mistakes

mocchafrappe által

6.1K 682 125

inspired by Cheritz' Mystic Messenger hasil imajinasi yang berkembang selama main game Mystic Messenger, niat... Több

01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
15
16
17
18
a little note
19
20

14

203 28 9
mocchafrappe által

Tanpa bicara aku membiarkan Sayuri menyapukan kuasnya di wajahku, memberi warna lain di kulit wajahku yang pucat. Setelah selesai dengan wajahku, ia mengoleskan beberapa jenis krim di atas bekas luka yang mengintip keluar dari dress yang kukenakan.

‘sudah selesai,’ kata Sayuri puas. Aku mengamati bayangan yang terpantul di cermin. Gadis yang ada di cermin tidak tampak sepertiku, tapi ia mengenakan dress yang sama denganku, mengikuti semua gerakanku..

‘sudah lama, ya..’ kataku akhirnya, ‘sebelas hari..’

Aku menatap mata Sayuri yang mengenakan lensa kontak sewarna langit biru, ‘aku kangen..’

Sayuri mendekapku erat. Aroma mawar dan teratai yang lembut memenuhi hidungku. Nafasnya menggelitik telingaku, ‘syukurlah.. syukurlah kau baik-baik saja..’

Aku menepuk bahunya, berusaha mengatakan padanya bahwa saat ini semuanya baik-baik saja.

‘Mika.. waktu aku dengar tentang bom itu, kupikir kau dan Ken sudah-‘ ia mengangkat wajahnya dan terisak beberapa kali. Aku menyeka air mata yang mengalir di pipinya, ‘aku takut.. aku-‘

‘Sayuri.. lihat, semua baik-baik saja.. aku, Ken, Kai..’

‘tapi si bodoh itu seharusnya memberi kabar, Mika! Kau juga! Sepertinya hanya aku yang tidak tahu apa-apa! Aku hanya-‘

‘hanya?’ tuntutku.

‘Yazawa ingin bicara,’ jawab Sayuri di sela isakannya.

Ia mengalihkan pembicaraan, kataku dalam hati.

‘aku juga ingin bicara dengannya, Sayuri..’ kataku lirih.

‘aku tahu,’ balas Sayuri. Suaranya sedikit bergetar. Ia menarik nafas panjang dan senyum mengembang di wajahnya, ‘Mika.. di dekat stasiun ada toko kue baru. Seperti rumah kue milik penyihir di dongeng H*nsel dan Gr*tel! temanku bilang ada yang mengenakan kostum penyihir jahat sambil melayani pelanggan,’ Sayuri tertawa kecil, ‘kita harus kesana! Harus!’

Penyihir?

Aku mengangguk, ‘tentu saja. Kita harus kesana,’ kataku lirih.

Sayuri mengeluarkan sebuah kotak perhiasan berwarna hitam dan membukanya. Sebuah kalung mungil dari emas putih dengan liontin berbentuk daun yang juga terbuat dari emas putih tampak kontras dengan kotak hitam yang menyelubunginya.

Aku tertawa kecil, ‘Pasti Sei.’

Sayuri mengangguk, ‘aku sudah beri rekomendasi kalung yang lain, tapi dia bersikeras ingin beli kalung itu,’ keluhnya.

Mana mungkin aku lupa, kataku dalam hati.

Sore yang dingin di awal musim semi, saat kalung itu pertama kali dipajang di etalase toko yang tidak jauh dari tempat kami bekerja. Entah kenapa aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari kalung itu. Tidak hanya saat pertama kali melihatnya, tapi setiap kali aku melewati toko itu, mataku kembali tertuju pada kalung itu.

kalung platina dengan liontin yang tampak seperti enam tetesan embun mungil yang berkelip malu-malu.. manis, kataku dalam hati.

‘liontin daun?’ tanya Sei. Matanya tertuju pada kalung yang sejak tadi kutatap.

Aku mengangguk, ‘tapi aku tidak yakin aku akan memakainya. Sudahlah, lupakan saja,’ kataku sambil melanjutkan langkahku yang sempat terhenti.

Dan kini kalung itu ada di depanku.

Aku tersenyum kecil sambil menutup kotaknya dan menoleh kearah Sayuri, ‘dimana Sei?’

