MY EX-BOY'S FRIENDS

By TyaaaZ

40.5K 3.1K 566

Dijodohkan dengan mantan pacar, dan harus terlibat hubungan yang rumit dengan 'teman-teman' dari mantan pacar... More

1. putus
2. reason
3. ospek
4. (Not) a Free Card
5. A for Arveann
6. Gosip
7. say 'no!' to 'dijodohin!'
8. Pacar??
9. Navintar
10. Tanggung Jawab
11. Very Ordinary You
12. Arvin
13. SISI LAIN
14. (r)asa
15. Perubahan kecil
16. another feeling
17. Friend??
18. Menyerah
19. Voy-Ve-2Vin
20. Untitle feeling
21. Cemburu
22. Kesepakatan
24. Spesial
25. Pilihan
promo
26. Special Chapter

23. Terungkap

1.2K 119 27
By TyaaaZ

Ren menatap kakaknya yang berbaring membelakanginya. Keduanya memang pulang setelah peristiwa di kampus tadi. Dan Rissa langsung masuk ke kamarnya. Ren mengikutinya, mengantar kakaknya ke kamarnya.

Ada yang mengganggu Ren.

Sejak kapan Rissa punya trauma sentuhan? Ya, Ren tahu, sejak pelecehan yang hampir Rissa alami, membuat kakaknya menjaga jarak dari lawan jenis. Tapi tidak ada seorang pun yang mengatakan padanya soal trauma itu. Dan Voy tahu? Ren yakin hanya pemuda itu yang tahu. Karena jika orangtua mereka mengetahuinya, mereka pasti tidak akan mengijinkan kakaknya pergi ke keramaian seperti konser 'Boy Group' yang salah satu membernya mirip dengan Navintar, beberapa tahun lalu.

Apa Ren belum bilang? Wajah Navintar sangat menjual karena kemiripannya yang nyaris 90% dengan seorang artis luar negeri. Itu yang Ren dengar. Dia mana peduli dengan hal semacam itu.

Oke itu sedikit keluar dari jalur.

Dan seingat Ren, kakaknya baik-baik saja saat mengikuti kuis tebak gambar di sebuah acara tujuh belasan di kompleks tempat tinggal mereka, yang mengharuskannya mendapat sentuhan -tepukan di bahu, dari belakang- dari anggota timnya.

Ada yang aneh di sini, dan sepertinya dia perlu bertanya pada Voy. Apa Rissa menyembunyikan ketakutannya seorang diri?

Sementara itu, Eann terdiam di samping Navintar. Tanpa sengaja menguping percakapan di sekitarnya, tentang Rissa dan traumanya. Hampir semua orang bersimpati padanya, meski ada beberapa mulut jahat yang tanpa basa-basi mengejeknya.

Eann memang tidak menyukai Rissa. Tapi dia juga bukan cewek yang akan dengan mudahnya berteriak kegirangan atas rasa sakit orang lain. Dia memang bermulut pedas, tapi dia lebih suka mengatakan rasa bencinya langsung dihadapan orang itu, dari pada menggunjingkannya di belakang.

"Jadi dia pernah mengalami hal seburuk itu di kendaraan umum saat SMA? Pantas saja Voy, Ren dan Alvin sangat melindunginya," ucap Martin. Mayang yang juga tahu tentang hal itu mengangguk kecil.

Mereka sedang berada di salah satu sudut kantin. Menunggu Fani yang belum selesai kuliah.

"Kamu tahu, Nav?" Tanya Martin.

Navintar yang tengah memperhatikan Eann yang tak bersuara, tersentak mendengarnya.

"Apa?" tanyanya.

Martin berdecak sebal. "Kamu kenapa sih, dari tadi ngeliatin Veann terus? Mau cari perhatian lagi biar kalian balikan, ya?" tuduh Martin dengan tatapan menggodanya.

Navin mendengus. "Kalo iya, nggak ngaruh juga sama hidup kamu kan?" jawab Nav.

