If Loving You is Wrong

By rrkimly

36.3K 2.3K 433

Kaia pernah sangat mencintai Tristan. Itu sebelum Tristan menyakitinya sampai pada titik Kaia tidak bisa mema... More

Satu - Tragedy
Dua - Hardest Days
Tiga - Kembali untuk Pergi
Empat - A Gift
Lima - Cinta yang Berubah Rupa
Enam - Arrow
Tujuh - Dusta
Delapan - Heart of Glass
Sembilan
Sepuluh
[Kapan ilyiw update?]
Duabelas
Tigabelas
Empatbelas
limabelas
enambelas_
tujuhbelas [a]
tujuhbelas [b]
delapanbelas
sembilanbelas
duapuluh
duapuluhsatu
duapuluhdua
duapuluhtiga
duapuluhempat
duapuluhlima

Sebelas

769 76 10
By rrkimly


Semula tak ada yang menyadari benar ada yang baru memasuki hall pameran. Lagipula siapa yang sibuk memperhatikan yang masuk atau keluar dari sana. Itu sebelum dia datang. Hak sepatu yang terbuat dari kayu itu beradu dengan lantai marmer. Seakan memanggil orang-orang di sekitar untuk memperhatikan sosoknya yang menawan. Yah, itu memang bukan suatu hal yang berlebihan, yang pria langsung bersiul rendah sedangkan yang wanita langsung terkesiap, iri.

Bagaimana tidak, dia memang cantik. Wajahnya sangat kentara merupakan percampuran dari dua ras, negara barat setidaknya dan asia tenggara. Rahang itu terlalu bergaris keras, memiliki mata menjorok ke dalam khas orang kulit putih dan namun iris berwarna sehitam arang. Kemudian bibir itu diwarnai dengan lipstik merah marun, tebal dan begitu merindukan ciuman. Lalu ke bagian yang membuat para pria enggan berkedip, tubuh yang indah, bokong dan dada yang kencang serta kaki mulus dan jenjang. Sepertinya wanita itu tahu benar kelebihannya sehingga ia memakai pakaian yang sesuai. Dress bodycon  selutut berwarna mocca yang membungkus ketat tubuhnya, sekaligus memamerkan kulitnya yang kecokelatan terbakar sinar matahari.

Seakan tak menyadari satu pun mata yang penasaran akan dirinya. Wanita itu terus berjalan berlenggak-lenggok menuju satu orang yang memakai tanda khusus panitia yang tergantung di leher.

"Saya Lena Merytamun," tanyanya dengan warna suara yang agak serak sembari mengulurkan tangan. Ia menunggu sejenak agar diajaknya bicara membalas jabat tangan yang ia tawarkan. "Saya teman Tristan dan kesini mau ketemu dia."

"Ah ya. Pak Tristan sedang makan siang sama teman-temannya," ucap si panitia, salah satu dari wanita yang ternganga akan pesona Lena, secara harfiah sungguh membuatnya terlena. Dan meski pun ia pernah melihat Lena ini sebelumnya, jauh bertahun-tahun yang lalu, Lena justru semakin cantik.

"Oh, kalau begitu, saya tunggu dia sambil lihat-lihat." Lena memberikan senyum yang membuat gigi-giginya yang besar terlihat.

"I-ya Mbak."

"Panggil saya Lena aja..."

"Baik... L-Len—Oh itu, Pak Tristan udah balik!"

Si panitia menunjuk, dan entah mengapa merasa begitu ter-selamatkan oleh kehadiran bosnya disana. Tristan masih bersama kedua sahabatnya berjalan sambil berbincang tanpa sadar mantan pacarnya yang dulu sedang mencarinya. Yah, mantan pacar.

"Tristan!!" panggil Lena dengan nada riang dan bersemangat.

