FAIR UNFAIR

Da akhiriana_widi

40.2K 4.8K 439

*Pemenang Grassmedia Fiction Challenge 2020* Kata Praska, Maura itu bodoh dan selalu melakukan segala hal ber... Altro

1. Demi Planet Jupiter!
2. Pacarnya Pegangan Tangan
3. Tidur Yuk, Sepuluh Menit Aja!
4. Gunanya Sahabat
5. Romantis Setahun Sekali
6. Bukan Playing Hard To Get
7. Annyeonghaseyo, Christopher Park!
8. Pengidap Narkolepsi vs Korban Cemburu Akut
10. Banyak Cinta di Indonesia
11. Matahari Terbenam di Gumuk Pasir
12. Dekat Bosan, Jauh Kangen Mati-matian!
13. Sering Jatuh Cinta, Tapi Jatuhnya Sendirian Saja
14. Dieng Itu Dingin, Ada Kamu Jadi Hangat
15. Chris vs Kuda Lumping
16. Chris and The Trance
17. Takut Kehilangan Warna Itu
18. Doa Yang Terbang Bersama Lampion
19. Masih Ingin Jadi Suami Kamu
20. Cerita Dari Kampung Naga
21. Cinta Yang Tumbuh di Hutan Mati
22. Filosofi Via Lactea
23. Memelukmu di Papandayan
24. Sekarat Karena Cemburu
25. Jatuh Sama-sama
26. Chris, Aku Pulang Duluan!
Peluk Chris dan Maura di Ujung 2022

9. Memulai Hidup Bersama Oppa!

1.2K 173 4
Da akhiriana_widi

KTP dan motor Maura telah kembali!

Kedatangan Maura ke kantor lamanya begitu riuh. Teman-teman langsung menghambur memeluknya karena rindu. Maura juga begitu. Dia rindu bekerja di sana. Rindu melayani para customer. Kantor itu membuatnya merasa dekat dengan cita-cita sang ayah, yaitu memiliki perusahan travel agent sendiri.

Sayangnya, Maura tidak bisa berlama-lama. Begitu menyelesaikan transaksi yang membuat Pak Nyoman tertegun, Maura harus pergi lagi. Ini semua di luar dugaan orang-orang. Maura bisa membayar penalty dengan begitu cepat.

Setelah menitipkan motor kepada sahabatnya untuk dibawa ke kost Siva, Maura kembali ke mobil Chris yang diparkir di seberang jalan.

"Woah, Chris. Kalau bukan karena bantuanmu aku pasti nggak bisa selega sekarang, terima kas ...."

Maura berhenti bicara. Di jok penumpang, Chris terlihat sedang tertidur dengan pulasnya. Sama sekali tidak terganggu dengan kedatangan Maura yang berisik.

"Chris ...."

Chris bergeming. Benar-benar tidur rupanya. Maura menghela napas lantas memasang seat belt dan melajukan mobil milik Chris ke daerah Margonda. Beberapa waktu kemudian, Praska terlihat menelepon, tapi Maura abaikan. Gadis itu sibuk memikirkan Chris juga fokus dengan jalanan Tol Jagorawi siang itu.

Chris tidur begitu lelap selama beberapa menit. Lalu bangun tapi tidur lagi beberapa lama kemudian. Begitu terus hingga akhirnya mobil mereka tiba di pintu keluar Tol Cijago. Maura menggelengkan kepala.

Hari pertama, pola kelainan yang dimiliki Chris mulai terbaca.

Pemuda itu tertidur begitu lama ketika diserang sleep attack pertama setiap harinya. Mungkin, sampai 1 jam. Kemudian, dia akan bangun. Merasa segar selama beberapa menit, tapi akan tertidur lagi beberapa waktu kemudian.

Mobil tiba di basement dengan selamat. Maura mematikan mesinnya lalu menoleh ketika Chris terbangun. "Aku nggak bisa bayangin gimana hidup kamu selama ini, Chris."

Chris yang masih berusaha mengumpulkan kesadarannya pun menoleh ke arah Maura. Maura tersenyum. Wajar, melihat pemuda yang tampan dalam segala kondisi termasuk saat baru bangun tidur rasanya menyenangkan mata.

"Jangan kasihan sama aku ya, Maura. Jangan kaget juga. Aku baik-baik aja kok."

Maura mengangguk. Lalu turun dari mobil. Dia berlalu ke bagasi, mengambil koper dan berjalan di belakang Chris menuju lift.

"Sini, biar aku aja yang bawa kopernya, Maura."

"Nggak usah, Chris. Enteng kok. Aku bisa sendiri."