Martin dan Mayang saling pandang. "Beneran?!" sentak mereka kompak.

Navintar memutar matanya. "Apa ada yang aneh?"

"Aneh jika seorang Navintar Erlando berbalik arah dan mengejar masa lalu," sahut Mayang. Martin terkikik mendengarnya. "Tapi tidak aneh jika Arveann orangnya. Myria udah cerita semuanya. Kamu akan selalu kembali pada Arveann, sejauh apapun kamu pergi."

"Tapi aku tidak setuju. Kamu hanya akan membuat Veann menangis lagi," ucap Martin seraya menoleh pada Eann yang masih tidak focus. "Ve? Kamu sakit?" tanyanya heran.

Arveann tersentak. "Ya?"

"Kalo kamu sakit pulang, gih!" ucap Martin lagi.

Eann mengangguk. "Hmm," jawabnya seraya mengemasi barangnya.

Lagi-lagi Martin dan Mayang saling pandang. Eann mematuhi kata-katanya yang tanpa nada perintah, dan tanpa perdebatan. Dia pasti benar-benar sakit.

Navin mencangklong tasnya, menghabiskan minumannya sembari berdiri dan mengulurkan tangannya pada Eann. Gadis itu menoleh, lalu menyambutnya tanpa banyak bicara.

"T-tunggu! Kalian..., Alvin..." Martin merancau tak jelas.

"Alvin suka sama cewek lain," jawab Nav asal.

Mayang menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Berpikir sedari tadi Eann diam saja mungkin karena patah hati.

"Ann?" gumamnya. Dia ingat saat pertama berhembus kabar Alvin dan Eann pacaran, ada beberapa teman kuliahnya yang dulu satu SMA dengan Alvin, mengatakan mungkin Alvin menyukai Eann karena sikap dan penampilannya mirip Ann. Hanya saja, Ann itu playgirl terselubung.

Alis Navintar bertaut. Tak mengira Alvin benar-benar punya cewek lain.

"Navin, ayo!" Eann menarik tangan Navin yang menggenggam tangannya. Membuat pertanyaan tentang Alvin tak terucap dari mulut pemuda itu.

"Hmm, pulang ke mana?" tanyanya, lalu melangkah pergi bersama Eann.

"Aku mau makan es krim di tempat biasa. Boleh?"

"Oke!" jawab Navintar sambil menarik tangannya yang menggenggam jari Eann untuk mengacak rambutnya. Lalu kembali menggandeng Eann. Mengabaikan beberapa mahasiswi yang berbisik-bisik saat berpapasan dengan mereka.

Navin yakin, besok akan muncul gossip tentang keduanya.

Peduli amat.

Dia justru senang jika benar muncul gossip itu. Karena dia bisa mengatakan pada semua orang, bahwa Eann adalah miliknya. Tidak akan rugi kan?

🏵🏵

Voy sedikit kaget saat mendapati Ren berada di kamarnya. Sudah cukup lama, terakhir bocah itu muncul tanpa ijin di sana. Dengan wajah yang ditekuk pula.

"Baru pulang?" Tanya Ren.

"Hn," jawab Voy seraya meletakkan tasnya dimejanya.

Sebenarnya mata kuliah terakhirnya ditunda, karena dosen pengajarnya mendadak mendapat panggilan untuk melakukan seminar minggu depan, menggantikan temannya yang harus melakukan operasi usus buntu. Dan hari ini beliau harus mengurus semua yang berkaitan dengan acara itu.

Yang membuatnya baru pulang adalah, dia langsung ke rumah Eann, untuk bicara dengan gadis itu, tapi ternyata setelah sejam menunggu, Eann tidak juga kembali. Raras bilang, hari ini Eann menginap di rumah Nav.

Lagi.

Dan Voy cukup frustasi dengan masalahnya sendiri dan tidak tertarik untuk mendengar apa pun keluhan Ren hari ini.

"Baik-baik saja?" tanya Ren.

