His Temptress

By MargarethNatalia

14M 1.2M 152K

#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever... More

Pengumuman
HIS TEMPTRESS | P R O L O G
His Temptress | 01
HIS TEMPTRESS | 02
His Temptress | 03
HIS TEMPTRESS | 04
His Temptress|05
His Temptress | 06
His temptress | 7
His Temptress | 08
His Temptress | 09
His Temptress | 10
His Temptress | 11
His temptress | 12
His Temptress | 13
His Temptress | 14
His Temptress | 15
His Temptress | 16
His Temptress | 16-1
His Temptress | 17
His Temptress | 18
His Temptress | 19
His Temptress | 20
His Temptress | 21
His Temptress | 21-1
His temptress | 22
His Temptress | 23
His Temptress | 24
His Temptress | 25
His Temptress | 26
His Temptress | 27
His temptress | 28
His Temptress | 29
His Temptress | 30
His Temptress | 31
His Temptress | 32
His Temptress | 33
His Temptress | 34
His Temptress | 35
His Temptress | 36
His Temptress | 37
His Temptress | 38
His Temptress | 39
His Temptress | 40
His Temptress | 41
His Temptress | 42
His Temptress | 43
His Temptress | 44
His Temptress |45
His Temptress | 46
His Temptress | 47
His Temptress | 48
His Temptress | 49
His Temptress | 50
His Temptress | 51
His Temptress | 52
His Temptress | 53
His Temptress | 54
His Temptress | 55
His Temptress | 56
His Temptress | 57
His Temptress | 58-1
His Temptress | 58-2
His Temptress | 59
His Temptress | 59-1
His Temptress | 60
His Temptress | 61
His Temptress | 62
His Temptress | 63
His Temptress | 64
His Temptress | 65
His temptress | 66
his Temptress |67
His Temptress | 68
His Temptress | 68-1
His temptress | 69
His Temptress|70
His Temptress | Intermezzo-Eugene Side
His Temptress | 71
His Temptress | 72
His Temptress | 73
His Temptress | 74
His Temptress | 75
His Temptress | 76
His Temptress | 76
His Temptress | 77
His Temptress | 78
His Temptress | 79
His Temptress | 80
His Temptress | 81
His Temptress | 82
His Temptress | 83
His Temptress | 84
His Temptress | 85
His Temptress |87
His Temptress | 88
89
90
91
92
93
94
94-1
95
96
97
98-1
98-2
99
100
101
102
103
104
105
106
107-1
107-2
108

His Temptress | 86

120K 10.5K 718
By MargarethNatalia

"Marshall Wellington! Aku akan membunuhmu karena tidak mengabariku hampir dua bulan!!" Elizabeth berkacak pinggang sambil berjalan kearah Lidya dan Ewan yang tengah berjemur di pinggir kolam. Ewan langsung berdiri, dan sebelum ia mengatakan apapun Elizabeth sudah berteriak dengan nada satu oktaf yang lebih tinggi. "Apakah selama ini aku tidak mengajarimu sopan santun?!"

"Lizzie..."

"Lizzie, my ass!" Elizabeth langsung memukul kepala Ewan dengan tas kecilnya lalu memukul pundak telanjang Ewan. "Setelah kau meminta bantuanku untuk membekukan saham Jake, kau malah menghilang tanpa kabar? Dan bahkan tidak datang saat penobatan Charles?!"

Ewan malah tersenyum, memeluk Elizabeth dan mengecup wanita separuh baya itu dengan rasa hormat yang tidak di tutupinya. "You know that I love you, right?"

"Oh iya, dan rasa sayangmu itu tidak akan membuatku melupakan kesalahanmu kali ini, Marshall Wellington." Elizabeth menatap Lidya yang telah membalutkan handuk di sekeliling pinggangnya, sambil tersenyum Elizabeth berkata, "Hanya wanita ini saja yang mampu membuatku melupakan sedikit kesalahan yang kau lakukan."

"Hai, Your—"

Sebelum Lidya sempat menyelesaikan ucapannya, Elizabeth sudah mengangkat tangannya untuk menghentikan ucapan wanita itu. "Panggil aku Lizzie seperti pria nakal ini memanggilku."

"Lizzie kalau begitu," jawab Lidya sambil tersenyum sementara matanya menatap Ewan yang menyengir ketika Elizabeth menyebut pria itu dengan ucapan 'nakal'.

"Good girl!" sahut Elizabeth.

Elizabeth menoleh kearah Ewan dan mengernyitkan alisnya. Dengan tak acuh Elizabeth bersidekap lalu bertanya dengan suara datar, "Apa yang kau lakukan di sini, Marshall?"

"Berjemur. Sun bath? Bercinta? Bercumbu? Apapun kata-kata yang pas, Lizzie. Kami sedang berbulan madu." Ewan menjawabnya enteng. Ia menoleh kearah Lidya dan bertanya dengan polos, "Bukan begitu, sayang?"

