Salted Wound [Sehun - OC - Ka...

By heena_park

383K 35.2K 3.9K

Luka yang telah tertanam sedari kecil membuat Se-hun berubah menjadi pembunuh berdarah dingin andalan organis... More

PROLOGUE
Youtube Video Trailer
CHAPTER 1 - [Brother]
CHAPTER 2 - [His Darkest Side]
CHAPTER 3 - [Obsessed]
CHAPTER 4 - [Prom Night]
CHAPTER 5 - [Someone From The Past]
CHAPTER 6 - [Your Best Friend is Your Biggest Enemy]
CHAPTER 7 - [The Monster Creator]
CHAPTER 8 - [A Girl in The Maroon Dress]
CHAPTER 9 - [Venice]
CHAPTER 10 - [The Savior]
CHAPTER 11 - [22]
CHAPTER 12 - [Aspectabund]
CHAPTER 13 - [Photograph]
CHAPTER 14 - [Jealousy]
CHAPTER 15 - [Eccedentesiast]
CHAPTER 16 - [The Boyfriend]
CHAPTER 17 - [Human]
CHAPTER 18 - [The Beginning]
CHAPTER 19 - [Parents]
CHAPTER 20 - [First Kiss]
CHAPTER 21 - [Lacuna]
CHAPTER 22 - [THE KILLER]
[EXPLICIT] CHAPTER 23 - [Into You]
CHAPTER 24 - [No Escape]
CHAPTER 25 - [Who Are You?]
CHAPTER 26 - [The Truth]
CHAPTER 27 - [Deimos]
CHAPTER 29 - [Ready For War]
CHAPTER 30 - [What a Cruel World]
CHAPTER 31 - [Three of Swords]
BAB 32 - [Far From Home]
CHAPTER 33 - [Far From Home #2]
EXTRA PART

CHAPTER 28 - [Royce Hayden]

5.5K 764 107
By heena_park


Akhir-akhir ini Royce susah tidur, pikirannya selalu terganggu oleh alat yang ditanam Elliot pada kedua lengan Se-hun. Ia sangat takut bila Elliot kehilangan kendali dan meledakkan alat tersebut. Jujur, Royce tidak pernah setuju bila Elliot menggunakan peledak untuk membuat pria itu tunduk padanya, padahal Royce sudah memberikan jalan keluar lain agar memanfaatkan keluarga tiri Se-hun dengan mengancamnya dan semua pasti berjalan sesuai rencana. Hanya saja, Elliot si kepala batu lebih memilih menggunakan alat yang berisiko.

Mencuri remote control alat tersebut bisa menjadi jalan keluar untuk masalahnya. Namun, Elliot selalu membawa barang itu ke manapun. Ia tidak memiliki cukup ruang untuk mengambilnya.

Royce yang sempat keluar sebentar, akhirnya kembali ke rumah Elliot. Tak sengaja. Pria itu melihat seorang gadis yang serasa tak asing baginya, ia berjalan terburu-buru sambil menarik koper. Tunggu, bukankah itu Hee-ra?

Tapi kenapa Hee-ra membawa koper? Apa ia mencoba kabur? Royce tidak bisa membiarkannya! Akan berbahaya bagi Hee-ra untuk berkeliaran di luar sana, lagipula, di mana Se-hun sekarang? Kenapa dia membiarkan Hee-ra pergi?

"Ikuti gadis itu," perintahnya pada sang sopir sambil menunjuk gadis yang dimaksud.

Ketika jarak mereka hanya terpaut beberapa meter, Royce segera keluar dan menahan lengan Hee-ra hingga gadis itu berbalik penuh tanda tanya. Matanya menyiratkan kesedihan meskipun tidak ada tangisan. Royce menghela napas panjang. "Nona Shin? Anda mau pergi ke mana?" tanyanya perhatian.

Hee-ra tak berusaha melepaskan tangannya dari Royce. Ia menggigiti bibir bawahnya yang masih bergetar. "Sejauh mungkin." Ia berhenti sebentar, tiba-tiba saja sebuah pandangan tajam dilayangkan Hee-ra ke arah Royce dan mulai memberontak minta dilepaskan. "Anda mengetahuinya, kan? Anda yang bersekongkol dengan Elliot untuk melakukan ini pada Se-hun!"

Royce mengerutkan dahi, mungkinkah Hee-ra mengetahui alat yang ditanam Elliot dalam lengan Se-hun? Kalau memang iya, seharusnya Hee-ra tak meninggalkan Se-hun, kan?