Tristan beserta Gama dan Kania menoleh bersamaan. Kecuali Tristan yang kaget, Gama dan Kania justru kebingungan akan sosok yang memanggil Tristan itu, cantik dan sexy. Mereka tak pernah tahu Tristan punya kenalan yang seperti ini selama mereka bersahabat. Yah kecuali saat dulu Tristan kuliah di Manhattan dan memulai karir rookienya disana.

"Apa kabar? Udah lama nggak ketemu, Tris!"

Lena langsung berlari kecil memeluk Tristan penuh kerinduan, yang membuat Gama mendelik dan Kania berdeham kasar.

Tristan melepaskan pelukan mereka segera, namun mengatur air mukanya tetap ramah seakan ia tidak keberatan dengan pelukan itu. "Baik, kamu sampai di Indo?"

"Dua hari yang lalu, sebenernya mau langsung nemuin kamu di kantor. Tapi setelah lihat brosur pameran kamu, aku putusin langsung kesini!"

"Aku tersanjung." Tristan melempar senyum bijak. "Kamu lama disini?"

Dalam sekejap mata Lena berubah berbinar, dengan semangat ia menceritakan tujuannya. Seperti seorang anak yang menceritakan kisah pertama mereka pada ibu. "Kemungkinan besar aku menetap! Aku sudah ketemu beberapa brand yang mau kerjasama denganku!"

"Ehmmm!!"

Kali ini Kania berdeham lebih keras. Dan itu berhasil membuat Tristan dan Lena serempak menoleh. Tristan yang menyadari ia telah melupakan kedua sahabatnya.

"Ah ya! Nia, Gama kenalin ini temenku Lena, dia designer, pemilik brand Merytamun."

Mereka berjabat tangan dan menyebutkan nama masing-masing. "Aku sering denger cerita kalian dari Tristan! Jadi ini yang namanya Kania, hmm cantik, pantas saja kamu—"

"Lena!" Tristan menyambar lengan wanita itu tiba-tiba untuk menghentikannya.

"Ya?" Kania menaikkan alis penasaran, menuntut Lena melanjutkan kalimat. Sementara Gama paham, tentang apa yang ingin disampaikan Lena, atau setidaknya ia sudah bisa menebak dari tindak tanduk Tristan yang terlalu kentara.

"Anu!" Tristan memotong. "Kamu udah makan siang?"

Lena tertawa, sepertinya ia juga menyadari apa yang sedang berusaha dihentikan Tristan. Sudah jelas Tristan tahu kemana arah tujuan Lena berbicara. Dengan tenang ia menjawab, "aku makan siang sebelum kesini, Tris."

"Oh, baguslah. Kupikir kamu masih kukuh dengan diet kamu yang nyiksa itu."

"Your're so lovely? Kamu masih inget aja!"

"Yah, satu apel di pagi hari dan satu sendok nasi untuk makan siang?" Tristan tersenyum jahil.

"Sori ganggu obrolan kalian yang super asyik, tapi aku mau liat pameran sekarang dan pulang karena sore ini aku harus keliling meriksa pasien!" Gama tiba-tiba menyela pandangan ganjil di hadapannya yang membuat agak tidak nyaman terutama karena bahasa tubuh Lena terhadap Tristan.

"Calm down, Bro." Tristan menonjok halus bahu Gama, lalu kembali menatap Lena. "Aku udah janji ajak mereka keliling, sekalian kamu juga, gimana?"

"Boleh sekali! Kalau mereka nggak keberatan, tentu saja."

Kania hanya memutar bola mata, sedangkan Gama menggedikan bahu tak mau berpendapat.

***

Rumah kembali sunyi. Sepulang Bian dan Britta, Kaia tidak perlu repot-repot mencuci piring dan sebagainya karena kedua sahabatnya sudah membersihkan seluruh sisa kehebohan mereka. Dan tentu Kaia tidak akan bersusah payah untuk menghentikan mereka, karena hubungan mereka sudah terlalu dekat untuk bersikap sopan.

