ChanSoo: SENIOR

By chansoofestID

141K 12.1K 2.6K

[Highest : #117 in Fanfiction 17/10/17] "CHANSOO Fanfiction Contest Indonesia 2017" Kategori: SENIOR Rule: ... More

DAFTAR ISI (FINAL)
1. My Love from Childhood
2. Always With You
3. MIMPI
4. IT HAS TO BE YOU
5. PENANTIAN
6. My Cold Hearted Boyfriend
7. QUEDATE [NC 17+]
8. NORMANDIA
9. Karma
10. When Kyungsoo Sick
11. WE
12. Bahkan Hingga Maut Memisahkan
14. RADAR
15. YES! IT'S LOVE
17. Seven Multiplication
18. Forelsket
19. Goresan Waktu
20. Love kyungsoo
21. SECRET LOVE
22. SEMUANYA ADALAH CINTA
23. In The Rain
24. Pen Pals
25. MAPLE (Under An Orange Sky)
26. The End Of Love
27. AMOR CIEGO
28. 24 Hours
29. Dating Sim
30. Young Jeju Orange
31. DARAMA
32. LOVE,LIES
33. YOU ARE MY GUARDIAN ANGEL
34. Second Chance
35. OJOL
36. Kyungsoo
37. Kissing You
38. Flaws6112
39. AIM
40. Hello Baby

13. Heart's Plea

3.6K 407 86
By chansoofestID

Heart's Plea

by angelsoo1204

(failed) Romance

A/N : Ini alurnya klasik banget, tapi semoga gak jadi masalah ya. Happy reading! Kritik dan saran sangat diapresiasi.

...


(Bagian I : Park Chanyeol)


...



"Do Kyungsoo, kau boleh saja menjauh, tapi bukan berarti takkan pernah tersentuh"

Hai! Aku ingin membagi kisah hidupku, tapi tidak tahu harus mulai dari mana. Ehmm, mungkin sebaiknya aku memperkenalkan diri lebih dulu. Namaku Park Chanyeol, pria 28 tahun. Saat ini bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang properti—Sparkling Company, sebagai Direktur Utama di kantor pusat. Jangan terlalu kagum, perusahaan itu milik kakekku. Tapi jangan juga mencibir, aku masuk ke sana tanpa unsur kecurangan sedikitpun. Percayalah.

Sebagai laki-laki yang dibesarkan oleh seorang kakek yang tegas dan teguh pendirian namun tetap penyayang, aku tumbuh menjadi sosok yang selalu berpandangan positif. Pekerjaan, sosial, termasuk juga cinta, aku selalu menganggap semuanya akan baik-baik saja, selama aku berada di jalan yang benar dan telah melakukan usaha terbaik. Jadi jika sampai saat ini aku masih lajang, bukan berarti aku tidak peduli masalah cinta. Aku sudah berusaha mencari, tapi sepertinya Tuhan belum berkehendak. Oke, mungkin sebaiknya aku fokus pada pekerjaan dulu. Ekonomi Korea Selatan sedang agak labil beberapa tahun belakangan.

Di tengah kesibukan mengurus pekerjaan, kakek melakukan pergerakan yang mengejutkan. Dia menjodohkan aku dengan cucu sahabat lamanya.

"Aku harap kau menghargai keputusan kakek ini, Chanyeol-ah. Kakek tidak tidak memutuskan semuanya dalam semalam, tapi sudah aku pikirkan beberapa tahun belakangan. Aku harap dia yang terbaik untukmu."

Aku tersenyum dan beranjak memeluk kakek yang tengah duduk di kursi kerjanya. Kakek itu sangat menyayangiku, jadi tidak mungkin ia menjerumuskan aku. Jika kakek pikir perjodohan adalah jalan yang dapat membuat aku bahagia, maka aku menurut saja. Lagipula aku tidak punya banyak pengalaman tentang cinta. Jadi keputusan kakek tersebut bagai sumber air di tengah padang gersang, ku harap semuanya lancar dan berjalan dengan baik.

Beberapa hari setelahnya, kakek bilang ia sudah mengatur janji makan malam untukku dan pemuda yang akan dinikahkan denganku. Tempatnya di sebuah restoran bintang lima tidak jauh dari pusat kota. Tanpa protes aku buru-buru menyelesaikan pekerjaan, lalu pulang ke rumah, dan mempersiapkan penampilan terbaik. Bukannya apa, aku ingin menghargai makan malam ini. Bintang-bintang saja bersinar terang untuk menyaksikan pertemuan kami.

Di perjalanan ke restoran, aku membeli serangkaian mawar putih untuk orang yang akan aku temui. Jika mawar merah pertanda cinta, kuning itu persahabatan, jadi ku pikir mawar putih cocok untuk perkanalan, sebuah tanda perdamaian. Entahlah, aku tidak menyangka bisa se-picisan ini.

Aku sampai di private room restoran 10 menit lebih cepat dari waktu yang sudah ditentukan. Tapi tidak masalah, daripada telat, aku lebih baik menunggu. Baru pada tepat pukul 20.00 KST, seseorang mengetuk pintu. Tanpa berpikir lagi aku menyuruh masuk. Seorang pelayan membuka pintu. Aku berdiri bermaksud memberi sambutan secara sopan pada...

"Selamat malam, cintamu sudah datang, Tuan.""