"Kenapa kalian menggunakan Se-hun sebagai alat untuk menghancurkan organisasinya? Bagaimana kalau dia gagal dan kehilangan nyawa? Apa anda tidak memiliki hati? Bagaimana kalau hal itu terjadi pada putra anda? Bisakah anda merelakannya mati untuk hal ini? Seberapa mahal anda berani membayar kebahagiaan yang telah dihancurkan?"

Hatinya berasa ditusuk ribuan pisau kala mendengar perkataan Hee-ra barusan. Di satu sisi, ia akhirnya paham seberapa besar cinta Hee-ra untuk Se-hun. Namun, di sisi lain, apakah Hee-ra tahu kenyataan paling kelam yang sebenarnya terjadi? Kenyataan bahwa Se-hun adalah putranya, tepat seperti perumpamaan yang ia gunakan.

Royce mengangguk. Ia melepaskan cengkeraman dari lengan Hee-ra. "Benar, aku memang tidak punya hati, sama seperti Elliot."

Astaga, bisa-bisanya dia menjawab seperti itu? Bolehkah Hee-ra menampar pria ini sekarang?

"Dan benar, aku memang tak akan merelakan putraku diperlakukan seperti itu." Kilatan matanya berubah nanar. Kalau dipikir-pikir, kejahatannya pada Se-hun memang tak bisa dihitung, mulai dari anak itu lahir sampai sebesar ini. Royce kadang ingin membunuh dirinya sendiri untuk menebus kesalahannya, tapi apakah dengan mati akan membuat Se-hun mengampuninya begitu saja?

"Tapi aku tidak punya pilihan. Aku percaya dia pasti bisa melakukannya." Sejenak Royce terdiam, pandangannya menerawang, menimbang apakah mengatakannya pada Hee-ra adalah pilihan yang tepat.

Tapi keadaan seolah tak mengizinkannya berpikir lebih lama, Royce takut Hee-ra pergi dan Se-hun akan memilih untuk mati. "Se-hun adalah putraku, dia hanya belum mengetahuinya."

Putra?

Tidak mungkin!

Hee-ra menggeleng tak percaya. Dagunya mengeras, Royce pikir Hee-ra bisa dibodohi semudah itu?

"Tidak mungkin. Saya tidak sebodoh itu untuk memercayai ucapan anda."

Semua orang awalnya memang tak percaya ketika Royce berkata bahwa Se-hun adalah putranya. Ia juga tak terkejut saat Hee-ra menolak pernyataan barusan.

Miris. Mungkinkah ini karma dari apa yang dilakukannya semasa muda? Royce menundukkan kepala. Kedua telapak tangannya berkeringat, dan Hee-ra menyadari perubahan lelaki itu.

Ini aneh, tiba-tiba saja Hee-ra merasa bahwa yang dikatakan Royce bukanlah omong kosong belaka. Tapi... bukankah orang tua Se-hun berkebangsaan Korea?

"Semua orang berkata seperti itu padaku, bahkan Elliot juga mengatakannya." Royce menghembuskan napas gusar. "Aku tidak memaksamu untuk percaya, tapi jika kau bersedia, aku akan menceritakan segalanya, termasuk mengakui kesalahanku saat menyeret dan melemparkan tubuh Se-hun di depan Bruce Waylon. Seharusnya aku tak pernah menjualnya."

Bruce? Kata kunci yang akhirnya membuat Hee-ra membulatkan tekad untuk sedikit percaya. Ia yakin tidak semua orang mengetahui kisah Se-hun yang dijual sang ayah pada Bruce Waylon, dan pria ini mengetahuinya.

Tepat setelah Royce membalik badan dan berniat meninggalkan Hee-ra, gadis itu meraih tangan kanan Royce, menahannya hingga berhenti dan menoleh. Lantas, Hee-ra mendekat. "Ceritakan semuanya, saya akan mendengarkan anda," gumamnya.

Royce mengangguk antusias. Ia mengubah posisi tangan Hee-ra dan menggenggamnya, kemudian mengajak gadis itu masuk ke mobilnya. Mereka pergi ke sebuah restoran ternama, dengan penjagaan ketat oleh beberapa bodyguard, Royce memastikan keamanan mereka benar-benar terjamin.

Panjang, ia menceritakan kisahnya dari awal. Semua kesalahan yang diperbuat pada Se-hun, semua penyesalan yang didera karena melakukan itu semua, dan harapan untuk bisa menebus segalanya. Royce bahkan tak masalah saat Hee-ra melemparkan tatapan benci seolah berniat membunuhnya. Ia memang pantas pantas mendapatkannya. Ia pantas mati untuk menebus kesalahannya.

