JUNI

By vanillahimalayacat

590K 28.6K 1.4K

[WARNING] [Harap bijak membaca cerita ini. Terima kasih.] Juni adalah seorang perempuan biasa yang tidak jauh... More

= PROLOG =
= SATU =
= DUA =
= TIGA =
= EMPAT =
= LIMA =
= ENAM =
= TUJUH =
= DELAPAN =
= SEMBILAN =
= SEPULUH =
= SEBELAS =
= DUA BELAS =
= TIGA BELAS =
= EMPAT BELAS =
= LIMA BELAS=
= ENAM BELAS =
= TUJUH BELAS =
= DELAPAN BELAS =
= SEMBILAN BELAS =
= DUA PULUH =
= DUA PULUH SATU =
= DUA PULUH DUA =
= DUA PULUH TIGA =
= DUA PULUH EMPAT =
= DUA PULUH LIMA =
~ ANNOUNCEMENT ~
= DUA PULUH ENAM =
= DUA PULUH TUJUH =
= DUA PULUH DELAPAN =
= DUA PULUH SEMBILAN =
= TIGA PULUH =
= TIGA PULUH SATU =
= TIGA PULUH DUA =
= TIGA PULUH TIGA =
= TIGA PULUH EMPAT =
= TIGA PULUH LIMA =
= TIGA PULUH ENAM =
= TIGA PULUH TUJUH =
= TIGA PULUH DELAPAN =
= TIGA PULUH SEMBILAN =
BUKAN UPDATE SIH, TAPI SEKILAS INFO AJA
= EMPAT PULUH SATU =
= EMPAT PULUH DUA =
= EMPAT PULUH TIGA =
= EMPAT PULUH EMPAT =
= EMPAT PULUH LIMA =
= EMPAT PULUH ENAM =
= EMPAT PULUH TUJUH =
= EMPAT PULUH DELAPAN =
= EMPAT PULUH SEMBILAN =
= LIMA PULUH =
= LIMA PULUH SATU =
= LIMA PULUH DUA =
= LIMA PULUH TIGA =
= LIMA PULUH EMPAT =
= LIMA PULUH LIMA =
= LIMA PULUH ENAM =
= LIMA PULUH TUJUH =
= LIMA PULUH DELAPAN =
LIMA PULUH SEMBILAN
= EPILOG =

= EMPAT PULUH =

7.9K 363 4
By vanillahimalayacat

— Before I Know Him —

***

Jari tangan Akmal tidak berhenti menari di atas keyboard dan mengetikkan berbagai kata dalam chattingnya dengan Mira. Namun, kata yang paling sering tertulis adalah 'maaf', 'tolong balas', atau bahkan 'biarkan aku bertemu kamu untuk menjelaskan semuanya'. Tapi, sebanyak apapun Akmal mengirim pesan tersebut, tidak ada satu pun pesannya yang dibaca oleh Mira. Semua pesannya diabaikan.

Merasa tidak ditanggapi dengan pesan, Akmal mencoba untuk menelepon Mira langsung. Tersambung, hanya saja tidak ada yang mengangkat. Selalu saja si Mbak Operator yang menjawabnya dengan kata-kata '... nomor yang Anda hubungi tidak menjawab..'. Akmal memejamkan mata dan menarik napas lalu menghembuskan keras.

"Please... Mir, tolong jawab sekali aja..." Gumam Akmal.

Lagi.

Akmal hanya berbicara pada pihak operator. Bahkan kali ini panggilannya masuk voicemail. Biarpun masuk voicemail, Akmal tetap memanfaatkannya untuk menyampaikan pesan meskipun durasi voicemail terbatas.

"Ini aku, Akmal. Tolong angkat teleponnya, Mir. Aku akan menjelaskan semuanya sama kamu. Nggak bakalan ada lagi kebohongan seperti yang dulu-dulu. Please... kita harus bicara..."

Durasi voicemail telah habis. Akmal mendesah kecewa. Ia pun menghubungi nomor ponsel Mira sekali lagi dan masuk layanan voicemail. Akmal lagi-lagi berucap dalam voicemail.

"Aku tahu aku salah. Tapi, tolong dengerin penjelasanku. Kita harus bertemu dan aku baru bisa jelasin semuanya. Sekalipun kamu menolak teleponku, aku akan tetap menghubungi kamu terus dan terus."

