MY EX-BOY'S FRIENDS

By TyaaaZ

40.5K 3.1K 566

Dijodohkan dengan mantan pacar, dan harus terlibat hubungan yang rumit dengan 'teman-teman' dari mantan pacar... More

1. putus
2. reason
3. ospek
4. (Not) a Free Card
5. A for Arveann
6. Gosip
7. say 'no!' to 'dijodohin!'
8. Pacar??
9. Navintar
10. Tanggung Jawab
11. Very Ordinary You
13. SISI LAIN
14. (r)asa
15. Perubahan kecil
16. another feeling
17. Friend??
18. Menyerah
19. Voy-Ve-2Vin
20. Untitle feeling
21. Cemburu
22. Kesepakatan
23. Terungkap
24. Spesial
25. Pilihan
promo
26. Special Chapter

12. Arvin

1.2K 114 16
By TyaaaZ

Navin memposting foto Arvin di IGnya beberapa jam yang lalu, banyak like dan komen dari fansnya. Tapi tak ada respon dari Eann. Memangnya dia tidak sadar anak kesayangannya hilang?

Baru saja ia hendak menghubungi cewek itu, saat sebuah pesan masuk ke hpnya.

RissaCarisS
Yang di IG kucing kamu? lucu banget! boleh pinjam? Sehari aja, ya?

Senyum Nav mengembang membaca chat dari Rissa. Untuk pertama kalinya gadis itu memulai obrolan dengannya. Biasanya dialah yang pertama mengiriminya pesan, baru Rissa akan membalasnya.

NavinTar
Tentu saja boleh. Akan aku antar sekarang juga. Tunggu, ya! 😉

Dengan tergesa pemuda itu menyambar jaket dan kunci mobilnya. Lalu membawa Arvin yang mengantuk dan nyaris tidur di atas kasurnya. Membuat kucing itu mengeong karena kaget.

Sepertinya kehadiran Arvin bisa membuka jalan untuknya lebih dekat dengan Rissa. Abaikan saja hal lain. Toh asal Rissa nggak bilang, Eann nggak akan tahu Arvin di mana.

.

Ren melirik kakaknya yang bermain dengan seekor kucing. Atau sedang berusaha berinteraksi dengan makhluk itu? Karena kucing itu hanya diam menatap mainan yang Rissa lemparkan padanya.

"Kenapa diam saja? Semalam dia aktif banget pas ada Nav," gumam Rissa.

Ren mengambil tempat duduk di depan Rissa. Mengulurkan tangannya pada Arvin. Dan kucing itu melenggang ke arahnya.

"Oh? Dia mau mendekatimu? Aneh, apa dia betina? Nav bilang ini jantan?"

"Mungkin dia mengenaliku. Aku sering ke rumah Nav dan bermain dengannya," ucap Ren. "Kak Rissa nggak kuliah?"

"Ntar agak siang. Cuman satu mata kuliah."

Ren mengangguk mengerti. "Kalau begitu aku duluan. Sebaiknya kakak kembalikan Arvin pada pemiliknya. Dia sangat mudah stres."

Setelah mengatakan itu, Ren meletakkan kucing putih itu di pangkuan kakaknya, dan keluar dari rumahnya. Dia masih ada satu tugas wajib. Menjemput Arveann.

Mungkin orang lain akan heran, bagaimana Alvino membiarkan ceweknya diantar jemput oleh oranglain. Tapi dengan santainya dia bilang ponakan cantiknya nggak mau dia tinggal. Dan mengingat kedekatan keduanya, semua menganggap itu wajar.

Padahal alasan sebenarnya adalah karena Ren yang selalu mendahuluinya mengantar dan menjemput Arveann. Termasuk juga hari ini.

000

Entah mengapa Ren merasa suasana kampus sedikit aneh. Sama seperti saat insiden foto Eann dan Nav minggu lalu. Mereka juga berbisik-bisik saat keduanya datang. Dan Ren yakin mereka sedang membicarakan Eann sama seperti sebelumnya.

Masalah apa lagi kali ini? Batinnya penasaran.

Sementara cewek -yang menurut feeling Ren- menjadi pusat perhatian justru dengan santai berjalan sambil bermain game dengan ponsel Ren. Sebenarnya dia itu nggak peka atau cuma pura-pura?

