2

5.5K 574 56
                                    

MISSION

“Kookie, nanti kau bisa pulang sendiri, kan? Noona harus mencari bahan untuk tugas membuat sebuah gaun. Gaun yang unik dan trendy,” kata Jisoo sebelum dia berpisah dengan adiknya menuju ke gedung fakultas yang berbeda.

“Noona tenang saja. Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa pulang sendiri,” ungkap Jungkook begitu kesal karena noona-nya selalu saja memperlakukannya seperti anak kecil.

“Anak pintar. Noona tinggal dulu ya,” kata Jisoo. Tangannya tak lupa mengacak gemas surai kecoklatan milik adiknya.

Jungkook mendengus kesal. Kedua tangannya menggenggam tali tas yang berada dipunggung.

“Jungkook!,” seorang lelaki dengan tinggi dibawah Jungkook datang dan langsung merangkulnya. Rambut orange-nya terlihat mencolok jika berada di area kampus seperti ini. Kelima jemari tangan kanannya menyisir rambut kearah belakang. Senyum lebar membuat kedua mata sipitnya tenggelam.

“Park Jimin? Kau mengagetkanku saja,” Jungkook tak melepas rangkulan sahabatnya. Dia hanya tersenyum sambil tangannya membenarkan letak kacamata yang mulai menuruni garis hidungnya.

“Maaf. Aku melihatmu berpisah dengan noona-mu. Jadi, aku segera berlari untuk menyusulmu. Jisoo noona semakin hari semakin cantik.”

Jungkook segera melepaskan tangan Jimin yang berada dibahunya ketika mendengar Jimin memuji noona kesayangannya. “Apa kau menargetkan Jisoo noona?,” tanya Jungkook penuh selidik.

Jimin menggelengkan kepalanya dengan cepat. Reflek. Dan itu artinya adalah jawaban terjujur yang keluar dari dalam diri seorang Park Jimin. Playboy fakultas Ekonomi yang terkenal sejagad Hwayang University.

“Lalu kenapa kau memujinya?”

“Apa kau sedang PMS? Aku sudah seringkali memuji Jisoo Noona. Jangan salah paham. Lagipula, aku tak ingin mati ditangan Seo Joon ahjussi. Jadi aku tak akan berbuat macam-macam pada kedua anaknya ini,” kata Jimin. Tak peduli apapun dia memeluk gemas pada Jungkook.
Lelaki berkacamata bulat itu jengah dengan perlakuan orang-orang disekitarnya. Kenapa mereka memperlakukannya seperti seorang anak TK?

“Kenapa kau diam?,” Jimin menghentikan aktivitas memeluknya. Dia membenarkan letak tas yang melorot karena memeluk Jungkook.

“Kenapa setiap orang memperlakukanku seperti seorang anak kecil?,” tanya Jungkook tanpa basai-basi. Dia melanjutkan perjalanannya, karena yakin jika Jimin akan mengikuti dan menjawab pertanyaannya.

Jimin benar-benar mengikuti langkah Jungkook. Dia berusaha menyamai lelaki bergigi kelinci dengan kacamata bulat ala harry potter yang setia bertengger dihidung besarnya.
“Kau sungguh mau tau alasannya?,” sungguh, bukan pertanyaan yang Jungkook harapkan sebagai sebuah jawaban. Dia ingin yang lain.

“Baiklah. Aku akan jawab,” Jimin menyerah. Dia tau sahabatnya itu tak suka dengan jawaban yang terkesan candaan jika sedang bertanya serius. Dia pasti akan diam seribu bahasa seperti seorang perempuan yang tengah pms saat sedang patah hati. Wow, menyeramkan bukan?

“Jadi begini. Kau itu imut. Menggemaskan. Seperti seekor kelinci. Sungguh, aku tak bohong. Tak percaya? Nanti setelah kelas Nam ssaem kita bisa pergi ke tempat yang jual kelinci untuk membuktikannya. Dan gayamu. . . . . Sungguh, aku tak pernah berpikir jika temanku, tidak. Tapi sahabatku yang sejak dalam kandungan ini menggunakan style kolot seperti ini!,” Jimin bercerita dengan gaya yang heboh. Gaya yang membuat seorang Jeon Jungkook malu jika mendapati kenyataan kalau temannya seseorang yang autis seperti Park Jimin.

Shoot Me √Där berättelser lever. Upptäck nu