MY EX-BOY'S FRIENDS

By TyaaaZ

40.5K 3.1K 566

Dijodohkan dengan mantan pacar, dan harus terlibat hubungan yang rumit dengan 'teman-teman' dari mantan pacar... More

1. putus
2. reason
3. ospek
4. (Not) a Free Card
5. A for Arveann
6. Gosip
7. say 'no!' to 'dijodohin!'
8. Pacar??
9. Navintar
10. Tanggung Jawab
11. Very Ordinary You
12. Arvin
13. SISI LAIN
14. (r)asa
16. another feeling
17. Friend??
18. Menyerah
19. Voy-Ve-2Vin
20. Untitle feeling
21. Cemburu
22. Kesepakatan
23. Terungkap
24. Spesial
25. Pilihan
promo
26. Special Chapter

15. Perubahan kecil

1.2K 118 10
By TyaaaZ

Raras menerima ponsel yang Eann berikan padanya dengan tatapan bingung. Sementara orang yang memberikannya justru melenggang pergi meninggalkannya.

"Mbak Ve, ini buat Raras?" tanyanya mengekori Eann.

"Kenapa? Nggak suka karena itu bukan Hp baru? Aku nggak sekaya yang di tipi-tipi itu. Main beli aja buat dikasih orang. Uang sakuku dibatasi, dan nggak ada kartu kredit no limit kayak sinetron atau drama yang kamu tonton," jawab Eann ketus.

Raras merengut mendengarnya.

"Kok muka kamu begitu? Beneran nggak mau? Kalo gitu sini balikin!"

Raras menyembunyikan ponsel pemberian Eann ke belakang tubuhnya. "Siapa bilang Raras nggak mau! Raras cuma kaget aja. Meskipun bekas, Raras belum tentu bisa membeli secondnya, mbak. Maksudnya, kenapa mbak Ve kasih ini ke Raras?"

"Karena kamu nggak ada Hp kan? Daripada kamu minta dibeliin padhe, pake itu dulu. Nanti kalo kamu ada uang, tuker tambah aja sama yang baru."

Senyum di bibir Raras mengembang. "Ini aja aku udah suka kok, Mbak. Ini udah lebih canggih dari hp aku yang dulu."

Eann mengangguk. "Bagus deh. Jadi nggak sia-sia aku mintanya."

"Heeee?! Emang ini punya siapa, mbak?"

"Alvino," jawab Eann.

"Eeeeh?!"

"Tadinya mau di jual, katanya bosen. Jadi aku minta aja buat kamu," ucap Eann santai.

Mata Raras membulat lucu. "Gak pake bayar, mbak?"

Eann menatap Raras aneh. "Emang kalo bayar kamu mau gantiin duitnya?" tanyanya yang spontan dijawab gelengan Raras.

Meski bagi Eann ponsel itu murah, tapi bagi Raras harga bekasnya saja terbilang mahal. Tentu saja dia keberatan untuk membayarnya.

Eann menjitak kepala Raras dengan gemas. "Tenang saja, aku bayar kok ke Alvinnya. Nggak usah ngerasa bersalah gitu! Udah sana telepon bapak sama ibuk kamu! Emangnya nggak kangen?"

Raras mengangguk mantap. "Makasih ya, mbak. Mbak Veann mau apa, ntar Raras buatin, deh!"

Eann mencibir. "Huuu..., dasar! Matre kamu, Ras! Udah sana ganti baju!"

Raras nyengir mendengarnya. Lalu pamit meninggalkan Eann yang telah asyik membaca novel sambil ngemil.

"Bayar pakai apa? Pakai senyum? Aku kan ngrampok tadi," kikiknya. Teringat saat Alvin mengantarnya pulang.

Eann melihat ternyata Alvin memakai beberapa Hp sekaligus. Ada yang khusus untuk teman kampus, ada yang untuk keluarga, lalu yang tadi adalah khusus untuk ponakan cantiknya. Jadi dengan kejamnya Eann langsung mengambil ponsel itu tanpa peduli Alvin keberatan atau tidak.

Gadis itu terkikik geli membayangkan betapa marahnya Myria padanya besok. Pasti seru melihatnya kesal.

Tapi senyumannya langsung memudar saat mengingat ucapan Alvin sebelum dia turun dari mobilnya.