Langkah Ren terhenti saat mendengar seorang berbisik dengan tatapan mengarah pada Eann. Dia bisa mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Dan terus terang itu membuat kupingnya panas. Dan dengan kesal langsung memutar langkahnya untuk menegur beberapa cewek yang membicarakan Eann.

"Sebenarnya apa masalah kalian? Jangan sembarangan menyebarkan gosip yang tidak jelas!" bentaknya tanpa peduli cewek-cewek itu adalah seniornya.

Wajah para cewek itu memucat mendengar ucapan Ren yang terdengar sarat amarah.

Eann menoleh saat mendengar suara Ren tertinggal di belakangnya. Padahal tadi cowok itu berjalan di sampingnya. Dengan penasaran gadis itu memutar langkahnya mendekati Ren yang masih menuntut jawaban dari orang-orang di depannya.

"D-dia absen dari sekolahnya sejak sebelum upacara kelulusan SMA, lalu menghilang selama setahun. Pasti karena waktu itu dia hamil kan? Lalu meneruskan kuliah setelah anaknya lahir!" sahut salah satu dari cewek itu.

Sebuah jawaban yang masuk akal bagi orang-orang yang mendengarnya. Tentu saja.

Tangan Ren terkepal di kedua sisi tubuhnya. Menahan diri untuk tidak bersikap kasar pada seorang cewek.

"Ren? Ada apa?"

Pemuda itu tersentak mendengar suara Eann di belakangnya. Dengan cepat ia menoleh dan menariknya pergi. Mengabaikan pertanyaan Eann dan tatapan penasaran yang dia layangkan padanya.

Itulah kenapa dia malas berdekatan dengan cewek. Selain berisik, cengeng, mereka juga suka membicarakan hal yang berlandaskan kalimat 'katanya ya, orang itu bla bla...' yang tidak jelas asal-usulnya.

Belasan menit selanjutnya, akhirnya Arveann tahu dengan sendirinya, apa yang membuat Ren bisa semarah itu. Sebuah gosip buruk lagi tentangnya. Kenapa dia nggak kaget, ya? Hanya saja, yang membuatnya heran, ternyata semua mahasiswa di kampusnya berbakat untuk menjadi penulis. Mereka sangat pintar membuat cerita versi mereka sendiri. Tapi anehnya sinetron kita masih saja menjiplak drama luar negeri. Kenapa tidak mencoba menggabungkan gosip dari mulut-mulut comel itu?

Eann mengangkat bahunya tak peduli. Sekarang dia punya Ren, yang entah sejak kapan telah ia anggap sebagai adiknya, yang siap membelanya kapan pun. Seperti yang pernah dia katakan, asal ada satu orang saja yang bertahan di sisinya, maka dia tak akan peduli dengan apa kata dunia. Dan dia beruntung, dia punya tiga. Fani, Martin dan sekarang bertambah dengan kehadiran Ren.

Beberapa jam kemudian.

Ren hanya mendengus melihat Alvin yang duduk dua anak tangga di atas mereka, dia dan Eann. Tangan kirinya melingkari bahu pundak Eann, sedangkan tangan kanannya bertumpu pada bahu cewek itu menyangga kepalanya yang terus bergerak menatap lalu-lalang para mahasiswa.

"Ternyata benar, mereka ngomongin kamu. Kok bisa, sih?" tanyanya sembari terus menatap balik orang-orang yang melirik pada mereka.

Eann mengangkat bahu. "Mungkin mereka terobsesi padaku. Mungkin aku secantik Yuki Kato? Atau seanggun Dian Sastro?"

Alvin tergelak mendengar jawaban pacarnya. "Dasar, kamu ini!" ucapnya gemas disertai acakan di rambutnya. "Hah..., kasihan sekali kamu nak, beban di pundakmu pasti sangat berat."

"Yeah, karena ada bayi besar yang terus gelendotan di sana," sindir Ren.

Eann tertawa seraya mengangkat tangannya meminta tos dari Ren yang langsung menyambutnya.

"Oh Shit! Kalian selingkuh di belakangku kan? Pasti begitu!" tuduh Alvin lebay.

"Tentu saja!" jawab mereka kompak.

Alvin mengerang kesal. Sementara kedua juniornya justru bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Membuatnya kesal setengah mati.

