JUNI

By vanillahimalayacat

590K 28.6K 1.4K

[WARNING] [Harap bijak membaca cerita ini. Terima kasih.] Juni adalah seorang perempuan biasa yang tidak jauh... More

= PROLOG =
= SATU =
= DUA =
= TIGA =
= EMPAT =
= LIMA =
= ENAM =
= TUJUH =
= DELAPAN =
= SEMBILAN =
= SEPULUH =
= SEBELAS =
= DUA BELAS =
= TIGA BELAS =
= LIMA BELAS=
= ENAM BELAS =
= TUJUH BELAS =
= DELAPAN BELAS =
= SEMBILAN BELAS =
= DUA PULUH =
= DUA PULUH SATU =
= DUA PULUH DUA =
= DUA PULUH TIGA =
= DUA PULUH EMPAT =
= DUA PULUH LIMA =
~ ANNOUNCEMENT ~
= DUA PULUH ENAM =
= DUA PULUH TUJUH =
= DUA PULUH DELAPAN =
= DUA PULUH SEMBILAN =
= TIGA PULUH =
= TIGA PULUH SATU =
= TIGA PULUH DUA =
= TIGA PULUH TIGA =
= TIGA PULUH EMPAT =
= TIGA PULUH LIMA =
= TIGA PULUH ENAM =
= TIGA PULUH TUJUH =
= TIGA PULUH DELAPAN =
= TIGA PULUH SEMBILAN =
= EMPAT PULUH =
BUKAN UPDATE SIH, TAPI SEKILAS INFO AJA
= EMPAT PULUH SATU =
= EMPAT PULUH DUA =
= EMPAT PULUH TIGA =
= EMPAT PULUH EMPAT =
= EMPAT PULUH LIMA =
= EMPAT PULUH ENAM =
= EMPAT PULUH TUJUH =
= EMPAT PULUH DELAPAN =
= EMPAT PULUH SEMBILAN =
= LIMA PULUH =
= LIMA PULUH SATU =
= LIMA PULUH DUA =
= LIMA PULUH TIGA =
= LIMA PULUH EMPAT =
= LIMA PULUH LIMA =
= LIMA PULUH ENAM =
= LIMA PULUH TUJUH =
= LIMA PULUH DELAPAN =
LIMA PULUH SEMBILAN
= EPILOG =

= EMPAT BELAS =

8.9K 470 5
By vanillahimalayacat

Akmal menatap kendaraan yang terlihat memadati jalanan siang hari melalui kaca jendela gelap di sampingnya. Alunan musik instrumental dipadu dengan penerangan lampu yang sedikit redup menjadikan nuansa cafe yang ia datangi terlihat sangat romantis. Tapi lain halnya dengan Akmal yang justru tidak menangkap nuansa romantis tersebut. Pikiran cowok berumur 20an itu melayang entah kemana.

"Kamu lama ya nungguin aku?"

Suara Mira yang mengalun tiba-tiba diiringi gerakan duduk di posisi berseberangan membuat Akmal memalingkan wajahnya dan menatap kekasihnya. Ia tersenyum lembut ketika wanita yang ia cintai akhirnya telah tiba.

"Enggak, Hun, aku baru aja sampai kok." Bohongnya. Padahal Akmal sudah berada di cafe tersebut sekitar 15 menit yang lalu.

"Kamu belum pesan apa-apa?"

"Belumlah. Aku kan nungguin kamu. As always."

Mira tersenyum mendengar ucapan Akmal. Dilihatnya Akmal mulai melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan. Tak lama seorang pramusaji menghampiri mereka. Akmal membacakan pesanannya beserta pesanan milik Mira. Pramusaji itu mencatatnya dan setelah itu dia undur diri dari meja Akmal dan Mira.

"Gimana tadi? Udah ketemu Pak Joko?" Tanya Akmal.

"Udah. Untung aja orangnya masih mau nerima bimbingan. Soalnya aku paling akhir. Biasanya kan orangnya suka ngebatasin gitu siapa yang bimbingan." Jelas Mira.

"Oh ya? Emang tadi yang bimbingan berapa orang?"

"Lima sekalian aku."

Akmal tersenyum. Diraihnya jemari Mira dan ia genggam cukup erat.

"Lalu hasilnya gimana?"

Mira mendesah.

"Masih sama kayak kemarin, Hun. Masih harus revisi. Data di latar belakangku masih kurang. Terus tinjauan teorinya juga masih kurang. Aku sampai mikir gini 'ini apa sih yang kurang?'. Padahal aku lihat di proposal skripsi temen-temen yang lain nggak banyak gitu revisinya." Gerutu Mira.

"Yaudah, yang sabar aja, Hun. Aku juga masih belum diterima kok proposal skripsiku."

"Tapi, kamu kan enak Hun, dapet dosen pembimbing kayak Bu Saskia, diberitahu mana letak salahnya dan dikasih saran. Kalo aku? Adanya cuma dapet kata-kata 'ini perbaiki ya', 'itu perbaiki lagi', dan blablabla." Mira memutar matanya bosan.

