JALAN KITA [ COMPLETED ]

By AyaStoria

106K 9.3K 496

Dengan uang apapun bisa gue beli. Apapun bisa gue dapetin. Bahkan nyawapun bisa gue mainin. -Alexander Nichol... More

✔PROLOG✔
✔SATU✔
✔DUA✔
✔TIGA✔
✔EMPAT✔
✔LIMA✔
✔ENAM✔
✔TUJUH✔
✔DELAPAN✔
✔SEMBILAN✔
✔SEPULUH✔
✔SEBELAS✔
✔DUABELAS✔
✔TIGABELAS✔
✔LIMABELAS✔
✔ENAMBELAS✔
✔TUJUHBELAS✔
✔DELAPANBELAS✔
✔SEMBILANBELAS✔
✔DUAPULUH✔
✔DUAPULUHSATU✔
promo again 😁😁😁
✔DUAPULUHDUA✔
E-BOOK JALAN KITA
E-BOOK JALAN KITA

✔EMPATBELAS✔

3.6K 430 43
By AyaStoria

Di part ini akan di jelasin gimana Ali bisa punya mobil. Menjawab pertanyaan para pemirsa sebelumnya ☺☺☺

Jangan lupa sediain tisu ya karena di jamin nyesek baca part ini

Budayakan vote sebelum membaca dan tinggalin komentar

Sedikit apapun koment kalian itu merupakan motivasi buat aku.

✔✔✅✔✔

Prili tampak meringkuk di jok belakang. Hari sudah sore saat Ali dan Prili tiba di pelabuhan Ketapang. Saat ini Ali sedang menunggu antrian untuk masuk ke dalam kapal Feri.

Mobil Ali merambat masuk lalu ia memarkir mobilnya sesuai instruksi petugas. Mematikan mesinnya. Menoleh ke belakang dan mendapati Prili masih terlelap.

"Prill...kita udah di dalam kapal. Keluar yuk!" ucap Ali pelan. Prili menggeliat lalu mengucek matanya. Matanya sedikit menyipit saat menatap Ali.

"Udah sampe ya?" tanyanya semangat.

"Belum. Kita masih nyebrang. Keluar yuk!" Ajak Ali. Prili tak menyahut tapi ia bangun dan menolehkan kepalanya kesana kemari. Ali sudah lebih dulu turun lalu membukakan pintu untuk Prili. "yuk!" Tangan Ali terulur dan Prili membalasnya.

Ali membawa Prili naik ke dek atas. Di atas sana pemandangan jauh lebih indah. Prili menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Menikmati angin sore di atas kapal Feri.

Ali dan Prili berdiri berdampingan sambil menatap lurus ke depan. "Di sana itu Bali. Kita nyebrang sekitar 45menitan!" jelas Ali sambil menunjuk sebuah pulau yang ada di depan matanya.

Prili tersenyum. Rasanya ia sudah tak sabar menginjakkan kakinya di Pulau Dewata. Memulai hidup baru dengan Ali. "Makasih ya!" ucap Prili pelan. Ali tersenyum dan langsung merangkul pinggang Prili. Meletakkan dagunya di atas pundak Prili.

"Love you!"

Ungkapan cinta Ali semakin membuat senyum Prili mengembang. Prili tak membalasnya tapi dalam hati ia terus mengucap kata cinta untuk Ali.

Dan kapalpun bergerak perlahan. Menuju Pulau Bali.

✔✔✅✔✔

"Motor kamu kemana?" tanya Prili saat keduanya terdiam. Hanya terdengar suara ombak yang menghantam badan kapal.

"Aku jual!"

"Trus mobil itu punya kamu?"

Ali mengangguk "Itu mobil bekas. Aku punya tabungan sedikit. Setelah di pecat dari minimarket itu, aku berusaha nyari kerjaan tapi semua minimarket menolak"

Prili menundukkan wajahnya. Teringat ucapan Nick beberapa hari yang lalu. Memang. Saat orang sudah berkuasa maka apapun akan mereka lakukan.

"Maaf. Semua gara-gara aku----!"

"Hei!" Tangan Ali memegang dagu Prili dan menariknya. Membuat Prili mendongak menatap Ali. "bukan salah kamu. Mungkin udah jalannya aja seperti ini!"

Prili tersenyum walau matanya berkaca-kaca. Dan Ali melanjutkan ceritanya.

"Aku memang ada rencana mau merantau ke Bali setelah di pecat dari kerjaan aku. Motor aku jual dan aku beli mobil bekas ini. Bukan mobil mewah yang biasanya kamu naiki," Ali terkekeh pelan. Prili hanya diam dan terus mendengarkan cerita Ali. "aku udah gak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Gak akan ada yang mencariku walau aku pergi ke ujung dunia sekalipun---"

"Dan kamu mau ninggalin aku?" sela Prili. Matanya berkaca-kaca menatap wajah Ali. Ali menggeleng pelan. "lalu kenapa kamu pergi?"