Voy menarik kursi di depan meja yang sering ia gunakan untuk belajar. Menghempaskan diri di sana. "Ya, kurasa sedikit kurang baik," ucapnya.

Atau banyak. Lanjut hatinya.

Dahi Ren berkerut, menandakan kebingungannya. Namun tak berniat bertanya, karena dia datang bukan untuk menjadi teman curhat Voy.

"Ada yang ingin aku tanyakan," ucap Ren yang membuat Voy menoleh. "Trauma sentuhan pundak? Sejak kapan kakakku mengidapnya?"

Alis Voy bertaut. "Bukankah..., sejak kejadian itu?" ia balik bertanya.

Dahi Ren berkerut mendengar ucapan Voy. Menggeleng pelan seraya mencoba mengingat trauma yang Voy bicarakan.

"Kak Rissa memang sempat shock. Perlu waktu lama untuk membuatnya kembali ceria. Tapi tidak ada trauma apapun."

Voy terhenyak. "T-tapi..., setiap dua minggu sekali aku mengantarnya melakukan terapi."

"Benarkah? Ke mana?"

"Ke Dokter Amara."

Ren menghela nafas. Antara lega dan marah sekaligus. Memancing rasa penasaran Voy.

"Ada yang salah?"

"Amara Darunisya kan?" tanya Ren yang dijawab anggukan Voy.

"Apa sangat parah? Padahal setahun lalu dia sudah sembuh. Tapi kenapa tiba-tiba kambuh lagi?"

Ren tertawa miris. "Untuk pertama kalinya aku merasa ingin berhenti menjadi adiknya. Amara Darunisya, dia sepupu kami. Dan dia dokter mata."

Voy tertegun. "Selama hampir 3 tahun dia membohongiku tentang trauma yang sebenarnya nggak ada? Sebenarnya apa yang..."

"Aku rasa kamu benar. Kakakku hanya menginginkan perhatian dari sosok ayah. Dia melakukan segalanya untuk mendapatkannya. Aku ingat, mama pernah bercerita, kak Rissa bahkan pernah menginginkan ayah temannya saat SMP. Selalu membuat temannya terlihat buruk di depan pria itu untuk mengambil perhatiannya."

Tubuh Voy lemas mendengarnya. Dia tidak menyesali apapun selama hampir 3 tahun ini dibohongi oleh Rissa. Satu-satunya yang membuatnya menyesal adalah, dia kehilangan kepercayaan Eann karena kebohongan Rissa.

"Arveann...., akan bertunangan dengan Nav," ucap Voy dengan nada rendah.

Ren tersentak mendengarnya.

"Aku kehilangan kepercayaannya, karena Rissa," lanjutnya.

"A-apa? Tunangan? Kehilangan kepercayaan? Apa maksudmu? Kamu bilang soal perasaan kamu sama Veann? Di saat dia masih pacaran dengan Alvino?"

Voy tak menyahut. Apa gunanya lagi sekarang.

.

Navintar mengurungkan niatnya keluar dari mobil, saat Eann tak juga bergerak. Pemuda itu tahu, Eann tengah bimbang dengan keputusannya. Dia tahu, Eann mulai menyadari perasaannya pada Voy.

Tangan Nav terangkat, membelai kepala Eann lembut, sebelum memutarnya menghadap padanya.

"Kamu ingat ucapan bunda? Kebersamaan kita lebih lama dibanding saat kita putus. Jadi rasa sayang itu pasti lebih besar dari apapun. Percaya sama aku, ini yang terbaik. Oke?" ucapnya.

Eann tak menyahut. Hanya menatap pemuda dihadapannya. Mata Navin menyiratkan kejujuran dalam ucapannya. Dan sebuah senyum yang menenang. Eann tidak ingat kapan terakhir Nav tersenyum setulus itu padanya.

Gadis itu memejamkan matanya, dan mengangguk ragu.

Senyum Navintar mengembang melihatnya. Pemuda itu menarik Eann ke dalam pelukannya. Lega dengan jawaban gadis itu.