Dari kejauhan Voy menatap mereka. Untuk pertama kalinya tatapan kali ini disertai rasa lain yang terasa menyebalkan untuknya. Meski dia bisa melihat dengan jelas, sikap ketiganya lebih terlihat seperti tiga saudara yang sangat akrab. Tapi tetap saja ada rasa iri, yang lagi-lagi baru kali ini menyusup ke dalam hatinya.

Ini semua gara-gara mamanya!

Semalaman wanita itu terus saja membahas Eann. Bercerita pada papanya bahwa Voy sedang naksir sama adik tingkatnya. Bahkan menelpon Arum, kakaknya, dan menggosipkannya. Voy jadi kepikiran terus pada gadis itu. Berpikir bahwa semua yang mamanya bilang adalah benar. Bahwa dia menyukai tipe cewek seperti Eann yang bisa dia ajak bertengkar setiap saat.

"Vin! Pulang, yuk!" panggilan Myria membuat ketiganya menoleh.

Alvin mendengus. "Ganggu orang pacaran aja, sih?"

"Pacaran kok bertiga?" sindir Myria sambil melirik Ren yang memasang ekspresi masa bodoh.

"Karena orangtua bilang, jika dua orang yang berlainan gender bersama, akan muncul setan diantara mereka. So, dari pada setannya datang jauh-jauh dari neraka cuman buat nemenin kita pacaran, kan kasihan. Jadi aku bawa setan sendiri. Yang tinggal deket-deket sini aja," ucap Alvin mantap, melirik Ren, setan yang ia maksud.

Eann tertawa tergelak mendengarnya.

Myria berdecih. "Kamu masih bisa ketawa? Padahal seisi kampus lagi ngomongin kamu, lho!" ucapnya.

Eann angkat bahu. "Lumayan buat ngurangin dosa," jawabnya.

Myria mulai sakit kepala. "Kalian benar-benar kompak!" sindirnya.

"Yes, we are!" ucap Alvin dan Eann sambil membuat simbol love dengan jari mereka.

"Dasar!" geram Myria. "Ah, ngomong-ngomong, sepertinya gosip itu berawal dari aku, deh. Sorry!" ucapnya kemudian.

Alis Eann bertaut. "Apa?"

"Kemarin aku sama Alvin ngomongin anak kamu di kantin. Mungkin mereka salah paham soal itu. Herannya, semua langsung menambah-nambahi cerita itu jadi cerita yang meyakinkan," kekehnya tanpa menunjukkan penyesalan. Padahal barusan dia minta maaf pada Eann.

Alvin tertawa. "Astaga! Jadi gara-gara itu? Eh, Ve, kalau kamu mau, aku bisa jadi papa barunya Arvin. Jadinya Arveann-Alvin(o). Cocok kan?" tanya Alvin sambil menaik turunkan alisnya.

"Akan aku pertimbangkan, tinggalkan saja proposalnya di meja," jawan Veann.

Alvin cekikikan. "Aku pulang duluan, ya! Ponakan cantikku rewel, nih!" ucap Alvin seraya mengecup puncak kepala Eann sebelum beranjak menggandeng Myria pergi.

"Kadang aku takut mereka pacaran, lho!" ucap Ren.

Veann tak menyahut. Tiba-tiba teringat, dari semalam ia tak melihat Arvin. Lalu memutuskan untuk menelpon ke rumah.

"Halo, ma! Arvin udah di kasih makan belum, ma?" tanyanya tanpa basa-basi.

Alis Ren berkerut. Mengingat Arvin ada bersama Rissa. Memangnya Eann tidak tahu Nav membawanya dan meminjamkannya pada Rissa?

"Hilang, ma? Di kamar aku nggak ada? Di kamar Raras coba?"

Ren menatap Eann bimbang. Haruskah dia bilang kucingnya ada pada Rissa? Apa kira-kira Eann akan marah?

"Nggak ada juga? Astaga, Arvin!"

"Em...," Ren buka suara, berniat mengatakan yang sebenarnya.

"Ve, dicariin juga!" panggilan Fani membuat keduanya menoleh. " Kayaknya aku liat anak kamu, deh di parkiran. Ada sama Rissa."

Dahi Eann berkerut.

"Arvin, anak kesayanganmu," ulang Fani yang tanpa ia sadari mengundang tatapan penasaran semua orang. "Ups!" cewek itu membungkam mulutnya sendiri menyadari kesalahannya.

