Tiga Belas [COMPLETED]

Від snowfa

60.8K 3.8K 63

"Kenapa lo harus sembunyi?" tanya Dafa pelan. Rei diam. Sulit menjawab pertanyaan itu dengan sejujurnya. "Kar... Більше

BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
Bab 27
BAB 28
BAB 29
Bab 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35

BAB 1

8.7K 347 1
Від snowfa

"Karena tanpa sebuah awal. Tidak pernah tercipta sebuah akhir."

Dua gadis berseragam abu-abu itu saling mengejar di lorong sekolah. Tanpa berpikir ini sesuatu hal yang memalukan, tak pantas untuk anak SMA kelas sepuluh jaman sekarang. Tapi, selingan tawa yang beraduk itu membuat keduanya berpikir ini hanya dunia milik mereka.

"Rei, balikin novel gue, ih!" seru Bety.

Dua gadis itu masih terus berkejaran. Rei memang sengaja mengambil novel Bety. Menjahilinya. Seperti hari-hari yang biasa di antara mereka, akhirnya kini mengikut-pautkan Bety sampai berlari-lari begitu.

Rei terus berlari tidak peduli. Rambutnya yang sengaja tak dikuncit berkibar menyapa angin. Sementara mukanya dengan senyum bahagia melebar begitu saja, membuat gadis ini benar-benar terlihat cantik.

"Ambil aja sendiri kalau bisa..." balas Rei yang makin menjauh dari Bety.

Bety makin kesusahan meraih. Tak semacam Rei yang lebih bersemangat, gadis itu mulai kehilangan tenaga. Tertinggal jauh di belakang sana. Sehingga Rei bisa menunggu sejenak untuk berdiri dan diam di satu tempat.

"Lagi-lagi lo, Rei," seru seseorang.

Novel di tangan Rei dengan cepat terambil begitu saja.

"Oi, balikin novel gue!" pinta Rei setelah melihat pelaku aslinya.

Riki dengan wajah tenang meluruskan lengan kanannya yang memegang novel itu ke atas. Berhubung pria itu punya tinggi lebih-lebih dari gadis seperti Rei. Gadis itu tak bisa meraihnya, meski Rei memaksakan tubuhnya meloncat.

"Ini novel Bety kan, ngapain juga lo bawa?" tanya Riki.

Rei masih bersikeras meloncat-loncat mengambil novel itu.

"Lo tuh ya. Gak akan bisa ambil novel di tangan gue. Makannya, tinggiin dulu tubuh lo tuh," ejek Riki.

Akhirnya Rei berhenti.

"Lo tuh, ngomong aja suka ma Bety. Sok-sok jadi pahlawan buat dia tapi gak pernah ngomong langsung, ah, basi!" balas Rei lantang.

Riki respon menurunkan lengannya. Ada dag-dig-dug yang berbeda di hati pria itu.

Ah, Rei sialan!

"Novel gue!" Bety segera menyeru tepat dari lima langkah terdekatnya.

Riki dan Rei menoleh bersamaan pada Bety. Menatap wajah lelah gadis itu lewat bulir-bulir keringatnya. Rei emang jago bikin temennya olahraga siang-siang.

"Eh, kok jadi ada Riki?" tanya Bety baru menyadarinya.

"Tadi itu Riki..." Rei baru saja ingin menjelaskan, tapi entah apa yang membuat Riki berpikir rahasianya bakal terbongkar. Pria itu segera membungkam mulut Rei.

"Nih gue balikin novel lo!" ujar Riki. Tangan kirinya masih tetap membungkam mulut Rei. Sementara yang kanan berulur sopan pada Bety. Memberikan novel yang tadi masih dipegangnya.

"Ah, ya..." Bety menerima novel itu. Ada rasa aneh melihat tingkah dua orang di depannya.

"Gue duluan, ya!" pamit Riki. Pria itu segera cap-cus dan melepaskan tangannya dari mulut Rei.

Rei kembali bernafas bebas. Gadis itu tadinya hampir sesak karena bukan mulutnya aja, tangan si pebasket itu juga membungkam lubang nafas hidungnya.

"Uh... gajelas tuh anak," umpat Rei kesal.

"Lo tuh yang gak jelas, pakek ambil novel gue segala!" timpal Bety setengah emosi.

"Yah... maaf. Lagian kalau gak gue ambil, lo gak bakal mau ke kantin," ujar Rei sambil meringis jahil.

"Tuh kan, Rei..."

"Udah yuk!" Rei kemudian merangkul lengan kiri Bety dan mengajaknya meninggalkan tempat itu.

Seperti tujuan utama gadis cantik itu, mereka pergi ke kantin.

@

Ada macam-macam bel di sekolah. Tapi bel yang paling disukai murid adalah bel yang terakhir kali dibunyikan. Begitu bel pulang berbunyi, siswa SMA Tamara segera berdesakan pulang. Untungnya sekolah ini cukup luas, lahan parkir dan jalan keluar juga lebar. Jadi macet yang terjadi enggak perlu ditunggu lama-lama.