"Menurutmu, berapa lama bagi seorang cowok untuk menyadari dia telah jatuh cinta? Tidak seperti para cewek, kami memperhitungkan segalanya, dan bukan sekedar emosi sesaat. Jika seseorang bilang dia menyukaimu sejak pertama bertemu, maka dia pasti hanya tertarik padamu dan bukan menyukaimu," ucapnya yang membuat Eann menatapnya tak mengerti.

Alvin hanya tersenyum saat Eann menanyakan maksud ucapannya. Apa dia sedang membicarakan Voy? Karena sebelumnya, Voy mengatakan dia memperhatikan Eann sejak mereka bertemu. Apa artinya dia melihat dan mendengar semua pembicaraan Eann dan Voy? Lagi?

Oh, astaga! Apa Alvin memesang penyadap pada Eann? Pikirnya panik.

Sementara Voy justru tampak bahagia di ujung siang itu. Ada rasa lega setelah mengatakan isi hatinya pada Eann. Meski pada awalnya ia sendiri tidak yakin, perasaannya pada cewek itu adalah rasa suka, atau hanya rasa penasaran karena pertemuan mereka menyisakan banyak kesan untuknya. Tapi semakin hari, satu hal yang ia sadari, Voy tidak suka melihatnya tersenyum dan menangis di depan orang lain.

Dan saat itu Voy menyadari, perasaannya pada Eann berbeda dengan rasa ingin melindungi yang ia rasakan pada Rissa atau yang lain. Meski Voy tak tahu, sebesar apa rasa suka itu pada Eann, tapi dia yakin, perasaannya akan terus berkembang. Dan dia akan membuktikannya.

"Sepertinya kamu sedang bahagia?"

Voy menoleh mendengar Navin yang tiba-tiba muncul di pintu kamarnya.

"Tumben ke sini. Ada apa?" tanyanya mengiringi langkah Nav, menjatuhkan diri di kasur Voy.

"Aku...," sejenak Nav tak melanjutkan ucapannya. Bimbang, antara bercerita atau tidak pada senior sekaligus sahabatnya itu.

Voy sendiri terlihat sedikit tegang menunggu lanjutan kalimat Nav. Berpikir, mungkinkah Fani menceritakan sesuatu padanya?

"Terjadi sesuatu?" tanyanya.

Nav bangkit dari posisinya, lalu duduk bersila di kasur Voy. "Apa kamu tahu, aku dan Eann, maksudku Arveann, kami pernah pacaran," ucap Nav.

Dahi Voy berkerut, ada rasa aneh di hatinya. "Hmm, ya, aku sudah menduganya," sahutnya sedikit tak mengerti arah pembicaraan Nav.

"Be-benarkah?"

Voy mengangguk. "Terlihat jelas dari perlakuanmu padanya," ucapnya santai, namun bertentangan dengan hatinya.

"Begitukah?" gumam Nav seraya kembali menjatuhkan diri di kasur Voy. "Apa kamu tahu, aku mengenalnya nyaris seumur hidupku? Kami seolah dibesarkan bersama, lalu perasaan itu perlahan berubah, dan kami jadian begitu saja..."

Tanpa sadar, tangan Voy terkepal di kedua sisi tubuhnya mendengar cerita Nav.

"...tapi karena terlalu lama bersama, kejenuhan muncul, dan aku mengkhianatinya. Entah berapa kali aku jalan dengan cewek lain di belakangnya. Tapi aku selalu saja kembali padanya, seolah dia adalah rumah yang akan selalu menungguku," lanjut Nav tanpa menyadari rahang Voy yang mengeras.

"Lalu bagaimana dengan Rissa?" tanya Voy dengan menahan sesak di dadanya.

"Rissa berbeda. Dia membuatku tak bisa berpaling. Asal bersamanya, aku tidak peduli pada yang lain. Tapi..., Eann kembali. Aku pikir aku sudah tidak merasakan apapun lagi dengannya. Tapi aku terlalu terbiasa dengan kehadirannya. Bahkan terkadang aku lupa, dia bukan milikku lagi."

Nav menoleh pada Voy, sementara pemuda itu tampak menghela napas sesak.

"Apa yang harus aku lakukan, Voy? Rissa memberiku harapan, tapi tidak pernah menerimaku. Dan aku takut, aku akan kembali jatuh cinta pada Eann. Aku takut, perasaanku pada Rissa hanya sebuah rasa penasaran, dan pada akhirnya aku akan kembali pada Eann seperti sebelumnya."

"Lalu kenapa kamu tidak coba menjauh dari Arveann?"

"Aku tidak bisa, meski aku berusaha untuk berpaling, tapi tubuhku seolah bergerak sendiri mendekatinya," ucap Nav frustasi.

