If Loving You is Wrong

By rrkimly

36.3K 2.3K 433

Kaia pernah sangat mencintai Tristan. Itu sebelum Tristan menyakitinya sampai pada titik Kaia tidak bisa mema... More

Satu - Tragedy
Dua - Hardest Days
Tiga - Kembali untuk Pergi
Empat - A Gift
Lima - Cinta yang Berubah Rupa
Enam - Arrow
Tujuh - Dusta
Delapan - Heart of Glass
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
[Kapan ilyiw update?]
Duabelas
Tigabelas
Empatbelas
limabelas
enambelas_
tujuhbelas [b]
delapanbelas
sembilanbelas
duapuluh
duapuluhsatu
duapuluhdua
duapuluhtiga
duapuluhempat
duapuluhlima

tujuhbelas [a]

1.1K 97 50
By rrkimly


"Long awaited weekend! Jalan yuk!"

Britta, Kaia tahu pasti wanita itu akan mencari alasan untuk menemuinya. Sebelumnya mereka memang banyak menghabiskan akhir pekan bersama. Seperti wanita-wanita single lain yang makan, nonton, nyalon dan berbelanja bareng. Atau paling tidak selfie sana-sini untuk di upload sebagai bukti jalan bareng. Kaia sempat merindukan hari-hari seperti itu saat ia sibuk jadi koas dan Britta sedang meniti karir di negeri Ginseng.

Mereka biasa melakukan hal-hal itu lagi saat Britta pulang ke Indonesia. Memuaskan kerinduan mereka untuk bersenang-senang hampir seharian. Seakan mereka tidak punya hari esok untuk melakukannya. Meski yah, mereka memang tidak punya. Kaia harus kembali ke kewajibannya sebagai dokter muda. Tapi sekarang Kaia sepertinya benar-benar tidak bisa memenuhi rasa kangen terhadap kebahagiaan sejenis itu. Sejak ia dan Tristan bersama, ia terlalu takut untuk keluar. Bertemu orang terdekat berarti harus memulai sebuah kebohongan. Terlalu banyak hal untuk di rahasiakan. Kaia menjadi sosok takut untuk berbagi keluh kesah dengan orang lain. Menutup diri dan berusaha melakukan semua sendiri.

Lagipula, ia masih belum bisa berdiri di atas kedua kakinya.

"Mmm, sorry, hari ini aku pengen di rumah aja."

"Ups, mau dua-duaan sama suami ya? Aku kadang lupa kamu sudah punya laki."

"Maklumlah, kita kan penganten baru. Makanya buruan cari laki. Bian nganggur tuh!"

"Wahaha, makasih sarannya ^^" Bian itu bukan pilihan :p"

Jika sekarang bisa memilih, Kaia pasti lebih memilih Bian untuk mendampinginya dibandingkan Tristan. Itu memang terdengar gila, tapi sebesar itu keengganan Kaia untuk berjumpa dengan Tristan setiap saat.

"Btw, kamu nyeritain semua ke Kak Tristan? Kalo aku suka sama dia udah lama?"

"Yap!"

Kaia memejamkan matanya menahan rasa kesal. Ia ingin menyalahkan Britta, namun wanita itu tidak tahu apa-apa tentang hal ini.

Jadi selama Tristan sudah mengetahui perasaannya yang dulu. Jadi, karena itu Tristan sering memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Tristan pasti mengasihaninya. Bodoh.

Lelaki itu dengan enteng membeberkan bahwa ia tahu Kaia dulu pernah 'dengan sangat' mencintai Tristan. Seakan hal itu bukanlah suatu hal yang besar untuk tetap di rahasiakan dan itu melukai harga dirinya. Dan kemudian Tristan meminta mereka memulai semua dari awal, apa dia pikir karena Kaia pernah mencintainya, jadi Tristan bisa dengan seenaknya meminta hal itu. Apa yang sebenarnya ada dipikiran lelaki itu.

"Halo Kay!! Are you still there?"

Panggilan Britta membuat Kaia tersentak. Ah, ia masih bicara dengan Britta lewat sambungan telepon.

"Bikin malu aja! Kak Tristan jadi besar kepala tuh!"

"Nggak apa-apa dong! Biar tahu dia seberapa besar cintamu, jadi dia nggak akan menyia-nyiakan kamu... kamu nggak tahu gimana keponya dia saat aku ceritain semua curhatan-curhatan kamu!"

"Fix, pelanggaran terhadap privasi."

