Hidden Truth

By angelxs_

884K 70.3K 2.9K

"We all have secrets we'll never tell anyone." ••• Kiara trauma akan acara ulang tahun. Ada sebuah kejadian d... More

• prolog •
• satu •
• dua •
• tiga •
• empat •
• lima •
• enam •
• tujuh •
• delapan •
• sembilan •
• sepuluh •
• sebelas •
• dua belas •
• tiga belas •
• empat belas •
• lima belas •
• enam belas •
• tujuh belas •
• delapan belas •
• sembilan belas •
• dua puluh •
• dua puluh satu •
• dua puluh tiga •
• dua puluh empat •
• dua puluh lima •
• dua puluh enam •
• dua puluh tujuh •
• dua puluh delapan •
• dua puluh sembilan •
• tiga puluh •
• tiga puluh satu •
• tiga puluh dua •
• tiga puluh tiga •
• tiga puluh empat •
• epilog •
Extra Part (Jaden & Violet)

• dua puluh dua •

18K 1.4K 44
By angelxs_

Bisa dibilang bahwa cara keluargaku untuk membuatku kembali akur dengan Axel berjalan dengan mulus. Buktinya saja, keesokan harinya kami sudah kembali bercanda dan mengobrol seperti dulu. Tidak ada lagi keadaan canggung di antara kami. Tidak ada lagi aku yang menjauhi Axel. Bahkan, apa yang terjadi beberapa waktu lalu sama sekali tidak kami bicarakan lagi. Kami berdua benar-benar seperti mengulang semuanya dari awal. Dan aku merasa lega karena saat aku menyetujui permintaannya. Atau tidak, mungkin aku sedang merindukannya sekarang.

"Jalan sambil melamun," ucap Axel sambil menepuk pundakku dengan pelan. "Ntar nabrak loh."

Aku menoleh ke arahnya sambil memberikan cengiran. "Gue sendiri pun nggak bisa kontrol."

"Pagi, btw," ucap Axel dengan senyumannya yang selalu bisa menghangatkan hatiku.

"Pagi."

Kami berjalan masuk ke dalam kelas kami yang masih sepi. Mungkin hari ini aku datang terlalu awal. Dan aku lupa memberitahu kalian, Axel berhasil membujukku untuk pindah kembali ke tempat duduk semulaku, yaitu berada di sampingnya. Lagipula aku juga tidak suka duduk di depan sana. Mari kuberitahu bahwa Freddy, laki-laki yang duduk di sebelahku, bukanlah orang yang menjaga kebersihan. Maka dari itu, di kolong meja kami terdapat banyak sampah-sampah makanan dan juga bekas tisu. Menjijikan memang. Maka dari itu, saat Axel membujukku untuk pindah kembali ke tempat dudukku semula, aku langsung mengiyakan permintaannya.

"Gue mau ke lapangan dulu ya," ucap Axel sambil menaruh tasnya di atas mejanya.

Aku hanya menganggukkan kepala sebelum duduk di tempat dudukku dan memperhatikan Axel yang berpas-pasan dengan Elena dan Violet di pintu. Axel tersenyum ke arah mereka dan membiarkan mereka lewat terlebih dahulu. Ah, Axel memang boyfriend material seperti yang Violet ucapkan saat itu.

"Lo kenapa senyum-senyum sambil ngeliatin pintu deh?" tanya Violet dengan bingung.

"Mungkin abis ngeliatin Axel," sahut Elena sambil duduk di tempat duduknya.

Violet tertawa. "Bener juga. Pasti lo abis diromantisin sama dia ya?"

"Enggak tuh. Sok tau lo," jawabku sambil menggelengkan kepala. "Tumben lo berdua datengnya barengan?"

"Ah, mengalihkan pembicaraan," sindir Elena dengan senyum miring.

"Cie, ketauan deh suka sama Axel," ledek Violet dengan suara kencang.

Kedua mataku langsung melebar. "Nggak sih! Jangan sok tau kek."

Violet menaikkan kedua alisnya. "Ah, yakin nggak suka?"

Aku mengangguk dengan cepat. "Iyalah! Siapa yang suka sama dia? Nyebelin gitu."

"Oh begitu," ucap Elena dengan senyum jahil di wajahnya. "Nggak suka, Vio, dia nggak suka."

"Berarti nggak papa ya gue kasih tau lo kalau lagi ada cewek yang deketin Axel?" tanya Violet dengan santai.

"Hah?! Serius? Siapa?" tanyaku dengan cepat.

Demi apa ada yang mendekati Axel? Masa baru kujauhi beberapa saat saja ia sudah ada yang mendekati? Berani-beraninya perempuan itu mendekati Axel. Dia kira dia siapa?

