mistakes

由 mocchafrappe

6.1K 682 125

inspired by Cheritz' Mystic Messenger hasil imajinasi yang berkembang selama main game Mystic Messenger, niat... 更多

01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
16
17
18
a little note
19
20

15

171 21 9
由 mocchafrappe

i do hope that today will be my last day to write and upload this story..

but, something comes up..

oh well..

anyway, i did postpone these updates on purpose =P

*lit the candle and blow it ~

---------------------------------------------------------------------------------------

Spontan aku menjatuhkan kotak berisi kalung dari Sei – berdiri di depan Zen, mengeluarkan pistol angin yang kusembunyikan dan mengarahkannya pada Sei. Aku tahu aku tidak bisa melindungi Zen dari peluru itu, tapi setidaknya aku bisa membuat tembakan Sei meleset. Semoga aku punya cukup waktu untuk mengeluarkan Zen dari ruangan ini sebelum sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Hiro, Kai, Ken dan Ryouta mengangkat pistol yang sejak tadi mereka sembunyikan dengan sempurna dan mengarahkannya padaku dan Sei.

'Minggir, Mika,' desis Sei.

'Oppa! Hentikan!' pekik gadis itu.

'arahkan padaku, Sei, bukan dia,' balasku dingin.

Tapi Sei tidak bergeming. Ia masih membidik titik diantara alis Zen. titik yang hanya bisa dilihat olehnya.

'aku yang kau incar, kan? silahkan saja, tapi bebaskan Mika,' kata Zen tenang.

'tutup mulutmu, Zen,' desisku.

'Yazawa! Chibi! Turunkan pistol kalian!' geram Ken.

'bebaskan Mika?' Sei tertawa kecil, 'bebaskan dari apa, tepatnya?'

'Sei, turunkan bidikanmu, Sei,' suaraku sedikit bergetar, 'jangan seret orang yang tidak ada hubungannya dengan semua ini.'

'tidak ada hubungannya, eh?' sergah Sei.

'jangan seret orang yang tidak ada hubungannya, Sei,' ulangku, suaraku masih bergetar.

'yang kau lakukan untuknya bukan hal yang akan kau lakukan untuk 'orang yang tidak ada hubungannya', Mika..' Sei tertawa kecil.

Otakku berhenti berfungsi. Aku tidak bisa memikirkan apapun untuk bernegosiasi dengan Sei. yang ada di otakku hanya pertanyaan tentang siapa gadis yang berada di sisinya.

'kau bertemu Hikaru sehari sebelum pesta dan aku yakin Hikaru pasti memberitahumu tentang video yang kau jadikan bonus di akhir pesta. Kau yang biasa pasti akan menayangkan video itu sebelum Zen mulai memberikan pernyataan,' Sei tertawa kecil, 'apa ada sesuatu yang harus kuketahui?'

Aku menggeleng.

'yeah, ada,' kata Zen.

'tutup mulutmu!' bentakku.

Telunjuk Sei yang akan menekan pelatuk pistol yang ada di genggamannya bergerak lambat di mataku. Aku membidik peredam yang terpasang di pistol Sei dan sebuah lubang kecil muncul di langit-langit.

Tapi aku tidak yakin Sei akan berhenti. Berkali-kali aku menembakkan peluru udara itu kearah pergelangan tangan Sei hingga akhirnya ia menjatuhkan pistol di tangannya. Kai menarik Zen mundur sementara aku menembakkan peluru udara itu berkali-kali kearah pergelangan tangan Sei hingga akhirnya ia menjatuhkan pistol di tangannya.

'Mika!' teriak Zen.

'Mundur, bodoh!' bentak Kai, 'kau mengganggu!'

'dari sekian banyak pilihan senjata - pedang kayu?' celetuk Ken.

'setidaknya mereka tidak berniat menghancurkan tempat ini,' timpal Ryouta.

Ekor mataku melihat gadis itu panik berlari kearah Hiro.

'Oppa! Eonni! Hentikan!' pekik gadis itu di balik punggung Hiro.

Aku tidak mempedulikan pekikan gadis itu. mata Sei tertuju pada tumpukan pedang kayu yang ada di pojok ruangan. tanpa pikir panjang aku mengejarnya dan menembakkan beberapa peluru udara kearah Sei. sei meraih sebuah pedang dan mengayunkannya kearahku dengan tangan kirinya. Sei tidak leluasa menggunakan tangan kanannya.

Aku membungkuk dan meraih sebuah pedang kayu sebelum ayunan pedang kayu Sei nyaris mengenai pelipis kiriku. Kakiku mundur beberapa langkah, menjaga jarak dari lelaki yang dulu kupercaya.Susah payah aku mencari lelaki yang dulu kupercaya dalam diri lelaki berambut merah yang ada di hadapanku. apa lelaki itu telah pergi dan tidak akan kembali lagi?

'Oppa! Hentikan! Sei Oppa!' pekik gadis itu lagi.