Senyum sopanku menghilang seketika dan berganti tatapan mengintimidasi pada si pelayan—dengan name tag Kim Jongdae. Bisa-bisanya dia berbicara begitu. Dari ekor mataku aku dapat melihat bahwa pemuda bermata doe di belakang si pelayan juga sama terbelalaknya denganku. Pemuda yang tampan, kakek memang tidak pernah salah pilih. Itu kesan pertamaku.

"Baiklah aku pergi dulu, jika Tuan-tuan mau memesan tolong pencet bel yang ada di atas meja itu." Si pelayan menunjuk atas meja lalu segera berlalu pergi.

Sepeninggalan si pelayan keadaannya menjadi benar-benar canggung. Setidaknya begitu menurutku. Aku bermaksud menyuruh pemuda yang tampak mempesona dalam balutan jas navy itu duduk, tapi belum ada satu katapun keluar dari mulutku, dia sudah berjalan mendekati meja yang ada di tengah ruangan, duduk di kursi berseberangan dengan kursiku, lalu memencet bel. Yah, sepertinya pemuda itu ingin cepat-cepat mengakhiri pertemuan ini, atau dia benar-benar sudah lapar. Aku harap itu karena alasan yang kedua.

Setelah selesai memesan makanan, dan pemuda itu hanya memesan minum, aku memberanikan diri untuk menjulurkan tangan. ""Perkenalkan, aku Park Chanyeol."

Pemuda itu menatap tajam dan menyambut uluran tanganku kilat. "Do Kyungsoo."

Aku tersenyum, lalu megambil rangkaian mawar putih yang ada di kursi sebelahku, dan menjulurkannya pada Kyungsoo. "Do Kyungsoo, salam perkenalan dariku."

Kyungsoo diam beberapa saat sebelum mengambil mawarnya. "Iya, tapi jangan menganggap aku menerima perjodohan bodoh ini, Tuan."

Aku bagai digelindingkan dari tangga teratas gedung tertinggi di dunia. Tapi aku berusaha tetap tenang. Tidak mudah memang menerima perjodohan apalagi dengan orang yang sama sekali belum dikenal.

"Aku mengerti," ujarku sambil mengangguk dan menyunggingkan senyum terbaik.

"Baguslah, aku harap Tuan mencari cara untuk membatalkan rencana gila ini."

Aku lagi-lagi menanggapinya dengan tersenyum.

Setelahnya tidak banyak yang terjadi, aku makan dengan tenang dan sesekali melihat ke arah Kyungsoo yang tengah sibuk bermain ponsel sambil meminum Lemonade-nya. Tepat pada pukul 21.00 KST, Kyungsoo berdiri dari kursinya dan mengatakan bahwa ia ingin pulang. Aku menawarkan diri untuk mengantar—kakek mengirim pesan tadi agar aku melakukannya. Tapi Kyungsoo menolak.

"Tidak perlu mempersulit diri Tuan, kita tidak seakrab itu."

Dia seperti beniat membuat telingaku panas dengan kalimat-kalimat tajamnya. Tapi sayangnya tidak berefek apapun padaku. Jadi aku hanya tersenyum dan mengangguk. Lalu tanpa salam perpisahan apapun Kyungsoo pergi berlalu. Setelah pemuda itu menghilang di balik pintu, aku memencet bel, memanggil pelayan. Sepertinya Cheval Blanc dapat mengembalikan aura positifku yang hilang entah kemana. Mungkin ikut menguar bersama hujan di luar sana. Yah, hujan turun dengan lebatnya padahal beberapa jam lalu bintang bersinar terang. Aneh.

...

Hari-hari berlalu, minggu demi minggu terlewati. Pertemuan demi pertemuan antara aku dan Kyungsoo terus terjadi. Baik bersama keluarga, ataupun secara pribadi.

Heh, pertemuan pribadi bukan berarti hubungan di antara kami membaik. Karena setiap kali bertemu yang dibicarakan Kyungsoo adalah cara bagaimana membatalkan perjodohan. Dia ingin pihakku yang membatalkannya, karena dia sendiri tidak bisa melakukan. Beberapa bulan belakangan kakeknya mengalami sedikit tekanan terkait kejiwaan. Aku sebenarnya kasihan melihat Kyungsoo begitu tersiksa dengan perjodohan ini. Tetapi mau bagaimana lagi? aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Seumur hidup kakek selalu memenuhi keinginanku, ini pertama kalinya ia meminta sesuatu dariku. Jadi jika aku menolak, bukankah itu akan sangat mengecewakannya?

"Sudahlah Kyungsoo-ya, kita jalani saja dulu. Kalau memang ini bukan jalan kita, percayalah Tuhan selalu punya cara."

"Aku heran kenapa kau terlihat begitu pasrah. Jangan-jangan kau memang menginginkan perjodohan ini ya?" Kyungsoo melipat kedua tangannya di dada.

"Aku melaksanakan permintaan kakekku, jika itu menyusahkanmu, maaf." Aku sengaja mengucapkan kata terakhir dengan nada berbisik.

Kyungsoo diam sejenak. "Baiklah, baiklah! Sepertinya Tuhan memang benar-benar senang menyiksaku," ujarnya lirih." Kemudian seperti biasa, tanpa pamit ia beranjak dari kursinya dan berjalan meninggalkanku.