Kepala Chris mengangguk paham. Dia selalu suka dengan wanita yang percaya diri dan kuat. Begitu tiba di dalam lift yang akan mengantarkan mereka ke lantai 16, Chris segera menyandarkan tubuhnya ke dinding. Seolah lelah luar biasa. Maura yang melihatnya jadi paranoid sendiri.

Dia segera menarik tangan Chris, meminta pemuda itu menatap ke arahnya dan tersenyum. "Jangan tidur di lift, ok?"

"Heee." Chris meringis kuda. Tapi kemudian dia berusaha menuruti kata Maura dengan berdiri tegak hingga lift terbuka.

Apartemen Chris terletak di ujung lorong sayap kanan. Nomor 1629. Koridor sayap kanan berisi 15 apartemen. Begitu pula dengan koridor sayap kiri.

"Selamat datang, Maura." Chris berseru riang. Dia bahagia sekali siang itu. Pertama, karena dia bisa memerangi hawa kantuk yang suka datang bertubi-tubi. Kedua, karena mulai hari itu dia tidak akan sendirian.

Baru sebentar kenal, tapi Chris merasa Laula sudah memilihkan pendamping yang tepat. Maura melongo begitu masuk ke apartemen Chris. Tidak terlalu rapi, tapi juga tidak berantakan. Sinar matahari bebas masuk lewat pintu kaca besar di pinggir ruangan. Perabotannya terkesan minimalis. Warnanya juga senada. Chris pasti suka warna biru dan putih.

"Kamu langsung bikinin aku agenda aja ya, Maura. Kamu kan paham rutenya. Kalau bisa, besok kita udah mulai kegiatan nih," kata Chris begitu Maura sudah selesai meletakkan koper di kamar. Katanya, kamar yang akan ditempati Maura biasanya dipakai oleh orang kepercayaan keluarga Chris. Tapi berhubung Chris sedang ada acara, orang itu diistirahatkan sementara.

Apartemen Chris memang punya dua kamar, dua kamar mandi, dapur yang menyatu dengan ruang makan, ruang tengah, dan balkon kecil yang menghadap langsung ke pemandangan Kota Depok, tepatnya Jalan Margonda.

"Tapi aku tetep nggak setuju kalau kamu masukkin diving ke kegiatan kamu, Chris."

"Tapi aku harus bisa diving, Maura," keluh Chris sambil duduk di sofa setelah meletakkan dua kaleng minuman bersoda di meja, di samping laptop Maura yang menyala.

"Aku tahu, urusan narkolepsi kamu ada di luar kontrak kerja kita. Tapi, aku tetep nggak mau kamu kenapa-kenapa selama jalan sama aku, Chris. Pokoknya, jangan diving!"

"Relax, Maura. I'll be fine!" Chris berdiri dengan geram. "Aku tahu narkolepsiku parah. Tapi, kamu nggak boleh lupa kalau itu bukan inti dari kerjasama kita. Aku cuma butuh tour companion. Bukan orang yang cerewet karena takut aku mati gara-gara narkolepsi!"

Maura terdiam seketika. Tantangan itu mulai terlihat. Seperti apa Chris aslinya, mulai muncul ke permukaan. Pemuda temperamen yang pura-pura manis. Pemuda yang berambisi dan nekad. Pemuda yang ... ah Maura sudah bisa merabanya.

"Kamu kerjain jadwal jalan kita. Aku ke kamar." Chris pergi dengan kesal. Marah iya, bosan iya. Keluarganya di Seoul saja santai. Tapi Maura, belum apa-apa sudah membuatnya jengah. Kekhawatiran Maura berlebihan menurutnya.

Maura menghela napas lalu menggumam, "Indahnya hidup bersama oppa hari pertama."

***

"Di Jakarta ada sekolah diving. Kamu juga bisa ambil lisensi di sana dan latihan menyelam di Kepulauan Seribu. Kalau mendaki gunung, udah pernah sebelumnya?"

Chris menggeleng dengan mulut dipenuhi apel hijau. Sekarang, apa-apa saja yang masuk ke perut Chris, dan hal yang harus dilakukan Chris diatur sepenuhnya oleh Maura. Tentunya setelah perdebatan panjang. Mendebat penting tidak penting, berhak tidak berhak, perlu tidak perlu. Tapi pada akhirnya, Chris kalah. Maura berdalih bahwa segala peraturan dadakan yang ia berikan demi kebaikan Chris sendiri.

"Oke." Maura mencoret sesuatu dari buku lalu menatap Chris dengan semangat. "Kita bisa ke Garut. Ada gunung ramah pemula di sana. Gunung Papandayan, track aman, tapi worth it."

"Terus, masak, membatik, bercocok tanam di mana?"

