Salted Wound [Sehun - OC - Ka...

By heena_park

383K 35.2K 3.9K

Luka yang telah tertanam sedari kecil membuat Se-hun berubah menjadi pembunuh berdarah dingin andalan organis... More

PROLOGUE
Youtube Video Trailer
CHAPTER 1 - [Brother]
CHAPTER 2 - [His Darkest Side]
CHAPTER 3 - [Obsessed]
CHAPTER 4 - [Prom Night]
CHAPTER 5 - [Someone From The Past]
CHAPTER 6 - [Your Best Friend is Your Biggest Enemy]
CHAPTER 7 - [The Monster Creator]
CHAPTER 8 - [A Girl in The Maroon Dress]
CHAPTER 9 - [Venice]
CHAPTER 10 - [The Savior]
CHAPTER 11 - [22]
CHAPTER 12 - [Aspectabund]
CHAPTER 13 - [Photograph]
CHAPTER 14 - [Jealousy]
CHAPTER 15 - [Eccedentesiast]
CHAPTER 16 - [The Boyfriend]
CHAPTER 17 - [Human]
CHAPTER 19 - [Parents]
CHAPTER 20 - [First Kiss]
CHAPTER 21 - [Lacuna]
CHAPTER 22 - [THE KILLER]
[EXPLICIT] CHAPTER 23 - [Into You]
CHAPTER 24 - [No Escape]
CHAPTER 25 - [Who Are You?]
CHAPTER 26 - [The Truth]
CHAPTER 27 - [Deimos]
CHAPTER 28 - [Royce Hayden]
CHAPTER 29 - [Ready For War]
CHAPTER 30 - [What a Cruel World]
CHAPTER 31 - [Three of Swords]
BAB 32 - [Far From Home]
CHAPTER 33 - [Far From Home #2]
EXTRA PART

CHAPTER 18 - [The Beginning]

6.4K 905 105
By heena_park



.

.

.

.


Memperjuangkan berarti berani berkorban, memperjuangkan berarti berani melawan dan memperjuangkan berarti berani memegang teguh keyakinan. Semula, Se-hun tak begitu mengerti apa arti berjuang demi seseorang, tapi hati dinginnya yang berhasil ditaklukan oleh seorang gadis dengan energi luar biasa itu akhirnya membuat Se-hun berdiri di sini. Dikelilingi lima pria berbadan besar yang siap membunuhnya kapan saja.

"Kukira telingaku salah dengar." Pria yang duduk di hadapan Se-hun bangkit, matanya melemparkan pandangan sengit seolah mengajak Se-hun berperang. "Tapi... ternyata semua ini memang salahmu, Oh Se-hun. Beraninya kau membatalkan pengeboman!"

"Scott, tahan emosimu!" ujar Bruce mengingatkan.

Tapi, pria yang dipanggil Scott barusan tidak begitu mengindahkan ucapan Bruce. Ia meraih pistol di atas meja dan mengarahkannya pada Se-hun, hanya butuh sekali tarikan untuk membunuh pria muda di hadapannya.

"Katakan, apa yang membuatmu menghancurkan segalanya atau peluruku akan menembus kepalamu?"

Mengatakan alasannya untuk melindungi Hee-ra pada Scott sama saja bunuh diri. Organisasi pasti akan mencari tahu tentang gadis itu bila Se-hun memberikan celah sedikit saja untuk membuka alasannya.

"Kemarin bukan waktu yang tepat."

Bukan waktu yang tepat? Scott sudah memperhitungkan segalanya. Semua orang akan mati hanya dengan menekan tombol satu kali.

"Tidak tepat katamu?" Scott tertawa renyah, menyindir kebodohan Se-hun untuk pertama kali. "Kau pikir kita bisa mendapatkan waktu yang lebih tepat? Oh Se-hun, kau adalah andalan organisasi, bahkan ketuapun selalu merekomendasikanmu!"

"Scott, jaga emosimu, kumohon!" Merasa tak diperhatikan, Bruce mendobrak meja dan berteriak. Ia tahu Se-hun telah melakukan kesalahan, tapi sebagai seorang penanggung jawab, Bruce harus melindunginya.