"Jangan lupa pertunangan kita besok, Kyungsoo-ya!"" seruku, membuat beberapa pengunjung kafe menoleh.

"Lakukankalah sendiri Tuan!"

Aku tersenyum hambar, sebegitu beratkah jalan yang harus ditempuh untuk milikimu, cinta?

...

Hari esok itu benar-benar tiba. Aku bangun dalam keadaan sehat. Ku dengar persiapan acara pertunangan juga sudah 99%. Mungkin aku dan acaranya memang sudah siap, tapi bagaimana dengan Kyungsoo? Aku benar-benar ingin meneleponnya menanyakan apapun yang bisa ditanyakan. Tapi bagaimana jika dia mengabaikan aku seperti biasanya? Lama-lama berurusan dengan Kyungsoo membuat aku tidak yakin sendiri akan pandangan positif yang sudah jadi ciri khasku.

Tapi pada akhirnya aku sungguhan meneleponnya. Tiga kali, dan semuanya diabaikan. Oke, mungkin Kyungsoo tengah sibuk mempersiapkan pertunangan. Mungkin dia sedang berendam, atau dia sedang di salon, atau sedang fitting? Akan sangat menyenangkan jika Kyungsoo benar-benar sedang mempersiapkan acara pertunangan nanti malam, lalu bagaimana jika tidak? Daripada terus mengganggu pikiran, aku mencoba cara lain—mengirim chat.

Benarkan, dia tidak sedang mempersiapkan acara nanti malam. Ouh, itu sedikit menjatuhkan harga diriku. Karena di sini aku sedang di-masase habis-habisan dari ujung rambut sampai ujung kaki, demi tampil prima nanti malam. Yah, semoga Kyungsoo bisa bersenang-senang siang ini, sehingga nanti malam ia dalam mood yang bagus.

Malam harinya acara pertunanganku dan Kyungsoo berjalan cukup lancar. Dengan lembut aku memintanya tersenyum sepanjang acara, dan dia melakukannya. Aku senang, bukan hanya karena Kyungsoo menuruti permintaanku, tapi juga karena senyumnya itu membuat aku tidak bisa tidur semalaman. Aku terus saja memandangi cincin yang melingkar di jari manisku, mengingat bagaimana beberapa jam yang lalu seorang pemuda manis memakaikannya padaku. Ahhh, sepertinya aku benar-benar telah jatuh cinta kepada tunanganku itu.


...

(Bagian II : Do Kyungsoo)


...



"Park Chanyeol, memang benar hati manusia tidak bisa dipaksa, tapi ia mudah luluh karena usaha"


Namaku Do Kyungsoo, dan aku punya pandangan tersendiri tentang kehidupan. Menurutku kehidupan di dunia ini benar-benar menyebalkan. Bagaimana tidak, aku baru saja lulus SMA dan kakek sudah menjodokan aku dengan seorang pria yang berusia 10 tahun di atasku, Park Chanyeol.

Oke, aku akui Chanyeol itu tampan, kaya, pintar, dan sepertinya penuh tanggung jawab, tapi masalahnya aku tidak ingin menikah sekarang. Aku masih ingin menikmati masa mudaku. Aku belum selesai melakukan perjalanan ke berbagai tempat bersama Sehun, aku masih ingin menonton semua film terbaru bersama Jongin, dan aku belum puas melakukan tindakan-tindakan konyol bersama Baekhyun. Pernikahan akan menghentikan kesenangan masa mudaku, dan aku sama sekali tidak mau itu terjadi. Jadi aku ingin perjodohan ini dibatalkan.

Berbagai cara aku lakukan untuk mengakhiri rencana perjodohan gila ini. Mulai dari marah, merengek, menangis, bahkan berlutut pada kakek, semuanya aku lakukan dan sayang sekali hanya berakhir sia-sia. Bahkan karena tertekan dengan kelakuanku, kakek jadi sering marah dan berteriak sendiri, dokter bilang kakek mengalami gejala masalah kejiawaan. Jadi aku terpaksa menyerah dengan kakek. Aku coba cara lain saja.

Aku meminta pihak Park Chanyeol yang membatalkan perjodohan ini. Tapi sepertinya pria itu tidak menanggapi permintaanku dengan serius. Dia hanya bilang bahwa ia tidak bisa menolak keputusan kakeknya. Lucunya dia malah mengajak aku menjalani semua tanpa protes, karena menurutnya Tuhan tahu apa yang terbaik. Sial memang!

Saat hari pertunangan tiba, aku benar-benar ingin gila sendiri rasanya. Dari pagi ibu terus-terusan memaksaku melakukan perawatan ini-itu, padahal aku ini kan laki-laki, huh! Jadi ketika ibu lengah denganku, aku segera menelepon Baekhyun, menyuruhnya menjemput karena aku butuh sedikit refreshing. Baekhyun datang 15 menit kemudian dan segera membawaku ke pusat perbelanjaan. Oke, mencari kaset film terbaru sepertinya asyik juga.

Tapi belum sempat aku membeli barang yang aku inginkan, Baekhyun merusak mood-ku. Dia bertanya apa yang aku inginkan untuk hadiah pertunangan nanti malam, karena dia akan membelikannya di sana. Aku mengomelinya dan mengatakan bahwa ia adalah sahabat yang sama sekali tidak mengerti perasaan temannya sendiri. Saat aku mengomel-ngomel pada Baekhyun, Chanyeol mengirim chat yang juga membahas tentang pertunangan. Sial, kenapa semua orang sepertinya sangat antusias untuk acara nanti malam?