Yang perlu ia lakukan sekarang hanyalah memasak makan malam. Bukannya tidak ingat semalam Tristan sudah mengatakan bahwa ia tidak perlu memasak apa pun untuk pria itu. Tapi tetap harus masak untuk dirinya sendiri, dan jika memang ada yang bersisa, itu bukan berarti Kaia sengaja memasak untuk Tristan dan membuat pria itu merasa bersalah.

Ia masih punya banyak waktu senggang sampai pada waktu makan malam. Jadi, waktu itu ia pakai untuk membaca beberapa tesis kedokteran yang baru ia dapatkan dari salah satu dokter kenalan yang ia miliki di Kanada, tentang operasi pediatri di bagian dada. Dan ajaib ia bisa menikmati membaca tesis tanpa kantuk yang mendera. Memang semenjak skandal ia dan Tristan terjadi, tak ada yang bisa mengalihkan perhatiannya sehebat ini kecuali jurnal medis atau tesis dan bahkan disertasi kedokteran.

Selesai brainstorming, ternyata waktu masih terlalu dini untuk memasak. Makanan akan dingin jika ia melakukannya sekarang. Kaia menimbang-nimbang sesuatu untuk dilakukan hingga matanya tertuju pada bagian lantai dua rumah, yang dihubungkan dengan sebuah tangga lurus bermarmer cream hangat.

Tempat itu adalah tempat yang paling jarang ia datangi di rumah ini. Bisa dibilang itu adalah private space milik Tristan yang tidak dapat di ganggu gugat. Terakhir ia masuk kesana hanya mengambil pakaian dan alat makan yang kotor. Di ruangan itu barang-barang berserakan, kertas, alat tulis dan meja gambar. Kaia tidak berani menyentuh apalagi memindahkan salah satu dari benda itu satu mili pun dari tempatnya berasal. Untungnya, Tristan tidak berkata apa-apa saat Kaia mengambil barang-barang kotor disana dulu. Meski pun begitu Kaia tahu, ia tetap memiliki batasan. Jadi, ia memutuskan untuk sejarang mungkin ke sana.

Mata Kaia terus menatap lantai dua seakan ada magnet yang terhubung di antara mereka.

Hari ini, tidak ada salahnya membersihkan tempat itu. Ia hanya akan mengambil pakaian dan gelas kotor, merapikan, membersihkan debu lalu ia akan turun dengan segera.

Dan seperti yang ia duga, tempat itu masih berantakan seperti yang terakhir ia lihat. Bahkan kali ini lebih kacau dan berbau. Kaia yang sudah siap siaga membawa kantong plastik sampah mulai memungut gumpalan kertas, bungkus makanan kecil dan kaleng softdrink. Dalam hati ia mengejek kebiasaan buruk Tristan mengkonsumsi snack dan cola. Usai membuang sampah dan membawa semua piring kotor ke bawah. Kaia mulai menyusun buku-buku dan majalah – kebanyakan mengenai dunia arsitek – alat tulis yang berceceran mulai dari pensil berbagai ukuran, penggaris segitiga, busur, drawing pen di meja yang berukuran besar, di sampingnya terdapat meja gambar (drafting machine) yang kosong. Sebuah maket yang bisa Kaia tebak adalah karya pertama Tristan.

Kaia sudah hampir mengerjakan seluruh pekerjaan - sesuai dengan niat awal - untuk membersihkan ruangan ini. Kecuali pada satu sudut, karena disana adalah tempat yang bisa dibilang paling bersih dan rapi dibanding bagian yang lain. mulanya Kaia tak ingin menyentuh benda apa pun disana, kecuali membersihkan debu yang sedikit melapisi meja.