"Wuuu, ada yang cemburu kah? Tadi kayaknya bilang nggak sayang deh," goda Violet sambil melirik Elena yang tertawa.

Aku menatap mereka dengan sinis. "Seriusan weh, siapa yang ngedeketin Axel?"

"Jujur dulu sama kita kalau lo suka sama Axel," ucap Violet dengan senyuman lebar di wajahnya.

Aku mendengus sebal. Mana mungkin aku suka dengan Axel. Ia kan selama ini hanya kuanggap teman.

"Gue nggak suka dia, guys. Seriusan deh," ucapku dengan nada meyakinkan.

Violet melirik Elena dan bertanya, "percaya nggak lo, Len? Gue sih nggak."

"Gue juga nggak," jawab Elena. "Jujur aja sih sama kita. Nggak papa kok."

"Astaga. Gue harus bilang berapa kali kalau gue nggak suka sama dia?" tanyaku sambil memutar kedua bola mataku dengan malas. Kenapa mereka berdua tidak mempercayai aku? Sahabat macam apa itu.

"Terus, kenapa mau tau siapa yang ngedeketin Axel?"

"Yah, pengen tau aja. Biar bisa ngeledekin dia entar," jawabku. "Siapa? Cepetan kasih tau."

"Yaudah, kita ke lapangan sekarang," ucap Elena sambil bangkit berdiri disusul oleh Violet.

"Hah?" Aku menatap mereka berdua dengan tidak mengerti. "Gue cuma mau tau nama cewek yang ngedeketin Axel. Ngapain kita ke lapangan coba?"

"Udah. Ikut aja. Mau tau kan?"

Aku menganggukkan kepalaku sebagai jawaban.

"Kalau gitu, ikut aja."

Aku pun ikut berdiri dan berjalan mengikuti mereka menuju lapangan sekolahku. Saat kami sudah hampir sampai di lapangan, Violet menunjuk sesuatu.

"Coba lo liat sendiri."

Aku mengikuti arah jari telunjuk Violet sampai pandanganku tertuju pada Axel, Julian dan teman-temannya. Ini memang pemandangan yang normal. Mereka memang sudah biasa berkumpul di lapangan pagi-pagi seperti ini.

"Terus?" tanyaku sambil menatap Violet dan Elena. "Apa ini ngejawab pertanyaan gue yang tadi?"

Elena melipat kedua tangannya di depan dada. "Tunggu aja. Bentar lagi juga lo dapet jawaban lo kok."

Aku pun kembali menatap Axel yang sedang asik bercanda dengan teman-temannya sampai tiba-tiba ada seorang perempuan yang berjalan menuju mereka. Aku memperhatikan langkah perempuan itu yang berhenti tepat di hadapan Axel. Axel yang menyadari keberadaan perempuan itu pun menoleh dan tersenyum padanya. Astaga, kenapa Axel tersenyum kepadanya?

"Itu ceweknya?" tanyaku pelan.

"Tebak coba," jawab Violet.

Perempuan itu mengatakan sesuatu yang membuat Axel tertawa pelan dan mengangguk. Lalu, perempuan itu membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah kotak makanan. Ia memberikan kotak makan tersebut kepada Axel. Dalam hati, aku berharap Axel menolak pemberian perempuan tersebut. Tapi, sialnya Axel malah menerima kotak tersebut dengan senyuman lebar.

"Siapa sih cewek itu?" tanyaku dengan tangan terkepal.

"Adik kelas. Dia namanya Tania," jawab Elena. "Katanya sih dia anaknya pinter terus ramah dan baik banget. Jadi, banyak yang suka sama dia."

Aku masih memperhatikan Axel walaupun perempuan itu sudah berjalan menjauhinya. Julian dan teman-temannya terlihat sedang menggoda Axel. Yang digoda hanyalah tertawa sambil menatapi kotak makan yang ia pegang. Lalu, tiba-tiba ia mengangkat kepalanya dan matanya bertemu dengan mataku. Aku yang panik, segera berbalik badan dan berjalan dengan cepat menuju kelas.

"Udah tau kan sekarang siapa yang lagi ngedeketin Axel?"

"Iya, gue udah tau kok," jawabku dengan cuek.

Aku sampai di kelas bertepatan dengan bel masuk sehingga Violet dan Elena tidak lagi mengajakku berbicara. Otakku masih terbayang-bayang oleh apa yang kulihat tadi. Axel jelas-jelas tersenyum pada Tania. Apa Axel menyukainya? Tidak heran sih. Toh, Tania juga merupakan perempuan yang cantik. Cantik sekali malah jika menurutku. Rambutnya yang panjang terlihat berkilau. Jika dibandingkan dengan aku, jelas aku kalah telak.

