MY EX-BOY'S FRIENDS

By TyaaaZ

40.5K 3.1K 566

Dijodohkan dengan mantan pacar, dan harus terlibat hubungan yang rumit dengan 'teman-teman' dari mantan pacar... More

1. putus
2. reason
3. ospek
4. (Not) a Free Card
5. A for Arveann
6. Gosip
7. say 'no!' to 'dijodohin!'
8. Pacar??
9. Navintar
11. Very Ordinary You
12. Arvin
13. SISI LAIN
14. (r)asa
15. Perubahan kecil
16. another feeling
17. Friend??
18. Menyerah
19. Voy-Ve-2Vin
20. Untitle feeling
21. Cemburu
22. Kesepakatan
23. Terungkap
24. Spesial
25. Pilihan
promo
26. Special Chapter

10. Tanggung Jawab

1.3K 115 12
By TyaaaZ

Voy mengikuti Arveann yang tiba-tiba berbalik meninggalkannya. Ada apa dengan cewek itu.

"Jangan mengikutiku!"

Cowok itu tersentak saat tiba-tiba Eann berbalik dan berteriak padanya. Alisnya bergerak menjawab perintah itu. Membuat si cewek semakin geram.

"Aku tidak mengikutimu," jawabnya santai.

"Kalau begitu balik ke rumah Navin sana!"

"Apa hakmu mengaturku?" tanya Voy dengan seringaian menyebalkannya.

"Kamu!" Eann kehilangan kata-kata. "Ah, terserah!" ucapnya sembari mempercepat langkahnya menuju halte bus.

Voy terkekeh. Lalu berjalan mendekati Eann yang duduk di halte bus. Cewek itu bergeser menjauh saat Voy duduk di sampingnya. Pemuda itu kembali terkekeh.

"Apa yang lucu?!" sergahnya.

Voy mengangkat bahu, lalu bergeser kembali ke samping Eann, membuat gadis disebelahnya kembali menjauh darinya.

Geser lagi.

Mendekat lagi...

Geser.

Dekat...

Begitu seterusnya hingga Eann tersudut di ujung bangku. Nyaris saja ia jatuh andai Voy tidak memeluk pinggangnya, menahan tubuhnya agar tidak jatuh.

Tatap.

Kedua pasang mata itu saling menatap dalam jarak yang sangat dekat. Bahkan jantung Eann seolah meloncat-loncat di dalam sana. Satu hal yang bisa ia simpulkan saat ini. Voy itu tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

Tak jauh dari mereka, seseorang berdiri mematung mengawasi dengan geram, di samping mobilnya. Sebelum akhirnya keluar dan berjalan cepat ke arah mereka.

Voy menaikkan sebelah alisnya melihat Eann yang terdiam menatapnya. Pemuda itu mendekatkan wajahnya, dan berbisik tepat di telinga gadis itu.

"Apa ini adegan drama favoritmu? Apa aku sangat keren?"

Mata Eann membola mendengarnya. Refleks ia mendorong Voy menjauh, melupakan posisinya yang nyaris jatuh jika Voy melepaskannya. Dan tentu saja dia jatuh dengan sangat tidak elitnya. Dan Voy langsung tergelak menertawainya.

"Ih...! Vooyyy!!!" pekiknya protes.

Voy semakin keras tertawa, seraya menariknya berdiri.

"Kamu yang mendorongku kan? Kenapa nyalahin aku?" tanyanya dengan tawa berderai. "Ada yang luka?" tanyanya kemudian sembari memeriksa tangan Eann, lalu berpindah ke wajah gadis itu.

Srett!

Seseorang menarik tangan Voy yang berada di pipi Eann. Lalu menggandeng tangan Veann.

"Aku antar pulang," ucapnya seraya menarik Eann menuju mobilnya.

"Nggak mau! Aku bisa pulang sendiri!"

"Bunda akan membunuhku kalau terjadi apa-apa padamu!"