‘sepertinya Yazawa sedang mengobrol dengan Mr Choi dan putrinya,’ jawab Sayuri. Ia menarik nafas panjang dan sekilas senyum mengembang di bibirnya. Dalam sekejap ia menghilangkan jejak air mata di wajahnya. Sekarang jejak air mata itu seolah tak pernah ada, ‘bersama Nagisa, sepertinya. Sudah hilang. Ayo, Mika. Sepertinya kita masih punya waktu untuk menikmati pesta ini.’

Aku mengangguk dan mengikuti Sayuri.

Suara Zen menggema saat kami membuka pintu, ‘…benar sekali. saat ini hanya ada satu orang yang membuat jantung saya berdetak terlalu kencang.’

‘whoa.. dia memang belum begitu terkenal, tapi kalau melihatnya seperti ini..’ Sayuri tidak bisa menutupi kekaguman yang terpancar di matanya saat ia melihat Zen.

‘apa orang itu adalah Sakamoto Mika dari Yazawa Group? Sejak kapan anda menjalin kerjasama dengan Yazawa Group?’ tanya seorang wartawan.

‘Sakamoto Mika dari Yazawa Group.. hmm.. saya mengenalnya secara pribadi, bukan sebagai Sakamoto Mika dari Yazawa Group.. saya harap jawaban ini bisa membuat rekan wartawan sekalian puas dan tidak ada pertanyaan lebih lanjut mengenai kehidupan pribadi dan hubungan pribadi saya atau Ms Sakamoto,’ jawab Zen, ‘untuk sementara ini saya tidak akan berkomentar banyak tentang kerjasama saya dengan Mr Yazawa. Apa ada pertanyaan lain?’

Jawaban bagus, Zen.

‘ah, Mika Noona!’ sapa Yoosung. Ia menghampiriku dan Sayuri, ‘Mika Noona.. dan..?’

‘kenalkan aku,’ desis Sayuri tepat di telingaku, ‘dia tipeku! Cepat kenalkan aku!’

‘tipemu!? Ayolah, Sayuri, sejak kapan mahasiswa manis, polos, lugu dan enam tahun lebih muda jadi tipe idamanmu!?’ balasku lirih.

‘sejak saat ini!’ Sayuri mencubit pinggangku, ‘cepat!’

‘Yoosung,’ panggilku, ‘kenalkan, temanku, Akai Sayuri.’

‘Sayuri. Panggil Sayuri saja,’ Sayuri mengulurkan tangannya. Canggung, Yoosung menjabat tangan Sayuri.

‘A – saya – Ki – Kim Yoo – Kim Yoosung,’ kata Yoosung terbata-bata, ‘senang bertemu denganmu, Sayuri Noona,’ lanjutnya canggung.

‘Sayuri! Sa-Yu-Ri!’ protes Sayuri. Ia selalu keberatan saat seseorang memanggilnya dengan panggilan yang membuatnya terdengar lebih tua.

‘tapi Noona-‘

‘turuti saja, Yoosung..’ kataku sambil menepuk bahunya.

‘Sayuri? Begitu?’ ulang Yoosung, ‘tapi Noona lebih-‘

‘Sayuri!’ protes Sayuri lagi.

‘Mika Noona!’ Yoosung melempar tatapan minta tolong padaku.

‘Yoosung.. tidak masalah kan kalau kau memanggil gadis yang usianya enam tahun lebih tua darimu dengan namanya saja?’

‘Mika!’ protes Sayuri, ‘Yoosung! Jangan dengarkan dia! Jangan pernah panggil aku ‘Noona’, mengerti?’

Yoosung mengangguk ragu, ‘baiklah kalau begitu, Sayuri..’

‘nah, begitu lebih baik,’ kata Sayuri.

‘ah, Jaehee Noona!’ panggil Yoosung setengah berteriak.

‘siapa?’ bisik Sayuri.

‘Kang Jaehee, Executive Secretary C&R,’ jawabku tepat di telinga Sayuri. Dari jauh aku melihat Jaehee berjalan cepat kearah kami.

‘Jaehee!’ panggilku sambil melambaikan tangan.

Dari raut wajahnya, aku tahu suasana hati Jaehee sedang tidak bagus. Rasanya aku ingin lari sekarang juga.

‘Kejam! Jahat! Bagaimana bisa kau menghilang dua minggu tanpa memberi kabar sama sekali!?’ protes Jaehee sebelum aku sempat mencari tempat perlindungan.