Saat akhirnya Royce mengakhiri ceritanya, Hee-ra mulai bertanya, "Apa anda belum mengatakannya pada Se-hun? Kenapa?"

Royce menutup kedua matanya sebentar. "Aku tak berani, aku tidak ingin kehilangan Se-hun jika ia mengetahui kenyataan. Dia pasti sangat membenciku."

"Ya, Se-hun sangat membenci anda..." Hee-ra menggantung perkataannya selama beberapa saat. "Tapi percayalah bahwa Se-hun pasti memiliki sedikit rasa bahagia saat mengetahui anda masih peduli dan berniat memperbaiki segalanya."

Tatapannya melembut, Hee-ra menggenggam dan mengusap kedua punggung tangan Royce. "Se-hun adalah orang yang baik, saya percaya dia akan menerima anda kembali."

Gadis ini...

Dia begitu baik dan kuat, pantas saja Se-hun sangat mencintainya. Bahkan ia mampu mengalahkan hati kelam yang dulu sempat menyelimuti Se-hun. Sekarang Royce yakin bahwa memang Hee-ra yang pantas menjadi pendamping hidup putranya.

"Terima kasih, nona, terima kasih..."

Hee-ra menggeleng. "Tidak, panggil saja saya seperti yang lain, anda tidak perlu memanggil saya menggunakan nona."

Royce terkekeh pelan. "Kalau begitu kau juga tidak perlu berbicara terlalu formal padaku. Mulai sekarang panggil aku paman atau ayah, setuju?"

Ayah...

Entah kenapa Hee-ra merasa ada ruang dalam hatinya yang menghangat. Ia begitu rindu memanggil seseorang dengan sebutan ayah Ia rindu akan kasih sayang ayahnya yang telah pergi. Mungkin Tuhan telah merencanakan segalanya, walaupun Royce tak akan pernah bisa menduduki tempat sang ayah, tapi dengan kasih sayang dan sifat kebapakannya, rasa rindu Hee-ra bisa sedikit terobati.

Hee-ra mengangguk. "Ya, ayah..." Ia terkekeh. "Apa tidak masalah memanggil seperti itu?" tanyanya yang kemudian membuat Royce tertawa.

Royce menggerakkan tangan kanannya untuk mengusap rambut belakang Hee-ra. "Tentu saja tidak. Lagipula Se-hun sangat mencintaimu. Kuharap kalian bisa bersatu." Ia berhenti sejenak dan berucap dengan lebih lembut. "Aku akan sangat bahagia bila itu terjadi, Shin Hee-ra."

Pipinya memerah, malu karena Royce berkata demikian. Ia senang karena orang tua Se-hun telah memberikan restu untuk kelanjutan hubungan keduanya, tapi bagaimana dengan yang lain? Bisakah mereka tetap bersama nanti?

Royce berdehem. "Jadi, bagaimana kalau kita kembali? Se-hun pasti kebingungan mencarimu."

Kali ini Hee-ra setuju, ia mengekori Royce yang sudah lebih dulu bangkit dan keluar dari ruang VVIP restoran menuju ke mobil. Memang keputusannya beberapa waktu lalu sangat kekanak-kanakan. Seharusnya Hee-ra memberikan waktu bagi Se-hun untuk menjelaskan dan mungkin pikirannya akan sedikit berubah. Untuk ke depannya. Hee-ra harus belajar dari kejadian ini. Setidaknya ia harus mulai menjadi sosok yang tidak terburu-buru dan ceroboh dalam mengambil keputusan.

Setelah keduanya duduk nyaman di mobil, Royce kembali bersuara, lebih terkesan berbisik, "Mmm... bisakah kau merahasiakannya dari Se-hun? Aku belum siap jika dia tahu yang sebenarnya."

Hee-ra mengangguk. "Baiklah, aku akan melakukannya," balas Hee-ra.

Royce bernapas lega, senang karena Hee-ra bisa diajak bekerja sama. Beberapa detik kemudian ekspresinya berubah serius. "Tapi Shin Hee-ra..."

"Ya?"

"Apa... apa kau sudah tahu kalau Elliot menanam alat peledak di kedua lengan Se-hun?"

"Peledak?" Hee-ra membulatkan mata bersamaan, kemudian menggeleng. "Se-hun tidak mengatakan apapun tentang itu..."

Oh sialan, sepertinya Royce salah bicara. Mungkin saja Se-hun sengaja merahasiakannya dari Hee-ra. Tapi karena sudah terlanjur, Royce sebaiknya mengatakan apa yang ada dalam pikirannya saja.