Di atas meja itu terdapat satu buah meja kerja dengan macbook yang tertutup rapat, Kaia mendekati tempat itu seakan ada tali tak kasat mata yang membawa tubuhnya kesana. Meja itu terlalu kosong untuk disebut meja kerja, memang meja itu dipenuhi kertas sketsa dan bahkan vas bunga, hanya itu.  Yah, itu yang membuat meja ini begitu terasa sepi. Dan sekali lagi, entah mengapa tangan Kaia – seakan tahu apa yang akan ia temukan di sana – membuka laci pertama dari meja itu dan menemukan satu pigura kecil yang terbalik. Kaia mengangkat benda itu sehingga ia bisa melihat foto siapa itu. Ia mengumpat dalam hati ketika dirinya merasa lega mendapati itu adalah foto Tristan, Gama dan Kania saat mereka kuliah S1 dulu.

Kaia hampir menutup kembali laci itu ketika matanya kembali menatap sesuatu. Sebuah kertas yang kecil, hanya seukuran setengah telapak tangannya. Kaia tahu benar itu selembar foto polaroid, difoto itu Tristan mengenakan toga memegang bunga dan ijazah, namun mata pria itu menatap lekat pada Kania yang tertawa lepas disebelahnya. Tatapan yang penuh cinta, tatapan yang selalu Kaia lihat ketika Tristan menatap Kania. Tatapan yang entah bagaimana masih, bagaikan menabur garam di atas borok yang ia derita sekarang. Masih.

Seketika Kaia merasa tidak nyaman berada di tempat itu, dengan tergesa-gesa ia pergi. Ia memang tidak seharusnya berada di sana. Tristan pasti sudah menduga ia akan datang ke sini, karena itu Tristan sengaja menyembunyikan foto itu. Dan ia yakin masih banyak foto-foto lain yang belum ia temukan. Seharusnya ia tidak pernah menyentuh tempat ini, tidak. Bagi Tristan ia tidak lebih dari sekadar orang asing yang membikin tak nyaman.

Kaia terlalu lalai, pikirannya terlalu kacau untuk memperhatikan genangan air yang tertumpah di tangga saat ia membawa gelas kotor ke bawah. Kakinya menginjak genangan itu tanpa memperhatikan keseimbangan. Ia menjerit histeris berusaha melindungi apa yang ia miliki di dalam perutnya, namun semuanya sudah terlambat.

***

"Ya, jadi aku udah serahkan tokoku di Manhattan ke manager toko, cukup sulit untuk dapetin yang sekompeten dan sejujur dia, Tris. Bayaran memang mahal tapi Anna memang yang paling bagus di antara kandidat lain. Dan akhirnya, aku bisa tanpa banyak beban terbang ke Indonesia. Aku mau buka butik di sini, jadi sponsor di beberapa PH di Jakarta juga."

"Intinya kamu bakal menetap." Tristan menjawab sembari memotong wagyu steak pesanannya.

Setelah mengantar berkeliling pameran, Tristan menjanjikan Lena sebuah makan malam. Sebagai 'teman lama' yang sudah lama tidak pulang ke Indonesia sudah sewajarnya Tristan menawarkan makan malam untuk sedikit bernostalgia mengenai masa kuliah mereka di Manhattan. Kemudian mereka berakhir disini, di restoran hotel dimana tadi pameran dilaksanakan.

"Hmm, selama mungkin yang aku bisa, Tris."

"Kamu mau cari Papamu, disini?"

Wajah Lena terlihat muram, meski pun begitu tidak mengurangi keanggunannya. Dari ekspresi itu Tristan bisa menebak bahwa Lena ingin bertemu dengan ayahnya, dan mungkin ia belum menemukan alasan yang tepat kenapa ia harus mencari pria yang merupakan Ayah biologisnya itu.

Tristan sudah tahu mengenai kisah Lena yang begitu dekat dengan Ayahnya, namun pria itu meninggalkannya pulang ke Indonesia tanpa pamit, bahkan kabar berita untuk selanjutnya. Setahunya, Mama Lena (orang Manhattan) masih berhubungan selama sebulan setelah kepergian Ayahnya, namun hal itu masih tidak menjelaskan apa pun kecuali memberitahukan alamat dan uang yang dia simpan di atas lemari untuk biasa sekolah Lena. Lena menduga, Ayahnya memiliki keluarga lain di Indonesia, itulah mengapa Mamanya tidak banyak mengatakan apa pun ketika ia masih terlalu muda.