Malam harinya Chanyeol datang ke rumahku bersama beberapa kerabatnya. Oke, akui dia tampan sekali malam itu. Dengan tuxedo hitam yang membalut tubuh proposionalnya, aku yakin semua orang setuju bahwa dia adalah sosok calon suami yang diidam-idamkan semua orang. Dia berjalan menghampiriku dengan senyuman yang sama sekali tidak lepas dari bibirnya.

"Selamat malam, Kyungsoo-ya."

Aku mengangguk sekilas.

"Kau kelihatan sangat tampan malam ini," pujinya.

Aku sedikit tersenyum, lalu kembali memasang wajah datar.

Chanyeol mencondongkan tubuhnya ke arahku, sehingga aku terpaksa mundur satu langkah. "Tersenyumlah malam ini, hm? Senyummu itu menawan sekali."

Mendengar bisikannya aku jadi mundur satu langkah lagi. Aku butuh jarak aman agar bisa menghirup udara dengan normal.

Luar biasanya, beberapa menit setelah Chanyeol mengatakan kalimatnya tadi, aku benar-benar tersenyum kepada semua orang. Bahkan saat pemasangan cincin, Sehun bilang aku tersenyum malu-malu layaknya seorang gadis yang dipinang pria yang dicintainya.

"Kenapa kau tersenyum manis seperti gadis yang sedang dipinang kekaksihnya? Padahal kau bilang tidak senang dengan pertunangan ini." Sehun menghampiriku setelah acara selesai.

Aku menepuk bahu sahabatku itu, "Apakah kau pikir senyumku ini menawan?"

Cuih! Dia membuat gestur seperti orang membuang ludah, lalu buru-buru pergi.

...

Pada hari-hari berikutnya kehadiran Chanyeol benar-benar terasa dalam hidupku. Dia mengirim chat berisi ucapan selamat tidur setiap malam, tidak peduli aku membalasnya atau tidak dia akan mengirim lagi esoknya. Chanyeol bahkan punya nomor ponsel Baekhyun, Sehun, dan Jongin, karena jika aku tidak membalas chat-nya selama lebih dari dua hari, dia akan menghubungi teman-temanku itu, menanyakan kabarku, lalu meminta mereka menjagaku. Huh! Dia pikir aku ini anak kecil apa?

Chanyeol juga pernah beberapa kali mengirimiku makanan ataupun barang ke rumah. Suatu hari setelah mandi sore, aku mendapatkan sebuah kotak yang terbungkus rapi di atas kasurku. Saat dibuka ternyata isinya adalah ikat pinggang dari kulit Bison made in Italy. Aku langsung tahu siapa pengirimnya—Park Chanyeol. Pria itu pamit pergi ke Roma beberapa hari yang lalu untuk urusan pekerjaan.

Tidak berhenti sampai di situ, kebiasaan Chanyeol yang paling menyebalkan adalah pria itu akan selalu datang ke rumahku saat malam minggu, entah aku sedang ada di rumah atau tidak. Biasanya dia akan makan malam bersama kelargaku, atau kadang juga mengajakku keluar.

"Setelah ini kita keluar ya? Kau bisa kan? Tidak perlu berganti baju, cukup begitu saja." Rupanya Chanyeol mengikuti ke dapur, setelah makan malam bersama barusan.

Aku tidak menoleh, masih sibuk memilih buah yang ingin aku makan dari kulkas.

"Kita harus fitting baju untuk pernikahan, waktunya tinggal sebulan lagi, Soo-ya."

Aku menelan ludah, lalu membalik tubuh perlahan. "Tidak bisakah kau pergi sendiri saja Tuan? Lagipula hanya kau yang antusias dengan pernikahan ini kan?"

Aku lihat Chanyeol menelan ludah, menahan marah. Dia selalu saja begitu, menahan emosinya tidak peduli seberapa tajam kalimat yang aku lontarkan untuk menyerangnya. Aku yakin sekali setelah ini dia akan tersenyum.

Dan tebakanku terbukti benar.

"Jika aku pergi sendiri, lalu ternyata kau tidak suka bagaimana?" Dia memegang bahuku sambil tersenyum manis.

Aku menghindar dan memilih berjalan ke luar dapur. "Sekalipun aku ikut, aku yakin juga tidak akan menyukainya. Jadi lebih baik kau pergi sendiri, pilihlah baju yang kau sukai untuk pernikahanmu itu."

Setelah mengatakan kalimat tersebut, aku buru-buru pergi dan masuk ke dalam kamar. Aku butuh tidur untuk menenangkan pikiran. Melihat Chanyeol membuat dadaku bergemuruh. Aku jadi ingat bahwa masa mudaku benar-benar akan segera berakhir. Di saat Jongin, Sehun, dan Baekhyun asyik menikmati malam Minggu mereka di bar atau di tempat nongkrong keren lainnya, aku hanya akan berakhir busuk di dalam rumah. Seperti malam ini.

Menyebalkan sekali.

...