"Dia hanya lari dari pekerjaannya, Elizabeth!" Eugene mendadak bergabung dengan sebuah nampan di tangan kanannya. Ia mengangkat alisnya tinggi-tinggi, melambaikan setumpuk berkas di hadapan Elizabeth dan berkata, "Dia mengabaikan dokumen yang kau kirim dua hari yang lalu. Belum lagi dokumen lainnya yang melibatkan Klub di Macau, kerja sama dengan Underground Hongkong dan juga Thailand. Dia mengabaikan semuanya."

"Gene, Kau—" Ewan membiarkan jemarinya terarah kepada Eugene yang tentu saja diabaikan oleh pria itu. Dengan cepat ia menoleh kearah Elizabeth dan tersenyum kecil."Aku sudah membaca sekilas berkas yang kau berikan, Lizzie. Aku hanya membutuhkan sedikit waktu untuk menandatangani berkas itu. Lalu—"

"Oh shut up, Marshall. Lebih baik kau pergi ke ruangan dan mengerjakan pekerjaanmu sekarang juga, atau aku akan memberitahu calon istrimu ini betapa payahnya kau saat mabuk."

Mendengar hal yang sepertinya mampu membuat wajah Ewan berubah, Lidya bertanya dengan perasaan ingin tahu. "Jadi, Marshall pernah mabuk?"

"Sweetheart, kau tidak akan mau tahu bagaimana buruknya calon suamimu ketika sedang mabuk. Dia bahkan bisa—"

"Stop. Stop! Fine, I get it!" Ewan mengangkat tangannya untuk menghentikan ucapan Elizabeth. Ia menoleh kearah Eugene, mengambil berkas yang tadi dibawa asisten pribadinya itu dengan kasar. "Fine. Aku akan mengerjakannya. Satisfied?!"

Eugene tidak menjawab sindiran Ewan. Ia hanya mengendikkan bahu sementara sebelah tangannya mempersilahkan pria itu untuk berjalan di depannya menuju ruangan lain. Sebelum Ewan meninggalkan ruangan, ia menatap kearah Elizabeth dan berkata, "Jangan menceritakan macam-macam kepadanya Lizzie, atau aku akan benar-benar marah kepadamu."

"Yeah, tapi masalahnya kau tidak akan pernah bisa marah kepada wanita tua sepertimu, Marshall. Now, go away dan berikan kami waktu untuk bersantai," ejek Elizabeth sambil mengibaskan tangan seolah mengusir pria itu dan mendapatkan dengusan kencang dari Ewan sebelum pria itu berjalan meninggalkan mereka berdua.

Setelah kepergian Ewan, pelan-pelan Elizabeth duduk di pinggir kolam. Ia sudah melepaskan sendalnya dan membiarkan kakinya terendam di dalam kolam. Sambil tersenyum ia menepuk sisi kosong di sebelahnya dengan tatapan terarah kepada Lidya. "Sit down here, honey."

Lidya duduk disamping Elizabeth dengan canggung. Ia tidak pernah bertemu dengan Ratu Inggris sebelumnya. Mungkin tidak akan pernah mendapatkan kesempatan di lain waktu, dan pendapatnya mengenai Lizzie sangat berbeda dengan yang dipikirkan sebelumnya. Lizzie terlihat begitu lembut, tegas dan beribawa. Untuk waktu yang sangat lama, Lidya membiarkan pikirannya hanyut kepada gerakan air kolam yang ada di hadapannya.

Hingga ia mendengar Lizzie berkata dengan suara yang sangat pelan.

"He loves you. Dia sangat manis kalau sedang seperti ini. Iya kan?"

Lidya menoleh kearah Lizzie karena tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh wanita itu. Ketika tatapan mereka bertemu, Lizzie tersenyum lembut. Lizzie mengulurkan tangan kearah Lidya dan menepuk lengannya dengan gerakan keibuan. "Yang kumaksud adalah Marshall Wellington. Si bodoh itu."

Dan ketika Lidya tidak menjawab, Lizzie mengucapkannya sekali lagi. "Dia mencintaimu sejak lima tahun yang lalu dan tidak pernah berhenti sedikitpun."

Aku juga...

Namun Lidya tidak bisa mengatakannya semudah itu. Ia merasa suaranya tercekat, jadi yang bisa ia lakukan hanyalah menatap Lizzie yang tengah menatapnya dengan lembut. Wanita yang hampir sebaya dengan neneknya itu tersenyum kearahnya. "Bahkan ketika kau memutuskan untuk memberikan punggungmu kepadanya, dia masih mencintaimu."

Aku tahu...

Dan lagi-lagi Lidya tidak bisa menjawabnya.