"Kita bisa pergi ke Yogyakarta atau tempat lain di Jawa Tengah."

Kepala Chris mengangguk pelan. "Datang ke desa adat, perayaan acara suku adat, gerakan penyelamatan lingkungan?"

"Sebenernya, di Banten ada suku Baduy. Tapi, buat turis manca kayak kamu, kamu cuma bisa dateng sampai Baduy Luar, dan suku Baduy Luar itu udah kecampur budayanya sama masyarakat biasa."

Chris terlihat sedih. Bukan seperti itu yang dia cari. Dia butuh suku adat yang otentik. "Yang lain?"

"Ada banyak. Ada suku Asmat, ada suku Dayak, macem-macem. Tapi itu jauh banget. Chris, kenapa nggak suku Betawi aja, sih? Deket itu kalau mau, di Setu Babakan."

"Nggak mau, Ra. Aku udah pernah ke sana. Sering malah."

Maura menggaruk tengkuknya sendiri. Agak bingung. Tapi dia senang kalau disuruh membuat itinerary. "Ah, kamu udah pernah ke Kampung Naga?"

"Naga? Dragon? Dragon Village? Isinya naga-naga gitu, Maura?" Chris berdiri dari kursi lalu menatap Maura dengan mata berbinar. "Seriously, take me there, please!"

Oh, come on! Primitif sekali pemikiran Chris ini. Maura jadi bingung, yang seperti itu calon lulusan S2?

"Oke, kita ke sana."

"Terus jadwal yang lain ke mana?" Chris on fire sekali sekarang. Dibanding dengan agenda yang lain, Kampung Naga paling membuatnya penasaran.

"Ehm ehm!" Maura berdeham. Dia segera mengetik sesuatu di laptop. Lalu memperlihatkannya kepada Chris begitu revisi itinerary selesai. "Gini, dengerin baik-baik, ok?"

Chris mengangguk patuh lalu duduk lagi sambil mengambil apel yang lain. Rasanya sudah tidak sabar mendengar rencana Maura.

"Kita ke Yogyakarta dulu karena itu rute yang paling jauh. Kamu belajar membatik, masak, bercocok tanam. Setelah itu kita pergi ke Dieng. Pertengahan bulan Agustus tahun ini ada Dieng Culture Festival di sana. Kamu bisa lihat upacara adat pemotongan rambut gimbal di Dieng. Bisa lihat festival lampion juga. Setelah itu, kita ke Tasikmalaya buat ke Kampung Naga."

"Arraseo ... arraseo."

"Terus, ke Garut buat naik Gunung Papandayan. Terakhir, kita balik ke Jakarta buat latihan diving."

"Woah! Kok keren sih kamu!" Chris berseru. Tangan kanannya lincah menggulirkan kursor, berkali-kali membaca ulang itinerary dari Maura.

Kata Maura, dengan pertimbangan bahwa belajar diving itu membutuhkan waktu yang lega, maka bagian itu ditaruh paling akhir. "Kita harus konsisten sama jadwal loh, ya. Nggak boleh ada extend-extend meskipun kamu betah kebangetan!"

"Oke."

"Kalau kamu nggak konsisten, korbannya ada di diving." Maura menyeringai. Keputusan yang tepat untuk mencari alibi agar Chris lupa tentang agenda diving-nya.

"Oke, setuju. Kita jalan sesuai itinerary. Harus konsisten." Chris menatap Maura dengan tawa lebarnya. Sekarang dia sadar, bahwa dengan agenda sepadat itu Maura ingin dia tetap baik-baik saja.

Maka dari itu, setelah berpikir beberapa saat kemudian, Chris akhirnya menghentikan tawa. Dia berubah serius ketika bilang, "Aku bakalan kasih tahu pola penyakitku, Maura. Biar aku nggak bikin kamu ... repot."

***

Chris menderita narkolepsi sejak dia remaja. Tepatnya, saat pemuda itu duduk di tingkat akhir SMA. Begitu vonis dari dokter dijatuhkan setelah menjalani serangkaian konsultasi dan pemeriksaan, keluarganya stres mencari jalan.

Chris dihadapkan dengan banyak terapi. Dilarang melakukan ini itu. Tapi pada akhirnya, Chris yang cerdas tidak lantas menyerah karena keadaan. Pemuda itu malah pergi ke Indonesia, meraih pendidikan S1 dengan perjuangan tiada tara. Penuh trik dan taktik.

Keluarganya di Seoul adalah salah satu dari sekian banyak keluarga terpandang yang ada. Begitu putranya resmi memegang KITAS dan bersekolah di Indonesia, mereka juga memutuskan untuk berinvestasi, membantu perusahaan milik rekanan di Jakarta bersama investor yang lain.