"Berhenti melindunginya, Waylon! Aku tahu dia adalah anak didikmu, tapi yang dilakukannya benar-benar merugikan organisasi!"

Semua orang terdiam, kemarahan Scott merupakan batu hantam yang paling menyeramkan akhir-akhir ini. Rahangnya mengeras, kesal karena Se-hun tak kunjung memberikan penjelasan, tapi percuma juga memaksa pria itu, Se-hun tak akan membuka mulutnya.

"Sekali lagi melakukannya, kau akan mati."

Mati?

Se-hun baru sadar, bagi organisasi, kata mati begitu mudah diucapkan. Ia baru sadar jika nyawa seseorang dihargai sangat murah di sini, begitu juga dengan nyawanya. Kenyataan memang kadang sangat menyedihkan.

Se-hun mengangkat muka, membalas tatapan Scott yang mulai menurunkan pistol ke meja. "Bila memang aku harus mati, maka aku akan menerimanya." Ia berhenti sebentar, meyakinkan diri untuk mengatakan semua ini. "Mungkin aku memang tidak cocok dengan organisasi ini, aku tidak dilahirkan untuk bergabung, mungkin Tuhan berkehendak lain."

"Mengoceh apa kau ini?" Scott tak habis pikir. Bagi seorang pembunuh berdarah dingin, membawa nama Tuhan dan bersikap seolah hidup dengan suci terdengar memalukan. Tapi Se-hun tak masalah, meski mungkin terlambat, perlahan Se-hun akan berusaha mengakhiri semuanya.

"Aku pergi. Kau selalu bisa menemukanku untuk membunuhku."

Selesai mengucap kalimat barusan, tanpa menunggu balasan dari Scott, Se-hun segera membalikkan badan dan melangkah pergi. Sementara Bruce yang dari tadi hanya menggeleng miris mendengar argumen Se-hun, akhirnya mengekori, ia harus berbicara dengan pria itu.

"Oh Se-hun, we need to talk!" teriaknya untuk menghentikan langkah lebar Se-hun.

Tanpa melirik ke arah Bruce sedikitpun, Se-hun berucap, "Tidak, Bruce! Kau tahu apa yang akan kukatakan tanpa perlu bertanya. Sampai kapanpun aku akan melindunginya, bahkan bila harus mempertaruhkan nyawa."

Memang dasar Se-hun keras kepala, ia tak pernah mendengarkan nasihat Bruce. "Aku tahu, tapi kau juga harus memikirkan keselamatanmu. Kau tidak harus mengorbankan diri untuk gadis itu."

Geli, Se-hun sangat geli mendengar Bruce berkata demikian. "Memikirkan diriku sendiri?" suaranya bergetar, sekelebat ingatan tentang masa lalu tiba-tiba menghampirinya. "Untuk apa aku memikirkan diriku jika pada kenyataannya aku telah dijual oleh orang tuaku sendiri? Untuk apa aku mempertahankan nyawa yang telah dibeli ini?"

Se-hun menyerah, ia akhirnya melirik sedikit ke belakang. "Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, khawatirkan saja dirimu. Karena mungkin bila aku kembali melakukan kesalahan dan mati, kau juga akan terseret di dalamnya."

"Apa yang sedang kulakukan sebenarnya?" Hee-ra mendecak. Beberapa waktu lalu, entah bagimana muncul ide gila untuk masuk ke kamar Se-hun dan membongkar tempat pribadi pria itu.

Ia duduk di ranjang Se-hun, kamar bernuansa hitam-putih tersebut memberikan kesan manly tersendiri. Dan percayalah, untuk seorang pria, kamar ini benar-benar rapi.

Pandangannya terfokus ke meja kerja, laci yang agak keluar dari tempatnya membuat Hee-ra tertarik dan mulai mendekatinya. Ditariknya laci tersebut sampai mendapati amplop bewarna coklat.

Rasa penasarannya kembali mencuat, dibukanya amplop milik Se-hun dan lihat! Kenapa Se-hun menyimpan foto seorang lelaki? Satu orang, tapi dengan gaya yang berbeda. Bukan Cuma itu, kalau tidak, salah pria di foto ini mirip dengan pengusaha yang mengadakan pesta waktu itu.