Sei tidak bergeming. Teriakan gadis itu tidak lebih dari angin lalu. Dan mata itu.. aku sangat mengenalnya.. mata yang dipenuhi keinginan untuk menghancurkan sesuatu – dan kini mata itu tertuju pada Zen. aku menghela nafas panjang. Nanti aku harus menginterogasi Zen, memastikan apa dia punya masalah pribadi dengan Sei yang belum ia selesaikan – andai kami bisa keluar dari ruangan ini dalam keadaan utuh.

'kau meminta Hiro membawaku kesini – untuk ini?' tanyaku tidak percaya.

'Eonni! Bukan! Jangan salah paham, Eonni!' gadis itu setengah berteriak.

'bahkan dia yang menjawab pertanyaan yang seharusnya kau jawab,' aku tertawa kecil menatap gadis yang ketakutan melihatku. Aku menghela nafas panjang. Entah kenapa aku merasa seperti orang bodoh. Dan aku tidak pernah mengizinkannya memanggilku 'Eonni.'

'Eonni! Dengar dulu! aku dan Sei Oppa-'

'Sei Oppa?' aku mendengus, 'luar biasa.. sebenarnya apa yang kulewatkan selama sebelas hari terakhir? Dia hamil? Janin itu milikmu? Apa aku masih harus membereskan kekacauan yang kau buat?'

'Jangan ganggu mereka,' kata Kai di balik punggungku.

'tapi – tapi Mika-' suara Zen terdengar panik.

'kalau kau ingin Mika selamat, tutup mulutmu dan jangan lakukan apapun,' potong Kai.

Kumohon, Kai, katakan hal yang sama pada gadis itu!

Aku menjatuhkan pedang kayu dan pistol yang kugenggam, 'tidak ada gunanya,' kataku, 'kalau memang tidak ada yang ingin kau bicarakan, aku permisi. Ada tamu yang harus kusapa di aula.'

Sesuatu mengayun kearahku saat aku berbalik. Spontan aku menunduk dan meraih kembali pedang kayu itu.

'aku belum mengizinkanmu pergi, Mika,' kata Sei dingin. Ia mengayunkan pedangnya lagi – mati-matian aku menangkis ayunan pedang kayunya.

'lalu kenapa kau tidak menjawab?' tanyaku saat ia berhenti menghujaniku dengan ayunan pedangnya yang sangat merepotkan.

'kalian.. kenapa kalian tidak hentikan mereka!?' tanya Zen.

'mereka tidak akan berhenti sampai mereka ingin berhenti,' jawab Hiro, 'biarkan saja sampai mereka puas.'

'tapi-'

'tunggu dan lihat saja,' potong Ryouta.

'kubilang, jangan!' Kai setengah berteriak.

'kalau kalian hanya diam dan menonton, terserah kalian! Tapi aku tidak akan tinggal-'

'jangan salah paham,' geram Kai, 'yang terbaik yang bisa kami lakukan saat ini adalah memastikan mereka tidak saling bunuh dan memastikan kau serta gadis bodoh itu tetap hidup.'

'apa?' Zen sulit mempercayai apa yang ia dengar.

'begitulah. Mereka tidak bisa dihentikan hanya dengan satu atau dua orang,' kata Hiro lemas.

'hei, ayo taruhan,' celetuk Ken.

Taruhan!?

'aku yakin Chibi yang menang. Di saat seperti ini sang Ratu tidak terkalahkan,' Ken tertawa kecil.

'Sang Raja tidak akan takluk semudah itu,' timpal Kai.

'oke, kalau aku menang, hover boardmu yang sudah dimodifikasi jadi milikku,' lanjut Ken.

'apa!? tidak akan! Itu hover board kesayanganku!' protes Kai, 'sangat seimbang, kecepatan maksimum 200km/jam lengkap dengan pengaman, bisa bergerak dengan menggunakan tenaga matahari dan bisa menyimpan energi matahari – jangan harap, Izumi!'

'kalau kau menang, motorku jadi milikmu!' tantang Ken, 'dan hover board baru yang belum di modifikasi!' Kai mulai bimbang, 'empat buah drone – kau yang pilih!' Kai menelan ludah, 'dan enam laptop, kau yang pilih!'

'tapi hover board..' gumam kai.

'motor, hoverboard, drone, laptop, mainan baru untukmu, Hikaru..' senyum kemenangan merekah di wajah Ken.

Kai mengangguk ragu, 'motormu, yang hitam, aku tidak tertarik dengan motormu yang lain, tiga hover board baru, empat drone, enam laptop, TV 80", deal?' kata Kai akhirnya.

'deal,' kata Ken penuh kemenangan, seolah hover board Kai telah menjadi miliknya.

'apa kalian tidak terlalu santai?' celetuk gadis itu.