Voicemail berakhir.

Dengan tangan gemetar, Akmal menurunkan gagang ponsel. Ponselnya terasa panas dan baterainya juga sudah menunjukkan berada pada tingkat 10%. Strip tanda baterai yang awalnya berwarna hijau juga telah berganti merah. Jika sekali lagi Akmal mencoba menelepon Mira, makan akan membebani CPU ponsel dan memungkinkan membuat ponsel pintarnya lebih cepat mati daripada sekedar low batt. Akhirnya, ia memilih untuk mengakhiri usahanya menghubungi Mira dan menaruh ponselnya di atas nakas samping tempat tidur.

Saat menaruh ponsel, ia melihat sebuah bingkai foto yang terpajang di sebelahnya. Dalam frame ukuran 4R tersebut ada fotonya dan Mira yang saling memeluk dan tertawa riang. Akmal ingat sekali kapan foto tersebut diambil. Kala itu adalah hari dimana mereka untuk pertama kalinya jalan-jalan ke luar kota dan mengunjungi Wisata Gunung Bromo untuk menikmati sunrise yang terkenal indah. Foto tersebut diambil tepat saat mereka akan bersiap-siap pulang kembali ke Surabaya. Saat itu, Akmal juga ingat sekali bahwa Mira sangat bahagia karena bisa menikmati sunrise dengan orang terkasih.

Akmal tersenyum kecut. Ia merindukan senyuman dan tawa riang Mira yang lepas seperti dalam foto. Namun, ia juga teringat dengan jelas bagaimana siang tadi Mira marah dengan hebat dan menyampaikan rasa bencinya pada Akmal dan Juni. Ia memejamkan mata dan juga mengingat bagaimana tadi Juni yang menangis penuh luka.

"Maaf telah menyakiti kamu. Maaf telah membohongi kamu. Tapi, jika kamu ingin menyalahkan, jangan salahkan Juni. Semuanya adalah salahku, Mir." Ucap Akmal sendu. Hingga tanpa sadar bulir air mata telah menuruni pipinya. Setetes air mata jatuh tepat di atas permukaan foto yang Akmal pegang.

Dalam gelapnya malam yang mengitari kamar Akmal, lelaki itu tidak menyadari bahwa sedari tadi Juni ikut mengamati aktivitasnya. Juni juga mendengar semua voicemail yang diucapkan oleh Akmal. Juni menyadari setiap ucapan Akmal dalam voicemail tersebut adalah ucapan yang jujur dan tulus. Begitu juga dengan ucapan Akmal pada bingkai foto yang sedang dipegangnya.

Hingga pada saat Akmal menangis dalam diam sambil memandang kosong fotonya dan Mira, Juni menyadari satu hal, bahwa Akmal juga tersakiti. Bukan hanya Mira dan dirinya, tetapi Akmal juga menyakiti dirinya sendiri. Melihatnya saja, sudah cukup membuat hati Juni ikut terasa sakit. Mungkin... selama ini, Akmal juga menyimpan lukanya sendirian.

Sepertinya kamu juga merasakan perih yang hampir sama sepertiku dan Mira karena menanggung beban itu sendirian, Akmal.

***

Mira mengabaikan semua pesan dan telepon dari Akmal yang masuk. Ponselnya ia biarkan dalam keadaan silent, sehingga baik nada atau getaran pada ponsel tidak akan diketahui jika tidak sering-sering dilihat. Tapi, memang Mira sengaja melakukannya, karena Mira tahu pasti Akmal akan menghubunginya secara terus menerus seperti sekarang.

Biarlah. Sudah cukup ia dibohongi dan disakiti oleh Akmal. Dan lagi, Juni juga ternyata malah menjadi teman yang menusuk dirinya dari belakang. Mira benar-benar tidak menyangka dan tidak pernah dalam benaknya jika selama ini Juni masihlah ada di sekitarnya. Juni bukannya menghilang, tetapi Juni bersembunyi darinya. Menyembunyikan diri dan dengan brengseknya menikahi pacarnya. Kegilaan macam apa ini!

Mira yang terbaring di ranjang lantas melirik bingai foto yang terpajang di atas nakas samping tempat tidur. Disana ada foto dirinya dengan Akmal. Ia mengingat foto tersebut. Itu adalah foto pertama mereka kencan di perayaan food festival tepat setelah beberapa hari sesudah Akmal menembaknya. Sudah hampir tiga tahun foto tersebut ada. Mira seperti teriris hatinya. Ia lalu mengambil foto tersebut dan menatapnya lama.