"Pria itu berubah menjadi brutal. Marshall yang kukenal pertama kali adalah sosok yang sangat dingin, kejam dan tidak segan-segan melukai orang yang berani menunjukkan taring kepadanya." Lizzie terkekeh pelan. "Bahkan pria itu tidak takut pada Charles. Pria bodoh itu bahkan tidak takut kepadaku."

"Seperti apa dia...?" Tanya Lidya sambil berbisik.

"Dia?" Lizzie menatap Lidya dan ketika wanita itu mengangguk pelan. Ia berkata, "Buruk. Hancur? Sudah pasti. Seberapa parahnya rasanya aku tidak perlu membicarakannya denganmu karena nampaknya kau yang sudah lebih mengetahuinya. Dan ruangan itu..." ketika Lidya menatapnya dengan pandangan terluka, Lizzie berkata dengan datar, "Kau tahu tentang ruangan itu bukan?"

"Aku tahu..." jawab Lidya pelan.

"Jadi kau juga tahu bahwa ruangan itu merupakan bentuk rupa dari hati yang hancur?"

Tangan Lidya bergetar, ia tidak memiliki ucapan yang tepat mengenai hal ini karena segala yang diucapkan Lizzie benar apa adanya. Kebodohannya-lah yang selama ini sudah membuat Marshall terluka. Ketika tengah bergelut dengan perasaannya sendiri, Lidya menyadari Lizzie menangkupkan wajahnya dengan tangan wanita itu dan mengelus pipinya pelan.

Sebelum ia sempat berpikir, Lizzie sudah berkata, "Anak bodoh. Kau mengerti yang kumaksud tidak?"

"Aku sudah menyakitinya, Lizzie..."

"Bodoh. Kau dan Marshall sama bodohnya." Lizzie menggeleng kepalanya sambil tersenyum. "Kau tidak mengerti ucapanku mengenai hati hancur ya?"

"Aku..."

"Yang kumaksud adalah hati kalian berdua. Kau menyakitinya, itu memang benar dan aku tidak akan membenarkan apapun tapi apakah kau pernah berpikir seperti apa hatimu ketika meninggalkannya?" Tanya Lizzie. Ia menujuk dada Lidya dan mengetuknya berulang kali. "Di sini, terasa sakit bukan?"

Tanpa sadar Lidya mengangguk pelan.

"Kosong? Seperti kau tidak pernah hidup?"

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Karena..." Lizzie kembali menepuk punggung tangan Lidya dengan lembut. "Pria bodoh-mu itu juga mengalaminya. Ruangan itu memang bentuk dari rasa kehilangannya dan juga rasa frustrasinya. Dia mungkin tahu kalau kau membutuhkannya, tapi alih-alih meminta bantuannya. Kau malah menunjukkan punggung kepadanya. Dan dia tidak bisa mengatakan kepadamu betapa dia membutuhkanmu. All he want is fly with you or fall with you, Lidya Prescott."

"Aku tidak mengerti kenapa kau mengatakan ini semua kepadaku. If you wanna blame me... Kau tidak perlu melakukannya karena tanpa kau menyalahkanku, aku sudah menyalahkan diriku sendiri terhadap semua yang terjadi."

Lidya sadar selama ini hal yang dipikirnya benar untuk dilakukan ternyata adalah kesalahan terbesar. Dan ketika ia menyadarinya, ia tidak bisa kembali. Ia tidak bisa memutar balik waktu. "Ketika aku melakukan satu kesalahan itu, aku sudah menghancurkan seluruh hatiku sendiri, Lizzie."

"Di kapel itu, aku memberikan seluruh kepingan hatiku kepadanya. Bahkan setelah lima tahun, aku sudah tidak memiliki satu keping hati sama sekali." Lidya menelan saliva-nya dan tersenyum lemah. "Selama ini aku berpikir jika dia membenciku, itu adalah hal yang wajar untuk dilakukan. Tapi dia tidak benar-benar melakukannya."

"Pria bodoh itu tidak akan pernah bisa membencimu."

"Dan aku... tidak bisa kehilangannya, Lizzie." Suara Lidya bergetar ketika melakukannya. "Eventhough, ayahku akan kembali untuk menarikku kembali kedalam kegelapan dan berpisah dengan Marshall..."

Dengan pelan Elizabeth merangkul tubuh Lidya dan memeluknya lembut. Tangannya mengelus puncak kepala wanita itu dengan rasa sayang yang tidak ditutupinya. "Ayahmu adalah orang bodoh yang sangat kasihan, Lidya. Dia tidak pantas mendapatkanmu. Ayah yang baik adalah dia yang menerimamu, menjagamu dan bukannya mendorongmu untuk melakukan kesalahan." Elizabeth menggeleng pelan. "He don't deserve you, Lidya."

"Aku menyayanginya, Lizzie. Aku sangat menyayanginya..." bisik Lidya pelan.