"Di mana?" tanya Eann seraya beranjak, menarik Fani pergi.

Ren mendesah berat. Sepertinya akan muncul masalah baru karena Navintar. Ada-ada saja!

.

Nav berlari ke parkiran setelah mendapat pesan dari Rissa. Pertama karena terlalu senang, kedua karena takut ketahuan sama Eann. Ternyata Eann masih semenakutkan dulu, baginya.

Tap!

Langkah Nav terhenti saat gadis yang ada dalam pikirannya telah berada di sana mendahuluinya. Terlihat Arvin melompat dari gendongan Rissa saat 'mamanya' memanggil. Bahkan sempat terdengar jeritan kecil Rissa karena Arvin mencakar tangannya.

Fani mengangkat Arvin ke gendongannya. Mendahului Eann yang terdiam menatap Rissa. Cewek itu memilih untuk membawa Arvin pergi, saat melihat sepupunya berjalan ke arah mereka. Navintar memang selalu keterlaluan menurutnya. Dia selalu saja membuat Eann kecewa. Dan kali ini pasti Eann akan meledak.

Fani, tidak, bahkan Martin saja mengerti, bagi Eann, Arvin adalah 'anak' mereka. Dan apapun bisa Nav berikan pada gadis lain, kecuali Arvin. Tapi bagaimana Nav justru tak menyadarinya?

Ekor mata Eann menangkap bayangan Nav yang melewatinya mendekati Rissa. Memeriksa luka di tangan gadis itu dengan cemas.

"Bagaimana kamu bisa meminjamkan Arvin pada orang lain, Navin? Dan tanpa persetujuanku?"

"Dia milikku juga. Aku berhak memberi ijin siapapun untuk membawanya. Dia cuman kucing!" jawab Nav.

"Kamu nggak berhak! Dan dia bukan hanya seekor kucing untukku. Arvin adalah anakku! Dia kenanganku!"

Navin mendengus. "Kenangan? Anak? Kemana saja kamu selama setahun menghilang? Apa pernah kamu bertanya tentangnya?" balasnya.

"Apa kamu masih akan memikirkan hal lain saat kakak dan keponakanmu meninggal? Apa kamu masih sempat memikirkan hal lain jika kakak iparmu menghilang? Jangan sama ratakan semua hal, Navintar Erlando!" teriak Eann emosi.

Nav terdiam. Tersadar ia telah salah bicara. Ren pun terdiam. Teringat dosa besar yang pernah ia perbuat. Rissa juga diam. Tak memahami apapun, namun mulai menyadari satu hal. Navintar dan Arveann memang punya hubungan spesial sebelumnya. Arvin adalah buktinya. Meski bukan anak dalam artian sebenarnya. Tapi mereka merawat kucing itu bersama.

"Mulai sekarang, Arvin bukan milik kita. Dia hanya milikku," tegas Eann seraya berbalik pergi.

Ren terpaku. Tak sanggup melangkah mengikuti Eann. Meski ucapan Eann tadi tak berarti gadis itu masih membencinya, namun hal itu tetap menjadi sebuah peringatan untuknya. Bahwa Eann masih memendam luka yang dalam.

"Ve, kamu masih ada kelas kan? Arvinnya aku anterin balik aja, ya?" Fani menawarkan bantuan.

Arveann menoleh. Mengangguk pelan, tanpa semangat. "Makasih, ya, Fan!"

Fani mengangguk. Lalu berbalik meninggalkan Veann dengan membawa Arvin.

Eann menghela nafas. Alvino benar. Ada beban berat di pundaknya.

Gadis itu tertawa miris. Menertawai nasib buruknya. Dari sekian banyak manusia, kenapa dia yang harus merasa pedihnya kehilangan beberapa orang sekaligus dalam satu hari?

Satu tarikan nafas berikutnya, dia memutuskan untuk kembali ke kelas. Sebelum ia menyadari bayangannya menghilang. Kemana bocah itu?

V-ann
Kamu bolos ya? Mau nitip absen?

Entah mengapa dia mengirim pesan semacam itu pada Ren. Dan tanpa menunggu jawaban dari Ren, Eann mengantongi Hpnya. Melanjutkan langkahnya yang tertunda.

Dan Ren benar-benar membolos, seperti dugaannya.

.

