LEO

By fadha-fs

21K 2.5K 645

Wajah ganteng yang diwariskan dari Papanya membuat Leo Hemmings dikagumi siswa perempuan di sekolahnya. Terka... More

[1]
[2]
[3]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
[21] [End]

[4]

2K 271 79
By fadha-fs

"Jangan diliatin terus. Entar suka." Suara Ryan mengalihkan pandangan Leo dari Fiona, perempuan itu. Terhitung sudah 30 detik Leo dan Fiona saling menatap satu sama lain. Leo pun baru menyadari kalau Fiona adalah perempuan yang satu angkot dengannya tadi pagi.

"Gue tau dia cantik. Kalau gue ganteng kayak lo, gue udah pacarin dia." kata Ryan kembali.

Leo mengabaikan perkataan Ryan dan kembali melihat ke arah Fiona yang kini sedang tertawa bersama teman-temannya. Entah mengapa melihat Fiona tertawa adalah pemandangan terindah yang pernah Leo lihat saat ini. Leo bisa saja memfotonya yang sedang tertawa, lalu mencetak dan memajang foto itu di kamarnya. Namun, Leo berpikir kalau hal itu sangat berlebihan, dan seorang Leo Hemmings tidak mungkin melakukan hal semacam itu.

Leo menggeleng kecil dan mulai melangkahkan kakinya. Sementara itu, Ryan, yang kini berjalan di sampingnya, membuka suara kembali. "Sapa dia gih."

"Hah?"

"Hah, heh, hoh," kata Ryan agak kesal. "Udah sana sapa dia."

Leo hanya mendengus, lalu sedikit mempercepat langkahnya. Entah mengapa jantung Leo mulai berdegup kencang saat jarak antara dia dan Fiona semakin dekat. Kedua telapak tangannya pun kini mulai terasa dingin.

Leo akhirnya berada di belakang Fiona. Namun, Leo malah hanya melirik sekilas ke arahnya dan memutuskan untuk melewatinya. Leo tidak mengerti mengapa dirinya bisa segugup ini. Padahal Leo hanya perlu mengatakan 'hai' kepada perempuan yang sama-sama satu spesies dengannya.

Ryan, yang sejak tadi berjalan di belakang Leo, terlihat bingung dan melihat Fiona dan Leo secara bergantian. Ryan lalu berteriak sambil mempercepat langkahnya untuk mengejar Leo. "Woi, nyet! Mau kemana lo? Fionanya ada di sini, woi!"

"Bego," gumam Leo kesal tanpa menengok ke belakang. Di dalam hatinya, Leo mengutuk Ryan karena menyebut nama Fiona dengan keras di hadapan orangnya. Leo juga mengutuk dirinya yang entah mengapa bisa merasa sangat gugup saat akan menyapa perempuan yang membuatnya penasaran itu.

***

"Oh Tuhan, ku cinta dia, ku sayang dia, rindu dia, inginkan dia..."

Suara Leo terdengar menggema di kantin sekolah yang cukup luas ini, diiringi suara gitar milik Ryan yang ia mainkan. Selain rumah pohon, Leo dan Ryan memang terkadang nongkrong di kantin setelah pulang sekolah. Itu juga kalau mereka tidak ada kegiatan ekstrakulikuler atau kerja kelompok.

Karena hari ini Leo tidak membawa motor, Leo terpaksa menunggu Papanya untuk menjemputnya. Sebelumnya Leo sudah mengirim chat kepada Papanya untuk memastikan kalau Papa kesayangannya itu menepati janjinya.

"Utuhkanlah rasa cinta di hatik- kok, berhenti?" tanya Ryan yang baru saja mulai bersenandung.

"Bentar. Ada chat masuk." jawab Leo sambil mengambil ponselnya yang sejak tadi tergeletak di atas meja.

Luke Hemmings: Leo anak papa yang ganteng.
Luke Hemmings: Tapi masih gantengan papa.
Luke Hemmings: Papa udah di depan ya.

Leo H: y

Luke Hemmings: K.

"Gue cabut duluan, ya, bro. Papa gue udah jemput." kata Leo sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celana seragamnya, lalu menyerahkan gitar kepada Ryan.

"Dasar anak Papa," kata Ryan yang kini memangku gitar.

"Bacot lo," kata Leo sambil membenarkan posisi tas ranselnya, lalu berjalan keluar dari kantin.

Setelah menemukan mobil Papanya yang terparkir di depan sekolah, Leo masuk ke dalam mobil dan menemukan Papanya yang sedang memakan pisang goreng. Papanya lalu memberikan sebuah kantung kresek kepada Leo. "Ini Papa sisain buat kamu."

