yang ia dapatkan dari kotak surat di depan rumah. Ia memeriksa beberapa surat aneh yang anonim. Semua hanya amplop kosong. Hanya sebuah amplop yang menggunakan gambar. Sebuah stiker elsa dan tulisan RM di depannya.

"Kenapa ada gambar Elsa? Ini tokoh Elsa yang bisa membuat salju kan?" gumam Rose pada dirinya sendiri.

"Apa itu?" tegur Hoseok yang sedang makan ramen bersama Seokjin.

"Eoh? Molla. Aku mendapatkan tumpukan amplop kosong dan amplop berstiker tokoh Barbie.. emm.. bukan ... sepertinya dia princess Elsa yang bisa membuat salju itu. Juga ada tulisan RM. Aku tak tau apa maksudnya."

"Elsa? RM?" Hoseok mengulang dua kata yang menjadi kunci di amplop itu.

"Elsa? Salju? Apa itu untuk Irene. Dia wanita yang dingin, mungkin maksudnya itu. Dan RM..." Seokjin menyadari jika itu adalah nama kode Namjoon sebelum keluar dari organisasi. Sudah pasti itu untuk Irene.

"Itu untukku," Irene merebut amplop yang dimaksud dari Rose dan duduk di samping Seokjin yang masih terlihat memikirkan sesuatu dengan sumpit masih berada ditangan.

Irene mengeluarkan isi dari amplop itu. Ia melihat apa yang dikirimkan Namjoon.

"Apa itu, Rene?" tanya Seokjin.

Irene tersenyum miring. "Persaudaraan yang miris ternyata. Aku baru tau fakta ini."

"Ada apa, eonni?"

"Im Yoona, bukan, tapi adiknya itulah yang selama ini menjadi tangan kanan papa. Sial, ternyata orang yang menjadi kepercayaan papa, yang selalu menghukumku selama ini, si pendek yang selalu ingin kuumpati adalah dia..."

"Nugu?"

**

Sangat panjang.. Mungkin aku lebay, waktu menulis part jinrene aku agak baper.

Oh ya guys, makasih buat support nya selama ini? Support untuk SM dan work Lily yang lain. Karena Lily seneng dapet 1K followers, Lily akan bagi kebahagiaan dengan update chapter 29 hari ini juga. Tapi.... beda jam. Bisa jadi sebelum buka, bisa jadi nanti siang atau nanti malam. Tunggu aja ya ^.^

Makasih

Sampai jumpa di next chapter..

Update: 060618
Next Update: 060618 (jam bebas. Sukasuka Lily wkwk)

Continue Reading

You'll Also Like

124K 17.1K 49
Jungkook adalah pria arrogant dengan kesuksesan yang luar biasa di usia nya yang masih muda .. Sifat kasar dan arrogantnya itu terbentuk karena luka...
64.1K 7.5K 61
Ini adalah kisah seorang cewek bernama Tapasya Jisoo Berllyana, yang terpaksa disuruh tinggal dirumah cowok bernama Gaveron Jungkook Aldito. Mereka s...
427K 8K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
383K 21.8K 44
Setiap hari kita tidak lepas dari aroma, aroma adonan kue yang baru keluar open, aroma rumput yang baru saja di potong, aroma buku baru yang ada di t...