Waktu berlalu dengan begitu cepat, tidak terasa hari pernikahan itu tiba juga. Sebagaimana dugaan, semua orang terlihat antusias, ya kecuali aku. Aku meneteskan air mata saat ayah menggandengku menuju altar, lalu melepaskan tanganku dan menyerahkannya pada Park Chanyeol. Mungkin semua orang mengira aku menangis karena terharu bahagia, padahal aku sedang menangisi nasibku.

Aku mengucapkan janji pernikahan dengan berat hati, dan saat tiba sesi berciuman aku mendadak gemetar. Jujur, ini ciuman pertamaku. Aku ini masih terlalu polos untuk masalah orang dewasa seperti ini.

"Cium! Cium! Cium!" Aku mendengar orang-orang meneriakkan kata itu. Tapi yang paling terdengar jelas adalah suara Baekhyun. Awas saja, aku akan membuat perhitungan dengannya nanti.

Chanyeol memegang pundakku. "Terimakasih, karenamu semua berjalan lancar hari ini," lirihnya. Lalu ia mulai mencondongkan tubuh. Tapi diluar ekspektasi semua orang, Chanyeol hanya menempelkan bibirnya di keningku, lama sekali.

Tanpa sadar aku memejamkan mata, menikmati hangatnya ciuman Chanyeol. Aku senang dia tidak mencium bibirku, sebagaimana para pengantin lainnya lakukan. Aku katakan sekali lagi, aku belum siap untuk hal-hal seperti itu.

Setelah acara pernikahan selesai, aku memaksa pulang ke rumah, dan Chanyeol hanya mengangguk lalu mengantarkanku. Tapi sesampainya di rumah, bukannya sambutan hangat yang aku dapat, ibu malah sibuk mengemasi barang-barangku.

"Bu, mau kau apakan barang-barangku itu?"

Ibu masih memerintah beberapa pelayan untuk memasukkan barang-barangku ke dalam koper.

"Kau sudah jadi milik Chanyeol sekarang, Nak."

"Ibu! Ibu mengusirku?"

"Tidak, Ibu hanya mengajarkanmu cara bertanggung jawab. Kau sudah berjanji untuk melayani Chanyeol seumur hidup di kala suka dan duka. Jadi pertanggung jawabkan janjimu itu, Kyungsoo-ya."

"Iya, iya. Tapi izinkan aku menginap di sini dulu Bu. Malam ini saja."

Ibu hanya menggeleng lembut. Aku menggerutu, lalu pergi meminta pembelaan dari ayah. Namun responnya sama saja. Ia menyuruhku untuk tidak bersikap kekanak-kanakan, karena aku sudah punya pasangan hidup yang harus aku urus sekarang. Huh! Aku benar-benar merasa diusir dari kaluarga ini.

Jadi dengan berat hati, hari itu aku langsung pindah ke apartemen yang memang sudah Chanyeol siapkan untuk kami tinggali. Awalnya dulu dia mengajakku untuk tinggal di rumahnya yang ada di pinggiran kota. Namun karena ku pikir itu jauh dari rumah orang tuaku, dan juga dari jangkauan teman-temanku, jadi kutolak. Akhirnya Chanyeol membeli sebuah apartemen baru yang hanya terpisah beberapa blok dari rumah orang tuaku.

"Naiklah lebih dulu, aku akan meminta petugas membawakan barang-barangmu." Chanyeol berujar lembut.

Aku hanya diam saja. Kami sudah berada di basement apartemen sekarang.

"Jangan bersedih, aku akan mengantarkanmu ke rumah ayah dan ibu mertua, jika kau merindukan mereka."

Aku menatapnya sekilas, lalu buru-buru mengalihkan pandangan. "Bukannya begitu, tapi aku tidak tahu yang mana apartemenmu."

Chanyeol tersenyum lebar, lalu mengusak rambutku. "Aku sudah mengirim chat di hari aku membelinya. Kau tidak membacanya ya?"

Aku sedikit terbelalak. Benar juga, Chanyeol pernah memeberitahuku nomor apartemennya, tapi aku terlalu malas untuk membaca apalagi mengingatnya.

"Kalau begitu tunggulah dulu di sini sebentar, aku akan memanggil petugas, lalu kita akan naik bersama."

Aku hanya mengangguk pelan.

Apartemen Chanyeol memiliki desain interior bernuansa abu-abu muda dan putih. Warna yang cerah dan membuat nyaman. Tidak heran, Chanyeol memang ahli dalam bidang ini.

"Ini rumah kita sekarang. Maaf aku menatanya tanpa sepengetahuanmu. Ada yang tidak kau suka, Kyung? Aku bisa segera menggantinya."

Aku menggeleng, dan tersenyum kaku. "Ini apartemenmu, jadi kau bebas menatanya semaumu."

"Ini apartemen kita, Kyungsoo-ya."

Chanyeol bergerak memindahkan barang-barangku.

"Mau kau kemanakan barang-barangku itu?"

Chanyeol menoleh. "Kamar kita?!"

Aku terbelalak, lalu tertawa ringan. "Jangan bercanda, kita tidak mungkin tidur di kamar yang sama." Aku menghampirinya dan mengambil alih koperku. "Aku akan tidur di kamar tamu saja. Dimana? Apa itu?" tanyaku sambil menunjuk pintu yang agak tersembunyi di samping kamar utama.