"Kamu tahu, Jakarta saja luas apalagi Indonesia. Belum tentu keberadaan dia masih di Jakarta. Meskipun alamat yang aku kantongin beralamat di ibukota, bisa saja dia udah pindah. Ini alamat 15 tahun yang lalu..."

"Kamu bicara gitu... Itu artinya kamu mau cari dia dan pengen ketemu dia." Tristan menjawab seadanya.

"Ketemu pun aku nggak tahu mesti ngomong apa..."

Tristan menggedikan bahu, "selalu ada yang ingin kamu sampaikan atau tanyakan sama orang yang meninggalkan kamu tanpa alasan."

Lena mengibaskan tangan acuh tak acuh, "Udahlah, jangan ngomongin Papa lagi. Itu bikin aku sedih. Ceritain tentang kamu aja, tentang gimana kamu bisa menikah dengan istrimu." Tatapan wanita itu berubah menjadi sengit, "terakhir kamu mutusin aku karena kamu cinta dengan wanita lain dan itu Kania yang tadi siang aku temuin. Anehnya, dia bukan istri kamu..."

"Ceritanya panjang, makan malam ini nggak cukup lama untuk menceritakan itu semua." Tristan berusaha menyembunyikan air muka. Bukannya tak mau, tapi karena ia memang tidak sanggup kembali menceritakan semua itu dari awal. Bagaimana mungkin ia bisa mengungkit bencana itu dan menutupi dengan kebohongan yang sudah ia susun. Lagipula, Lena terlalu cerdik untuk hal itu.

"Kamu tinggal jawab, kamu cinta sama dia dan itu menjelaskan semuanya... atau..."

"Lena."

"... kamu nggak cinta sama dia."

Tristan meletakkan pisau dan garpunya secara serentak dan menatap Lena agar meminta wanita itu berhenti menyinggung nya. Dan itu sepertinya berhasil (untuk sementara waktu).

"Ups, aku cuma becanda kok. Tentu kamu cinta sama dia makanya kalian bisa menikah. Kalo menurut kamu waktu makan malam ini terlalu singkat. Kita bisa pergi ke tempat lain setelah makan. Oh ya, mungkin aku bisa nunjukkin apartemenku ke kamu."

"I am a married man, Lena."

"Then we should celebrate it! Aku mau pesen wine, kamu mau?"

"Aku harus nyetir nanti."

Ponsel Tristan bernyanyi, ia mendengar Lena memesan wine pada pelayan sementara ia menerima telepon dari Gama.

"Ya, kenapa?"

"Kamu buruan ke rumah sakit sekarang, Kaia kecelakaan. Pokoknya kamu harus datang, sekarang!"

Tanpa mengizinkan Tristan untuk bertanya lebih jauh atau sekadar menjawab, Gama langsung mematikan hubungan telepon mereka.

Tristan menatap wajah semringah Lena yang menanti gelas wine-nya terisi.

"Lena, aku harus pergi."

***


yeeey, akhirnya aku muncul lagi.

lama ya? wkwkw, udah baca syarat dong harus tahan kalo aku lama update.

fix nambahin tokoh baru, apakah Lena pelakor? kita liat aja nanti, LOL.

bagi yang mau kasih saran buat penggambaran tokohnya siapa, boleh kasih saran.

kemaren kan aku tulis si Kaia kek Kang Sora tuh, kalo sekarang terserah kalian mau indo, barat, thailand, korea, kalo sreg nanti aku jadiin cast yang kalian sebutin.

Cerita ini bakal kulanjutin ASAP, sebisa aku, karena... aku bingung mau membawa Tristan dan Kaia kemana, kedalam kebahagiaan instan atau penderitaan yang berakhir belum tentu manis :p


See ya ^^/


Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 339K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
3.7M 54.2K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
17M 755K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
943K 87.5K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...