The Exorcist ✔️

By DeadDoggos

454K 38.6K 1.3K

Apa kalian pernah mendengar cerita tentang Banshee dari Irlandia? Atau sosok Dracula yang melegenda dari Ruma... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
The Last Chapter
Extra Chapter
Pengumuman

Chapter 27

7.7K 773 12
By DeadDoggos

Malam semakin larut, bintang-bintang lenyap seketika, bahkan cahaya rembulan seolah meredup selepas kemunculan salah satu dosa besar.

Mammon berdiri di atas panggung, mata hitamnya yang hitam kelam seakan ada jurang tanpa dasar di dalamnya, memperhatikan sekeliling. Angin berhembus kencang ketika dia mengayunkan tangannya.

Seluruh penduduk tadinya ketakutan kini mengikuti sang Imam, bersujud memohon ampunan kepada Mammon, bahkan Bu Yola pun bersujud. Hanya Nagisa, Helena, Robert, dan Chloe yang tak bersujud.

Tapi, keempatnya begitu takut akan kehadiran Mammon, tubuh seolah terasa lumpuh, bernapas pun nyaris tak bisa.

Di sisi lain Gray bersusah payah menundukkan ksatria berzirah, kondisinya yang tidak fit membuat dirinya kesulitan melawan mereka. Pikirannya kalut ingin segera menyelamatkan Chloe, tapi jika terus melayani ksatria ini, nyawanya pun akan terancam.

"Siapa kalian ini?!" Gray bertanya waspada. Dadanya naik turun terengah-engah.

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Gray, para ksatria itu mengendurkan kesiagaannya. Tapi, mereka tak ada tanda untuk berhenti melawan.

"Kami ksatria yang dibangkitkan dari kematian, tugas kami hanya satu yaitu membunuhmu," tegas salah satu ksatria.

Gray mengernyit, dia mengusap keringat yang membasahi pipinya. "Dibangkitkan? Apa kalian zombi? Aku tak mengerti, kupikir kalian ini ksatria terhormat yang tugasnya membela kebajikan, sama sepertiku..."

"Kau tidak sama seperti kami, ordo ksatria suci tidak pantas disamakan dengan manusia berdarah iblis... Seperti kau!" nada kebencian tersirat jelas dalam suara ksatria itu.

"Aku merasa tersanjung... Sayang sekali, kalian seharusnya menikmati dunia modern seperti saat ini, mungkin naik bis keliling kota, berkunjung ke kebun binatang, bersaing mencari sepatu diskonan bermerek... Atau mencari sejarah kalian di google..."

Sejenak para ksatria itu kebingungan mendengar kata-kata Gray yang terasa kurang familier di telinga mereka.

"Benar-benar terbelakang..." Gray menggelengkan kepalanya. Dia mengangkat pedangnya sedada, mencengkeram erat gagangnya. "Tak ada waktu untuk berbasa-basi lagi..."

Ksatria itu kembali menyerang, Gray menunduk mengelak ketika tebasan keras hampir mengenai kepalanya, Gray membalas menebas tapi itu hanyalah tipuan, dia malah berlari menjauhi penyerangnya.

"Tak ada waktu lagi, aku harus pergi dari sini," batin pemuda itu.

Ksatria-ksatria tersebut tak tinggal diam, mereka mengejar di belakang Gray, walau baju zirah mereka sekarang malah menjadi beban karena beratnya.

Sementara itu, sang Imam berbisik kepada salah satu pengikutnya yang lantas bangkit berlari ke belakang mengambil sesuatu atas perintah sang Imam.

Mammon masih terdiam, tidak berbicara apapun, hidungnya kembang kempis seakan sedang mencium bau sesuatu.

"Baunya seperti... Sepupuku," seringai mengerikan terlukis di wajahnya. "Ah... Tapi pertama aku harus menyapa manusia bodoh ini,"

Tubuh Mammon menyusut mengecil seukuran manusia biasa, tapi dia tak repot-repot mengubah bentuk fisiknya yang menjijikan.