"Permisi," ucap Axel yang sudah berdiri di sampingku.

Tanpa berkata apa-apa, aku menyingkir dan membiarkan ia lewat untuk duduk di tempatnya. Aku melihat ia menaruh kotak makan pemberian Tania ke kolong mejanya.

"Tadi kok bisa ke lapangan?" tanya Axel.

"Nggak ke lapangan kok. Cuma lewat aja," jawabku dengan cuek.

Moodku mendadak berubah menjadi suram hanya karena melihat Tania memberikan makanan untuk Axel. Aku saja tidak pernah memberikan Axel apapun. Tunggu. Aku ini kenapa sih? Kenapa aku malah memikirkan Tania dan juga Axel? Kalau mereka saling suka, lantas apa hubungannya denganku? Kenapa aku terlalu memikirkan mereka berdua?

"Lagi bete ya?"

Aku tidak menjawab pertanyaannya dan berpura-pura fokus pada penjelasan guru di depan. Padahal, tidak ada satu kata pun yang masuk ke dalam otakku. Walaupun aku sudah berusaha untuk tidak memikirkan masalah Axel dan Tania, aku tetap tidak bisa menghilangan rasa menjengkelkan yang ada di hatiku ini. Apakah ini artinya aku cemburu? Bagaimana bisa ini terjadi?

Sampai jam istirahat tiba pun moodku sama sekali tidak membaik. Ini benar-benar buruk. Aku tidak pernah badmood sampai selama ini.

"Yuk, kantin," ucapku dengan datar pada Elena dan Violet sambil berjalan mendahului mereka.

"Xel, dia kenapa?" Aku bisa mendengar Elena bertanya pada Axel.

"Nggak tau. Padahal pas tadi sampe sekolah masih baik-baik aja," jawab Axel.

"Cepetan!" teriakku dari luar kelas agar mereka bisa berhenti menggosipiku. Aku sudah cukup merasa kesal hari ini.

Elena dan Violet berjalan keluar kelas dan menatapku dengan heran. "Lo kenapa sih? Kok tiba-tiba badmood?" tanya Violet.

Aku menggeleng dan berjalan menuju kantin. Mereka menyamakan langkah mereka denganku dengan cepat.

"Lo kenapa sih? Kan bisa cerita sama kita kalau ada masalah," ucap Elena sambil menepuk pundakku pelan.

Kalian jelas tau ini gara-gara apa. Batinku.

"Nggak papa. Bentaran juga udah balik kayak biasa," dustaku. Aku jelas tahu moodku tidak akan membaik sampai aku pulang nanti.

Aku langsung berjalan menuju penjual nasi ayam, sedangkan Elena dan Violet pergi mencari tempat duduk. Setelah kembali dengan sepiring nasi ayam dan segelas es teh manis, aku duduk di hadapan Violet dan Elena. 

"Kenapa?" tanyaku karena mereka berdua tidak berhenti menatapiku.

Violet menopang dagunya dengan tangan. "Lo kenapa sih?"

"Nggak papa. Gue kan udah bilang sama kalian," ucapku dengan jengkel sambil memutar kedua bola mataku. Saat itu juga, mataku tidak sengaja menangkap sosok Axel yang berada tidak jauh di belakang Violet dan Elena. Biasanya aku akan tersenyum sendiri jika melihat Axel.  Tapi tidak dengan kali ini. Aku malah merasa semakin kesal saat melihat Axel sedang menikmati makanan yang diberikan oleh Tania tadi.

"Oh, jadi itu masalahnya," ucap Elena sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

Aku mengalihkan pandanganku dari Axel yang sedang asik makan ke Elena. "Apa?"

"Lo cemburu."

Kedua mataku melebar mendengar pernyataan dari Violet. "Nggak mungkin!"

"Buktinya sekarang lo lagi cemburu. Berarti lo bete dari pagi gara-gara lo cemburu sama Tania," ucap Elena sambil tersenyum miring.

"Ngaku aja nggak papa kok. Kita ngerti," ucap Violet dengan lembut.

"Gue nggak cemburu."

"Terus kenapa pas liat Axel tangan lo sampe terkepal gitu? Apalagi Axel lagi makan makanan dari si Tania," tanya Violet sambil mengangkat sebelah alisnya.

Aku mendengus sebal. Mungkin aku memang harus mengaku bahwa aku cemburu. Perasaan menjengkelkan ini sama sekali tidak membaik.

"Fine," ucapku pada akhirnya.

"Fine apa?"