"Bet, lo pulang sendiri apa sama gue?" tanya Rei. Gadis itu masih mengemasi barang-barangnya ke dalam tas.

"Kayaknya mulai hari ini gue bakal sering dijemput deh," jawab Bety.

"Ah, cie... udah baikan ya sama mama lo?" tebak Rei.

Bety mengangguk.

Rei tersenyum lega. Beruntungnya, keluarga Bety enggak sampai seburuk keluarganya. Pertengkaran yang terjadi begitu cepat reda. Sementara Rei sendiri, ia bahkan tak percaya bahwa apa yang telah terjadi pada keluarganya akan kembali baik-baik saja.

"Oh, ya, Rei. Habis ini gue ada acara ke gereja sampek malem. Jadi jangan hubungin gue ya, percuma juga, gue gak akan bales," ungkap Bety mengingatkan.

Rei gantian mengangguk.

"Gue nanti juga mau tobat. Ke masjid berjam-jam. Jadi gue juga gak bisa hubungin lo," balas Rei setengah bercanda.

"Yakin? Gue gak yakin lo islam yang beneran," ejek Bety. Gadis itu kemudian tertawa.

"Nanti. Enggak sekarang, tapi nanti gue bakal jadi islam yang beneran," timpal Rei dengan wajah mantap.

Keduanya saling tersenyum mendukung. Senyum itu, salam perpisahan di sekolah. Rei kemudian berjalan ke parkiran, menuju mobil yang tiap hari dibawanya. Sementara Bety, langsung ke gerbang keluar, menunggu mobil yang mulai hari ini bakal kembali menjemputnya.

Bagi gadis seperti Rei. Hari-hari di sekolah adalah waktu yang indah. Rei kadang sesak begitu ia masuk ke rumahnya. Entah apa yang membuat rumah seluas miliknya jadi terasa pengap dan panas. Hening tanpa suara. Rumah itu seperti sebuah ilusi belaka.

Sejujurnya. Ada sebuah perasaan iri yang menyatu di lubuk hatinya. Melihat Bety yang selalu bahagia bersama keluarganya. Sementara dirinya, gadis yang dikira sudah sangat sempurna, punya banyak keping pecahan yang menyakitkan.

Terkadang, apa yang orang lain lihat dan pikirkan tak sesuai dengan kenyataan yang ada. Berpikir mereka bahagia padahal itu hanya cara untuk menyembunyikan kesedihan. Berpikir mereka tenang padahal itu cuman taktik agar tak terlihat buruk. Berpikir mereka sempurna, padahal itu cuman cover dari makalah yang isinya berantakan. Tak sesempurna nyatanya, hidup ini hanya dilihat sekilas nampaknya.

"Bruk!"

Rei spontan menginjak remnya. Beruntung ada sabuk pengaman, kalau tidak, mungkin kepala gadis itu sudah berciuman dengan kaca depan mobil.

Ada yang hampir dilupakannya di tengah kepanikan itu. Gadis itu sadar, bahwa dia telah menabrak bagian belakang mobil di depannya. Pemilik mobil yang bersangkutan, segera keluar dan menghampiri mobil Rei.

Rei membuka kaca mobil sampingnya.

"Mbak, gimana nih mobilnya?" tanya supir tua mobil itu ketika tubuhnya sudah berada di samping kanan mobil Rei.

"Nepi dulu pak, ya, kita musyawarahin di tepi jalan aja," ujar Rei pelan.

Kesepakatan itu dipenuhi. Rei dan mobil depannya segera menepi. Dua orang itu kemudian saling bertemu lagi, begitu mobil benar-benar terparkir rapi di tepi.

"Gimana kalau saya kasih uang, terus bapak bawa mobilnya ke bengkel?" tanya Rei berusaha mencari jalan terbaik.

"Mbak kira semua itu bisa selesai sama uang?" tanya supir itu setengah marah."Di dalam mobil itu tadi juga ada orangnya mbak. Ada majikan saya," lirihnya.

"Oh, ada majikan bapak? Gimana kalau saya ngomongnya sama majikan bapak aja. Kan lebih enak diselesaiinnya?" Rei berusaha sebaik mungkin untuk berkata ramah.

Supir itu setengah ragu, namun akhirnya setuju. Kemudian ia kembali ke mobilnya dan mungkin saja bertanya pada majikannya.

Sementara menunggu supir kembali, Rei duduk-duduk di kursi jalan yang disediakan.

Awalnya Rei enggan untuk memperhatikan supir yang masih berbicara dengan majikan yang masih duduk santai di dalam mobil. Tapi akhirnya, gadis itu menoleh. Cukup terkejut, majikan yang dimaksud supir itu keluar.

Ah. Ya. Seorang siswa tampan berseragam abu-abu.