'kau yang terlalu serius, nona kecil..' timpal Ryouta, 'aku ikut! Yazawa yang menang. Kalau aku kalah, aku akan memberikan koleksi photobook-'

'siapa yang mau melihat wajah bodohmu itu!?' omel Ken sebelum Ryouta menyelesaikan kalimatnya.

'Eh!? Fansku rela mati demi photobook pertama yang dirilis tahun-'

'kami bukan fansmu, senpai,' potong Hiro.

Dan mereka mulai sibuk dengan argumen mereka.

Rasanya seperti di rumah.

Sempat terlintas di benakku, setelah semua ini berakhir, apa aku masih punya rumah?

Kemungkinan terburuk adalah hidup berpindah seperti manusia purba bersama Seven, kataku dalam hati. bedanya kami harus berganti identitas setiap minggu dan sepertinya kami tidak akan bisa tinggal di suatu tempat selama lebih dari tiga hari. Kami harus terus bergerak.

Tapi urusanku disini belum selesai.

'pertanyaan yang salah akan menuntunmu pada jawaban yang salah, Mika,' kata Sei datar.

'kalau begitu, kapan kau akan mengenalkanku pada tunanganmu?' tanyaku lagi.

Sei terdiam.

'Eonni! Bukan-'

'aku tidak bertanya padamu dan aku bukan Eonni-mu!' bentakku.

'apa karena dia kau memberiku tiket satu arah dan menuntunku ke apartemen Rika?' tanyaku lirih. Sei masih bungkam. Aku menarik nafas panjang, 'apa dia yang memberimu ide itu? lalu menyalahkan RFA atas kematianku dan Ken?' aku berjalan mendekatinya dan mengayunkan pedangku kearahnya berkali-kali. Dengan mudah ia menghindarinya.

'seingatku kau bukan orang yang bisa melakukan hal itu,' lanjutku lirih. mulutku, tubuhku bergerak sendiri. aku tidak bisa berhenti bicara – tidak bisa berhenti mengayunkan pedang ini ke arahnya – aku-

'tapi aku tidak mati, Sei,' lanjutku, kembali mengangkat pedangku dan menatap Sei lekat-lekat. mata Sei kini kosong.

'rencanamu berantakan. Sekarang kau harus membereskan kekacauan yang kau buat. Apa karena itu kau memutuskan untuk datang ke pesta ini dan memanggilku, Kai, Ken – bahkan Zen – ke ruangan ini?'

Hentikan, Mika!

'untuk memastikan tidak ada lagi orang yang berani mengkhianatimu dan memberi contoh bagi semua orang apa yang akan akan terjadi saat mereka berani melawanmu, mengkhianatimu-'

Suara pedang kayu yang beradu perlahan terdengar seperti musik di telingaku.

'sebenarnya.. kesalahan apa yang telah kubuat? Sampai kau begitu muak padaku.. sampai kau bahkan tidak ingin-' aku terdiam, 'kalau hanya ingin menyingkirkanku, katakan saja, bodoh! Aku tidak akan pernah muncul lagi di hadapanmu!' kataku setengah berteriak, 'kalau kau ingin aku mati, katakan saja! aku akan menekan sendiri pelatuknya di depanmu! Kau tidak perlu bersusah payah membuat skenario bodoh seperti ini hanya untuk menyingkirkanku! jalan cerita buatanmu payah! kau tidak berbakat menjadi sutradara!'

Aku mulai putus asa.

Beberapa tetes air mata pengkhianat meleleh di pipiku. Nafasku mulai berat dan jantungku menggedor rongganya sejak tadi. Aku melihat beberapa ekor kunang-kunang berterbangan di ruangan ini.

'Jawab Sei!' pekikku, berusaha mengabaikan tubuhku yang tidak akan bertahan lebih lama lagi.

Sei tidak menjawab, tidak membalas, ia hanya menangkis dan menghindari ayunan pedangku.

Aku terdiam.

Begitu juga dengan Sei. ia berdiri beberapa langkah di depanku.

Keheningan ini nyaris membuatku gila.

'apa semua itu.. benar?' tanyaku lagi.

Sei tidak bergeming.

'katakan semuanya tidak benar..' kataku nyaris berbisik, 'katakan, Sei!'

Aku mulai putus asa. Aku mulai kehilangan kesabaran.

Aku menarik nafas panjang. Tenggorokanku sedikit sakit saat aku menelan ludah. Tanpa pikir panjang aku berlari kearahnya, mengayunkan pedangku kearahnya, sesuatu yang tidak pernah kulakukan sejak saat itu.

'hentikan, Mika..' kata Sei, 'kalau lebih dari ini, kau-'

'apa pedulimu!?' potongku, 'bukankah sejak awal ini yang kau inginkan!?'

'apa katanya?' tanya Zen.

'Mika murka karena Yazawa makan cake cokelat miliknya tanpa izin,' jawab Kai, 'perlu penerjemah, eh?'

Sei menggeleng.