Akmal terkikik melihat bagaimana kesalnya Mira dengan sikap dosen pembimbingnya. Inilah yang dia sukai dari Mira. Dia menyukai ekspresi bagaimana Mira saat sedang kesal. Ketika Mira sedang kesal, Akmal akan melihat bagaimana Mira dapat seharian mengomel dan menggerutu sehingga membuat pipinya kadang menggembung dan bibirnya dapat memanyun seperti bebek. Dan puncaknya, Mira pasti akan menjambak rambutnya hingga dia akan meminta siapapun, entah Akmal, Ega atau pun Juni untuk menemaninya memakan banana split.

Juni...

Ah, sudah berapa lama dia tidak bertemu Juni?

Oh iya benar, hampir sekitar tiga minggu dia tidak bertemu teman sejurusannya itu. Tidak ada kabar dari Juni. Pesannya yang ia kirimkan dulu hanya dibaca sekilas oleh Juni. Tidak ada balasan. Terkadang, Akmal sampai merasa apakah dia terlalu berlebihan karena terlihat memaksa Juni untuk berbicara dengannya. Mungkin Juni merasa terganggu karena Akmal mendadak mengajaknya berbicara. Tapi, apakah itu salah?

"Hunny? Hunny!"

Akmal terkesiap. Dia pun langsung menatap Mira yang menunjukkan wajah kesal padanya

"Y-Ya, Hun?"

"Kamu kok melamun terus sih. Pasti semua ceritaku nggak kamu dengerin ya?!" Mira pun ngambek.

Akmal menggaruk belakang kepalanya. Wajahnya menunjukkan ekspresi penyesalan.

"Sorry deh Hun, hehehe."

"Emang kamu mikirin apa sih? Sampai ucapan aku nggak kamu dengerin?"

Akmal mengendikkan bahu. "Nothing important, Hun. Cuma masalah random aja."

Tak lama pesanan mereka datang. Akmal pun mengalihkan pembicaraan dengan memaksa Mira untuk segera memakan pesanannya. Menunjukkan dengan sengaja pada gadis yang suka kuliner itu bahwa makanan yang dia pesan sangat enak. Alhasil, Mira pun jadi ikutan tergoda dengan makanan milik Akmal. Karena saat ini Akmal terlihat memakan makananannya dengan sangat nikmat. Mira pun tak ambil pusing dan langsung tergoda untuk memakan miliknya sendiri.

***

Air mata Juni masih menetes hingga sore ini. Setelah Mama mengetahui semuanya, Juni hanya bisa berucap maaf sambil menangis tersedu. Terkadang disela tangisnya, perutnya seolah meronta untuk minta diisi. Namun Juni mengindahkannya. Dia hanya dapat menangis dan terus menangis. Air matanya sepertinya ingin ia habiskan saat ini juga. Berharap untuk ke depannya dia tidak akan menangis lagi.

"Sayang."

Mama yang duduk di sofa seberang akhirnya bersuara setelah mendiamkan Juni kurang lebih delapan jam lamanya. Mama sedari tadi hanya menangis dalam diam dan terisak. Rasanya masih belum percaya ada sosok yang tumbuh dalam rahim putrinya. Demi Tuhan, putrinya belum bersuami. Putrinya masih dalam tanggung jawabnya. Tetapi entah bagaimana bisa sosok yang menjadi darah daging Juni itu dapat hadir dengan tiba-tiba dan secara perlahan tumbuh di rahim Juni.

"Kenapa sayang? Kenapa Mama mendapatkan kenyataan ini? Siapa sayang? Siapa yang melakukannya?!" Dalam pandangan kosong namun air mata masih mengalir membasahi pipi, Mama berucap.

Juni tidak berucap. Isakan kecilnya saja yang terdengar. Matanya sembab dan hidungnya sampai merah. Cairan bening yang mengucur deras menuruni pipi gembilnya layaknya menjadi satu-satunya jawaban untuk rentetan pertanyaan dari Mama. Lidah Juni lebih kelu daripada saat mengakui semuanya pada Ega. Seperti ada banyak godam yang siap-siap menerjangnya.

"M-Maaf, Ma. J-Juni nggak bisa bilang." Dengan terisak, Juni mencoba berucap.

Mama perlahan mengarahkan pandangannya pada Juni. Mata kelam namun tersirat ribuan kesedihan bercampur kekecewaan itu memandang lelah pada Juni. Setelah semua yang dilakukan Juni padanya, menyembunyikan fakta mengejutkan, bahkan Mama juga dirasa tidak berhak tahu siapa lelaki yang telah melakukan perbuatan tersebut pada anaknya. Lelaki yang seharusnya meminta restu padanya terlebih dahulu untuk mempersunting satu-satunya putri tercintanya. Laki-laki yang malah membiarkan benihnya tertanam dan tumbuh dalam badan Juni tanpa membuat ikatan yang sah baik secara hukum maupun agama.

Mama sedikit menegakkan duduknya. Tangannya terulur untuk meraih kedua jemari Juni dan menggenggamnya. Mata sembab Mama menatap Juni yang terisak.