"Begini, kalau Se-hun berani mengekang Elliot, kemungkinan besar Elliot akan meledakkan Se-hun dengan alat yang telah ditanam di lengannya. Maka dari itu kita tidak punya pilihan selain mendoakan Se-hun berhasil mendapatkan yang Elliot inginkan. Remote control alat itu menggunakan kode yang hanya dimengerti oleh agen rahasia. Kita bisa saja mencurinya dari Elliot, namun cukup sulit, lagipula aku tidak tahu bagaimana cara menggunakannya." Royce menelan salivanya berat. "Jadi, kumohon Shin Hee-ra, dukunglah Se-hun untuk melakukannya dan berdoalah untuk keberhasilannya."

"Apa Hee-ra belum kembali? Sudah lama dia tidak ikut latihan, padahal sebentar lagi akan ada pementasan." Mrs. Sanders muncul dari balik pintu, sementara Jong-in tengah sibuk mengusap keringatnya yang terus mengucur.

"Aku tidak bisa menghubunginya sejak tadi." Ia mendengus keras. "Aku bahkan tidak bisa berpikir jernih, aku takut sesuatu yang buruk terjadi padanya." Jong-in melempar handuk ke meja. "Dia bilang, dia sedang berada di luar kota karena urusan keluarga. Tapi saat aku menghubungi ibunya... ibunya masih berada di Korea. Lalu dia pergi dengan siapa? Keluarga siapa yang dimaksud?"

Mrs. Sanders kehabisan kata-kata, ia mengusap rambut basah Jong-in. "Mungkin dengan saudaranya." Ia berhenti sebentar dan mendesah berat. "Aku berharap kalian berdua akan menjadi pasangan di pentas berikutnya. Kalian sangat serasi untuk pertunjukan ini."

Ya, semua penari di tempat ini juga setuju kalau Hee-ra dan Jong-in merupakan pasangan yang sangat serasi, bahkan Emma yang selalu mengambil kesempatanpun juga mengakuinya. Mereka semua mendukung Jong-in dan Hee-ra untuk terus bersama. Hubungan keduanya tidak memiliki terlalu banyak drama melankolis seperti Emma dan kekasihnya. Mereka bahkan sering bertengkar di depan umum, sangat memalukan. Berbeda dengan Hee-ra dan Jong-in, mereka bisa memisahkan urusan privasi dan profesional.

"Aku berharap yang terbaik untuk kalian," kata Mrs. Sanders sebelum akhirnya meninggalkan Jong-in.

Sesaat setelah Mrs. Sanders pergi, Jong-in mengacak rambut frustasi. Ia sangat merindukan Hee-ra, ia butuh Hee-ra di sampingnya, ia ingin berbagi dengan Hee-ra, tapi gadis itu menghilang begitu saja. Ia takut tak bisa melihat Hee-ra lagi, ia takut Se-hun melakukan sesuatu yang buruk padanya.

Masih dalam keadaan cemas, tiba-tiba ponselnya berbunyi, Jong-in langsung meraih benda kecil tersebut dan berharap Hee-ra yang menghubungi. Namun, harapannya pupus kala mendapati nama Jason tertera di sana.

Dengan agak malas, Jong-in menekan tombol jawab dan mulai mengeluarkan suara, "Halo?"

"Oh, Jong-in? Aku benar-benar lupa menyampaikan ini tadi siang," ujar Jason yang membuat Jong-in penasaran.

"Ada apa? Apa kau bertemu Hee-ra atau semacamnya?"

"Apa? Tidak, tentu saja aku tidak bertemu Hee-ra, tapi Leana. Tadi pagi dia melihat Hee-ra dan kakaknya di kampus menemui dekan."

"Dekan? Apa ada masalah?"

"Entahlah, aku tidak begitu yakin. Tapi, Leana bilang Hee-ra akan mengambil cuti sampai akhir semester."

Keningnya mengerut tak percaya. Yang benar saja! Kenapa Hee-ra mengambil cuti? Pasti Leana berbohong. "Apa Hee-ra berkata demikian pada Leana?"

"Tentu saja tidak! Leana menguping pembicaraan mereka. Hee-ra bahkan tidak menyapa siapapun di kampus. Leana bilang, Hee-ra kelihatan buru-buru. Aku jadi curiga sesuatu terjadi padanya."

"Tentu saja sesuatu terjadi padanya! Apa kau bodoh? Mana ada orang yang baik-baik saja mengambil cuti kuliah!"

Astaga, Jong-in tak bisa mengontrol emosinya.

"Calm down, bro. Apa aku mengatakan sesuatu yang salah hingga membuatmu marah?"