Jantungnya tiba-tiba berdebar tak beraturan, Hee-ra teringat saat tak sengaja melihat sosok pria yang mirip Se-hun di pesta. Kalau sudah seperti ini, mungkinkah orang yang dilihatnya memang Se-hun? Tapi untuk apa dia menyamar seperti itu? Apa yang sebenarnya direncanakan oleh Se-hun? Dan kalau pria di pesta itu adalah Se-hun, lalu siapa gadis yang tengah bersamanya?

Merasa terlalu lama berpikir, Hee-ra tersadar ketika suara mobil Se-hun terdengar. Tunggu, pria itu sudah pulang? Sebaiknya Hee-ra segera mengembalikan amplop coklat ini ke tempat semula sebelum Se-hun menangkap basah perbuatannya.

Setelah mengembalikan amplop, Hee-ra buru-buru keluar dari kamar Se-hun dan berdiri di dekat sofa, menanti Se-hun untuk masuk ke rumah. Tidak butuh waktu lama, seperti perkiraannya, Se-hun membuka pintu dengan wajah lelah, jasnya disampirkan ke pundak, sementara tangan kirinya menyimpan kunci mobil ke saku.

"Kau... sudah pulang?" Bodoh! Apa yang kukatakan barusan? Bertanya sesuatu yang sudah jelas. Batinnya.

Tapi, rupanya Se-hun tidak mempermasalahkan. Ia mengangkat wajah dan langsung bertemu dengan tatapan Hee-ra. Saat itu pula, ada hal yang Hee-ra sadari. Tatapan Se-hun memang tak pernah bisa berbohong. Tatapan yang sama dari orang yang sedikit berbeda. Astaga, Hee-ra semakin yakin bahwa pria di pesta adalah Se-hun.

Tak ingin kelihatan mencurigakan, Se-hun segera berkedip dan membuang pandangan ke sisi lain. Meskipun begitu, ia tetap menjawab pertanyaan Hee-ra. "Ya, begitulah." Rasa gugup yang tiba-tiba muncul membuat Se-hun berusaha menyembunyikannya dengan menjilat lembut bibir bawahnya sendiri. "Aku mau mandi," tukasnya kemudian berjalan melewati Hee-ra.

"Aku..."

"Ya?"

Entah apa yang dipikirkan Se-hun, ia langsung berhenti dan menengok saat Hee-ra berkata 'aku'. Kedengarannya memang berlebihan bila merespon seseorang terlalu cepat, tapi Se-hun tak bisa menahan diri.

"Waktu di pesta kemarin, aku tahu ini tidak masuk akal, tapi... aku melihat seorang pria yang mirip denganmu," aku tahu itu memang kau, "aku tidak akan bertanya dan aku tidak akan curiga, sungguh." Suaranya memelan, lebih seperti berbisik, "Ah, apa yang kukatakan sebenarnya? Apa aku sudah gila?" keluhnya pada diri sendiri.

Sebelum membuat Se-hun kebingungan dan menganggapnya gila, Hee-ra segera meluruskan, "Lupakan." Ia mendesah berat. "Kurasa aku kelelahan, kau bisa mandi sekarang," lanjutnya.

Namun, bukannya pergi, Se-hun malah berbalik. Ia menghampiri Hee-ra, menarik lengan gadis itu dari belakang hingga berputar menatapnya. Segalanya seolah berjalan slow-motion, dalam sekali tarikan, Se-hun berhasil menenggelamkan Hee-ra dalam pelukannya. Mendekap gadis itu erat sambil membiarkan debar jantung mereka bersatu.

Selama beberapa saat, entah karena terlalu terkejut atau apa, Hee-ra tidak membalas. Ia membiarkan Se-hun memeluknya begitu erat tanpa tahu arti dari dekapan ini.

Detik berikutnya, saat Hee-ra hendak melepaskan diri, Se-hun malah memeluknya semakin erat sambil berucap, "Kumohon, biarkan aku memelukmu sedikit lebih lama." Ia berhenti sebentar dan menutup kedua mata, lantas menyandarkan dagu ke puncak kepala Hee-ra. "Aku lelah, aku ingin mengisi tenagaku untuk sebentar saja."