Rei mendadak merasakan tubuhnya beku.

Sementara siswa tampan itu bermuka dingin.

"Jadi... ini majikan bapak?" tanya Rei pelan kepada supir.

"Kenapa mbak? Dia emang majikan saya kok," jawab supir.

"Oh... enggak sih. Saya kira orangnya bapak-bapak atau nggak ibu-ibu," lirih Rei.

Pria tampan yang nampak sebayanya itu makin menatap Rei dingin. Dengan pandangan setengah sebal.

Jangan salah. Melihat wajah menyebalkan itu, Rei juga kesal.

"Oke. Saya bakal ganti rugi," ujar Rei to the point.

"Kalau boleh tau, berapa banyak uang yang mungkin saya berikan nanti pada anda... majikan muda?" Rei berkata semakin pelan ke akhir.

Siswa itu menarik napas panjang.

"Gue gak butuh uang lo," ujarnya kasar.

Rei terkejut. Padahal dirinya tadi udah mencoba bicara sopan, tapi siswa bakal tetep jadi siswa dimanapun. Apalagi tampang cowok sok-kaya kayak gini. Bener-bener gak punya nada bicara yang bagus.

"Terus, lo butuhnya apa?" Rei akhirnya bicara kasar juga. Gadis itu gak mau kalah sama lawan bicaranya.

"Pak Jon, tolong tinggalin kami sebentar," bisik pria itu pada supirnya, sebelum menjawab pertanyaan Rei.

"Seenggaknya, hal pertama yang harus lo lakuin setelah melakukan kesalahan adalah... minta maaf," jawabnya melanjutkan.

Nada pria itu mulai turun satu oktaf. Wajahnya mulai diperlihatkan lebih ramah.

Rei diam.

Ya. Itu benar juga.

"Oke, gue minta maaf karena tanpa sengaja, gue nabrak mobil lo," timpal Rei pelan.

"Dan setelah minta maaf, harusnya lo tanya lebih sopan pada pemilik mobil. Seperti 'apa anda butuh sesuatu yang mestinya saya pertanggung-jawabkan?'" timpalnya mencontohkan.

Rei menarik napas sabar.

Mendadak, cowok di depannya ini justru mengguruinya.

"Ya... Apa anda butuh sesuatu yang harusnya saya ganti-rugikan?" ujar Rei sambil mengganti sebagian kata-kata.

Pria itu menarik bibirnya pelan. Wajahnya terlihat sangat tampan dengan senyum manis itu.

"Maka gue bakal jawab, harusnya kita kenalan lebih dulu," ujarnya.

Pria itu semakin lebar untuk tertawa.

Sementara Rei, masih diam dengan pikirannya.

Apa pria ini tengah menggodanya? Kenapa juga Rei dengan mudahnya mengikuti apa yang minta cowok sebayanya.

"Rei?" seru pria itu membuyarkan lamunan Rei.

Rei terkejut lagi. Kali ini, kenapa pria itu jadi tahu namanya?

Di sini tidak ada identitas yang merujuk pada namanya.

Bahkan gadis itu tidak memakai badge nama di seragamnya.

"Kok, lo tau nama gue?" tanya Rei berasa dalam teka-teki.

"Ya gue taulah Rei. Lo kan Rei. Rei yang saat itu masih kecil," ujar pria itu lagi. Bernada sok akrab.

"Apa kabar, Rei ku yang udah lama enggak pernah aku jumpain?" Pria itu kembali bersikap sok akrab sambil tersenyum lega.

Rei benar-benar bingung.

Hanya ada dua kepastian.

Pria di depannya ini tengah salah orang. Atau ini memang nyata tapi Rei tak mengingat yang sebenarnya.

"Lo... siapa sih?"

@@@

Hai guys. Ini novel yang pertama kali aku publikasikan. Mohon komentarnya dan jangan lupa follow aku ya:)

Instagram: snowfa

Продовжити читання

Вам також сподобається

ANYELIR (SELESAI)✓ Від abbrie

Підліткова література

50.8K 4K 67
Pertemuan akan selalu menghasilkan dua hal. Bisa menjadi sebuah perpisahan, atau bahkan menjadi satu kesatuan. Namun bunga anyelir itu seakan berkata...
Alya Від Achi

Романтика

350K 24.5K 50
"Sejak awal aku jatuh cinta pada mu, walaupun aku baru menyadarinya saat kamu bersamanya. Tapi sayang, ternyata kamu mencintainya. Semoga kamu bahagi...
Aku yang tak dirindukan Від Khojina

Жіночі романи

3.3M 219K 47
Kisah bermula ketika Kaira mengetahui jika suami yang telah menikahinya, tidak pernah mencintainya. Lalu dengan teganya Allan memberikan hatinya pada...
66.9K 1.3K 102
Karena pada sebaik-baiknya kecupan, aku tak kan pernah menjadi sesia-sianya seduhan. ...