'kalau memang bukan itu tujuanmu, katakan! katakan, Sei!' rasanya aku mulai putus asa, 'aku akan percaya semua yang kau katakan. aku tidak akan mempertanyakannya. Tidak akan pernah..'

Walau yang kau katakan adalah bohong, aku tetap akan mempercayainya.. aku akan menganggapnya sebagai kebenaran.. kau tahu itu, kan, Sei?

Aku menarik nafas panjang. Kunang-kunang di mataku mulai bertambah. Dan titik hitam di mataku mulai membuat mataku kabur. Kakiku tidak lagi bisa menyangga tubuhku dengan sempurna.

'kau ingin aku lenyap bersama apartemen Rika? Bersama semua rahasia menjijikan yang ada di dalamnya?'  tanyaku akhirnya. Sei bungkam, 'Jawab, Sei!' kataku setengah berteriak.

Sei menghela nafas panjang, 'tidak. aku tidak mengirimmu kesana untuk melenyapkanmu – aku bahkan tidak tahu tentang bom di apartemen itu.'

'lalu kenapa..?'

'liburan,' kata Sei, 'aku mengirimmu kesana untuk berlibur, bodoh!'

Berlibur!? Jangan bercanda!

'liburan?' ulangku tidak percaya. otakku mati-matian bekerja keras, 'liburan, katamu..?'

Sei menjatuhkan pedangnya.

'aku menang!,' seru Ken, 'hover board-mu milikku!' suaranya penuh kemenangan. Tanpa pikir panjang aku melemparkan pedang kayu yang kugenggam kearahnya – dan pedang kayu itu menanap tiga senti dari pelipis kirinya.

'maaf, meleset,' kataku sebal sementara Kai dan Ken mematung dengan wajah pucat dan keringat dingin mengalir di pelipis mereka.

aku terdiam. Rasanya satu atau dua bagian otakku konslet saat mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Sei. sulit bagiku mencerna apa yang Sei katakan. liburan? di saat seperti ini? aku bahkan tidak bisa membayangkan monster seperti apa yang duduk manis di mejaku sementara aku berlibur disini..

Ayolah..

'aku tidak pernah punya pikiran untuk menyingkirkanmu atau mencelakaimu atau melenyapkanmu, Mika.. aku hanya ingin kau lepas dari rutinitasmu selama.. selama satu atau dua minggu..'

'lalu kenapa tiket satu arah?' tanyaku lagi, 'lagipula kenapa kau tidak mengatakan apapun padaku!? dan kau melarangku memberitahukan identitasku pada siapapun – aku bahkan tidak bisa bicara dengan Jaehee! jangan permainkan aku lagi, Sei!'

'tiket itu.. kau tidak memerlukannya.. aku yang akan menjemputmu..' jawab Sei lemas, 'aku cukup mengenalmu untuk tahu kau tidak akan mau pergi berlibur dan beristirahat selama satu atau dua minggu tanpa alasan yang jelas.'

'dan kau bukan orang yang akan memberiku libur selama satu atau dua minggu tanpa alasan yang jelas,' kataku datar, 'ada yang kau sembunyikan.'

'aku tidak bisa mengatakannya sekarang, Mika,' tukas Sei.

'setelah semua yang terjadi, kau pikir aku akan puas dengan 'aku tidak bisa mengatakannya sekarang'!?'

'mereka bilang apa?' tanya Zen bingung.

'mereka bertengkar soal siapa yang makan potongan cheese cake terakhir yang ada di kulkas,' jawab Kai asal.

'dan pudding terakhir yang Mika sembunyikan,' timpal Ryouta, 'Yazawa yang makan cheese cake dan pudding itu.'

'jangan lupa soal kulkas yang penuh brokoli dan wortel setiap kali Yazawa pergi ke supermarket,' celetuk Ryouta.

'ayolah, mereka nyaris saling bunuh! Tidak mungkin mereka melakukannya hanya karena cheese cake, brokoli dan puding!' protes Zen.

'buka kamus kalau kau tidak percaya,' kata Hiro datar.

Aku menghela nafas panjang, berusaha menahan tawaku yang nyaris melompat keluar dari bibirku.

'lalu bagaimana denganmu, Mika? Hanya sebelas hari dan seorang lelaki rela menukar nyawanya dengan nyawamu,' Sei tertawa kecil. Tawa sinis.

'sudah kubilang dia tidak ada hubungannya-'

'tidak mungkin dia tidak ada hubungannya!' Sei setengah berteriak, 'lihat saja cara dia-'

'kubilang dia tidak ada hubungannya! Bagian mana dari 'tidak ada hubungannya' yang tidak kau mengerti!?' aku balas berteriak pada Sei.

'pasti kau yang makan cheese cakenya! Jangan kira aku tidak tahu kau sering mengendap-endap di dapur karena lapar tengah malam!' kata Hiro, berusaha keras menirukan intonasi Sei.

'aah, cheese cake?' gumam Zen, 'Mika suka cheese cake? Lalu kenapa tadi mereka bertengkar tentang cake cokelat?'