"Love you," ucapnya seraya menjauh. Kedua tangannya terus bergetak membelai wajah Eann, dengan senyuman yang tak luntur dari bibirnya. "Aku kangen Eannku yang dulu. Yang selalu bersikap manja padaku."

Eann tersenyum kaku membalas ucapan Navintar. "Aku juga..., kangen pada Navin kecil yang selalu menggandengku karena takut terpisah."

Navin tertawa tertahan. "Mulai sekarang, aku akan melakukannya lagi. Aku akan menjadi Navinmu yang selalu menggandengmu. Navin yang hanya bisa menghafal satu nama teman sekelasnya saat Tk. Arveann Armadi."

Eann kembali tersenyum, namun tak mencegah jatuhnya airmatamya. "Jangan tinggalin aku sendirian lagi," ucapnya terisak.

Navin menarik Eann kembali dalam pelukannya. Membiarkan Eann kembali menangis di dadanya.

"Aku membencimu! Tapi aku juga cinta sama kamu. Apa yang harus aku lakukan pada hatiku? Kenapa kamu sejahat ini, Voy...."

Navin memejamkan matanya mendengar kata terakhir yang terucap dari bibir Eann. Dari awal dia tahu, pada siapa kalimat kebencian itu ditujukan. Tapi dia mencoba untuk menutup telinganya rapat-rapat. Tapi saat pada akhirnya nama itu terucap, Nav tetap saja merasa sakit.

Ternyata rasa cinta Eann padanya memang telah berakhir.

Apa yang harus dia lakukan sekarang?

🌿🌿🌿

Alvin melipat tangannya di depan dada, menatap Eann dan Nav yang hanya meringis membalas tatapan tajam itu. Membuatnya mendengus kesal.

"Imageku sekarang terlihat sangat buruk gara-gara kalian!" kesalnya.

"Bukan salahku, kamu yang kemarin ketauan jalan sama cewek lain kan?" elak Nav.

"Orang nggak bakal mikir macam-macam kalo kamu nggak bilang aku selingkuh duluan, Nav!" geramnya.

Navintar menyeringai. "Itu balasan karena menjadi orang ke tiga diantara kami," ucapnya mengejek.

"Astaga, dasar setan!" umpat Alvin.

"Kamu kencan sama pacar orang, Al?" tanya Eann penasaran.

"Sembarangan!" ucap Alvin seraya duduk di depan keduanya. Capek berdiri terus.

"Lalu?"

"Kemarin aku nganterin Myria beli kado buat tunangannya. Nggak sengaja ketemu Ann sama cowoknya. Ralat, mantan cowoknya. Bocah brengsek itu mutusin Ann kemarin. Aku hanya menghibur Ann aja," ucap Alvin kesal.

"Hah? Mereka putus?!" sentak Eann kaget. "Benar dugaanku, bocah itu naksir sama pacar kakaknya sendiri. Dasar cowok! Udah punya cewek, pasti suka ngelirik cewek lain. Pacar orang pula!" gerutunya.

"Aku kenal yang kayak gitu," ucap Alvin menyeringai pada Nav yang meneguk ludah.

"Aku nggak pernah ngerebut cewek orang, ya!" bantahnya.

"Ya, tapi cewek orang mutusin cowoknya buat jadi cewek Navin," balas Eann yang membuat tawa Alvin pecah seketika.

Navin menggembungkan pipinya, malas beradu mulut dengan gadis itu. Apa pun akan dia lakukan asal Eann melupakan Voy. Hanya itu yang menjadi targetnya.

"Lalu kita bagaimana sekarang? Putus?" tanya Alvin. Dia sebenarnya ingin bertanya tentang keputusan Eann memilih Nav daripada Voy. Tapi sepertinya itu pertanyaan yang sangat sensitif. Dan Alvin sudah tidak memiliki hak untuk ikut campur.

"Tentu saja!" jawab Navintar cepat. "Kamu mau Eann dibully lagi karena tunangan sama aku tapi masih pacaran sama kamu?"