‘tapi – tapi kita bertemu setiap hari di messenger, Jaehee!’ kataku dengan senyum canggung di bibirku.

‘kalau aku tahu Mika yang ada di messenger adalah kau, semuanya pasti jauh lebih mudah, Mika! Lagipula untuk apa kau merahasiakan hal ini!? apa tidak bisa kau beritahu – setidaknya beritahu aku!’ Jaehee menarik nafas panjang, ‘kupikir – kupikir kau muak padaku! kupikir kau tidak ingin berteman denganku lagi!’

Aku tertawa kecil, ‘tapi aku ada disini, Jaehee.. mengobrol denganmu setiap hari di messenger..’

‘andai aku tahu itu kau! Jahat! Kejam!’ protes Jaehee.

‘maaf..’ aku tertawa kecil, ‘Jaehee.. kenalkan, dia temanku, Akai Sayuri.’

‘Akai Sayuri?’ sedikit canggung  Jaehee menjabat tangan Sayuri, ‘Make up artist dan beauty consultant, Akai Sayuri? Skin & Beauty Dept Head?’

‘suatu kehormatan anda mengingat nama saya,’ balas Sayuri.

‘Jaehee Noona dan Mika Noona, kalian saling kenal?’ celetuk Yoosung.

‘dia sahabatku,’ jawabku dan Jaehee nyaris bersamaan.

Aku tertawa kecil, ‘aku kangen..’

‘aku juga..’ Jaehee memelukku erat, ‘kupikir kau berhenti dari pekerjaanmu..’

‘kenapa?’ tanyaku penasaran.

‘kemarin Mr Han bertemu Mr Yazawa. Aku merasa ada yang tidak beres saat melihat seorang gadis yang tidak kukenal menemani Mr Yazawa bertemu Mr Han. Biasanya Mr Yazawa akan datang sendirian saat kau tidak bisa mendampinginya,’ Jaehee mengerutkan dahinya.

‘ah, ini pesta, tidak baik membicarakan masalah pekerjaan disini,’ celetuk Sayuri, ‘Higashi! Sini!’ Sayuri melambai kearah seorang lelaki jangkung dengan rambut sewarna jerami. Mata sewarna karamelnya masih melekat erat dalam ingatanku.

Saat mata itu berubah dingin.

Aku menarik nafas panjang. itu hanya memori, Mika, hanya memori. Dia tidak akan melakukannya lagi. Tidak ada yang perlu kau takutkan, Mika!

Apa aku harus selalu mengatakannya pada diriku sendiri setiap kali aku akan bertemu dengannya?

Sepertinya aku harus meminta Sei dan Kai untuk membuat alat penghapus memori, kataku dalam hati.

Ryouta mohon diri pada wartawan dan fans yang mengerubunginya. Ia mengambil sebuah gelas berisi cairan oranye dengan potongan jeruk di sisi gelas itu. Beberapa butir es batu mengambang di antara cairan oranye itu.

Tenanglah, Mika.. dia bukan dia yang dulu..

‘mau minum?’ Ryouta menawarkan gelas yang ia bawa padaku, ‘tanpa alkohol, tenang saja..’

‘terima kasih,’ kataku sambil menerima gelas itu dan meneguknya. Rasa asam, manis, dingin dan rasa khas daun mint memenuhi mulut dan tenggorokanku.

‘Hei, bagaimana bisa kau hanya bawa satu gelas saat ada tiga orang wanita disini!?’ protes Sayuri, ‘dasar tidak peka!’

‘tidak apa-apa.. saya bisa ambil sendiri,’ kata Jaehee.

‘nah! Jangan begitu! Biarkan para lelaki yang membawakan minuman untuk kita!’ protes Sayuri sebelum Jaehee sempat beranjak untuk mengambil minuman, ‘Jaehee, Yoosung, kenalkan, Higashi Ryouta.’

‘ya ampun! Higashi Ryouta yang baru saja konser-‘

‘benar sekali,’ potongku sebelum Jaehee menyelesaikan kalimatnya.

‘Yoosung, aku haus..’ kata Sayuri sedikit manja.

‘ah, sebentar-‘

‘bagaimana kalau kita ambil minum lalu mencari udara segar di balkon?’ Sayuri menggenggam tangan Yoosung dan menatapnya dengan mata penuh harap. Yoosung salah tingkah dibuatnya, ‘bagaimana?’