"Makasih, Pa."

Leo membuka kantung kresek itu dan menemukan satu pisang goreng di dalamnya. Leo hanya terdiam sambil menatap pisang goreng yang sudah dingin itu.

Papanya melirik ke arah anaknya yang sedang menatap sebuah pisang goreng dengan wajah kecewa. "Kenapa? Nggak mau? Kalau nggak m-"

"Mau, kok, Pa." kata Leo, lalu melahap pisang goreng yang hanya tersisa satu itu. Leo sudah lelah dan tidak mau berdebat lagi dengan Papanya yang agak menyebalkan hari ini.

"Kita mampir ke Sate Madura dulu, ya," kata Papanya tiba-tiba sambil fokus mengemudi. "Pasti kamu laper, kan?"

Leo hanya menganggukkan kepalanya dan menuruti kemana Papanya akan membawanya sekarang. Lagipula Leo memang sudah merasa lapar saat ini.

Setelah sampai di restoran Sate Madura yang tidak jauh dari gedung sekolah, Papanya memesan dua porsi sate ayam dan tidak lupa memesan satu porsi lagi untuk istri tersayang yang sedang menunggu di rumah. Sementara itu, Leo terlihat sudah duduk di kursi meja, kedua matanya sedang melihat seisi restoran.

Sosok perempuan yang membuatnya sangat gugup tadi siang tidak sengaja tertangkap oleh kedua matanya di restoran itu. Lagi-lagi, kedua mata perempuan itu bertemu dengan kedua mata Leo. Mungkin hari ini sudah terhitung tiga kali Leo melihat Fiona.

"Cantik, ya?"

Suara Papanya sedikit mengejutkan Leo. Leo melihat Papanya yang sudah duduk di hadapannya, lalu terkekeh. "Apaan, sih, Pa."

"Kalau Papa jadi kamu, mungkin Papa udah ajak dia kenalan," kata Papanya.

"Inget Mama di rumah, Pa,"

"Papa selalu inget Mama, kok," kata Papanya kembali.

Leo memutar matanya, lalu bergumam, "Terserah."

***

"Kamu kenapa, sih, tega banget nyuruh Leo naik angkot? Kalau dia kenapa-napa gimana?" tanya Mamanya kepada Papanya setelah Leo menjawab pertanyaan Mamanya tentang kenapa Leo tidak membawa motornya hari ini.

"Kalau aku nganterin Leo dulu, aku bisa terlambat, yang," jawab Papanya. "Lagian Leo nggak kenapa-napa."

"Ya udah, sih, Ma. Leo, kan, udah gede." kata Leo ikut-ikutan sambil duduk di samping Mamanya dan menonton TV.

Leo terkadang merasa risih dengan Mamanya yang terlalu khawatir dengan dirinya. Itu mungkin karena Leo adalah anak tunggal. Namun, Leo berpikir kalau hal itu memang wajar. Semua orang tua pasti mengkhawatirkan anaknya. Semua orang tua pasti tidak ingin sesuatu terjadi kepada anaknya.

"Tapi, kasian, kan, anak Mama jadi harus naik angkot," kata Mamanya sambil membawa Leo ke dalam pelukannya, lalu mengusap-usap pucuk kepala Leo. Leo terlihat pasrah dipeluk Mamanya dan diperlakukan layaknya anak kecil.

"Aku nggak dipeluk juga, yang?" celetuk Papanya kepada Mamanya. Papanya terlihat menggeser posisi duduknya mendekati istrinya itu.

"Nggak," kata Mamanya yang kini sudah melepaskan pelukannya dari Leo.

"Kalau gitu, sini aku aja yang peluk kamu." kata Papanya, lalu memeluk Mamanya.

Leo hanya menghela napasnya melihat tingkah kedua orang tuanya itu. Leo terkadang merasa agak canggung saat ia berada dalam situasi seperti ini. Namun, di sisi lain, Leo bersyukur melihat kedua orang tuanya yang masih saling menyayangi satu sama lain. Leo selalu penasaran dengan bagaimana Mama dan Papanya bertemu. Leo selalu ingin menanyakan hal itu kepada orang tuanya.

***

A/N:

Hai guys! Maaf ya late update. Tugas gue numpuk sampe wattpad aja gak keurus :-(

Pak Aston penjual martabak langganan Luke (dulu) sekarang punya resort di Bali guys. Jumat kemarin gue dapet brosurnya. Keren ya. Mari kita beri tepuk tangan untuk Pak Aston saudara-saudara. #apaini

Continue Reading

You'll Also Like

8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
84.5K 8.1K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...