'Mika suka hampir semua makanan manis,' celetuk Ryouta, 'terutama strawberry shortcake dan es krim vanilla. Ah, jangan pernah beri dia mawar. Dia benci mawar. Bunga favoritnya adalah casablanca lily.'

'casablanca lily..' gumam Zen.

'akui saja, berkat dia, aku masih hidup,' potongku datar, 'berkat dia, aku ada disini sekarang.'

'benar sekali. setelah semuanya berakhir, kau akan pergi dan menghabiskan sisa hidupmu bersamanya, melihat anak dan cucu kalian tumbuh hingga kalian rabun dan beruban,' dengus Sei, 'kalian akan hidup bahagia karena sebentar lagi namanya akan melambung dan di matanya hanya ada kau. Dia tidak akan pernah bisa berpaling pada wanita lain. kau pasti bahagia.'

'apa?' aku mengerutkan dahi, 'sebenarnya apa yang-' aku terdiam, berusaha mencari kata yang tepat, 'kau pikir aku akan meninggalkanmu hanya karena orang yang kukenal selama sebelas hari?'

'orang gila mana yang menghabiskan tiga jam di supermarket dan kembali dengan tiga kilo wortel dan empat kilo brokoli?' kata Hiro lagi, kali ini berusaha menirukan intonasiku.

'wortel dan brokoli? Itu makanan favorit Mika?' tanya Zen.

'bukan. favorit Yazawa,' jawab Hiro datar.

'memangnya apa lagi!? kau pikir aku berusaha menyingkirkanmu, aku berusaha melenyapkanmu lalu lelaki itu muncul entah dari mana dan dia menemukan celah untuk masuk-' Sei mendengus kesal, 'konser rahasia denganya tiga hari setelah kau datang? Menjenguknya saat dia sakit – bahkan belanja dan makan malam bersama – sampai melihat bintang bersama?'

'bagian mana dari semua itu yang salah? Memangnya kau mau tanggung jawab kalau tidak ada cincin yang melingkar di jariku saat rambutku mulai beruban!?'

'apa katanya? Kenapa dia marah?' tanya Zen pada Hiro.

'jangan pernah beli brokoli dan wortel lagi! memangnya di dunia ini tidak ada sayuran lain!?' jawab Ryouta dengan intonasi yang sangat mirip denganku. aku menghela nafas panjang. aktor seperti Ryouta memang tidak bisa diremehkan.

'Mika tidak suka wortel dan brokoli?' gumam Zen.

'bukannya tidak suka. Dia muak pada wortel dan brokoli,' celetuk Ryouta, 'karena itu Mika tidak pernah mengizinkan Yazawa pergi ke supermarket sendirian.'

'aku yang membuatmu bersumpah, Mika! Aku yang akan bertanggung jawab!'

'apa?'

'lihat aku, hanya aku, tidak ada yang lain! kalau belum ada cincin yang melingkar di jarimu saat rambutmu berubah putih, aku yang akan bertanggung jawab!'

'dia bilang apa?' tanya Zen lagi.

'beta karoten, anti oksidan, serat tinggi! kalau ada sayuran lain yang lebih bagus dari kombinasi brokoli dan wortel, aku akan berhenti beli brokoli dan wortel!' jawab Ryouta - kali ini menirukan cara bicara Sei.

'jadi semua ini tentang brokoli dan wortel!?' tanya Zen tidak percaya.

'memangnya kau pikir kenapa mereka bertengkar?' Ken balik bertanya.

'tentang sesuatu yang –' Zen terdiam, berusaha mencari kata yang tepat, 'yang lebih – er, penting? Daripada brokoli dan wortel?'

'tanggung jawab? Kau?' aku tertawa kecil, 'menjodohkanku dengan lelaki manapun yang melintas di benakmu? Itu yang kau sebut tanggung jawab!?'

Sei mendengus, 'kubilang aku yang tanggung jawab! Bukan orang lain!' ia menghela nafas panjang, tampak lelah dan putus asa.

'apa?'

'apa tidak pernah terlintas di benakmu kenapa aku membuatmu mengucapkan sumpah konyol itu tujuh tahun yang lalu!?' ia mendengus kesal.

Sebuah gada menghantam kepalaku.

Kenapa..? katanya..?

Aku menelan ludah.

'karena kau tahu persis apa yang bisa kulakukan dan kau memerlukan kemampuanku untuk-'

'kau pikir kau ini jin botol atau apa!? dengan kemampuanmu, semuanya memang lebih mudah, tapi itu bukan alasan kenapa aku membuatmu mengucapkan sumpah konyol itu, Mika!' Sei setengah berteriak. Sekilas ia tampak putus asa, 'aku yakin semuanya tidak akan serumit ini andai aku bisa mengatakan 'aku mencintaimu Mika, menikahlah denganku' tanpa membuatmu gemetar ketakutan!' kata Sei.