Tanpa menunggu jawaban dari Chanyeol, aku segera beranjak menuju kamar tamu. Dari bagaimana pria itu terdiam, aku tahu dia kecewa. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak mau berbagi kamar, apalagi dengan Park Canyeol.

Pada akhirnya mungkin Chanyeol dapat memaklumi. Dia membantu memindahkan barang-barangku, bahkan dia bertanya apa wallpaper kamarnya harus diganti, tapi aku bilang tidak perlu.

"Baiklah, aku keluar dulu. Kau istirahatlah. Aku akan memesan makanan untuk makan malam nanti."

Aku mengangguk pelan.

Persis saat dia menghilang di balik pintu, aku berucap lirih, "Terimakasih."

Kehidupan pernikahan selanjutnya benar-benar berat untukku. Ya, mungkin aku memang tidak perlu mengurus rumah seperti para pasangan lainnya. Karena setiap pagi menjelang siang, tiga orang pelayan dari rumah Chanyeol akan datang dan membereskan apartemen. Mereka membersihkan setiap sudut ruang, memasak makan siang untukku, lalu pulang saat sore hari setelah selesai memasak makan malam untuk Chanyeol dan juga aku.

Karena semua pekerjaan sudah diselesaikan oleh pelayan, aku jadi bosan sekali. Selama para pelayan bekerja aku lebih banyak diam di kamar. Aku tidak bisa main ke mana-mana, karena teman-temanku sedang kuliah. Untung saja, beberapa hari belakangan seorang pelayan berbaik hati manawariku untuk belajar memasak, dan aku menyetujuinya. Ternyata menyenangkan, meski hasil masakanku tidak selalu memuaskan.

Chanyeol baru pulang dari kantor sekitar pukul 7 malam. Dia akan membersihkan diri, menghangatkan makanan lalu mengetuk pintu kamarku, mengajak makan. Setelah selesai, dia akan mencuci bekas peralatan makan kami. Begitu setiap hari.

Setelah itu kami akan mengobrol sebentar dalam suasana kaku, lalu aku akan pamit untuk tidur. Meski sebenarnya di dalam kamar aku akan menonton film, atau mengerjakan apapun yang bisa aku kerjakan asal tidak perlu keluar kamar. Hmm... mau aku beritahu satu rahasia besar? Hal yang selalu membuatku mem-pause film yang sedang aku tonton, lalu tak jarang aku malas melanjutkannya.

Jadi begini, apapun yang sedang aku lakukan, aku akan menghentikannya saat alarm ponselku berbunyi pada tepat pukul 11 malam. Aku akan buru-buru mengambil posisi tidur, memakai selimut, lalu pura-pura menutup mata. Karena beberapa menit kemudian... Chanyeol akan datang ke kamarku. Tolong catat, Chanyeol datang ke kamarku, diam-diam.

Dia berjalan pelan-pelan dan mengambil posisi duduk di tepi ranjang. Tak jarang aku sengaja menyisakan tempat yang cukupnya untuk duduk. Chanyeol akan memandangiku, memperbaiki selimutku, memindahkan rambut-rambut yang menutupi mataku, lalu memandangiku lagi. Dia akan diam dalam posisi itu selama beberapa menit, sebelum akhirnya berdiri, dan mengecup keningku. Setelah itu baru dia akan keluar. Saat pertama kali tahu Chanyeol melakukannya, aku sedikit kesal karena dia telah lancang. Tapi lama-kelamaan aku mulai memakluminya. Bahkan mungkin sekarang dapat dibilang aku menikmatinya.

Di pagi hari, Chanyeol berangkat bekerja bahkan sebelum aku bangun. Tak jarang dia membuatkan sarapan untukku. Pada sekitar pukul 9, Chanyeol rutin mengirimi aku chat yang menanyakan apakah aku sudah bangun. Aku akan menjawabnya singkat, lalu dia hanya tertawa.

Ouh, Chanyeol tidak membalas lagi, itu sedikit melukai harga diriku. Tapi ya sudahlah, tidak terlalu jadi masalah. Karena yang lebih penting sekarang adalah aku harus mandi dan bersiap pergi belanja bahan makanan. Aku ingin memasak makan malamku sendiri. Entah aku mendapat semangat ini darimana.

Malam harinya, untuk yang pertama kali setelah dua bulan pernikahan, aku yang menyiapkan makan malam. Jadi, satu jam sebelum Chanyeol pulang, aku sudah mulai sibuk di dapur untuk memasak ini-itu. Aku menyelesaikan masakanku tepat saat Chanyeol datang. Dan aku luar biasa senang, saat Chanyeol makan dengan lahap dan mengatakan bahwa ia menyuakai masakanku.

"Mau aku masakkan lagi untuk besok?" tanyaku ragu-ragu.

Chanyeol mendongak, dan mengagguk antusias. "Tentu, tentu saja. Aku akan makan dengan lahap, dan menghabiskan semuanya."

Aku tertawa.

Lalu Chanyeol juga tertawa.

Besok paginya aku benar-benar bangun lebih dulu dari Chanyeol, dan memasakkan sarapan untuk pria itu. Sebuah omelet yang Chanyeol bilang adalah sarapan terbaik sepanjang hidupnya. Aku tersenyum mendengar pujiannya yang berlebihan.