Gigi Voy gemerutuk mendengar kalimat Nav. Terasa menyakitkan untuknya. Entah karena ia iri pada Nav yang telah menghabiskan banyak waktu bersama Eann, atau karena takut Eann merasakan hal yang sama seperti yang Nav rasakan.

"Kamu nggak bisa seperti itu, Nav. Itu nggak adil buat mereka," ucap Voy.

"Aku tahu!" ucap Nav nyaris berteriak. "Aku tahu, Voy! Karena itulah aku bingung. Aku bahkan tidak bisa lagi membedakan mana cinta dan kebiasaan. Apa kamu tahu, rasanya sakit melihat Eann menangis, dan aku tak bisa lagi memeluknya. Tapi aku juga tidak mungkin menyerah pada Rissa. Dia cewek pertama yang membuatku berjuang sekian lama untuk mengejarnya. Aku tahu aku egois, tapi itulah yang aku rasakan!"

Voy tak menyahut. Terdiam menatap Nav yang mengacak rambutnya frustasi. Ini pertama kalinya dia melihat Nav seperti itu. Nav yang ia kenal, tidak pernah menganggap serius hubungannya dengan cewek-ceweknya. Mereka dekat dengan cepat dan berakhir dengan cepat pula. Voy tidak pernah mendengar cewek-cewek itu membencinya, mereka tetap memujanya seperti orang bodoh. Hanya Myria yang berbeda. Karenanya semua orang berpikir, mereka punya masa lalu yang cukup dalam sehingga cewek itu begitu membenci Nav. Dan berpikir, bahwa cewek itu adalah patokan untuk merebut hati Nav.

Cantik, pintar, anggun dan menarik. Adalah kriteria yang mereka pikir akan bisa menarik hati Nav. Tanpa mereka tahu, bahkan Myria yang nyaris sempurna hanyalah selingkuhan Nav.

"Kamu sendiri, kamu dan Rissa sangat akrab. Apa nggak ada rasa tertarik padanya?" tanya Nav setelah mendapatkan kembali ketenangannya.

Voy tersenyum miring. "Aku hanya bisa mengatakan, aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Rissa."

Nav terhenyak. "Jangan-jangan kamu...?"

Voy mendengus. Membiarkan Nav menerka-nerka jalan pikirannya. Tanpa bermaksud menjelaskan apapun. Voy memang tak ingin melihat Rissa tersakiti, karena untuk selanjutnya, ia tak bisa melindunginya lagi.

Voy ingin berhenti untuk menjadi seseorang yang selalu Rissa andalkan.

.

Ren menghela nafas. Mendadak lemas saat Raras kembali keluar dan menggelengkan kepalanya dengan senyum kikuk. Eann menolak bertemu dengannya.

"Kalian bertengkar?" tanya mama Eann yang menemaninya di teras.

Ren menggeleng. "Tiba-tiba saja Veann marah dan menghindari Ren, tante," ucapnya.

Mama Eann mendesah. "Anak itu memang susah ditebak. Kamu sabar saja, Ren."

Ren mengangguk ragu. Tak yakin akan mudah mendekati Eann lagi. Eann terlalu sulit ditebak.

"Raras, kamu temenin Ren dulu. Ibu mau siapin air hangat buat bapak."

Raras hanya mengangguk, membiarkan nyonya rumah itu kembali masuk ke rumah. Lalu menatap Ren yang tenggelam dalam lamunan.

"Mas Ren mau minum apa?" tanyanya.

Ren tersentak, menoleh pada cewek itu. "Tidak perlu. Aku pulang saja. Sampaikan salamku pada Om dan Tante."

"Dan mbak Ve?"

Ren menghela nafas kasar. "Sebenarnya ada apa dengannya? Tiba-tiba saja marah padaku. Apa dia mengatakan sesuatu?"

Raras menggeleng. "Mbak Ve emang suka marah-marah nggak jelas. Udah biasa buat Raras, jadi nggak ada yang aneh lagi," jawabnya.

Ren memutar mata. "Well, sangat membantu," kesalnya. "Aku pulang saja," ucapnya dan beranjak pergi tanpa pamit lagi.

Raras memiringkan kepalanya. Menatap punggung Ren yang melangkah pergi. Tidak biasanya Eann menolak bertemu Ren. Biasanya, meski sambil terus mengomel, mereka lengket kayak kembar siam. Eann selalu semangat mengerjai Ren.