'dan aku sangat berterima kasih pada makhluk pirang idiot yang membuatmu seperti ini!' Sei menatap langit-langit dan menyeka beberapa helai rambut merah yang menggantung di dahinya.

'apa? aku sudah melakukan semua yang aku bisa untuk menebusnya! sumpah!' protes Ryouta di balik punggungku. entah kenapa aku merasa tatapan membunuh terarah padanya saat ini.

Sei mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah dari dalam saku celananya dan menggenggamnya erat, 'ini alasan kenapa aku mengirimmu kesini sebelas hari yang lalu!' ia mengangkat kotak itu dan menunjukkan cincin emas putih bertahtakan berlian. Aku ingat cincin itu. cincin milik ibu Sei yang meninggal saat usianya sembilan tahun.

'kalau aku tidak mengirimmu kesini, aku yakin kau akan curiga dan semuanya pasti berantakan!'  Sei menghela nafas panjang, 'maksudku, bukan cincin ini, tapi - hanya menyiapkan tempat untuk memberikan sebuah kejutan kecil untukmu saat kau pulang, sup ayam kesukaanmu, aku belajar membuatnya dan aku ingin kau mencicipinya.. di rumah di pinggir kota dengan pohon kesemek di belakang rumah yang selalu membuatmu menoleh setiap kali kau melewatinya.. katamu, 'pasti menyenangkan menghabiskan sisa umurku di rumah itu..' dan bantal besar yang iklannya kau tonton setiap kali kau punya waktu senggang.. aku tahu kau  selalu membayangkan bagaimana rasanya melompat ke atas bantal besar itu setelah hari yang panjang dan melelahkan..'

*The Big One - Lovesac

Aku kehilangan kata-kata.

Bibirku bergerak, ingin mengatakan sesuatu tapi tak sepatah katapun meluncur keluar dari bibirku. Aku tahu kisah cintaku tidak pernah berakhir bahagia – aku memang sedikit putus asa karenanya dan aku memang telah berhenti mencari orang tepat untuk menemaniku sepanjang sisa hidupku – tapi itu bukan alasan untuk menyodorkan cincin itu di depanku!

Aku tertawa datar, 'leluconmu tidak lucu,' sekilas aku melihat matanya. Dia tidak bercanda dan ini bukan lelucon untuknya – dia serius.

'liburan – lalu cincin? Selanjutnya apa? batu nisan?' kataku asal, 'apa di matamu aku begitu putus asa karena tidak ada lelaki yang mau menghabiskan sisa hidupnya bersamaku sehingga kau pikir aku akan percaya pada-'

Aku terdiam.

'kau tahu aku tidak menganggapmu putus asa, Mika..'

'kenapa? Kau kasihan padaku karena kisah cintaku tidak pernah bertahan lebih dari tiga hari?' tanyaku asal.

'aku yang membuat kisah cintamu tidak pernah bertahan lebih dari tiga hari! Aku yang mati-matian membuat semua lelaki berpikir seribu kali untuk mendekatimu! Untuk menjalin hubungan denganmu! Semua itu aku, Mika!'

'dan aku yang membuatmu mengucapkan sumpah konyol itu! lihat aku, hanya aku, tidak ada yang lain!'  Sei mendengus kesal, 'dan aku akan memastikan dengan mata kepalaku sendiri hanya ada aku di matamu! Selama ini aku berusaha agar aku layak berjalan di sisimu! Agar tidak pernah terlintas di benakmu untuk pergi meninggalkanku! Agar aku bisa menjadi tempatmu bersandar!'

'aku juga berusaha keras agar semua gadis yang dikenalkan ayahku meninggalkanku – membuat mereka yakin bahwa aku adalah lelaki brengsek dan mereka hanya menyia-nyiakan waktu mereka yang berharga denganku – dan berusaha membuatmu cemburu atau setidaknya ingin melihat kau tersenyum saat aku menceritakan bagaimana aku membuat mereka meninggalkanku! Tapi kau tidak melakukannya,' Sei tertawa kecil, 'kau marah setiap kali gadis pilihan ayahku memutuskan untuk meninggalkanku, kau tidak cemburu melihatku bermesraan dengan mereka di depanmu.. bahkan kau senang karena aku telah menemukan orang yang akan menemaniku seumur hidup..' ia menarik nafas panjang dan mengangguk pelan, 'yeah, sejujurnya aku memang sedikit putus asa.. aku tidak tahu lagi bagaimana cara untuk memastikan apakah kau ada di dekatku hanya karena sumpah konyol tujuh tahun yang lalu atau ada alasan lain..'

Sejenak Sei terdiam, 'aku hanya ingin semuanya sempurna.. tapi aku hampir kehilangan hal terbaik dalam hidupku..'

'apa katanya?' tanya Zen lirih.

'manfaat brokoli dan wortel, cek cherrypedia,' jawab Hiro datar.