Lalu hari-hari berikutnya aku rutin memasak pagi dan malam. Aku banyak membeli buku resep dan menonton video memasak di internet. Aku juga mulai berani bereksperimen sendiri dengan masakan. Aku suka memasak, karena Chanyeol bilang dia menyukai masakanku.

Suatu hari, di malam yang aku rasa adalah malam spesial—karena besoknya aku ulang tahun, aku memasak makan malam spesial untuk Chanyeol. Namun sayang sekali, hingga lewat pukul 7, pria itu tidak juga datang. Pada pukul 8, belum juga. Saat jam menunjukkan pukul 9 lewat, akhirnya aku memberanikan diri untuk mengirim chat dan menanyakan keberadaannya. Tapi Chanyeol tidak membaca chat-ku. Aku menunggu hingga 2 jam setelahnya. Tapi pria itu tetap tidak muncul. Akhirnya aku menyerah dan memilih membuang makananku. Entah kenapa aku merasa sedih, mungkin karena untuk yang pertama kalinya Chanyeol mengabaikanku. Aku tidur di sofa malam itu. Anggap saja aku terlalu naif, tapi aku berharap Chanyeol datang tengah malam, dan memberi kejutan ulang tahun padaku.

Tapi harapan hanya harapan, karena sampai aku bangun sekitar pukul 9 pagi, Chanyeol belum juga menampakkan diri. Bahkan chat-ku pun tidak dibacanya. Aku coba menelepon, tapi ternyata ponselnya tidak aktif. Kemana sih pria itu, kenapa membuatku khawatir?

Saat masih pusing dengan masalah Chanyeol, tiba-tiba seorang petugas apartemen datang. Dia bilang aku diminta menemui pihak pengelola karena ada soal pembayaran yang harus dibicarakan. Aku mengatakan pada si petugas, bahawa suamiku yang akan menemui pihak pengelola nanti. Tapi si petugas bersikeras bahwa pihak pengelola ingin bertemu saat itu juga. Aku tidak mengerti apa-apa tentang masalah apartemen, Chanyeol yang biasa mengurus semuanya. Chanyeol kau di mana sih, aku membutuhkanmu.

Jadi setelah mandi dengan cepat, dengan berat hati aku mengikuti si petugas. Dia mengarahkanku melewati gang-gang yang belum pernah aku lewati sebelumnya.

"Tuan pengelola ada di dalam. Silakan masuk saja." Dia menunjuk pintu bertuliskan ballroom di hadapanku.

Aku memandangnya tajam. "Bisa kau saja yang bukakan pintu? Aku takut," ucapaku jujur.

Dia menahan senyum, lalu benar-benar membukan pintu untukku. Aku sedikit merapikan baju, dan saat aku mendongak....taraaaaa! aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Rasanya aku ingin menangis saja. Bagaimana tidak, Chanyeol berdiri di tengah ruangan yang sudah di dekorasi khas pesta ulang tahun, dengan kue di tangannya. Dia tersenyum manis sekali padaku.

"Silahkan masuk Tuan, pihak pengelola sudah berkerja keras mempersiapkan ini untukmu," ujar si petugas, lalu ia segera undur diri.

Chanyeol berjalan mendekat padaku. Aku hanya diam, berusaha semaksimal mungkin untuk menahan tangis.

"Selamat ulang tahun, Kyungsoo-ya. Maaf, tidak membalas chatmu." Dengan tersenyum lembut Chanyeol menyodorkan kue ulang tahun ke hadapanku.

Aku memandangnya dengan mata berair, lalu entah dapat dorongan dari mana, aku maju satu langkah dan menubrukkan tubuhku untuk memeluknya. Chanyeol reflek mengangkat tangan, agar kuenya tidak jatuh.

"Tega sekali kau mengerjaiku!" Aku benar-benar tidak bisa menahan tangis di pelukannya.

Chanyeol tertawa. "Tidak, tidak. Aku hanya membuat kejutan."

"Tapi kau membuat aku menangis." Aku menghapus air mataku sendiri.

Chanyeol bergerak untuk meletakkan kue yang masih dipegangnya di meja yang ada di sampingku. Lalu setelahnya dia langsung membalas pelukanku erat.

"Maaf, maafkan aku ya. Aku benar-benar kehabisan ide harus bagaimana lagi memberikan kejutan padamu."

Aku melepaskan pelukanku, dan mendongak memandangnya. "Huh! Kau menyebalkan sekali," gerutuku sambil memukul dadanya.

Dia menahan tanganku, lalu dengan lembut kembali memelukku. "Selamat ulang tahun Do Kyungsoo, semoga di umurmu yang bertambah dewasa ini kau menjadi pribadi yang lebih bijaksana lagi. Semoga Tuhan melimpahkan yang terbaik untukmu. Aku mencintaimu."

Aku menenggelamkan wajah di dadanya. Dua kata terakhir Chanyeol barusan membuat dadaku bergemuruh. Memang aku sering mendengarnya ketika Chanyeol diam-diam mengunjungi kamarku setiap malam, tapi mendengarnya mengatakan langsung di hadapanku, jauh lebih membuat aku salah tingkah.

Saat aku tengah menikmati momen berpelukan dengan Chanyeol, tiba-tiba kejutan lain datang. Pintu ballroom terbuka, dan orang-orang mulai masuk sambil menyanyikan lagu happy birthday. Aku melihat orang tuaku, Sehun, Jongin, dan Baekhyun ada di antara mereka.