Sang Imam berdiri dari sujudnya, berjalan tergopoh-gopoh menghampiri junjungannya. "Yang Mulia Mammon," sapanya gemetaran. Dia menundukkan wajahnya, sebab dia sendiri tak tahan bau busuk menyengat yang keluar dari tubuh Mammon.

"Kau sudah melaksanakan tugasmu dengan baik," puji Mammon, bau busuk keluar dari mulutnya, seolah dia tak pernah menggosok gigi seumur hidupnya.

Sang Imam maupun beberapa orang yang terlalu dekat dengan Mammon mengernyit risih ketika bau itu sampai di hidung mereka, akan tetapi ketakutan akan hadirnya Mammon membuat mereka berusaha menyembunyikan keresahan akan bau yang menyengat hidung ini.

"Terima kasih Yang Mulia Mammon, hamba akan terus berserah diri kepadamu," ujar sang Imam dengan nada suara dimanis-maniskan.

"Sudah seharusnya kalian terus menyembah dan memberikanku korban setiap aku memintanya," kata Mammon lantas terkekeh.

Obrolan keduanya terpotong oleh kedatangan pengikut sang Imam dari belakang panggung membawa patung kecil berbentuk iblis, Baphomet.

"Bau apa sih ini?" celetuk pengikut itu setengah berbisik, wajahnya mengernyit tak nyaman. Dia mengulurkan patung itu kepada sang Imam.

Sang Imam mendengar celetukan pengikutnya, matanya menyipit tajam memeringatkan tanpa kata-kata, kalau celetukannya itu bisa mengundang kemarahan Mammon.

Pengikut itu akhirnya tersadar, tapi dia terlambat menyadarinya.

"Apa bau mulutku segar?" tanya Mammon mengembuskan napasnya yang berbau busuk.

Orang tersebut menahan seluruh keinginannya untuk mengeluarkan seluruh makanan di dalam perutnya, bau napas yang keluar dari mulut Mammon, benar-benar memuakkan seperti seluruh sampah rumah tangga dicampur dalam kotoran sapi.

"Kenapa kau tetap diam? Apa kau terlalu terpesona padaku?" tanya Mammon kembali, lagi-lagi dia mengembuskan napas busuk.

"Hoeeek!" orang tersebut mengeluarkan seluruh makanan yang ada di perutnya, dia benar-benar tidak kuat lagi.

Mammon mendengus, sejurus kemudian dia menjentikkan jarinya, dalam sekejap orang tersebut berubah menjadi babi gendut yang menguik ketakutan.

"Itu lebih baik," gumam Mammon puas diri.

Seluruh orang yang melihat kekuatan Mammon semakin ketakutan, mereka kembali menyembah dan memuja-muja namanya. Hanya sang Imam yang berdiri tegak, tangannya mengulur ke depan menampakkan secara jelas patung Baphomet.

Mammon meraih patung itu, dia terlihat bergembira. "Ahhh... Baphomet kecil... Dia pasti senang jika melihat keberadaan patung ini, tiga tempat tinggal dua lagi..."

"Apa maksud Anda dengan keberadaan patung ini?" tanya sang Imam ingin tahu.

"Bukan urusanmu," jawab Mammon tajam, tapi matanya masih tertuju kepada patung tersebut. "Kau jaga patung ini baik-baik."

Sang Imam mengerut takut, dia menerima patung Baphomet kembali.

"Jadi, di mana persembahanku untuk malam ini? Kenapa kalian tidak menyerahkannya padaku?" Mammon bertanya-tanya. Dia sedikit kesal.

"Itu..." sang Imam melirik gugup ke arah Robert dan Chloe berada, dia tak sanggup menjawab.

Robert menarik Chloe ke belakangnya ketika Mammon menoleh ke arah mereka berdua.