"Fine. Gue ngaku gue cemburu. Puas?" tanyaku sambil kembali melahap nasi ayamku.

Violet dan Elena saling melirik dengan senyum lebar di wajah mereka. "Tuh kan. Apa kata gue," ucap Violet dengan ekspresi bangga.

"Apa?" tanyaku dengan galak.

"Gue berdua sebenernya udah tau kalau lo badmood karena lo cemburu sama Tania. Kita cuma berusaha bikin lo mengakui kenyataan aja," jawab Elena dengan santai.

Aku menghembuskan napasku dengan berat. "Terus, gue mesti gimana?" tanyaku dengan lemah.

"Ya kalau menurut gue, lo jangan cuek-cuek sama Axel. Dia sebenernya nggak tau lo suka apa enggak sama dia," usul Violet.

"Ih, terus gue mesti bilang gitu ke dia kalau gue suka sama dia? Nggak mau!" tolakku dengan cepat. "Malu tau gue."

"Kalau lo nggak kasih dia kode kalau lo suka dia, dia juga nggak ada gerak. Soalnya dia nggak tau lo suka apa enggak sama dia," jawab Elena.

"Terus, maksud lo, ada kemungkinan dia bakal suka sama Tania?" tanyaku dengan was-was.

Elena mengangkat kedua bahunya. "Mungkin aja sih. Apalagi si Tania itu cantik banget kan."

Aku kembali melirik Axel yang sekarang sedang berbicara dengan Tania. Mungkin ia sedang memuji makanan dari Tania. Apa aku benar-benar harus mengatakan perasaanku pada Axel? Tapi, bagaimana jika ternyata Axel sudah berpaling pada Tania? Benar kata Elena, Tania itu cantik sekali. Wajar saja jika Axel berpaling padanya bukan? Lagipula, mereka terlihat serasi.

"Saran gue sih, lo jujur sama Axel. Dia udah suka sama lo lama banget," usul Elena dengan nada menyemangati.

"Gimana kalau ternyata dia udah pindah hati ke Tania?" Mendadak, hatiku dipenuhi oleh rasa takut. Takut akan kehilangan. Aku tidak tahu hidupku akan menjadi seperti apa jika Axel benar-benar menyukai Tania.

"Hm, menurut gue sih nggak secepet itu kali pindah hatinya. Axel itu bukan tipe cowok yang gampang pindah hati," ucap Violet.

"Jadi, mending lo jujur sebelum semuanya terlambat."

Aku menganggukkan kepalaku dengan pelan. "Nanti gue pikirin lagi deh."

Elena mengangguk dan tersenyum. "Jangan kelamaan mikirnya. Keburu dia diembat orang lain."

"Lo nggak membantu." Aku mendengus sebal dan kembali melahap nasi ayamku yang masih belum habis.

"Kita lagi menyemangati lo tau," ucap Violet sambil tertawa pelan. "Akhirnya lo bisa mengakui perasaan lo setelah sekian lama."

Aku mengangkat sebelah alisku dan bertanya, "emangnya berapa lama?"

"Gue tau itu dari dulu kalau lo suka sama dia. Kita berdua bisa liat dari cara lo natap Axel dan cara Axel natap lo. Kalian berdua itu saling suka," jelas Elena dengan cengiran lebar.

"Ah masa? Gue kayaknya suka dia baru-baru ini deh." Aku menggaruk kepalaku dengan pelan.

Violet menggeleng. "Nggak. Lo yang baru menyadari perasaan lo sekarang karena lo cemburu. Gue rasa kalau nggak ada kejadian kayak gini, lo nggak akan sadar-sadar. Jadi, ada bagusnya sih Tania ngedeketin Axel."

Aku mendengus sebal. "Sialan lo."

"Kita berdua cuma nggak mau lo sadar kalau dia itu berharga di saat dia udah nggak ada di hidup lo."

Aku hanya diam dan fokus pada makananku. Mungkin perkataan mereka ada benarnya. Selama ini aku selalu mengelak perasaanku pada Axel. Aku selalu menganggap bahwa aku tidak memiliki rasa apapun padanya. Tapi sebenarnya, jauh di dalam lubuk hatiku, aku memang menyukai Axel.

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.4M 78.2K 53
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
6.6M 280K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
55.2K 3.9K 45
Amazing cover By AMALIASLYB Belum [REVISI] Takdir yang mempertemukan dan takdir pula yang memisahkan. Berawal dengan pertemuan yang menyebalkan bera...
18.3K 1.9K 15
Seorang fotografer yang memiliki bakat sebagai seorang sutradara harus menggantikan pekerjaan kakaknya. Ia menemukan makanan yang sangat berbeda. Ia...