"Kau yang mengundang mereka?" tanyaku pada Chanyeol yang tengah berdiri di sampingku.

Dia tersenyum. "Mereka menawarkan diri."

"Tapi kau yang memberitahunya."

Dan lagi dia hanya tersenyum.

Pesta ulangtahunku siang itu berjalan lancar. Ulang tahun terbaik menurutku. Dan luar biasanya, ternyata kejutan tidak berhenti sampai di situ. Saat acara selesai, dan aku kembali ke apartemen, aku menemukan berbungkus-bungkus kado ada di kamarku. Tidak perlu ditanya lagi siapa pengirimnya. Jadi dengan setengah berlari aku menghampiri ia di kamarnya, lalu memberikan pelukan sekali lagi.

"Terimakasih."

Dia mengusak rambutku. "Itu belum apa-apa, dibanding kau yang mengorbankan masa mudamu untuk menikah denganku. Terimakasih, Do... maksudku Park Kyungsoo."

Aku tersenyum mendengar panggilannya untukku.

Hubungan kami setelah itu benar-benar berubah drastis, ke arah yang lebih baik tentunya. Aku memasak untuk Chanyeol tiap pagi dan petang, atau kadang-kadang siang juga. Aku membangunkan Chanyeol untuk pergi bekerja, lalu menyiapkan baju untuknya. Saat jam pulang, aku akan menyambutnya dan dia akan mengecup keningku. Setelah makan malam kami akan mengobrol berjam-jam dalam suasana yang menyenangkan. Oh iya, jangan lupakan kenyataan bahwa kami sudah tidur satu kamar sekarang. Di kamarku—kamar tamu.

Jadi malam itu, saat Chanyeol melakukan kunjungan tersembunyinya, aku menahan pergelangan tangan pria itu.

"Apa kau akan terus melakukannya secara diam-diam Chanyeol-ah?"

Chanyeol terkejut mengetahui aku memergokinya. "Mmaaf, aku hanya..."

Aku tersenyum lalu menggeser posisiku. "Ku pikir kasur ini cukup ditempati dua orang, kenapa kau tidak coba bergabung?"

Dia terbelalak, sebelum akhirnya tersenyum lebar dan naik ke atas ranjang. Sejak saat itulah kami mulai berbagi selimut yang sama. Ingat! hanya berbagi selimut, belum mencapai tahap yang lebih jauh dari itu.



...

END



Epilogue :

Atas saran Baekhyun, aku berani melakukan ini. Aku mengirim chat pada Chanyeol dan memintanya makan malam di luar saja, karena aku sedang malas memasak. Aku sungguhan tidak memasak malam itu. Aku tidak sempat, karena aku terlalu sibuk mempersiapkan diriku sendiri. Apa yang aku siapkan?

Jadi, setelah berjam-jam berendam dan membersihkan diri, aku memilih untuk tidak memakai pakaianku sendiri, melainkan mengambil kemeja putih dari lemari Chanyeol, lalu mengenakannya. Hanya kemeja, tanpa bawahan, juga tanpa pakaian dalam apapun. Baekhyun bilang hal tersebut harus dilakukan, jika kau ingin menjadi pasangan yang baik.

Saat Chanyeol datang, dia terkejut melihat penampilanku.

"Ouh, kenapa kau memakai kemejaku Kyungsoo-ya?" Dia bertanya sambil memalingkan muka.

"Aku kehabisan bajuku, Daddy." Jongin yang menyuruhku memanggil Chanyeol dengan sebutan Daddy.

Mendengar panggilan aneh dariku, Chanyeol menoleh. "Apa bajumu benar-benar habis?"

Aku mengangguk.

"Baiklah, aku akan membelikannya sekarang. Kau akan kedinginan jika hanya berpakaian seperti itu."

Aku buru-buru manahan lengannya. "Tenang saja, aku tidak akan kedinginan, Daddy."

Aku melihat jakun Chanyeol naik turun.

"Jangan menggodaku Kyungsoo-ya. Aku bisa saja kelepasan," lirih Chanyeol.

Aku berjinjit dan mencium hidungnya sekilas. "Aku mencintaimu. Ayo kita lakukan malam ini, Dad." Sehun yang menyuruhku menghafalkan kalimat terakhir barusan.

Chanyeol semakin melebarkan pupilnya. "Jangan bercanda, Kyungsoo-ya."

"Aku serius, Daddy," ujarku sambil menggoyang-goyangkan pinggul.

Chanyeol menelan ludah, terlihat berpikir, sebelum akhirnya melempar mantel dan tas kerjanya, lalu ia mendorong tubuhku hingga jatuh telentang di atas sofa, mengungkungku, dan mulai menginvasi bibirku. Setelah puas berciuman, yang ternyata luar biasa nikmat, Chanyeol berbisik seduktif di telingaku.

"Malam pertama, tidak seharusnya dilakukan ke sofa. Jadi ayo ke kamar."

Aku hanya tersenyum sambil menjilati bibirku. Lalu Chanyeol benar-benar mengangkat tubuku dan menggendong ala bridalmenuju kamar.

Continue Reading

You'll Also Like

240K 36K 65
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
472K 47.1K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
74.4K 7.2K 20
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
173K 14.8K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...