Hidung jelek Mammon kembang kempis membaui udara. Senyum merekah di wajahnya.

"Bau ini sepertinya tak asing... Sudah lama sekali... Ahhh!" Mammon mengibaskan tangannya, ketika Nagisa tiba-tiba melompat ingin menebas dirinya, kibasan tangannya yang walau tidak terlalu kuat seketika menerbangkan Nagisa beberapa meter ke belakang.

Beruntung Robert sigap menahan tubuh Nagisa, sehingga punggungnya tidak menghantam batang pohon.

"Terima kasih, Robert" kata Nagisa, matanya menatap tajam ke arah Mammon.

"Apa kau sanggup mengalahkannya?" tanya Robert gelisah.

"Jujur saja, melawan salah satu dosa besar sama saja dengan bunuh diri, apalagi dia anak Lucifer, butuh kekuatan lebih untuk melawan dia, dan di mana Gray?" kata Nagisa balik bertanya.

"Err... Ceritanya panjang, dan mungkin dia masih berada di dalam sel tahanan," jawab Robert malu-malu.

"Apa? Sel tahanan?!" Nagisa  memandang tak percaya kepada Robert.

"Yah begitulah..."

Nagisa bertatapan mata dengan Chloe, tapi kedua bersaudara ini tidak saling bertukar bicara. Hanya mengangguk tanda mengerti satu sama lain.

Helena menghampiri Chloe, duduk berjongkok di depan gadis itu. "Semuanya pasti baik-baik saja," ucapnya. Chloe mengangguk lemah. Keduanya lantas berpelukan menguatkan diri masing-masing.

Nagisa dan Robert berdiri bersisian, keduanya melindungi Helena dan Chloe dari pandangan kejam Mammon. Sementara, Bu Yola tak bergerak dan terus bersujud seperti penduduk lainnya.

"Benar-benar pengecut Succubus itu," keluh Nagisa melirik kesal ke arah Bu Yola.

"Kau tidak bisa menyalahkan dia, ada saatnya kita memang tidak bisa melawan kehendak, sebaiknya kita fokus ke depan untuk menyelamatkan Chloe," ujar Robert.

"Tentu saja... Aku takkan menyerahkan adikku pada iblis busuk seperti dia!" sergah Nagisa menggeram. Gagang pedangnya di genggam erat-erat.

Mammon bergerak mendekat. Baunya benar-benar memuakkan.

"Aku harap tidak pernah menikah dengan pria sejorok dia," kata Nagisa jijik.

"Sama," timpal Helena menutup hidungnya.

"Cukup janggal, ketika kalian berdua menyukai orang yang sama," celetuk Robert begitu saja.

"APA?!" teriak Helena dan Nagisa bersamaan.

"Lupakan," Robert nyengir lebar, cakar tajam muncul di jari Robert, pemuda itu dengan cepat menerjang iblis tersebut.

Mammon menghalaunya hanya dengan sapuan telapak tangannya. Untung saja Robert menunduk tepat pada waktunya, sebab sapuan tangan Mammon menghasilkan udara tajam yang mampu membelah ranting pohon.

"Anak-anak Vlad memang hebat," puji Mammon ceria.

Nagisa menerjang cepat ketika melihat lawannya lengah, dia menghantamkan bilah pedangnya keras-keras ke bahu Mammon, iblis itu berjengit tapi tak ada luka. Nagisa melompat mundur beberapa langkah ke belakang.

"Terbuat dari apa sih kulitnya?" Nagisa bertanya-tanya.

"Kau mungkin harus mencoba menebas di seluruh tubuhnya, kupikir dia ini mirip Achilles" tukas Helena memberi ide.

Robert dan Nagisa bertukar pandang, mereka berdua secara terus menerus bergantian menyerang Mammon, sebenarnya iblis itu tidak terlalu cepat, bahkan cenderung malas untuk bergerak, namun badannya yang sekuat baja sulit sekali untuk ditembus.