Gadis itu mengangkat bahu tanda tak peduli. Toh, bukan urusannya.

.

.

Paket lengkap adalah Eann, Alvino dan Ren. Entah sejak kapan, seolah itu pemandangan wajib di kampus. Dan saat mereka tak terlihat bersama, maka semua mata akan menatap penasaran.

Fani mengerutkan dahi saat melihat Eann sendirian. Cewek itu berjalan mendekat sambil celingukan mencari dua 'pengawal' Eann.

"Mana bodyguard kamu? Tumben sendirian?" tanyanya sambil mengambil tempat duduk di depan Eann.

Gadis itu mendongak, mengalihkan pandangannya dari ponselnya, pada Fani yang tengah meneguk minuman yang bahkan belum sempat Eann sentuh.

"Oh, Alvin pulang setelah mengantarku. Ada yang tertinggal katanya."

"Lalu Ren?"

Eann mengangkat bahu.

Alis Fani bertaut. "Kalian berantem?"

"Tidak," jawabnya pendek.

"Kalian sangat aneh. Tiba-tiba saja sangat dekat, lalu kemudian tiba-tiba jauhan aja," ucap Fani dengan tatapan menyelidik.

Eann mendengus. "Aku hanya meminimalisir sakit hati dan kehilangan yang akan terjadi. Jika Ren nggak bisa mempercayaiku, maka aku akan berhenti mempercayainya. Lebih baik sekarang, daripada nanti saat aku sudah benar-benar terbiasa dengan kehadirannya."

"Terjadi sesuatu? Ada yang kamu sembunyikan dariku?"

Eann tak langsung menjawab. Dia memang belum bercerita pada Fani soal hubungan Ren dengan kecelakaan yang merenggut nyawa kakaknya.

"Arveann!" sebuah teriakan membuat perhatian mereka teralih.

Terlihat Myria mendekat dengan wajah serius. Fani menatap penasaran padanya, sementara Eann justru langsung tersenyum lebar melihatnya. Ia sudah dapat menebak apa yang membuat cewek itu mencarinya.

"Ada apa dengan mukamu? Kesiangan gak sempet nyetrika? Kusut banget?" ejeknya.

Myria berhenti di samping Eann. Membanting tasnya dengan keras dan menunjuk pada Eann.

"Gara-gara kamu minta Hpnya Alvino, aku nggak bisa hubungin dia!"

Eann tertawa tertahan. "Benarkah?"

"Jangan tertawa! Alvino kecelakaan, dan nggak bisa menghubungi siapapun!"

Eann tersentak, refleks berdiri dari duduknya. "Apa?"

"Kemana Hpmu? Kenapa nggak..., hei! Veann!"

Eann berlari meninggalkan Fani dan Myria sebelum gadis itu menyelesaikan kalimatnya. Sambil terus berlari ia mencoba menghubungi Alvin. Merutuki dirinya yang mematikan ponselnya pagi inj gara-gara malas ditelponin sama Ren.

Di belakangnya Myria dan Fani berlari mengikutinya.

"Halo?"

"Al, kamu nggak papa? Kamu di mana?" tanya Eann panik begitu Alvin menjawab teleponnya.

Di ujung telepon Alvin mengerutkan dahinya. "Aku nggak papa, aku berada di tempat yang bisa melihatmu dengan jelas," jawabnya.

Langkah Eann terhenti. "A-apa? Ka-kamu bisa melihatku? Kamu..., jangan bilang kamu udah meninggal?"

"Meninggal? Apa maksudmu? Berbaliklah!"

Eann berbalik mendengar perintah Alvin di telepon. Matanya melebar melihat sosok pemuda itu di belakangnya. Tanpa berpikir panjang ia langsung menerjang memeluk Alvin yang hanya bengong melihat tingkah anehnya.

"Hei, segitu cintanya ya, kamu sama aku? Baru sebentar aku tinggal saja sudah sekangen ini?" godanya dengan kekehannya.

Eann menggeleng di dadanya. "Myria bilang kamu kecelakaan. Aku takut sekali," ucapnya seraya menjauhkan diri. "Kamu nggak papa? Mana yang luka? Nggak parah kan?" tanyanya bertubi-tubi.

Alvin mengerutkan dahinya bingung. Melirik Pada Myria dan Fani yang berjalan mendekat. "Yaaa, hanya kecelakaan kecil, sih. Nggak perlu dibesar-besarkan. Tapi kenapa kamu panik sekali?"