"Kenapa sih kamu lakuin hal kayak gini sama aku, Mal? Kenapa kamu menyakiti aku terus seperti ini?" Suara serak Mira terdengar parau.

Melihat wajah Akmal yang tersenyum dalam foto, Mira kembali teringat siang tadi ia meledak hebat di apartemen yang ditinggali Akmal dan Juni. Tangisnya kembali pecah. Dadanya terasa sesak. Kepalanya sudah sangat pusing memikirkan semuanya. Ia hanya tidak mengerti kenapa semuanya harus terjadi tepat kepadanya.

Mira sampai bertanya dalam hati, apakah semua masalah ini terjadi karena sebelumnya ia telah melakukan dosa besar? Atau mungkin Tuhan membencinya?

Ah, dosa.

Mendengar kata itu, mengingatkan Mira pada kejadian tiga tahun silam. Kejadian yang tidak sengaja menuntunnya untuk bisa berhubungan dengan Akmal seperti sekarang. Sebuah kejadian yang seharusnya  tidak ia pilih dan lalui. Mungkinkah dulu apa yang ia anggap benar sebenarnya sebuah dosa di mata Tuhan.

"Kayaknya ini adalah karmaku. Mungkin karena aku yang telah merebut Akmal duluan dan membuat Juni menyingkir." Ucap lirih Mira.

***

[Part ini flashback]

Mira mengamati pagar hitam yang masih tertutup di depannya. Ia berkali-kali memencet bel rumah Juni, tetapi teman sekelompoknya tersebut belum terdengar akan membukakan pintu gerbang. Mira memanyunkan bibirnya. Ia lantas mengambil ponsel dan mencari kontak Juni. Saat akan menelepon Juni, Mira tersentak kaget karena pintu pagar yang terbuka secara tiba-tiba.

"Oh! Maaf! Bikin kamu kaget ya?" Sosok wanita paruh baya yang membuka pagar terlihat juga kaget. Sama seperti Mira.

"Eh, em, agak kaget dikit kok, Tante." Mira menyunggingkan senyum kecil.

"Tapi... Kamu siapa ya?" Tanya wanita yang diperkirakan Mira adalah ibunya Juni.

"Oh! Saya Mira, Tante. Saya temen kuliahnya Juni. Hari ini udah janjian sama Juni mau ngerjain tugas kelompok bareng-bareng." Ucap Mira sambil tersenyum.

"Walaaah! Temannya Juni toh! Ayo masuk, masuk!" Wanita itu langsung membuka pintu gerbang menjadi lebih lebar agar Mira juga dapat masuk.

Mira akhirnya mengikuti langkah wanita paruh baya tersebut memasuki pekarangan rumah. Dapat Mira lihat jika rumah Juni bagian halaman depan terlihat asri. Ada sedikit taman kecil yang dihiasi berbagai macam bunga dalam pot. Sekilas jika kita memandang pekarangan rumah itu, maka sejenak terasa seperti sejuk. Meskipun berada di Surabaya, tetapi Mira tidak begitu merasakan hawa panas seperti di kosnya. Sepertinya Juni dan ibunya menyukai aktivitas berkebun.

"Ayo masuk sini, Nduk."

Mira mengalihkan pandangannya dari pekarangan rumah Juni dan menatap wanita tadi. "Oh, iya Tante."

Mira lalu memasuki ruang depan rumah Juni. Ia mengucap permisi sebentar sebelum duduk di sofa ruang tamu. Ibu Juni berucap sebentar sebelum pamit untuk memanggilkan anaknya. Mira hanya mengangguk untuk mengiyakan. Saat setelah wanita tadi masuk, barulah Mira mengamati ruang tamu sederhana milik Juni.

Ruang tamu rumah Juni bernuansa peach. Temboknya berwarna peach cerah dan dipadu gorden warna putih bersih sehingga memberikan kesan bersih dan terang. Ruang tamu tersebut juga tergolong sederhana karena hanya berisi sofa yang berjejer rapi lengkap dengan mejanya dan sebuah lemari pajangan. Untuk temboknya sendiri hanya diisi beberapa bingkai foto yang tergantung dengan rapi.