Yoosung mengangguk.

Sayuri menggenggam tangannya dan mereka pergi begitu saja.

‘apa tidak apa-apa?’ gumam Jaehee.

‘kau selalu mencemaskan apapun, kapanpun, siapapun, Jaehee.. tenanglah sedikit,’ kataku santai, ‘mereka akan baik-baik saja..’

‘begitukah?’ Jaehee tampak tidak yakin.

Aku mengangguk cepat, ‘lalu bagaimana konsernya?’

‘konser? Kau tahu..?’ tanya Ryouta bingung.

Aku mengangguk, ‘mana mungkin aku tidak tahu.. wajahmu memenuhi seluruh kota,’ jawabku santai, ‘lalu? bagaimana konsernya?’

‘luar biasa, Mika! Tiketnya terjual habis dalam hitungan menit! Dan antusias mereka semua selama konser – wow! Luar biasa! Aku pasti datang lagi! Aku pasti konser disini lagi!’ sejenak Ryouta terdiam. Matanya tertuju pada Jaehee yang sejak tadi menatapnya, ‘Ms Jaehee?’

‘ah – maaf! Maaf! Saya tidak bermaksud – saya hanya-‘

Baru kali ini aku melihat Jaehee gugup.

‘apa – apa boleh saya minta tanda tangan anda?’ tanya Jaehee gugup, ‘saya tahu waktunya tidak tepat! Seharusnya saya tidak melakukannya saat ini, di tempat ini, tapi belum tentu saya akan bertemu lagi-‘

‘aku mengerti..’ Ryouta mengambil selembar tisu dari atas meja dan menandatangani tisu itu, ‘maaf, aku tidak punya kertas. Begini tidak apa-apa?’

Jaehee mengangguk cepat, ‘ti – tidak apa-apa.’

‘Untuk Kang Jaehee,’ Ryouta menambahkan sebuah senyum di akhir nama Jaehee, ‘mohon dukungannya, Ms Kang Jaehee..’ ia memberikan tisu itu pada Jaehee.

‘terima kasih..’ senyum bahagia menghiasi wajah Jaehee.

‘Ladykiller,’ bisikku pada Ryouta sementara Jaehee belum kembali pada kenyataan.

‘aku tidak melakukan apa-apa, Mika..’ protes Ryouta.

‘terima kasih banyak atas dukungannya selama ini! atas kehadiran rekan wartawan, perwakilan dari fanclub dan semua tamu undangan yang hadir di pesta sederhana hari ini! tetap dukung saya! Terima kasih!’ Zen berusaha melewati para wartawan yang masih menghujaninya dengan pertanyaan.

Sementara itu, beberapa orang wartawan berlarian mengejar Echo Girl dan Mr Choi yang berjalan keluar secepat yang mereka bisa.

‘tidak ada. tidak ada yang perlu kami sampaikan. Terima kasih. Tolong beri jalan,’ kata Mr Choi terburu-buru. Mereka tidak mempedulikan wartawan yang terus melontarkan pertanyaan pada mereka berdua.

Dan Kyungju perlu pengacara yang luar biasa, kataku dalam hati. gadis malang. ia berurusan dengan orang yang salah di usia yang masih begitu muda.

‘karirnya pasti hancur,’ celetuk Ryouta.

‘jangankan karir, hidupnya pasti berantakan,’ balasku santai.

Ryouta mengangguk setuju, ‘dia tidak akan bisa keluar rumah tanpa scarf dan kaca mata hitam, ah, keluar rumah masih terlalu mewah. Keluar kamar saja dia pasti enggan. Dia akan mengurung diri, mengunci diri, tampaknya tidak akan pernah melihat sinar matahari lagi,’ Ryouta tertawa kecil.

‘dia pasti mencari namanya sendiri di boogle,’ timpalku, ‘melihat watak dan kepribadiannya, dia tidak akan tahan dengan pemberitaan media dan komentar negatif tentangnya. Dia tidak bunuh diri saja sudah bagus.’

Aku dan Ryouta bertukar pandang.

Dalam sekejap tawa kami meledak. Tawa lepas tanpa beban yang membuatku merasa sedikit lebih baik.

‘sudah lama aku tidak tertawa seperti ini,’ kataku sambil menahan tawa dan menarik nafas panjang.