Spark Pacific Star, menjadi salah satu perusahaan asing dengan nilai investasi nyaris 180 milliar dollar yang bergerak di sektor properti. Apartemen, pusat perbelanjaan, dan hotel menjadi fokus SPS.

Maura menggelengkan kepalanya, takjub bukan main. Sementara itu Chris sedang tidur di sampingnya dengan kepala bersandar ke jendela kereta. "Pantesan gampang banget ngeluarin 14 juta sebulan cuma buat bayar temen jalan."

Diletakkan kembali ponselnya ke dalam tas kecil setelah membaca informasi tentang SPS. Lalu menoleh ke arah Chris dengan keheranan. "Orang tuanya pengusaha, ngapain dia ngincer kerja di tourism board, sih?"

Chris menggeliat kecil. Lalu menoleh ke arah Maura yang menatapnya dari samping. Mata sipitnya agak terbuka, kemudian agak heran karena Maura terlihat begitu serius. "Kenapa? Kok lihatin aku kayak gitu?"

"Ngantuk banget ya, Chris?" Maura meringis.

Mereka memang sedang dalam perjalanan menuju Yogyakarta sekarang malam itu. Kalau sesuai jadwal, mereka tiba di sana pukul 04.00 dini hari besok.

"Iya, tapi aku cuma tidur sebentar-sebentar, Ra."

"Chris, aku penasaran deh. Gimana cara kamu hidup selama ini kalau kamu bisa tiba-tiba tidur kayak orang pingsan gitu?"

Chris tersenyum sambil mengangkat bahu. Tapi dia menuruti rasa penasaran dari Maura dengan hangat. "Sleep attack-ku biasanya datang kalau siang. Jadi, aku banyak kuliah pagi. Aktivitasku juga kebanyakan aku lakuin di pagi hari. Selebihnya, ada Firan."

"Firan siapa?"

"Sahabat sekaligus pendamping aku, Maura. Dia yang nemenin aku ke mana-mana. Dia yang bantuin aku sejak pertama kali datang di Indonesia sampai sekarang."

Maura menganggukkan kepala, tapi kemudian melirik lagi ke arah Chris. "Terus, kenapa nggak sama Firan aja jalannya?"

"Tadinya juga gitu. Tapi, beberapa minggu yang lalu dia bilang mau ada urusan gitu, Maura. Terus akhirnya, aku suruh sekalian libur aja. Kasihan Firan tuh, udah hampir lima tahun ini dia hidup buat aku."

Chris mengedipkan mata sambil menguap lebar-lebar. Tubuhnya agak bergeser, lalu tiba-tiba saja dia menyandarkan kepalanya ke bahu Maura dengan mata tertutup. Maura tertegun sejenak. Bahunya memberat dan wangi rambut Chris menyeruak ke hidungnya.

"Tidur beneran, Chris?"

Pemuda itu bergeming. Pertanyaan Maura menguap ke udara. Chris tidur dalam damai tanpa dosa. Sementara itu Maura mati-matian menata jantungnya yang berdetak tidak karuan. Padahal, Chris tidur. Tapi rasanya membuat napas Maura jadi kabur.



***Fair Unfair***

Catatan:

1. Itinerary, adalah jadwal kegiatan atau perjalanan. Biasanya terdiri dari tanggal, keterangan tempat, dan keterangan kegiatan beserta lama durasinya.

2. KITAS, adalah Kartu Izin Tinggal terbatas. Diperuntukkan buat WNA yang tinggal di Indonesia untuk keperluan tertentu, misalnya bekerja, sekolah, dan lain-lain. Lama perizinan di dalam KITAS hanya satu tahun. Jadi yang bersangkutan kudu memperpanjang izin satu tahun sekali. Kalau nggak, bisa-bisa dideportasi.

Continua a leggere

Ti piacerà anche

Maison Da adoregyu

Storie d'amore

11.2K 1K 31
rumah ; bukanlah sebuah tempat melainkan perasaan.
16.8K 2.8K 34
"Kalau mau minta wawancara khusus apalagi minta putus ...." Jeda sesaat. Ilyas tersenyum menatap lawan bicaranya. "Syaratnya, kita harus kencan sehar...
2.2K 495 23
Judul lama : LoveShip / Daylight Karkata atau biasa dipanggil Arka, menjalani hidup dengan terencana. Namun, ia tengah patah hati karena perempuan ya...
52.3K 9.8K 26
Nirbita Btari tak tahu apa itu jatuh cinta. Perempuan yang hampir seluruh masa mudanya dihabiskan untuk bekerja dan merangkai mimpi ini tak tahu rasa...