Berkali-kali memaksa diri agar mendapatkan alasan bagus untuk menghentikan Se-hun, rupanya Hee-ra tak bisa memikirkan apapun sama sekali. Di antara kebimbangan yang besar, Hee-ra menggerakan kedua lengannya dan membalas pelukan Se-hun. Tak jelas mendapat keberanian dari mana, tapi percayalah bahwa gadis itu tidak menyesali perbuatananya. Memberikan kasih sayang tanpa perlu diucapkan, memberikan semangat tanpa harus ditunjukkan, satu pelukan penuh arti yang mungkin bisa mengubah pendiriannya sendiri.

Pelukan mereka berlangsung cukup lama sampai Se-hun bersedia melepaskan Hee-ra. Mereka saling berpandangan, mencari kejujuran di mata satu sama lain, mengartikan tatapan yang tak pernah berubah sejak bertahun-tahun lalu. Namun, tiba-tiba ponsel Hee-ra berdering memecah keheningan.

Saking terkejutnya, Hee-ra hampir melompat ke belakang. Ponsel sialan! Dengusnya dalam hati. Ia segera mengambil ponselnya, lalu memberi jarak dengan Se-hun untuk menerima panggilan.

Dahinya mengerut ketika menyadari nama sang ibu tertera di layar. Pikirannya kosong, ia tidak bisa membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. Sehingga, tanpa pikir panjang Hee-ra menekan tombol jawab dan menempelkan ponsel ke telinga.

Baru beberapa detik menempelkan ponsel ke telinga, ucapan sang ibu berhasil membuat jantungnya seakan berhenti berdegup. Bibirnya memucat, dunianya hancur dalam sekali pukulan. Mulut dan telinganya seakan tidak mau bekerja.

Bagaimana tidak? Kang So-hee berkata bahwa Shin Jae-woo sudah tidak ada di dunia.

Kakinya lemas, ponsel dalam genggamannya meluncur ke lantai begitu saja. Tubuh yang semula tertopang kuat, kini terjatuh. Untungnya, Se-hun yang cekatan langsung sadar dan menopang tubuh Hee-ra. Air matanya keluar, tangisan histeris Hee-ra membuat Se-hun bingung akan apa yang sebenarnya terjadi.

"Ada apa? Kenapa kau menangis?" tanya Se-hun berkali-kali.

Hee-ra terlalu bingung pada kenyataan yang terjadi. Tangisannya semakin pecah, Hee-ra melepaskan diri dari topangan Se-hun dan terduduk di lantai menangis tersedu-sedu tanpa memedulikan Se-hun yang masih kebingungan.

"Shin Hee-ra, katakan padaku apa yang terjadi?"

Se-hun menggoyang-goyangkan tubuh Hee-ra, kemudian menangkup kedua pipi gadis itu agar mau menatap kedua matanya. "Kumohon, katakan padaku..."

Sulit rasanya untuk sekadar menggerakan mulut, ia tak kuat menyampaikan berita menyedihkan ini. Tangan kanannya menggenggam telapak kiri Se-hun se-erat mungkin. Ia takut, segalanya terasa seperti mimpi. Mimpi buruk yang seharusnya bisa diakhiri. Tapi nyatanya semua ini memang terjadi.

Jadi...

Ayahnya benar-benar meninggal?

Hee-ra menggigit bibir bawahnya, sedikit lebih keras lagi, maka bibirnya akan berdarah. Ia berusaha untuk tak menyakiti diri sendiri karena hal tersebut hanya akan membuatnya rugi. Ia meremas tangan Se-hun dengan sisa kekuatan yang mungkin tak terasa. Mulutnya terbuka kecil, kedua matanya sarat akan kesedihan mendalam.

"Papa... papa meninggal..."

Hitam, sejauh apapun matanya memandang, hanya kegelapan yang menerpa. Hatinya masih hancur, begitu sulit menerima kenyataan bahwa sang ayah telah tiada.

Jong-in berdiri di ambang pintu, pakaiannya juga serba hitam. Ia menatap gadis yang hanya menatap kosong keluar jendela sambil berlinang air mata. Hidung gadis itu merah, matanya bengkak karena terlalu lama menangis, setidaknya itu yang dilihat Jong-in saat ini.