Eann menghela nafas lega. "Syukurlah. Aku pikir kamu akan mati. Aku takut kamu akan pergi seperti kak Mei dan putranya. Aku pikir mungkin kamu akan menghilang seperti kak Dika. Aku takut sekali," ucapnya dengan senyum di bibirnya. Namun airmatanya tetap jatuh membasahi pipinya.

Alvin terdiam, menoleh pada Fani, meminta penjelasan darinya. Namun yang ia lihat hanyalah wajah sendu gadis itu. Dan Alvin terlalu jenius untuk tidak memahami situasi yang pernah terjadi. Eann trauma pada kecelakaan dan entah apa yang sebenarnya terjadi. Tapi dari ucapannya, Alvin bisa menangkap, Eann kehilangan orang-orang yang ia sayangi karena kecelakaan itu.

Pemuda itu bergerak. Menggapai tengkuk Eann, menariknya masuk ke dalam dekapannya. Mengabaikan tatapan semua orang. Membiarkan Eann menangis di dadanya. Matanya sempat menangkap sosok yang mengamati mereka dari jauh.

Voy.

Sosok itu menatap ke arah mereka dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dan Alvin balas menatapnya dengan tajam. Seolah menyatakan perang pada sahabatnya itu.

Myria mendekat, menyentuh pundak Eann. "Maaf. Aku nggak tahu kamu akan sepanik itu. Aku hanya ingin ngerjain kamu. Karena udah mengambil Hp Alvin. Aku nggak tahu kamu akan sepanik ini," sesalnya.

Eann menarik tubuhnya menjauh dari Alvin. Mengapus airmatanya. "Aku akan lebih senang kau memaki, mengomel atau apapun, tapi jangan mengerjaiku dengan kecelakaan lagi. Kakak dan calon keponakanku meninggal dalam kecelakaan tahun lalu, suaminya menghilang hingga membuat ibunya sakit keras. Itu membuatku sangat ketakutan tiap kali orang-orang terdekatku mengalami kecelakaan sekecil apapun," ucapnya masih terisak.

Myria menggangguk, memeluk rivalnya dengan rasa penyesalan di hatinya,

Fani hanya membelai rambut sahabatnya dari belakang. Dia tahu kecelakaan itu, namun tak pernah menduga, Eann mendapatkan luka sedalam itu karenanya.

Beberapa meter dari mereka, sepasang mata tampak menatap Eann dengan luka yang sama.

Ren kembali merasa bersalah atas kesalahan masa lalunya. Ternyata Eann masih sangat rentan dengan masalah itu. Ren tak pernah tahu, bagaimana gadis itu masih bisa tertawa bersamanya, melakukan banyak hal dengannya. Dengan seseorang yang telah menyebabkan luka di hatinya. Ia tahu penyesalan itu tidak berguna. Kakak dan keponakan Eann tidak akan kembali. Tapi tetap saja, rasa bersalah itu terus menghantuinya.

Ia berusaha menebusnya dengan terus berada di samping Eann. Menggantikan kakaknya untuk menjaga cewek itu. Tapi ternyata itu saja tidak cukup. Kenyataannya Eann masih saja terluka. Bahkan Ren tak yakin lagi apakah Eann benar-benar telah memaafkannya ataukah hanya terpaksa.

Haruskah ia terus bertahan di sampingnya, ataukah akan lebih baik jika dia menjauh, dan menghilang dari hari-hari Eann?

Anya menyikut lengan Mayang yang menatap Eann penasaran. Ada banyak hal yang membuatnya semakin ingin tahu tentang juniornya itu. Bukan lagi karena rasa iri, tetapi karena alasan lain yang dia sendiri tak mengerti.

"Kak May, katanya cewek itu mantan cewek Navintar dari SMP ya? Kok bisa, sih? Apa bagusnya coba?"

Mayang menoleh. "Apa kamu tahu, mereka kenal dari sejak sebelum mereka bisa mengeja nama. Menurutmu apa bagusnya?" tanyanya balik sebelum pergi begitu saja.

Dahi Anya berkerut tak mengerti. "Maksudnya mereka kenal dari kecil? Maksud kak Mayang, siapapun nggak akan bisa menggantikan cewek itu di hati Nav?!" tanyanya entah pada siapa.

.

Voy menoleh saat seseorang duduk di sampingnya. Mengerutkan dahi penasaran, saat melihat wajah kusut orang itu.

"Terjadi sesuatu?" tanyanya.