'aku tidak menyangka ada orang yang begitu emosional menjelaskan tentang manfaat brokoli dan wortel,' celetuk Zen.

Sei menepuk dahinya dengan telapak tangan kanannya. Sepertinya ia mendengar apa yang Hiro dan Zen katakan.

'apa tidak ada hal lain yang bisa kau jadikan alasan sehingga – menikah?' aku mendengus kesal, 'tidak lucu, Sei.. sama sekali tidak lucu..'

'apa semua ini terdengar seperti lelucon bagimu?'

hati kecilku tahu Sei serius. ia mengatakan yang sebenarnya. tapi semua ini tidak masuk akal bagiku. Sei? mungkin hanya khayalanku.. mungkin hanya imajinasiku dan aku akan kembali pada kenyataan saat seseorang menampar wajahku..

'sumpah konyol waktu itu tidak hanya berlaku padamu, tapi padaku juga. Aku yakin kau tidak sadar, tapi selama ini hanya kau yang ada di mataku, hanya kau, tidak ada yang lain..'

'sekarang apa hubungan antara brokoli, wortel dan cincin itu?' tanya Zen, 'kalian pasti mempermainkanku. Ini pasti bukan tentang brokoli dan wortel. Apa Yazawa sedang melamar-'

'mereka sedang membicarakan project Yazawa yang baru. Persilangan antara wortel dan brokoli serta bagaimana cara mempertahankan manfaat dan keunggulan keduanya, menghilangkan kekurangannya dengan permata di cincin itu sebagai katalis. Selain itu-'

'cukup.. cukup.. aku mengerti,' potong Zen, 'jadi sekarang mereka akan menikahkan brokoli dengan wortel?'

'kira-kira begitu,' jawab Hiro datar.

'lupakan saja.. ayahmu, kakekmu, bibimu – seluruh keluargamu – tidak akan setuju,'  kataku lirih.

'kau tahu apa yang kakek katakan saat aku memaksamu menemaniku datang ke pesta ulang tahun sepupuku di musim dingin enam tahun yang lalu?' Sei tertawa kecil, hanyut dalam lamunannya sendiri, 'kakek bilang, 'kau bodoh kalau kau biarkan dia pergi.' Aku tahu aku tidak akan pernah melepaskanmu jauh sebelum kakek mengatakannya.'

Aku menggeleng, 'ayahku-'

'aku tahu. aku tidak peduli. lalu? Tubuhmu? Batas waktumu? Otakmu yang tidak bisa melupakan apapnun!? Aku tahu dan aku tidak peduli!' sergah Sei, 'kali ini aku tidak akan mau menerima 'aku terlalu lapar untuk jadi istrimu' atau 'aku terlalu ngantuk untuk jadi istrimu' atau 'aku terlalu kurus untuk jadi istrimu' atau alasan konyol lain yang membuatku sakit kepala! Dan sekarang lelaki itu muncul, terang-terangan memintamu menghabiskan sisa hidupmu bersamanya – di depanku! Saat aku berusaha keras agar kau tidak muak padaku selama tujuh tahun terakhir dan kau tidak gemetar saat aku menunjukkan cincin ini padamu – dia dengan santainya mengatakan hal itu di depan umum seolah hal itu adalah hal biasa dan – agh! Aku ingin ********nya hidup-hidup! Lalu *******nya, ********nya sambil xxxxxxxxxx dan memastikan dia menikmati setiap detiknya!'

'Sebenarnya siapa dia!? Hanya sebelas hari – dia bersedia menukar nyawanya untukmu dan kau mengangkat senjatamu untuknya,' Sei tertawa kecil.

'kau lebih tahu dia siapa!' tukasku, 'lalu siapa gadis itu!? gadis pilihan ayahmu!? Calon tunanganmu!? Dia hamil!? janin itu milikmu!?'

'bukan, Mika! Bukan! Dia orang yang seharusnya menjadi koordinator tamu RFA! Orang yang posisinya kau gantikan!'

'lalu kenapa dia ada disini!? Kenapa tidak dia saja yang jadi koordinator tamu!? kau yang menukar posisinya denganku!?'

'semua ini permintaan V!'  Sei setengah berteriak, 'dan ponsel yang kau bawa waktu itu adalah ponsel miliknya.'

'V!?'

Sei mengangguk,'V  menemuiku beberapa bulan yang lalu, dia ingin aku menempatkan seorang yang terbaik yang kupunya selama satu atau dua minggu di RFA sebagai koordinator tamu menggantikan Rika. V ingin mengadakan pesta terakhir sebelum RFA berakhir. Dan yang terlintas di benakku hanya kau, Mika. Kaulah yang terbaik.'

'kesempatan ini tidak mungkin kulewatkan, Mika. sebelas hari untukmu bersantai, mengkoordinir tamu bersama salah satu sahabatmu, Kang Jaehee dan saat kau pulang..' Sei tersenyum, matanya menerawang jauh.