Alvin mencibir. "Percaya diri sekali kamu? Siapa tahu saja Veann akan memilihku. Aku ini orang yang paling dia percaya diantara semua orang. Right?" ucap Alvin sembari mengulurkan tinjunya.

Eann tersenyum. "Yaps!" jawabnya, membalas tos dari pemuda di depannya.

Navintar berdecak sebal. Membuang muka ke arah lain dan mendapati Fani yang berjalan tergesa ke arah mereka.

"Udah baca pesan broadcast barusan?"

"Nggak liat," jawab ketiganya kompak.

"Terjadi sesuatu? Pasti gosip aku selingkuh kan?" cibir Alvin. Lalu mengerang kesal. Gantian Nav yang terkikik senang.

Fani menggeleng. "Sebuah Foto selfie Ren bersama ayah dan ibunya, di dalam sebuah mobil."

"Apa yang aneh dari itu?" ucap Alvin sembari membuka kunci layar ponselnya. Matanya membola seolah melihat hal yang tak seharusnya. Lalu mendongak menatap pada Eann.

"Apa?" tanya Eann bingung. HPnya ketinggalan di rumah Navin. Jadi nggak ikutan membuka pesan yang mereka bicarakan.

"Apa Ren sedang dibully? Kenapa?" tanya Alvin.

"Hng?" Eann mengerutkan dahinya. Di sampingnya Nav langsung ikut membuka HPnya. Eann pun melongok, ikut membacanya.

Matanya melebar saat membaca isi pesan itu. Ada yang mengirim pesan ke seluruh mahasiswa, menceritakan tentang kecelakaan yang merenggut nyawa kakak dan calon keponakannya, serta membuat kakak iparnya nyaris tak ditemukan. Hanya saja dalam tulisannya, tidak disebutkan bahwa Mei adalah kakaknya. Sepertinya si penyebar berita tidak mengetahui Eann adalah kerabat dari korban.

"Kamu nggak pernah cerita tentang ini? Jadi yang membuat kak Mei meninggal itu Ren?" tanya Fani dengan mata berkaca-kaca.

Eann tak menjawab.

"Eann, ini bukan kamu yang nyebarin kan?" tanya Nav ragu. Sempat terlintas Eann melakukan hal itu karena kesal pada Rissa.

Eann menatap pemuda di sampingnya dengan tatapan terluka. "Kapan kamu akan mengenalku, Navin?" ucapnya seraya menyambar tasnya dan berbalik pergi.

Alvino ikut beranjak. "Bodoh! Karena itulah aku meragukan kebahagiaan Arveann kalo memilihmu!" ucapnya seraya mengejar Eann.

Fani memukul kepala sepupunya. "Fix! Kamu akan kehilangan dia lagi! Mikir dong! Eann itu tipe orang yang tidak perlu 'bantuan' orang lain untuk melampiaskan kemarahannya! Dia juga bukan orang yang akan menusuk orang yang sudah dia anggap teman. Karenanya bahkan Mayang yang dulu membencinya, bisa berbalik menjadi temannya! Bodoh!"

Gadis itu berbalik pergi. Meninggalkan Nav yang terdiam merutuki kesalahannya.

Dia memang terlalu bodoh. Dan Eann kembali terluka karena dirinya. Kalau seperti ini, kapan dia bisa menghapus nama Voy dari hati Eann. Jika menjaga hati gadis itu saja dia tidak bisa.

🍀🍀🍀

Langkah Eann terhenti di depan kelasnya. Rissa tengah menghibur Ren di sana. Entah mengapa, Eann mencurigai gadis itu di balik pesan itu. Rissa mungkin tidak ingat, kalau dia adalah gadis yang sama dengan setahun yang lalu.

"Apa kamu mencurigai seseorang? Kamu cerita ke siapa soal kecelakaan itu?" suara Rissa.

Ren tak menjawab. Sempat terpikir juga Eann yang menyebarkan berita itu karena sudah terlalu kesal pada kakaknya. Tapi mengingat kebohongan kakaknya, Ren jadi ragu.