"Itu urusan kamu! Lepasin nggak?!" protes Eann.

Pemuda itu, Navintar, tak menjawab permintaan Eann. Justru terus menariknya dan mendorongnya masuk ke mobil.

"Hei, Nav! Jangan terlalu kasar!" Voy memperingatkan.

"Bukan urusanmu!" jawab Nav ketus.

"Oya? Lalu apa urusanmu dengannya?" tanya Voy balik.

Nav tersentak, namun memutuskan untuk tak menjawab pertanyaan itu. Dengan kesal dia masuk ke mobil dan membawa Eann meninggalkan tempat itu. Meninggalkan Voy yang masih menatap kepergian mereka.

"Voy?"

Pemuda itu tersentak saat mendengar suara yang ia kenal memanggil dari kejauhan. Voy menoleh, dan melihat sosok Rissa berada beberapa meter di depannya. Dengan setengah berlari, ia mendekati cewek itu.

"Apa yang kamu lakukan malam-malam begini di sini sendirian?" cemasnya.

Rissa tersenyum. "Nggak sendirian kok, ada mama juga. Ada di dalam rumah Nav," ucapnya sembari menunjuk rumah di belakangnya. "Tadi aku juga melihat mama kamu."

"Oh," jawab Voy ambigu. "Ayo masuk, di sini dingin."

Rissa mengangguk. "Aku baru tahu kamu akrab sama ceweknya Martin," ucapnya yang membuat Voy menatapnya bingung. "Tadi itu yang diantar Nav sepupunya kan?"

Voy tersenyum dan mengangguk kikuk. Pikirannya melayang pada tindakan Navintar barusan. Rissa pikir yang tadi bersama Nav adalah Fanisha? Apa Nav berbohong padanya? Karena dia takut Rissa salah paham? Lalu jika memang perasaan Rissa begitu penting untuknya, kenapa tadi Nav terlihat seperti cowok yang cemburu melihatnya bersama Eann? Sebenarnya apa maunya?

Sementara itu Arveann masih terdiam di dalam mobil Nav. Pemuda itu pun hanya diam menatap jalanan. Dia sudah cukup kesal saat bundanya memaksanya mengantar Veann, meninggalkan Rissa. Dan semakin merasa kesal saat melihat Arveann bersama Voy.

"Sejak kapan kamu akrab sama Voy?" akhirnya pertanyaan itu terucap dari bibirnya.

"Akrab? Dari sudut mana kami terlihat akrab?" sahut Eann malas.

Nav mendesis. "Bukannya tadi kalian berpelukan?"

Eann menoleh, menatap tajam pada pemuda di belakang kemudi. "Pelukan dari mana? Mata kamu bermasalah ya? Dengar, jika ada polling dua cowok yang yang paling nyebelin di kampus, dengan senang hati aku akan memilih kalian berdua!" jawabnya seraya memalingkan muka menatap ke luar jendela.

Nav menoleh. Menatap wajah Eann yang membelakanginya. Seolah tak percaya dengan apa yang gadis itu katakan. Meskipun di hatinya muncul sedikit rasa lega. Ia ingat, Voy memang selalu ramah pada siapapun.

Tapi tidak seakrab itu juga, sampai memeluk pinggang dan memegangi pipi cewek lain selain Rissa.

Dan rasa lega itu kembali sirna dari hatinya.

"Jangan salah paham, Voy itu selalu bersikap baik pada semua orang. Bukan karena dia modus atau apa," ucap Nav ketus.

Eann berdecak kesal. "Dari mana 'kata baik pada semua orang' itu berasal? Bagiku dia cowok bermuka dua yang menyebalkan."

"Hemmpht!" Nav tak lagi bisa menahan tawanya saat mendengar ucapan terakhir Eann. "Hahhaha...! Cewek-cewek akan membunuhmu jika mendengar kamu menjelek-jelekkan Voy seperti itu!"