"Apa-apaan dia ini?!" Robert benar-benar frustasi dibuatnya.

"Bahkan pedang yang ditempa dengan air suci pun tak mampu menggoresnya!" geram Nagisa tak percaya.

"Setidaknya dia tidak terlalu cepat," kata Robert. "Butuh kesabaran untuk mencapai hasil yang ingin diinginkan,"

Nagisa mengangguk sepakat.

"Apa mereka baik-baik saja?" tanya Chloe khawatir.

"Tentu saja, hanya butuh sedikit waktu," kata Helena, dia sendiri tak yakin akan perkataannya. Pikirannya melayang jauh, memikirkan keberadaan Gray. "Di mana kau Gray?"

Robert berkelit ketika siku Mammon mengarah ke wajahnya, tapi tanpa diduga Mammon berputar cepat dan melepaskan beberapa tendangan keras di perut dan wajah Robert. Pemuda vampir itu tersungkur, mengerang kesakitan.

"Apa kau bilang? Aku lambat? Begitulah manusia selalu arogan dan mampu berpikir kalau mereka hebat," kata Mamon mendengus.

"Bicaralah sesuka hatimu, iblis!" teriak Nagisa bersiap menusukkan pedangnya ke dada Mammon.

Lagi-lagi Mammon bergerak lebih cepat, dia meraih leher Nagisa mencengkeramnya kuat-kuat, tubuh gadis itu terangkat ke udara, dia meronta-ronta kesakitan karena tercekik.

"Kakak!" jerit Chloe meronta dalam pelukan Helena. Keduanya tak punya kekuatan untuk membantu.

Mammon terkekeh melihat pemandangan ini. "Sungguh menyedihkan," ucapnya.

Robert ingin membantu, tapi perutnya masih terasa nyeri. Dia memukul tanah dengan tinjunya, merasa frustasi. "Sial..."

Nagisa hanya bisa menendang dan memukul tak berdaya, tubuhnya mulai lemah, napasnya tersengal-sengal. Cekikan di leher ditambah bau Mammon membuat otaknya terasa berat, siksaan yang ingin sekali diakhiri dengan cara bunuh diri.

"Kau akan kujadikan budakku di neraka nanti," ujar Mammon terkekeh.

"Simpan saja impianmu yang kotor itu!" teriak seseorang menebas tangan Mammon yang mencengkeram leher Nagisa. Gadis itu terjatuh ke tanah, terbatuk-batuk. Sementara Mammon menjerit kesakitan ketika tangannya putus. Matanya mencari-cari orang yang memotong tangannya, matanya pelotot penuh kebencian ketika tahu siapa pelakunya.

"KAAUUU!" raung Mammon marah.

"Lama tak berjumpa sepupu," sapa Gray. Ekspresinya mengeras, seakan dia sangat membenci Mammon.

Mammon menumbuhkan tangannya kembali. Wajah buruknya mengernyit jijik, dia memang tak menyukai Gray sejak lama, ditambah darah manusia dan malaikat yang mengalir di tubuh Gray membuatnya ingin muntah.

"Pantas aku mencium bau busuk, rupanya itu kau," ejek Mammon.

"Bagaimana kabar Paman Lucifer? Apa dia sehat?" Gray bertanya mencoba terdengar ramah.

"Jangan kau sebut nama itu di depanku!" raung Mammon emosi, para pengikutnya ketakutan melihat junjungannya marah. Dia tak ingin mendengar apalagi membicarakan tentang ayahnya.

Mata Gray melirik Nagisa dan Robert, kedunya masih belum pulih sepenuhnya dari rasa sakit ketika melawan Mammon. Dia juga melihat Helena dan Chloe yang tampak baik-baik saja.

"Hei Nagisa, apa kau bisa bangun?" kata Gray dari sudut mulutnya.

"Ya... Tentu," jawab Nagisa bangkit berdiri.