Ali menunduk sebentar lalu mengangkat wajahnya "Aku pikir dengan cara seperti itu aku bisa melupakanmu"

Airmata yang menggenang di kedua mata Prili kini luruh sudah. Ia menangis terisak, tak menyangka jika Ali akan pergi dari kehidupannya. Bagaimana kalau seandainya malam itu Ia tidak menelpon Ali? Pasti hari ini dan selamanya Ia tidak akan bisa melihat Ali lagi.

Dalam hati Prili mengucap syukur karena Allah masih mempertemukan mereka.

✔✔✅✔✔

Mobil tua yang mereka naiki sudah meninggalkan kapal beberapa jam yang lalu. Mobil itu terus melaju. Deru suara mesinnya menandakan bahwa mobil itu memang mobil bekas yang tak terlalu mahal.

Prili kini duduk di jok depan sebelah Ali. Ia memiringkan tubuhnya menghadap ke Ali. Menatap wajah Ali sambil tersenyum kecil.

"Kenapa sih? Kok liatnya gitu?" tanya Ali sambil sesekali membalas tatapan aneh Prili.

Prili tersenyum manis, menampilkan lesung di bawah matanya. "Aku seneng aja akhirnya aku bisa sama kamu"

Ali ikut tersenyum lembut. Tiba-tiba Prili teringat sesuatu. Ia lalu mengambil tas ranselnya dan mencari hpnya. Keadaan benda pipih itu sudah mati, mungkin karena daya baterenya sudah habis.

Dengan gerakan cepat Prili membuka penutup batere, melepas batere dan mengambil simcardnya. Membuangnya keluar setelah itu kembali memasukkan hpnya ke dalam tas.

Dengan cara seperti ini tak akan ada orang yang bisa menemukannya. Harapnya. Dan satu lagi harapan Prili. Semoga Allah selalu melindungi Mega.

Prili menyeka kedua pipinya saat teringat akan Mega. Rindu itu tiba-tiba muncul karena selama ini hanya Megalah yang selalu di sampingnya.

"Kamu kangen sama Mama kamu?" Pertanyaan Ali membuat Prili menoleh dan mengangguk. Airmatanya kembali jatuh. "nanti kalo udah ada waktu kita telpon Mama kamu ya--"

"Nggak usah!" sela Prili. "bahaya kalo Mama tau kita ada di mana. Bahaya juga buat kamu. Mama pasti akan ngomong sama Nick dan aku gak mau kalo kamu sampe kenapa-napa karena Nick"

Ali menghela nafas panjang. Benar juga apa yang di katakan Prili. Kalau Nick sampai tau keberadaan mereka, bisa di pastikan Nick akan membunuhnya.

"Maaf karena aku kamu jadi kayak gini---"

"Bukan kamu yang salah Li," sela Prili lagi "aku yang ambil jalan ini dan aku gak akan mundur. Aku percaya sama kamu dan aku yakin aku akan bahagia dimanapun aku berada asalkan ada kamu di sampingku"

Tangan kiri Ali terulur dan menggenggam jemari Prili, meremasnya lembut sebelum menarik dan menciumnya. "Aku janji akan memberi kebahagiaan dalam hidup kamu"

Mereka kembali larut dalam keheningan. Hanya suara deru mesin mobil Ali yang terdengar. Entah kemana arah tujuan Ali, Ia sendiri juga tak tau.

Brem. Brem. Brem.

Prili menoleh cepat ke arah Ali. Suara mesin mobil Ali terdengar aneh. Sama halnya dengan Prili, Ali tampak bingung dan ia langsung menepikan mobilnya. "Mobilnya kenapa Li?" tanya Prili.

"Gak tau Prill. Mungkin bensinnya habis--- tapi bensinnya masih ada setengah?" Ali lantas turun dari mobil dan membuka kap depan. Asap langsung menyembul saat kap itu terbuka. Ali sempat terbatuk-batuk. Ali bingung. Ia sama sekali tak tahu menahu soal mesin mobil. Lama berkutat di depan mesin tapi sama sekali tak tau apa yang harus di lakukan.

Prili akhirnya ikut turun dan menghampiri Ali yang berdiri di balik kap mobil. "Gimana?"

Ali hanya mengangkat kedua pundaknya. Ia lalu mengedarkan pandangannya, menatap sekitarnya. Matanya menatap sebuah bengkel yang letaknya tidak jauh dari tempat mereka. Tanpa pikir lama lagi Ali langsung berjalan menuju bengkel, meninggalkan Prili sendiri.

Tak lama kemudian Ali kembali dengan seorang laki-laki setengah baya bersamanya. Prili tak mengerti apa yang mereka bicarakan tapi sepertinya Ali akan meninggalkan mobilnya di sini.

"Prill, ambil tas kamu kita pergi!" titah Ali dan hanya di angguki oleh Prili. Prili menuju jok belakang dan mengambil tasnya. Ali menyusul dan juga mengambil perlengkapannya.