"Hahaha, maap deh! Dia bilang dia bahagia bisa nikah sama kamu! Dia bilang, dia sayang banget sama kamu. Duhhh, jadi iri."

Rasanya ada yang menyayat hatinya. Kenapa ia masih memiliki respon terhadap kata-kata itu. Meski pun tidak disampaikan secara langsung padanya, rasa perih itu tetap nyata. Mengingat sebanyak apa kebohongan yang harus dikeluarkan Tristan untuk mengucapkan hal itu membuatnya muak. Rasanya Tristan begitu meremehkan perasaannya dengan cara mengucapkan rasa sayang begitu mudah. Tristan pasti tahu Kaia masih mencintainya saat malam menggenaskan itu terjadi.

Kaia mengusap air matanya yang sudah terlanjur jatuh.

"Masa dia bilang gitu?"

"Serius! Tapi... kok suara kamu berubah sih?

"Aku cuma terharu aja. Sebenarnya dia nggak pernah bersikap romantis sedikit pun."

Suara ketukan membuat Kaia menoleh ke arah pintu. Ia melontarkan kata 'masuk' sebelum pintu itu membuka lebar. Disana Tristan menatapnya dengan tatapan yang seperti biasa terkesan angkuh, Kaia pikir itu memang pembawaan Tristan pada orang-orang yang tidak terlalu dekat dengannya. Tapi, saat ini bukan saatnya untuk memaklumi tatapan yang demikian. Ia membalas tatapan Tristan sengit dengan matanya yang masih basah.

"Britta, udah dulu ya. Aku mau bikin sarapan buat Kak Tristan."

Kaia memutuskan sambungan telepon. Tristan mendekatinya tanpa terganggu sedikitpun dengan tatapan sengit Kaia. Mungkin ia sudah terbiasa.

"Ayo sarapan."

Tristan makin mendekat, menyorongkan tangan hendak menggendong Kaia. Namun, wanita itu berjengit. Keningnya berkerut menunjukkan ketidaksenangan.

"Aku bisa sendiri!"

"Baik." Tristan meraih kruk yang tersandar di dinding.

Lalu memperhatikan Kaia yang bergulat sendirian untuk mendapatkan posisi yang benar supaya dapat turun dari ranjang dengan aman. Ia berhasil duduk di sisi ranjang dan menerima kruk dari Tristan.

Kaia berusaha seseimbang mungkin saat berdiri dengan bantuan kruk. Namun dengan satu tangan dan satu kaki yang diperban, ternyata tak semudah yang ia rencanakan. Tangannya tergelincir dan tanpa sengaja berpegangan pada kaos hitam yang dikenakan Tristan.

"Awww!!"

Semua terjadi dalam sekejap. Kaia kehilangan kendali, untungnya ia hanya jatuh dalam posisi duduk di atas kasur. Jantungnya nyaris copot, mungkin karena ia trauma dengan yang namanya jatuh. Ia berusaha menenangkan jantung dengan memejamkan mata. Ketika itu ia menyadari bahwa ia menggenggam semacam kain yang halus di tangannya. Dan ada hembusan udara hangat di wajahnya.

Kaia membuka matanya. Tristan berada hanya beberapa senti di depan wajahnya. Tangannya menggenggam erat ujung kaos yang dipakai Tristan, hingga benda itu melar. Kaia bisa melirik sekilah tangan Tristan sedang berusaha menopang di sisi ranjang agar tidak menimpanya.

"Bodoh." Tristan bersungut sembari menjauhi Kaia.

"Apa?!" Kaia tak terima.

"Nah, apa susahnya terima bantuan orang?"

"Entah sejak kapan aku udah anggap kamu bukan orang lagi!" celoteh Kaia dan Tristan hanya menghela nafas, kemudian meninggalkannya keluar kamar.

"Shit."

Kaia membutuhkan waktu sepuluh menit untuk mencapai meja makan. Ia melirik Tristan yang sudah menyantap nasi goreng. Melihat dari tampilannya, Tristan memasak sendiri nasi goreng yang tersaji di meja. Selain nasi goreng ada teh manis dan potongan buah segar. Kaia duduk di bangku kosong, lalu memulai dengan minum air putih yang juga sudah siap di atas meja.

Dan masalahnya adalah ia harus makan dengan tangan kiri. Dan itu tidak pernah berhasil ataupun berakhir dengan bersih.

Kaia membersihkan tenggorokan agak keras, sehingga membuat Tristan meliriknya.

Lelaki itu hanya menaikkan alisnya lalu lanjut menyuap nasi goreng.