"Nduk, Mama ini adalah orang tuamu. Orang yang membesarkanmu. Orang yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya pada Allah atas kamu sebagai titipan-Nya. Tidakkah sudah cukup bagi kamu untuk terus menutupi semuanya pada Mama? Mama hanya ingin tahu siapa laki-laki itu? Mama hanya ingin dia bertanggung jawab atas perbuatannya dan atas janin itu, Nak." Jelas Mamanya.

Mendengar semua yang dikatakan Mama, hati Juni bergetar dan terasa semakin hancur. Rasanya Juni sangat amat berdosa pada sosok wanita yang telah melahirkannya. Wanita di hadapannya telah mengalami apa yang dialaminya sekarang. Berjuang atas nyawanya untuk dapat membiarkan Juni melihat dunia. Wanita yang rela menerima konsekuensi berupa tanggung jawab atas dirinya kelak di akhirat. Memikirkan itu semua, palung hati Juni rasanya tertohok sangat dalam. Sudikah ia membiarkan beban berat Mamanya semakin bertambah?

Juni tergerak dan langsung mengambil posisi untuk berlutut di depan Mama. Memeluk kedua kaki Mama dan menangis tersedu lagi. Air mata berjatuhan bahkan sampai menetes mengenai baju Mama. Hati Juni seolah tercabik apabila melihat Mama sampai menangis tersedu untuknya. Mama adalah sosok yang kuat selama yang Juni ketahui. Dan memikirkan bagaimana Mama menanggung atas dirinya di akhirat kelak, hati Juni seolah hancur berkeping-keping.

"M-Maaf, Ma. M-Maaf, hiks, hiks... B-Bukan, ugh, m-maksud Juni u-untuk, ugh, itu. J-Juni hanya takut, Ma. Juni takut Mama kembali kecewa dengan Juni. Hiks."

"Apa maksud kamu, sayang? Kenapa kamu berkata begitu?"

Suara Juni seperti tercekat. Juni bukan tidak mau berkata jujur pada Mama tentang siapa laki-laki yang dimaksud. Hanya saja, Juni tidak ingin lihat bagaimana reaksi Mama jika tahu bahwa yang menghamilinya adalah Akmal, kekasih Mira yang juga Mama kenal. Walaupun Mama belum tahu wajah dan rupa dari Akmal sendiri, tetapi melalui berbagai cerita yang selama Juni sampaikan pada Mama sudah cukup membuat Mama tahu siapa Akmal.

"I-Itu, laki-laki itu–"

Ting Tong

Ucapan Juni terpotong ketika ia dan Mama mendengar bunyi bel pintu rumah, tanda bahwa ada tamu yang berkunjung. Mama segera mengusap air mata, begitu pula dengan Juni. Mama mengusap pelan punggung tangan Juni sebelum beranjak untuk menuju ruang tamu dan membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang. Sedangkan Juni lebih memilih untuk bangun dan mengambil posisi duduk di atas sofa yang membelakangi dari arah ruang tamu.

"Coba tebak siapa yang dateng?"

Dua buah jari bergerak dengan tiba-tiba dan menutupi pandangan Juni. Perempuan berambut sebahu itu sampai terperanjat kaget. Meskipun dengan keadaan tanpa bisa melihat, Juni sangat tahu suara barusan. Itu adalah suara Mira.

"Mira?"

"Yup! Finally, I meet you, Sweetheart." Ucap Mira sambil menarik tangannya agar Juni dapat leluasa melihat lagi.

Juni sedikit tersenyum dan perlahan dia mulai berbalik untuk menatap Mira yang berada di belakangnya. Senyum yang semula ia paksakan agar wajah sembabnya tersamarkan langsung menghilang ketika dia berbalik sepenuhnya. Juni mencoba untuk menekan rasa kagetnya ketika melihat Mira yang datang dan tersenyum lebar padanya, namun segera panik ketika melihat wajah sembab Juni. Sebenarnya, bukan Mira yang membuat jantungnya hampir berhenti berdetak. Tetapi, sosok yang berdiri di belakang Mira dan sedang mengobrol sekilas dengan Mamalah yang membuatnya terpaku diam. Sosok itu adalah Akmal.

Laki-laki yang namanya baru saja akan ia ucap di depan Mama.

***

Continue Reading

You'll Also Like

522K 46.8K 50
It was You merupakan cerita lengkap dengan judul yang sama dari It was You (Oneshoot) Berawal dari ketidaksengajaan, dilanjutkan dengan pertemuan tak...
1.4K 67 4
Panduan Perjalanan Cepat Penulis: Gu Chenxi Kategori: ‎‍‍Pedas‎‎‌Artikel‍‌ ‎‎/ Peringkat / Serial Waktu pembaruan: 16-06-2020 06:19:29 Bab terbaru: M...
636 71 4
langsung baca aja lah ya
33.2K 3.9K 43
Namanya Ransi Wisnu Pramoedya, mantan aktivis yang setiap ada demo langsung turun ke jalan. Tapi, dia kurang aktif di organisasi, tidak seperti teman...