‘beberapa hari terakhir ini pasti berat untukmu, Mika..’ kata Ryouta.

Aku menggeleng, ‘berat bagi Seven, bagi Zen, bagi Ken..’ aku menghela nafas panjang, ‘pestanya sukses. Setidaknya tugasku disini sudah selesai.’

‘lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?’ tanya Ryouta.

‘entahlah,’ jawabku santai.

‘Mika!’ panggil seseorang. Spontan aku menoleh kearah sumber suara itu. santai Hiro berjalan kearahku.

‘Hiro!’ balasku. Spontan aku melambai padanya, ‘Jaehee, kenalkan, Nagisa Hiroshi,’ kataku, berusaha mengembalikan Jaehee pada kenyataan.

‘senang bertemu anda, saya Kang Jaehee,’ sapa Jaehee ramah.
Hiro tersenyum kecil sambil menjabat tangan Jaehee. Sekilas pandangan Ryouta dan Hiro bertemu.

‘ah, aku benar-benar tidak sopan,’ kata Ryouta, ‘Ms Jaehee, mau minum apa?’

‘ti – tidak usah. Saya bisa ambil sendiri,’ tolak Jaehee sopan.

‘tidak perlu sungkan.. katakan saja.. atau kita ambil minum disana lalu istirahat sebentar? Sepatu hak runcingmu itu sepertinya cukup menyiksa.. ayo,’ Ryouta melingkarkan tangannya di pinggang Jaehee dan membawa Jaehee pergi.

‘Mika.. Yazawa menunggumu..’ kata Hiro setelah Ryouta dan Jaehee lenyap dari pandangan.

‘aku tahu.. aku juga ingin bertemu dengannya,’ balasku santai. Kuletakkan gelas berisi minuman yang belum kuhabiskan dan mengikuti Hiro dengan kotak hitam lembut serta dua buah pistol dibalik dress yang kukenakan.

Setelah beberapa kali berbelok di lorong panjang yang terasa seperti labirin dengan dinding yang dihiasi lampu berbentuk daun – aku yakin aku akan tersesat andai Hiro tidak disini – akhirnya Hiro berhenti di depan sebuah pintu hitam dengan gagang bulat mengkilap.

Hiro mengetuk pintu itu tiga kali dan membukanya setelah mendengar jawaban dari dalam. Ia membukakan pintu untukku. Mempersilakanku masuk.

Dalam sekejap aku melihat Sei duduk di ujung meja panjang.

Tiga kancing teratas kemeja merah yang ia kenakan tidak lagi tertutup. Dasi merah marun yang ia kenakan kini tergeletak di meja yang ada di hadapannya dan jas hitam yang ia kenakan telah ia sampirkan di kursi tempatnya bersandar. Rambutnya merahnya berantakan.

Di sepanjang meja yang ada di hadapannya, berderet sepuluh koper silver yang masih tertutup rapat. Sedikit banyak aku tahu apa isi koper itu. di pojok ruangan, tergeletak empat buah pedang kayu berlapis debu.

Tidak ada kursi lain selain yang Sei gunakan. tidak ada lukisan, hiasan dinding atau apapun. Sepertinya orang yang menyediakan ruangan ini memang telah siap untuk resiko terburuk.

Tapi perhatianku tertuju pada gadis dalam balutan dress putih sebatas lutut yang menawarkan segelas air padanya. Rambut lurus sewarna hazelnutnya lembut menutupi punggungnya yang tidak tertutup oleh dress yang ia kenakan. Rambutnya membingkai rahangnya yang runcing dengan sempurna, dengan beberapa helai rabut menutupi dahinya. Lipstick pink muda melapisi bibirnya yang mungil. Bola mata hitamnya lembut menatap Sei.

Siapa dia?

Tunangannya?

Calon istrinya?

Kekasih barunya?

Apa ini artnya aku tidak punya tempat untuk pulang?

Apa gadis itu adalah alasan kenapa Sei melakukan semua ini?

Aku menunduk dan menghela nafas panjang. Kugenggam ujung jariku yang sedikit gemetar. Aku ingin tahu apa alasanya mengirimku kesini sebelas hari yang lalu, tapi kini aku mengutuki rasa ingin tahuku yang tidak kenal batas.

‘terima kasih, Nagisa,’ kata Sei. Ia memberi isyarat agar Hiro keluar.

Tanpa bicara Hiro menutup pintu di balik punggungnya.