"Kau sudah menuntaskan kewajibanmu sebagai seorang anak untuk tetap menyayanginya. And after five years, jangan lagi melakukannya. Sudah terlalu banyak kebahagiaan yang kau korbankan Lidya dan aku yakin kau sudah cukup menghancurkan hatimu sendiri. Lima tahun terluka, bukankah sudah lebih dari cukup?"

Lidya tidak menjawabnya, namun kali ini matanya sudah berkaca-kaca.

"Marshall membutuhkanmu lebih dari yang kau pikirkan. Terkadang bukan hanya wanita saja yang ingin di mengerti, sayang. Kadang, kita sebagai wanita harus mengerti apa yang diinginkan pasangannya. Kau, sayangku, adalah hal yang diinginkannya. Bukankah hal itu mudah dimengerti?"

Mendadak Elizabeth berdiri sambil menarik Lidya ikut berdiri dengannya. Ia tersenyum lebar dan berkata, "Aku membawakan beberapa contoh gambar gaun yang bisa kau pilih untuk kau kenakan pada hari pernikahanmu." Elizabeth terkekeh. "Tenang saja, ini gaun pernikahan yang dibuat dan di rancang sendiri oleh Marshall untukmu." Ia menghapus jejak air mata pada wajah Lidya sambil tersenyum. "Jangan menangis. Kau seharusnya tersenyum karena sebentar lagi kau akan menikah."

Lidya mengangguk.

"Let me tell you one secret. Sebuah rahasia yang tidak akan pernah kau ketahui mengenai calon suamimu itu."

Jemari Elizabeth menyuruhnya mendekat jadi Lidya melakukannya. Ia membungkuk kearah Elizabeth dan mendekatkan telinganya. "One day, I saw him..."

"Aku melihatnya terpaku di depan butik Caroline Sieber. Ia memancing banyak tamu berdatangan, bisa kau bayangkan seorang pria tampan berdiri di depan estalase butik pengantin?" Lizzie tersenyum lebar. "Aku mendekatinya dan bertanya 'apa kau cari di sini, Marshall?' dan kau tahu apa jawabannya?" Ketika Lidya menggeleng, Lizzie berkata, "He said, 'if she was with me now and wear this wedding dress. She will surely be the only beautiful bride in the world. And I'll be the only happiest man ever."

"Bukan hanya itu saja, tidak lama setelah kejadian itu. Dia membeli butik tersebut dan membayar Caroline untuk bekerja sebagai designer-nya." Lizzie menggenggam tangan Lidya erat. "Di salah satu kota London dekat Buckingham Palace, dia mengisi butik itu dengan gaun pengantin terindah namun tidak berniat untuk menjualnya."

"Kalau begitu untuk apa dia membeli butik itu?" Tanya Lidya.

Elizabeth tersenyum lebar dan membuat Lidya semakin bingung. Namun bukannya langsung menjawab, Elizabeth malah tertawa. "Butik itu adalah pelepas frustrasi-nya karena harus berpisah denganmu. Butik itu dibelinya untukmu, walaupun saat itu tidak mendapatkanmu setidaknya dia memiliki ratusan gaun pengantin yang bisa mengingatkannya mengenaimu. Mungkin itu yang dipikirkannya saat itu tapi ia tidak pernah mengatakannya kepada siapapun."

"Dan malam saat dia mabuk, kau tahu apa yang dikatakannya kepadaku dan Charles?"

Lidya menggeleng pelan sementara ia merasa seluruh kupu-kupu berterbangan di perutnya. "Apa... yang dikatakannya?"

"Dia berkata, 'Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Apakah harus berterima kasih karena dia meninggalkanku atau harus mengutuknya seumur hidupku? Setidaknya aku harus berterima kasih karena untuk sementara aku bisa menahan rasa cemburuku. Karena aku tidak yakin aku siap melihat seluruh pria menyadari betapa sempurnanya dia...'

'Ataukah seharusnya aku mengutuknya, membencinya karena telah menorehkan luka ini? Masalahnya, aku mencintainya dan tidak ada kata-kata yang cukup untuk melambangkan perasaan ini. I just want fly with her and fall with her...Is that too much?'

Saat melihat Lidya menutupi wajahnya dengan telapak tangan kecilnya. Elizabeth berkata, "A very sweet little secret. Isn't it?"

TBC | 5 Januari2018

Repost | 28 Mei 2020

Tepat waktu kan? hayo siapa yang kangen Bakwan? Jangan lupa vote dan komen yang banyak ya :)

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 176K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
230K 12.3K 30
Dendam yang kamu punya pada diriku, sama besarnya dengan rasa benciku padamu. Jangan pikir aku adalah orang yang lemah, sehingga kamu bisa mempermain...
6.4M 328K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
5.3M 284K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...