"Maafkan aku..." Jong-in mendecak, ia gelisah, sangat gelisah. "Aku hanya tidak bisa berpikir jernih. Maksudku apa yang Hee-ra lakukan? Kenapa dia mengambil cuti? Aku benar-benar tak mengerti. Dia tak menjawab panggilanku sejak tadi pagi. Aku benar-benar bingung."

Jason memelankan suaranya, berusaha memberi dukungan pada Jong-in. "Aku akan membantumu mencari tahu, brother. Kuatkan hatimu untuk semua ini, mungkin Hee-ra memang belum bisa memberitahumu apa yang sedang terjadi."

"Kuharap juga seperti itu. Aku benar-benar merindukannya."

Semakin lama, hubungannya dan Hee-ra terasa semakin janggal dan tak bertuan. Hee-ra seolah mulai meninggalkannya. Jong-in sendiri tidak tahu apa yang membuat Hee-ra melakukan itu. Seingatnya, dulu Hee-ra tidak seperti itu, tapi sejak kepulangannya dari Venice, segalanya berubah.

Jong-in merindukan Hee-ra yang dulu...

"Aku tidak mau tahu, segera temukan Hee-ra sebelum Jasmine melakukannya!"

Se-hun murka, ia menyesali keputusan bodohnya karena membiarkan Hee-ra pergi. Sudah tahu di luar sana berbahaya, tapi tubuhnya malah mematung dan membiarkan gadis itu berlari.

Se-hun tak akan memaafkan dirinya sendiri bila beberapa waktu lagi mendapat kabar Hee-ra telah ditemukan oleh Jasmine. Ia tidak bisa membayangkan betapa mengerikannya Jasmine ketika kembali melihat Hee-ra.

"Se-hun?"

Se-hun langsung menengok begitu mendengar suara yang sangat familiar di telinganya. Ia menghela napas panjang mendapati Hee-ra datang bersama Royce.

"Lupakan, dia sudah ada di sini," instruksinya melalui telepon, kemudian memutus panggilan.

"Maafkan ak—"

"Maafkan aku." Belum sempat Hee-ra menyelesaikan kalimatnya, Se-hun sudah mendahului dan langsung menenggelamkan Hee-ra dalam pelukannya. Kekhawatirannya menghilang begitu saja saat melihat Hee-ra baik-baik saja.

"Kumohon jangan pergi. Kau boleh membenciku, tapi jangan pernah pergi karena mereka bisa mengancam nyawamu." Se-hun melonggarkan pelukannya dan menangkup kedua pipi Hee-ra. "Aku tidak ingin kehilanganmu."

"Aku juga tidak ingin kehilanganmu..." Hee-ra memejamkan mata, membiarkan Se-hun mengusap kedua pipinya. "Berjanjilah untuk berhasil melakukannya dan kembali padaku, mengerti?"

Senyumnya merekah, Se-hun tak menyangka Hee-ra akan mendukung setelah sempat marah-marah dan memilih pergi. Ia menebak hal ini pasti ada hubungannya dengan Royce. Yah, walaupun Se-hun tidak begitu mengenal Royce, setidaknya ia harus mengucapkan terima kasih nanti.

Se-hun mengangguk beberapa kali. "Aku berjanji, asal kau mau menungguku." Tangan kanannya memegang lembut dagu Hee-ra. "Kau mau kan menungguku?"

Hee-ra mengangguk. "Tentu saja. Aku berjanji akan menunggumu kembali." Hee-ra kembali menenggelamkan dirinya dalam pelukan Se-hun. Ia ingin mencurahkan perasaannya pada pria itu.

Hee-ra mungkin tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan cukup baik, tapi ia sangat mencintai Se-hun. Pria itu sangat penting dalam hidupnya. Ia rela melakukan apapun asal bisa melihat Se-hun.

Ia hanya ingin Se-hun selamat.

Begitupun sebaliknya, Se-hun ingin Hee-ra yang selamat.

Mereka saling berdoa untuk keselamatan satu sama lain, mereka saling menjaga, dan mereka sama-sama berjuang untuk mencapai kebahagiaan.


TO BE CONTINUED

Continue Reading

You'll Also Like

992K 9.9K 19
Sebelum membaca, alangkah baiknya kalian untuk follow akun wp gw ya. WARNING!!!🔞 YANG GAK SUKA CERITA BOYPUSSY SILAHKAN TINGGALKAN LAPAK INI! CAST N...
73.2K 5.9K 45
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
1.3M 116K 62
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
185K 15.8K 84
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...