"Nagisa, sebentar lagi kita akan kedatangan tamu lain, kuingin kau dan Robert melawan mereka, sementara Mammon serahkan padaku, oke?"

"Apa maksudmu, Gray?" Nagisa kebingungan.

"Sudahlah, ikuti saja apa yang kubilang," tegas Gray kembali menghadapi Mammon.

"Gray, apa yang terjadi antara Mammon dan Lucifer?" Robert bertanya.

"Kau tahu? Lucifer pernah membunuh Mammon sekali... Itu terjadi sudah lama dulu, ketika Mammon ingin menurunkan ayahnya dari singgasana Raja Neraka ketika Satan tiada, walau Lucifer tidak menginginkan singgasana itu, tapi Mammon terlalu lemah dan Lucifer pun membunuhnya. Di sisi lain, Lucifer lebih menyukai diriku dibanding Mammon."

"Tunggu... Lucifer tidak menginginkan tahta Raja Neraka?" Nagisa keheranan.

"Yeah, baginya itu tidak terlalu penting, toh dia bisa melakukan apa yang dia mau," tukas Gray.

"Benar-benar kisah yang rumit," ujar Nagisa mengerutkan kening. "Aku juga tak menyangka kalau Lucifer menyukaimu,"

"Gray, ada patung Baphomet di sini!" kata Helena tiba-tiba.

"Apa?!" Gray terkejut mendengar informasi ini. Helena menunjuk ke atas panggung, di mana sang Imam memegang patung itu.

"Pantas saja, Mammon muncul di desa ini. Berarti ini tempat ketiga,"

"Kita sebaiknya harus menemukan dua tempat lainnya"

"Apa sih yang kalian bicarakan?" Nagisa ingin tahu. Wajahnya mulai bersemu merah di bawah cahaya api unggun.

"Bukan apa-apa!" jawab Gray dan Helena serempak.

Bibir Nagisa membentuk kerucut, dia merasa cemburu.

"Bukan waktunya untuk itu," kata Robert menengahi.

"Aku tahu!" timpal Nagisa pendek, kesal.

Kelompok ksatria berbaju zirah akhirnya tiba, melihat Mammon berada di sana, mereka menundukkan kepala memberi hormat.

Sang Imam terkejut melihat kedatangan ksatria berbaju zirah. Tapi, dia cepat menangkap situasinya, dan menyuruh pengikutnya untuk mempersenjatai diri. Dia juga membubarkan para penduduk. Konsentrasi mereka sekarang adalah melenyapkan Gray dan teman-temannya.

"Oke, kita terkepung," kata Robert gelisah.

"Tenanglah sobat, ini akan berakhir cepat," ujar Gray mencoba memberi semangat.

"Kau benar, mungkin berakhir cepat untuk kita," kata Nagisa memasang kuda-kuda bersiap menghadapi para ksatria.

Gray, Nagisa, dan Robert membentuk lingkaran melindungi Helena dan Chloe, sementara Bu Yola masih ketakutan, sebenarnya dia ingin sekali membantu, tapi kehadiran Mammon membuatnya resah.

"Oke teman-teman, kita harus bertahan sampai terbitnya matahari, karena selalu ada harapan seiring terbitnya matahari pagi," kata Gray bersemangat.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 99.2K 50
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
107K 12.1K 23
Sesosok mayat lelaki ditemukan dalam sebuah mobil yang terkunci, membuat orang-orang berasumsi bahwa sang lelaki bunuh diri. Walaupun begitu, ternyat...
125K 7.3K 34
Rank #1 - PERSONALITY Kepribadian seseorang mampu kita ketahui dengan mudah. Disini kita juga mampu untuk mengetahui kepribadian kita sendiri dan or...
9.3K 1.5K 37
"Jangan main kalau matahari mulai terbenam, nanti kamu bisa hilang! Apalagi kalau sampai masuk ke Alas!" Bukan untuk menakut-nakuti anak kecil agar p...