"Temen kamu itu, Arveann, dia sedang marah sama kak Rissa karena merasa kakak adalah saingannya. Jangan-jangan....," Rissa melirik ke sekitarnya. Melihat beberapa mahasiswi yang mulai tertarik dengan ucapannya.

Sementara di luar kelas, Alvin yang hendak melangkah masuk, dicegah oleh Eann. Ada yang ingin dia pastikan sebelum melampiaskan kemarahannya pada Rissa.

"Kakak nggak tahu salah kakak apa sama dia. Tapi kayaknya dia benci banget sama kakak. Dan sekarang dia manfaatin kamu buat nyakitin kakak. Tega sekali!"

"Kak!" Ren mulai bersuara.

"Hmm?"

"Kakak tahu kan aku sangat sayang sama kakak? Aku bahkan tidak membahas kebohongan kakak kemarin, karena aku masih tidak yakin kakak sengaja melakukannya. Tapi aku tidak tahan lagi sekarang."

"Apa?" sentak Rissa.

"Pertama, aku hanya mengirim foto itu pada satu orang saja. Kakak tahu kan siapa? Kedua Arveann bukan pengecut yang akan memaki seseorang di belakang orang itu. Jika dia membenciku karena kakak, maka dia akan mengatakannya di depanku. Toh dia sudah sering melakukannya. Dan terakhir, dia nggak akan pernah mengungkit berita itu, karena korbannya adalah kakak Arveann sendiri."

Rissa tersentak. Membungkam mulutnya sendiri.

"Kakak tega mengumumkan kepada semua orang tentang kesalahanku, dosa besar yang aku lakukan di masa lalu, hanya untuk membuat semua orang membenci Arveann? Apa aku tidak lebih penting dari kepuasan kakak untuk mendapat perhatian semua orang?"

"Ren!" suara Voy terdengar menginterupsi.

Eann menoleh menatap pemuda yang berdiri di sampingnya. Terengah karena berlari menuju ke sini. Pemuda itu bahkan tak menyadari kehadirannya. Sebegitu cemasnya kah ia pada Rissa?

Ren menoleh, sedikit tersentak, bukan karena kehadiran Voy, tapi karena melihat Eann yang menatap Voy dengan terluka.

Rissa menoleh, lalu berlari menghambur memeluk Voy. "Voy..., Ren tega sekali pada..."

"Cukup Rissa!"

"Apa?"

"Hentikan semua, oke?" ucap Voy sembari melepaskan diri dari gadis itu.

"Apa maksudmu?" tanya Rissa dengan mata sembab.

Eann melangkah hendak menghampiri Ren, tapi sebuah tangan menahannya untuk tetap diam di tempatnya. Eann menelusuri tangan itu, dari bawah sampai ke bahu, dan berakhir di wajah pemuda di sampingnya.

"Aku diam bukan karena memaafkanmu. Aku hanya ingin mencoba tidak lagi terikat denganmu."

"Voy?"

"Trauma itu..., hampir 3 tahun kamu membohongiku. Tidak pernah ada trauma kan, Rissa?"

Mata Rissa melebar mendengar ucapan Voy yang tampak tenang namun cukup mengintimidasinya.

"Mulai hari ini, lupakan kita pernah berteman," ucap Voy masih tanpa menunjukkan emosinya.

Airmata Rissa jatuh, lalu tanpa menunggu Voy mengatakan hal lain yang membuatnya semakin tampak memalukan, gadis itu berbalik pergi.

"Serahkan padaku," ucap Alvin seraya mengejar sahabatnya.

Ren melangkah mendekati Eann saat semua orang membubarkan diri karena tatapan tajam Voy. Meski bisik-bisik masih terdengar seiring langkah mereka.

"Maaf...," ucap pemuda itu. Hanya satu kata, dan dia pun berlalu. Ren terlalu bingung, antara malu dan takut pada Eann karena tindakan kakaknya.