Kata Nav dulu, bagian mendebarkan dan menyenangkan menjadi mahasiswa adalah, mengikuti kelas yang bukan termasuk mata kuliah yang diambilnya, demi gebetan, atau untuk sekedar main-main. Karena dosen gak akan mengenali mereka. Duduk di barisan tengah agar aman dari pertanyaan yang tiba-tiba dosen berikan.

Ren sedang berada dalam posisi itu.

Bukan karena gebetan. Bukan pula untuk bermain.

Dia tengah melarikan diri. Entah mengapa, dia kembali takut berhadapan dengan Eann karena insiden tadi. Meskipun Ren tahu, dari pesan yang Eann kirimkan, cewek itu bahkan tak menyadarinya. Tapi hal yang dilakukan dan dikatakan tanpa sengaja, justru sesuatu yang jujur tertulis di hatinya.

Dan saat ini di hati Eann, masih belum sepenuhnya melupakan kecelakaan yang merenggut nyawa kakak dan calon keponakannya. Dengan kata lain, dia belum sepenuhnya menerima dan memaafkan Ren.

Mayang dan Voy saling pandang mendapati Ren di kelas yang sama dengan mereka. Mayang pikir, mungkin Ren salah kelas. Sementara Voy justru merasakan ada yang tidak beres. Tapi masalah apa? Bukannya tadi dia masih tertawa-tawa dengan Alvin dan Arveaan.

"Baiklah, kelas kita akhiri sampai di sini. Pertemuan berikutnya akan kita lakukan review."

Tak terdengar protes dari para mahasiswa. Mereka sudah cukup hafal dengan kebiasaan dosen mereka. Toh mau protes juga percuma.

Mayang mendekati Ren, begitu dosen mereka keluar.

"Kamu ngapain Ren? Salah masuk kelas?"

Ren mendongak menatap Mayang. "Iya, mau keluar udah terlanjur," cengirnya.

Mayang terkikik. "Oiya, soal temen kamu. Em, ceweknya Alvino. Apa benar dia..., em..., punya anak?" Tanyanya ragu. Tadi pagi dia sempat mendengar gosip itu.

Ren tertawa. "Arvin maksudnya? Iya, dia punya anak, namanya Arvin. Anaknya imut. Mata kanannya berwarna kuning, dan yang kiri biru. Kak May mau liat?"

Mayang mengerjab bingung. Sementara Ren telah membuka postingan Nav semalam dan menunjukkannya.

"Eh? Kucing?"

Ren mengangguk. "Ayo pulang, kak! Kak May mau nebeng aku?"

"Boleh? Gimana sama Arveann?"

"Tadi aku udah minta Alvino buat jemput dia."

Mayang mengangguk mengerti. Lalu menoleh mencari Voy yang telah menghilang dari kelas.

.

Melamun?

Eann tersentak membaca pesan WA-nya. Kepalanya langsung celingukan mencari pengirim pesannya. Jika orang itu tahu apa yang sedang dia lakukan, berarti orang itu mengawasinya kan?

Alisnya bertaut saat melihat seseorang melambaikan tangan padanya.

"Voy?"

Pemuda itu tersenyum, lalu mulai melangkah mendekatinya.

"Ngelamun jorok?" Tanyanya yang langsung mendapat pelototan dari Eann.

"Dari mana tau nomorku?" Tanya Eann.

Voy mengangkat bahu. "Aku memang gak sepenting Alvin, tapi aku punya akses buat dapetin kontak semua penghuni kampus."

Arveann manyun mendengarnya. "Sombong!"

Voy terkekeh. "Tante baik?"

Veann mengangguk mantap, lalu menunduk malu. "Mm...,ma-makasih buat kemarin," ucapnya kemudian.

Voy tersenyum lebar. Tangan besarnya membelai lembut kepala Eann. Dan lagi-lagi membuat gadis itu berdebar tanpa sebab.

"Hei, mau berkeliling? Kamu pasti belum pernah mengelilingi kampus ini kan?" Ajak Voy.

Eann mendongak menatapnya. "Tapi Alvin udah di jalan."

Deg!

Jantung Voy berdenyut nyeri mendengar penolakan dari Eann.

"Em, kalau gitu mau barengan ke depan?" tanyanya kemudian.

Veann mengangguk ragu. Lalu beranjak mengikuti langkah Voy. Sejak kejadian di rumah sakit kemarin, entah mengapa pandangan Eann pada Voy jadi berbeda. Belum lagi jantungnya yang selalu berdebar tiap bersamanya. Ini aneh.