Mata Mira menelisik satu persatu foto yang ada di tembok. Ada foto Juni ketika masih kecil bersama kedua orang tuanya serta foto Juni ketika sudah besar seperti sekarang. Sepertinya foto tersebut diambil tidak lama sebelum Juni masuk perguruan tinggi. Mira lalu berganti mengamati lemari pajangan yang ada di bagian pojok ruang tamu.

Mira kali ini benar-benar takjub dengan isi lemari pajangan tersebut. Baru kali ini ia melihat lemari pajangan yang menampilkan berbagai macam piagam penghargaan seperti itu. Dapat ia lihat untuk rak bagian atas terdapat trofi berbagai lomba dan kejuaraan olimpiade. Mira berdiri dan mendekati lemari pajangan tersebut.

"Gila! Banyak banget piagam sama trofinya! Juni sejenius itu?!" Kagum Mira.

Mira membaca satu persatu kejuaraan yang tertera di berbagai macam trofi. Ada lomba mewarnai, lomba baca tulis puisi, lomba olimpiade sains untuk sekolah dasar, lomba sains di tingkat sekolah menengah pertama, hingga lomba jurnalistik dan olimpiade nasional bidang Ekonomi untuk tingkat sekolah menengah ke atas. Otaknya Juni isinya apa aja, yaa....

"Lama nungguinnya ya, Mir?"

Mira tersentak kaget saat tiba-tiba ada suara di belakangnya. Ia segera menoleh dan melihat Juni sedang mengucek matanya. Sepertinya cewek itu baru bangun tidur. Mira terkekeh geli melihat penampilan Juni yang sangat amburadul.

"Baru bangun, Jun?" Tanya Mira.

"Iya nih. Semalem begadang ngerjain pengantar administrasi publik. Hoaaahm!" Juni berucap sambil menguap lebar.

"Hmm... Rajin amat tugas PAP udah dikerjain dari sekarang. Masih bisa mikir buat tugas Ekonomi Dasar kan?" Tanya Mira.

Juni mengangkat tangannya dan memberikan jempol pada Mira. "Tenang! Masih bisa buat mikir kok." Kekehnya kemudian.

"Iya deh percaya. Jelas harus bisa mikir dong! Kan mantan juara olimpiade nasional mapel Ekonomi!" Seru Mira sambil tertawa.

"Apaan sih. Hahaha!" Jujur Juni tersipu malu dengan ucapan Mira barusan.

"Laah bener kan? Tuh ada trofinya!" Tunjuk Mira pada trofi yang dimenangkan Juni yang terletak di lemari pajangan.

"Hmm... iyaaaaa." Juni menggelengkan kepala sejenak.

Mira pun mengambil tasnya dan kembali menatap Juni. "By the way, kita ngerjain tugasnya di sini kan?" Tanya Mira.

Juni menggeleng.

"Di kamarku aja. Sinyal wifinya lebih kenceng kalo di kamarku. Deket sama router soalnya."

"Ooh gituu..." Mira mengangguk paham.

"Yuk." Ajak Juni.

Mira pun membawa tasnya dan mengekori Juni untuk pergi ke kamarnya.

***

Hai hai...
Oiya, untuk ke depannya akan jadi part yang isinya flashback. Sampe part berapa? Aku juga kurang tahu hahaha...
Tapi jangan bosan bosan ya sama Juni ini. Satu persatu nanti bakal diceritain kok apalagi part flashback ini nyeritain awal mira bisa ketemu sama akmal. Semoga kalian suka. Oiya, jangan lupa vomment yaa 😉

Maaf ya jadi republish gini. Ada part ternyata yg gak pas sama alur. Tapi udah kau perbaiki kok 😉

Continue Reading

You'll Also Like

939K 42.8K 35
Nina tidak pernah sedikit pun berpikir bahwa Gilang, laki-laki yang sudah sejak lama dia cintai akan membencinya separah ini. Meski statusnya sudah b...
101K 11.5K 33
Setelah kegagalan hubungannya dengan laki-laki yang tidak ingin menikah, Alma punya prinsip untuk tidak membuang-buang waktu untuk pacaran. Ia ingin...
6.5M 334K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
30.5K 2.2K 36
[Book 1 of XOXO Series] "Mungkin, menikah denganmu itu merupakan keputusan paling benar yang pernah kuambil seumur hidupku. Jadi, kalaupun bisa mengu...