Fani menarik Navintar pergi tanpa memberinya kesempatan melawan. Memberi kesempatan pada Voy untuk bicara dengan Eann.

"Lepaskan, aku mau pergi!" ucap Eann. Berusaha menarik tangannya.

Voy tak menyahut. Justru menarik Eann meninggalkan tempat itu, mencari sudut yang lebih sepi untuk bicara berdua dengan gadis itu.

Eann tak menolak. Meski mungkin akan menyakitkan, tapi entah mengapa, dia ingin mendengar penjelasan dari pemuda yang tengah menariknya itu.

Langkahnya terhenti saat Voy berhenti melangkah. Cewek itu mendongak, dan baru menyadari Voy membawanya ke tempat 'favorit' mereka. Sudut terdalam di perpustakaan.

Hening.

Tak ada satu pun dari keduanya yang bicara. Hanya genggaman tangan Voy yang tak terlepas dari tangannya.

"Apa aku benar-benar tidak punya kesempatan itu?" ucap Voy akhirnya.

Eann menatap pemuda itu tanpa sepatah kata pun.

"Apa aku benar-benar telah kehilanganmu?" tanya Voy lagi.

Eann tersenyum miris. "Kita tidak pernah saling memiliki, Voy. Tidak ada alasan kamu kehilangan aku," ucapnya.

Voy terkesiap mendengarnya, sebelum tawa lirih terdengar darinya.

"Apa yang lucu?" tanya Eann bingung.

Voy melepaskan genggamannya, lalu melangkah menjauh dari Eann, duduk di bingkai jendela.

"Aku kehilangan papaku saat kecil. Dan mamaku menyusul saat umurku 9 tahun. Saat itu, papaku yang sekarang mengambil hak asuh atasku karena mama dan papa kandungku tidak memiliki kerabat lain. Mama Galuh berpikir, aku anak selingkuhan papa, dan hampir tak menerimaku. Dia menangis saat papa membawaku pulang ke rumah. Sejak saat itu, aku selalu tidak bisa diam saat melihat seorang wanita menangis. Seolah mereka adalah tanggung jawabku."

Eann tak menyahut, terlalu kaget mendengar cerita Voy. Tak menyangka pemuda itu bukan putra kandung keluarganya yang sekarang.

"Mama bilang aku seperti tissue yang menghapus airmata semua orang. Aku rasa itu karena mama yang selalu melihat aku berusaha melindungi Rissa. Bahkan setelah kami putus. Tapi, hanya kamu saja, yang ingin aku raih, tanpa peduli apapun yang terjadi, sekalipun menyakiti hati Rissa."

Eann tersentak. Menatap Voy tak yakin.

"Hanya kali ini saja, aku ingin bersikap egois. Hanya sekali ini saja, bisakah aku melakukannya?"

Eann bergerak, perlahan melangkah ke arah Voy yang tampak rapuh. Memberinya pelukan yang menenangkan.

Keduanya terdiam untuk sesaat, sebelum Voy melepaskan pelukannya. Membingkai wajah Eann dengan kedua tangannya.

"Pertunangan itu..., apa kamu tetap akan melakukannya?" tanyanya tanpa melepaskan tatapannya pada Eann.

"Maaf...," ucap Eann menyesal. Semalam Eann dan Nav sudah terlanjur mengatakan keputusannya pada orangtua mereka.

Voy tak menjawab, hanya menarik kepala Eann mendekat dan mencium bibir gadis itu dengan mata terpejam erat.

Skak Mat!

Voy mati langkah.

.

bersambung

.

Continue Reading

You'll Also Like

5M 273K 54
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
4.1K 209 6
Novel Melowdrana. Side story My Beautiful Vanessa Mikail tak pernah membayangkan akan di jodohkan dengan anak sahabat kecil Papa nya. Mikail sendiri...
1.4M 118K 27
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
18.3K 2.6K 29
Berkisah tentang kakak beradik yang terlibat hubungan rumit dengan seorang pria. Syakila menyukai Athar. Athar mengincar Syakira. Syakira belum bi...