'tapi aku tidak bisa mempercayai RFA begitu saja.. Karena itu aku meminta Izumi tinggal disana sebulan sebelum kau datang, memastikan tempat tinggal barumu aman dan pertolongan akan segera datang andai kau memerlukannya,' Sei menghela nafas panjang, 'aku meminta Hikaru memasang kamera di rumah semua anggota RFA, memeriksa latar belakang semua anggota RFA dan memastikan hacker andalan RFA cukup tangguh untuk melindungimu andai terjadi sesuatu yang diluar perhitunganku,'  lanjut Sei.

Pesta terakhir..?

V ingin mengadakan pesta terakhir..?

Sebelum RFA berakhir..?

Aku menelan ludah. Sulit dipercaya, tapi Sei mengatakan yang sebenarnya.

Sempat terlintas di benakku, V yang merencanakan semuanya, membuatku meragukan Sei dan mungkin pergi dari sisinya untuk selamanya.

Mungkin V tahu bahwa lebih mudah menghancurkan kami saat kami berdiri sendiri. tapi.. bagaimana bisa..?

V yang kami kenal adalah orang yang ramah dan hangat dan tulus. Rasanya tidak mungkin-

Apa aku salah menilainya? Tapi saat aku bertemu dengannya, aku tidak merasa V punya niat buruk. apa dia berhasil mengelabuiku dengan aktingnya yang luar biasa? atau aku yang terlalu mudah mempercayainya..?

Dalam hati aku mengutuki kebodohanku sendiri.

'V berhasil meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja. dan ia membawa gadis ini padaku. sang koordinator tamu RFA yang sebenarnya. latar belakangnya tidak mencolok, tidak punya kemampuan khusus,  kemampuan bela diri nyaris nol, tidak ada yang aneh atau luar biasa darinya. tapi dia terlalu polos dan mudah percaya. dan dia bisa membuat orang-orang disekitarnya percaya padanya berkat senyum polos tidak berdosa, pribadinya yang ramah, hangat dan ia selalu berusaha membahagiakan orang lain..'

'seperti Rika..' gumamku, 'karena itu V memilihnya.. lalu kenapa V menukarnya-' aku diam sejenak, 'lalu Mint Eye? Choi Saeran? Bom itu..?'

'aku tidak tahu, Mika. Aku sama sekali tidak tahu..' Sei terdengar putus asa, 'kalau aku tahu, aku tidak akan mengirimmu kesana. Aku tidak akan menyetujui permintaan V. Saat aku tahu bom itu telah meledak, V menghilang. Satu-satunya orang yang bisa melacak lokasinya juga menghilang. Tapi aku tahu kau masih hidup.. berkat kamera yang ada di dekat pintu masuk apartemen Rika – beberapa detik terakhir sebelum kamera itu meledak..'

'sempat terpikir bahwa yang mereka incar adalah kau. Sejak awal gadis itu hanya pengecoh. Mereka merencanakan semuanya dengan sangat baik, menjebakku dan membuatmu berpikir bahwa akulah yang merencanakan semua ini..'

Sei tidak membuatku gemetar, tapi dia membuatku sakit kepala.

Aku tahu Sei mengatakan yang sebenarnya, tapi-

Sekilas Sei menatap cincin yang ada dalam kotak merah di tangannya, 'cincin ini.. sejak awal aku tahu cincin ini milikmu. Aku hanya menyimpankannya untukmu dan memberikannya padamu di saat yang tepat.'

senyum merekah di bibirnya, 'Mika.. ayo pulang..'

Aku nyaris melompat dan memeluknya, tapi akal sehatku membuat tubuhku terpaku di tempatku berdiri.

Sei berjalan kearahku. Ia mengeluarkan cincin itu dari kotaknya dan memasangkan cincin itu di jari manisku.

'tidak bisa.. tidak boleh..' kataku lirih, 'sama seperti Zen, kau hanya dibutakan oleh ilusi buatan otakmu sendiri.. cepat atau lambat ilusi itu akan menghilang dan kau akan kembali pada kenyataan.. seperti berjalan diatas cangkang telur, seperti berjalan diatas es, kau tidak tahu kapan kau akan jatuh-'

'semua ini bukan ilusi,' bantah Sei, matanya menatapku tajam, 'Mika.. kau tahu kau mencintaiku.. sangat..'

--------------------------------------------------------------------------------------------

please have a unitato .. *slap!

this cute little thing belongs to rakus kun @ deviant art


繼續閱讀

You'll Also Like

1.4M 19.5K 48
ON GOING SAMBIL DI REVISI PELAN-PELAN. Start 18 November 2023. End? Cerita bertema 🔞, Kalau gak cocok bisa cari cerita yang lain terimakasih. Mars...
909K 75.6K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
30.2M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
Fantasia 由 neela

同人小說

1.7M 5.2K 9
⚠️ dirty and frontal words 🔞 Be wise please ALL ABOUT YOUR FANTASIES Every universe has their own story.