Voy berdehem. Rasanya aneh saat Eann begitu pendiam. Tapi baru saja ia hendak memulai obrolan, saat melihat sosok Alvin di kejauhan. Refleks pemuda itu menarik Eann berbelok arah.

"Hei! Kita mau kemana?"

"Ada yang tertinggal," dustanya seraya memasuki secara acak ruang klub yang masih terbuka.

Voy melepas gandengannya. Pura-pura mencari sesuatu. Sementara Eann sudah jelalatan melihat isi ruangan.

Perhatian cewek itu langsung tertuju pada tumbukan pakaian di sudut ruangan. Ada Wig warna-warni juga. Ruang apaan sih?

Sementara Eann asyik menjelajah, bagaimana dengan Voy?

Cowok itu mengacak rambutnya.

Apa yang sedang dia lakukan? Bersembunyi dari Alvin? Untuk apa? Agar Eann tidak bertemu dengannya? Astaga! Ini hal terkonyol yang pernah dia lakukan.

Meski merasa itu konyol, dia masih juga beringsut bersembunyi saat melihat Alvin melewati ruangan itu. Sedikit mengintip keluar, dan segera menarik Eann begitu Alvin menghilang dari pandangannya. Tanpa mempedulikan protes Eann. Bahkan tanpa menoleh.

"Lewat situ aja, ya. Mobilku ada di parkiran samping," ucapnya sambil menuruni anak tangga. Mencari rute yang kira-kira nggak akan ketemu Alvin.

Eann menyentakkan tangan Voy. Membuat pemuda itu menoleh. Terbesit rasa khawatir Eann akan memprotes tindakannya.

"Aku masih pake ini, nih!" Ucap Eann menunjuk Wig yang dia pakai.

Voy tertawa tergelak melihat penampilan Eann. Rambut palsunya tampak acak-acakan. Membuat Eann menghentakan kakinya dan memilih duduk di anak tangga. Tak ingin melanjutkan langkahnya.

"Berhenti ketawa!" Protesnya.

Voy mengatupkan bibirnya, menahan tawa. Tangannya bergerak merapikan rambut palsu panjang itu. Lalu mengacungkan kedua ibu jarinya.

Bibir Eann manyun melihatnya. Namun kemudian dengan PD bertanya, "Apa aku cantik?"

Voy tersenyum lebar, lalu duduk satu anak tangga di bawah Eann.

"Sejak pertama melihatmu di pesawat, kamu selalu terlihat cantik," ucapnya tanpa sadar.

Pipi Eann merona mendengarnya. Jantungnya seperti konsleting. Bahkan tak memperhatikan kalimat Voy sebelumnya.

"Em..., a-aku..., sebaiknya aku duluan. Alvin pasti mencariku," ucapnya salah tingkah.

Ekspresi Voy berubah saat mendengar ucapan Eann.

"Sampai besok," pamit Eann bersiap berdiri. Tapi Voy menarik ujung jaketnya hingga kembali terduduk.

Dan tindakan pemuda itu berikutnya, membuatnya menahan nafas. Tubuhnya seolah membeku dan jantungnya berdetak semakin tak terkendali.

Apa dia sekarat? Jantungnya benar-benar seperti mau meledak.

Apa yang harus dia lakukan?

Viorentino Samudera, menciumnya.

.

.

Bersambung!!!!!!

.

Bersorak buat Voy!!!!! Hurray!!!

Wkakakaka!!! Apa ini terlalu cepat untuk mereka? Tell me! Apa harus diralat? Ternyata hanya hayalan gitu misalnya? Hehehe...

Makasih buat yang baca, yang cuman mampir, yang vote dan comment.

See ya!

Continue Reading

You'll Also Like

724K 36.3K 22
Sinopsis Niatnya Cinta untuk berpura-pura menjadi cewek SMA malah membuat Cinta terlibat hubungan yang aneh bersama siswa SMA yang berumur 18 tahun. ...
951K 46.7K 47
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
18.3K 2.6K 29
Berkisah tentang kakak beradik yang terlibat hubungan rumit dengan seorang pria. Syakila menyukai Athar. Athar mengincar Syakira. Syakira belum bi...
1.4M 117K 27
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...