"Yuk!" ajak Ali sambil menggenggam jemari Prili dan membawanya pergi, jalan kaki.

Prili sempat menoleh ke arah mobil yang Ali tinggalkan. "Itu kenapa mobilnya di tinggal, Li?"

"Mobil itu aku jual. Uangnya lumayan buat hidup kita ke depannya. Lagian mobil itu kalo di benerin kata bapaknya mahal. Mending jual aja. Lumayan walaupun gak banyak tapi bisa buat pegangan" jelas Ali panjang.

Hari hampir gelap tapi mereka terus melangkah. Ali sesekali melirik ke arah Prili yang tampak kelelahan. Langkah kaki Ali terhenti begitu juga Prili. "Capek?" tanya Ali sambil menyeka peluh yang mengalir di pelipis Prili. Prili tersenyum dan menggeleng.

Ali menghela nafas pelan. Ia tau Prili pasti capek dan butuh istirahat. Mau tak mau Ali harus mencari tempat untuk mereka bermalam.

✔✔✅✔✔

Setelah setengah jam lamanya mencari tempat untuk tidur akhirnya berkat informasi warga sekitar Ali menemukan tempat tinggal yang sekiranya cukup untuk mereka tinggali.

Sebuah rumah petak ukuran 3x4 menjadi tempat tinggal mereka. Harga sewanya juga tidak terlalu mahal dan pastinya bisa untuk beristirahat. Melindungi mereka dari panas dan hujan.

Sebuah lemari coklat kecil dan satu buah tempat tidur terdapat di dalamnya. Ali meletakkan tasnya di sudut kamar begitupun juga Prili.

"Kamu mandi dulu baru nanti istirahat" titah Ali. Prili mengangguk dan mengambil perlengkapan mandi dari dalam tasnya. Masuk ke dalam kamar mandi yang berada di pojok ruangan.

✔✔✅✔✔

Mereka duduk berhadapan setelah membersihkan diri masing-masing. Ali mengambil 2 potong roti dari dalam tasnya dan sebotol air mineral yang di belinya sewaktu masih di kapal.

Satu untuk Prili dan satu untuk dirinya sendiri. "Setelah capeknya ilang nanti kita beli makan diluar. Untuk sementara makan ini dulu ya"

Prili mengangguk dan langsung membuka bungkusan itu. Perutnya yang terasa perih membuat ia makan dengan cepat dan lahap. Ali belum sempat memakan rotinya. Pandangan matanya tak bisa lepas mengamati Prili yang tampak kelaparan.

Dalam waktu hitungan menit saja roti di tangan Prili sudah habis. Ia langsung meraih air dan meneguknya. Tapi ternyata rasa laparnya masih terasa.

Ali tersenyum lembut lalu menggeser duduknya lebih dekat. Membuka bungkusan rotinya dan memotongnya sebagian. Roti itu ia berikan ke Prili.

Prili mengernyit. "Kan aku udah makan tadi" terang Prili. Ali kembali tersenyum lalu memotong roti itu lebih kecil dan menyuapkan ke mulut Prili.

"Aku masih kenyang. Kamu aja yang makan!" tangan Ali terhenti di depan mulut Prili yang belum terbuka. "buka mulutmu!"

Prili perlahan membuka mulutnya dan Ali langsung menyupkan roti itu ke dalam mulut Prili. Airmata Prili kembali meleleh. Ali langsung menyekanya. Prili terus mengunyah roti itu. Pandangan matanya beralih menatap ke tangan kiri Ali. Ada setengah potong di genggaman tangan kiri Ali. Prili mengambilnya dan giliran Ia yang menyuapkan roti itu ke dalam mulut Prili.

Ali membuka mulutnya saat tangan Prili terjulur ke arahnya. Prili tersenyum membuat Ali ikut menyunggingkan senyumnya.

Bahagiaku adalah saat melihat senyum di antara airmatamu. Karena dengan begitu aku bisa tau bahwa kamu menangis bukan karena bersedih tapi karena bahagia. (Dava Vaerali)

Bahagiaku saat aku menangis karenamu. Bukan karena kau melukaiku tapi karena kasih sayangmu. (Kanaya Asprilia)

✔✔✅✔✔

Surabaya 07-12-2017
✔AyaStoria

Continue Reading

You'll Also Like

799K 13.1K 31
🔞 Niat hati ikut pulang ke rumah nenek sahabatnya karena ini ingin fokus mengerjakan skripsi, tapi yang ada malah berujung dengan pernikahan yang ti...
1.4K 182 8
📌 SQUEL MY HEART'S My Heart's II : Azora Bagaimana rasanya menjadi Azora. Menghancurkan hati dan hidup kembarannya dengan sekali hantam. Bukan, Azo...
1.2M 35.2K 56
Kiara Aulia Pradipta tidak menyangka sama sekali di umurnya yang menginjak usia 23 tahun harus menikah dengan adik iparnya atas permintaan adiknya. K...
81.6K 8.2K 35
FIKSI