Helaan nafas terdengar dari sosok di sampingnya. "Voy..., apa yang harus aku lakukan?"

Voy tak menyahut, hanya menatap lurus pada pemuda di sampingnya.

"Apa aku harus menjauh? Atau tetap bertahan di dekatnya?"

Voy mendesah. "Apa yang terbaik yang bisa kamu lakukan?" tanyanya yang membuat pemuda di sampingnya menoleh, menatap bingung padanya.

"Apa?"

"Jika kamu yakin bisa membuatnya tersenyum lagi, maka lakukan. Jika tidak maka menjauhlah."

"Tapi aku..."

"Bukankah kamu sendiri yang mengatakan padaku, bahwa mengembalikan senyumnya adalah tanggung jawabmu? Lalu apa yang telah kamu perbuat hingga membuatnya kembali terluka?"

"Aku..., aku tidak tahu. Tiba-tiba saja dia..."

"Dengar, Ren! Aku telah memutuskan, untuk lebih egois kali ini. Dan aku tidak akan memaafkanmu jika kamu melukainya lagi. Aku, akan menendangmu jauh-jauh, jika kehadiranmu hanya menambah lukanya. Jadi, sebisa mungkin lakukan yang terbaik, sebelum aku kehilangan kesabaranku."

Ren tersentak. Untuk pertama kalinya, Voy bersikap seperti itu padanya. Voy adalah cowok yang ramah, orang yang terbuka dan nyaris tak pernah menunjukkan emosinya. Bahkan ia sangat sabar menghadapi dia dan Rissa yang selalu mengandalkannya dalam segala hal. Tapi sekarang...

"Apa ini sifatmu yang sebenarnya?" tanya Ren.

Voy tersenyum simpul. "Apa maksudmu? Ini hanyalah perubahan kecil. Aku adalah yang selama ini kalian kenal. Tapi yang saat ini berada di hadapanmu, adalah aku dengan sedikit saja perubahan. Keinginan kecil untuk diriku sendiri."

Ren terdiam. Mungkin Voy benar. Ini adalah perubahan kecilnya. Mungkin dialah yang terlalu terkejut dengan perubahan itu. Karena dia, -mereka- yang terlalu terbiasa dengan sikap lunak Voy. Mereka jadi serakah dan menginginkan pemuda itu tetap selalu ada, mengalah, dan memperhatikan semua orang seperti yang selama ini Voy lakukan. Tanpa seorang pun yang memikirkan keinginan Voy.

"Jadi..., apa perubahan kecilmu ini karena Arveann?" tanya Ren akhirnya.

Voy kembali tersenyum. "Bohong jika aku bilang tidak. Tapi bukan hanya karenanya. Aku berubah, karena memang aku ingin melakukannya. Mungkin karena aku mulai lelah menjadi sosok yang lurus," jawabnya. "Kamu sendiri, apa yang membuatmu bertahan keras di samping Arveann? Tanggung jawab, atau rasa yang lainnya?"

Ren terdiam. Memikirkan dengan keras pertanyaan Voy itu. Membuat rahang si penanya tanpa sadar mulai mengeras.

Voy takut, Ren memiliki rasa yang sama dengannya. Tidak, bukan takut, dia bukan seorang pengecut. Hanya saja dia mulai tidak suka untuk membagi rasa itu. Membagi rasa ingin memilikinya dengan orang lain. Siapapun dia, termasuk Ren.

.

.

bersambung

.

.

lama?

syudah biyasa... hihihi...

maaf, lagi dapet ide. Semoga nggak pada bosen nunggu.

Terimakasih untuk yang setia baca, vote dan komen. Terimakasih juga yang menyempatkan mampir di Menghitung Cinta. Ada saran, ide, kritik dan yang lain? just tell me.

See ya!

Continue Reading

You'll Also Like

5.2M 64.4K 40
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...
724K 36.3K 22
Sinopsis Niatnya Cinta untuk berpura-pura menjadi cewek SMA malah membuat Cinta terlibat hubungan yang aneh bersama siswa SMA yang berumur 18 tahun. ...
2.4M 43.5K 17
18+ Di usia Sherine Kyle yang masih sangat muda, ayahnya meninggal dunia dalam kondisi bangkrut, dan ibu tirinya menikahkannya dengan Nicholas King u...
476K 28K 28
Update Tiap HARI! Ayumi suka om Raja. Tapi Om Raja itu pacaranya tante Niken. *** Ayumi Sri Rahayu, gadis berusia 22 tahun yang jatuh hati kepada pac...