Satu suapan masuk ke dalam mulutnya, dan ia takjub. Ia tak akan percaya jika Tristan mengaku memasak semua itu sendirian. Meski ia memang sempat mencium wanginya saat bangun tadi pagi. Dan, ia tidak mungkin menanyakan itu langsung ke Tristan dan mengesankan jika ia takjub dan penasaran.

Suapan kedua, dan ia mulai mengotori meja makan dengan remah-remah nasi. Suapan ketiga ia hanya mendapatkan beberapa butir nasi disendoknya. Dan suapan ketiga ia sukses menjatuhkan potongan telur mata sapi di atas meja.

"Butuh bantuan?"

Kaia menggenggam sendoknya erat. Ia menahan rasa kesal. Bagaimana tidak, ia tahu sekarang Tristan sedang mempermainkannya. Sengaja membuat Kaia kesal dengan tidak langsung membantu dan justru hanya berbasa-basi. Ia ingin Kaia mengucapkan langsung jika ia butuh bantuan.

Dan Kaia tidak akan pernah melakukannya. Hari ini meja makan ini akan penuh oleh butiran nasi goreng yang berpindah dari piringnya.

Dengan perlahan dan penuh perjuangan, Kaia makan selayaknya anak umur lima tahun yang menghambur-hamburkan nasinya. Tristan sudah menyelesaikan nasi gorengnya dan sekarang Kaia bisa mendengar Tristan sedang mencuci piring yang dipakainya.

Saat mencoba untuk menyuap dengan nasi goreng seujung sendok, sendok itu direbut oleh Tristan. Lelaki itu duduk disebelah Kaia yang kebingungan.

"Keras kepala, kamu." Tristan menarik piring Kaia, kemudian mengumpulkan kembali nasi yang sudah rata sama dengan piring sehingga kembali menggunung. "Lihat seberapa banyak nasi yang kamu buang. Kalo kamu minta bantuan, semua ini nggak akan mubazir." Gerutunya lalu menyendok sesuap nasi lalu mendekatkannya ke mulut Kaia. "Aku nggak bisa bantu tanpa kata 'tolong' dari kamu karena kamu pasti nolak."

Entah karena sihir apa, Kaia membuka mulutnya.

"Good girl!"

Tristan tersenyum, lalu memberikan suapan kedua.

Tristan tidak seperti biasa, kenyataan itu memukulnya. Tidak, Tristan bukan berubah tapi justru kembali ke sikapnya semula.

Selama ini Kaia merasa hanya dirinya sendiri, hanya dunianya yang berubah. Tapi nyatanya, Tristan juga berubah. Setelah malam itu, lelaki itu terkesan lebih kelabu, muram dan lemah. Tristan yang sebenarnya tidaklah begitu, ia adalah lelaki yang sedikit angkuh, sarkastis, acuh tak acuh terhadap orang yang tidak terlalu dekat dengannya tapi di balik itu dia adalah sahabat yang baik, perhatian, terkadang ia bisa bercanda. Kaia pernah melihat semua sisi itu. Tristan akan bersikap menyebalkan terhadap Gama, sama seperti yang dia lakukan kepada Kaia sekarang.

Dulu, Kaia hanya bisa bermimpi untuk bisa diperlakukan sama seperti Gama atau Kania oleh seorang Tristan. Tapi saat ia mendapatkannya, ia bahkan tidak menyadari sama sekali.

Saat pertama kali jatuh cinta pada Tristan, Kaia tidak pernah melupakan satupun kebiasaan Tristan, bagaimana dia bersikap dan bahkan ia bisa menebak bagaimana lelaki itu akan bertindak. Ia akan melihat senyum Tristan, kemudian sudut bibirnya akan terangkat secara otomatis, jika ia melihat kerutan di kening Tristan maka ia ingin meluruskan kerutan itu dengan tangannya, jika Tristan lelah, ia ingin mengatakan bahwa dia tidak sendirian. Semua terasa begitu ajaib saat ia jatuh cinta. Dia dengan taat mencintai Tristan. Sampai-sampai ia tak mengenali diri sendiri. Tapi sekarang ia melupakan semua itu. Dia lupa bahwa Tristan dulu begitu bercahaya di matanya.


***

Bersambung...




A/N :

Pendek tapi sekali seminggu,

Ato panjang sebulan-duabulan sekali?

Wkwkw

Jangan lupa komen ya! Dan kalo bisa saran dan kritik yang membantu :*

See ya ^^/

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 303K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
3.7M 54.4K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
2.1M 9.9K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
945K 87.8K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...