Ia sudah seperti itu sejak satu jam terakhir. Setelah menerima abu kremasi sang ayah, Hee-ra hanya terdiam. Jong-in bingung harus bersikap bagaimana, sampai akhirnya pria memutuskan untuk menemui Hee-ra, duduk di sampingnya dan mengusap pelan punggung sang kekasih.

Tiba-tiba Jong-in teringat kejadian beberapa hari lalu, saat ia sedang menjenguk ayah Hee-ra di rumah sakit, tentu saja tanpa sepengetahuan Hee-ra. Jong-in tak menyangka bahwa saat itu menjadi kali terakhirnya untuk bertemu ayah Hee-ra.

Jong-in beralih mengelus rambut gadis itu dengan lembut, ia mendekatkan wajah pada Hee-ra. "Ayahmu pasti akan bahagia di sana..."

Hee-ra tidak menjawab, ia hanya mengangguk dan mengukir senyum perih. Sudah cukup bagi Jong-in, setidaknya gadis itu mau memberikan respon.

Ingin sekali Jong-in bercerita jika Shin Jae-woo sempat berpesan padanya agar selalu menemani Hee-ra dan tak mengecewakan putrinya, tapi Jong-in tak sampai hati. Yang ada, Hee-ra akan semakin sedih karena tahu sang berpesan seperti ini, seolah sudah menyadari bahwa ajalnya segera tiba.

Lengannya merangkul Hee-ra dari samping, menarik sang kekasih untuk mendekat dan ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Hee-ra. Dalam hati, Jong-in berjanji untuk melakukan amanah Shin Jae-woo. Ia akan menjaga Hee-ra dan tak mengecewakan gadis itu. Jong-in pasti akan membawa Hee-ra menuju kebahagiaan yang diinginkan. Ia berjanji.

Hari yang indah untuk seorang Jasmine Rochester. Ia meneguk segelas wiski sambil terus memasang mata ke televisi, sementara Bruce tampak mencurigai gadis yang baru tiba di mansion-nya ini.

"Dia tidak ada di sini, Jaze," ujar Bruce. Dagunya menunjuk ke arah televisi. "Ayah angkatnya meninggal."

Berita kematian Shin Jae-woo cukup menggegerkan, bagaimanapun, ia adalah salah satu pengusaha yang cukup berpengaruh di kota ini.

Jasmine tersenyum puas, kemudian menaruh gelas ke meja. "Aku tahu, aku sangat tahu tentang hal itu, Bruce."

Ekspresi seperti ini hanya ditampilkan Jasmine saat ia berhasil menghabisi targetnya dengan memuaskan. Bruce mengerutkan kening, ia ingat jika Jasmine diminta untuk membunuh seorang pengusaha. Astaga, mungkinkah target yang dimaksud adalah lelaki itu?

Sadar akan perubahan air muka Bruce, Jasmine menepuk kedua tangannya. "Bravo! Kau benar, Bruce. Apa yang ada di pikiranmu memang tepat!" pujinya.

Jasmine kembali mengambil gelas dan mengisinya dengan wiski, "Alexander Jones, dia yang memintaku untuk membunuh pria itu. Awalnya, aku merasa biasa saja. Tapi kenyataan berkata lain." Ia berhenti sebentar dan memandang Bruce senang. "Shin Jae-Woo adalah ayah dari gadis yang dicintai Se-hun, dan kau tahu? Aku benar-benar senang bisa melenyapkan pria itu dengan tanganku sendiri."

Jasmine meneguk wiski dalam gelasnya sampai habis, lalu mengusap bibir dengan jari telunjuknya. "Shin Hee-ra telah membuat Se-hun hampir membunuhku, Shin Hee-ra telah menghancurkan mimpi-mimpiku." Matanya berkilat penuh kebencian. "Dan mulai sekarang, aku akan membalas setiap rasa sakit yang telah dia berikan. Aku akan mengambil setiap orang yang dicintainya dan membuat gadis itu mati perlahan."

Continue Reading

You'll Also Like

116K 10K 22
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
419K 34K 65
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh💫"
268K 27.9K 30
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
72.3K 11.4K 16
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...