Rasanya sedikit aneh melihat Hiro menutup mulutnya seperti ini. kemana perginya lelaki periang yang tidak tahu kapan ia harus berhenti bicara?

Aku menghela nafas dan menatap Sei dengan seribu tanda tanya di atas kepalaku. Harus kuakui, sebagian besar tanda tanya itu tertuju pada gadis yang berdiri di sisinya.

Sekilas aku melirik kearah gadis itu.

Dia lebih tinggi dariku, lebih ramping, setidaknya pinggangnya memiliki bentuk, tidak lurus seperti papan kayu, lehernya jenjang, jemarinya panjang dan lentik, ketulusan dan kepolosannya terpancar jelas di matanya yang bulat dan lebar.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, gadis itu bukan orang jahat.

Tapi gadis itu juga bukan gadis yang akan Sei pilih untuk menemaninya ke pesta. Gadis-gadis yang pernah Sei kencani jauh lebih mempesona dibandingkan gadis ini. Pikir, Mika. Gadis itu pasti memiliki sesuatu yang istimewa. Karena itu dia bisa berdiri di sisi Sei saat ini.

Aku menoleh kearah Kai dan Ken bersandar di dekat pintu. Mereka hanya melirik kearahku sebelum mereka membuang pandangan mereka.

‘Chibi..’ panggil Ken.

‘kalian baik-baik saja?’ tanyaku lirih. aku melihat ruam di kepalan tangan Ken, ‘tanganmu kenapa?’

‘tidak apa-apa,’ tukas Ken. Ia melempar pandangannya kearah Sei.

Sei menghela nafas panjang, ‘bagaimana keadaanmu, Mika?’ tanya Sei akhirnya.

‘seperti yang kau lihat, aku masih hidup, masih utuh,’ jawabku asal.

Sei menghela nafas panjang, menatap langit-langit yang kosong.

Hening.

Canggung ia menatap mataku dan melempar pandangannya kearah dinding yang kosong.

Meski terlihat tenang, isi kepala Sei nyaris membuatnya gila. Ia tidak tahu harus berkata apa, memasang wajah seperti apa dan bagamana caranya mencairkan gunung es tidak kasat mata yang ada diantara kami.

‘kalau tidak ada yang ingin kau katakan, aku pergi. Ada banyak tamu yang harus kusapa,’ kataku akhirnya.
Gadis itu ingin mengatakan sesuatu, tapi Sei mencegahnya.

Bibirnya tertutup rapat.

‘tanda tanya di atas kepalamu terlalu banyak,’ kata Sei akhirnya.

Benar sekali.

‘bicara saja. aku akan mendengarkan,’ kataku, sekilas memperhatikan gadis yang tidak nyaman dengan keberadaanku itu.

‘Oppa-‘

Sei mengangkat tangannya dan gadis itu menelan kembali semua yang ingin ia katakan. ia bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan kearahku, ‘dan kau akan membiarkan tanda tanya itu tetap menggantung di atas kepalamu,’ Sei menggeleng pelan, ‘tapi sebelumnya, ada satu hal yang harus kupastikan.’
Seseorang mengetuk pintu.

Hiro.

Ia kembali dengan sebuah tas, bersama Zen dan Ryouta di belakangnya.

Hiro menutup pintu setelah Ryouta masuk. Ryouta dan Hiro langsung menyadari atmosfir tidak normal dan tidak bersahabat yang ada di ruangan ini.

‘terima kasih, Nagisa,’ kata Sei.

‘apa ini? kenapa – ada yang salah?’ tanya Ryouta.

Sei meraih koper silver terdekat dan membuka koper itu. matanya tampak mati saat ia melihat isi koper yang ada di depannya. Gadis yang sejak tadi tampak tenang kini mulai panik.

‘Oppa!’ pekik gadis itu.

Sei menutup koper itu dan menguncinya kembali. Ia menghela nafas panjang dan berdiri dengan sebuah pistol hitam berperedam di tangannya. Tenang ia mengangkat pistol itu dan mengarahkannya pada Zen.

Mata Sei yang lelah berubah haus darah dalam sekejap. Matanya kini dipenuhi hasrat untuk melubangi dahi Zen.

Dan Sei tidak main-main.

Olvasás folytatása

You'll Also Like

2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
9.7M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
5M 920K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
1.4M 123K 65
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...