"Jangan khawatir, nyawaku ganda."

Nav kembali tertawa, tangan kirinya bergerak mengacak rambut Veann. "Kamu pikir kamu ini Arvin, punya sembilan nyawa."

Eann tak menyahut. Menikmati belaian tangan Nav di kepalanya. Ternyata, rasa itu memang masih ada untuknya.

Sementara pemuda di sampingnya tak merasa melakukan kesalahan apapun. Tangannya bergerak turun ke wajah Eann. Membelai pipi gadis itu dengan ibu jarinya, lalu kembali turun ke tengkuk Eann. Menariknya ke arahnya, dan mengecup puncak kepalanya, seperti kebiasaannya selama bertahun-tahun ini.

Mata Eann membola. Kepalanya bergerak kaku menoleh pada Nav yang mulai menarik tangannya. Pemuda itu masih bersikap biasa. Senyum di bibirnya pun masih setia tersungging di sana. Tak menyadari betapa merahnya wajah gadis di sebelahnya.

Mobil yang mereka naiki mulai melambat saat memasuki gerbang rumah keluarga Armadi. Nav menoleh pada Eann yang tiba-tiba terdiam, begitu mobil itu berhenti.

"Wajahmu merah sekali. Kamu sakit?" tanyanya sembari menyetuh kening Eann, membingkai wajah Eann dengan kedua telapak tangannya. "Kamu baik-baik saja?"

Eann menarik tangan Nav menjauh dari wajahnya. "Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah mengantar," ucapEann seraya berbalik hendak membuka pintu.

"Eann!" Nav menahan tangan gadis itu. Membuatnya kembali menoleh kepadanya.

"Apa?" tanyanya lirih. Kaget dengan jarak Nav yang terlalu dekat dengannya.

Eann menelan ludahnya gugup saat Nav kembali membelai wajahnya. Menatapnya intens dan bergerak semakin maju mendekatinya.

"Navin, aku...," gadis itu menunduk menghindari tatapan Nav, tapi tangan Nav kembali mengangkat wajahnya. Pemuda itu menatapnya teduh, sebelum menutup matanya dan kembali mendekatkan wajahnya. Tapi...

Nav membuka mata saat merasakan benda keras yang menyentuh bibirnya. Sebuah ponsel memblokade gerakannya. Milik siapa?

Nav menelusuri tangan yang memegang ponsel itu dengan tatapannya. Matanya terbelalak saat melihat seseorang tersenyum sambil melambaikan tangannya di belakang tubuh Eann, di luar mobilnya.

"Merayu pacar orang, hm?" tanyanya dengan senyum menyebalkan.

"Alvin?" sebut Eann kaget. Wajahnya semakin memerah karena malu.

"Hai!" sapa pemuda itu seraya membuka pintu di samping Eann. "Lama sekali, aku sampai bosan menunggu."

Eann turun dari mobil Nav. Melihat Raras yang tersenyum kikuk menatapnya. Sepertinya dia juga melihat apa yang barusan terjadi.

"Emm, untung ada Raras yang nemenin. Mama sama papa kamu lagi makan malam. Gak enak mengganggu."

"O-oh. Ayo masuk," ucap Eann seraya menggandeng tangan Alvin meninggalkan Nav yang masih terdiam di dalam mobilnya, tanpa basa-basi.

"Nav nggak diajakin masuk?" tanya Alvin dengan seringaiannya ke arah pemuda itu.

Eann melirik sebentar. "Nggak usah, ntar kamu cemburu?" ucapnya yang dijawab kekehan Alvin.

Raras menatap bingung pada Eann yang masuk ke rumah dengan cowok yang baru sekali ini ia lihat, mengabaikan Nav yang memukul kemudi dengan kesal.

"Eem..., mas Nav nggak masuk dulu?' tanyanya ragu.

Dan sama sekali tak ada jawaban. Navintar justru memutar kemudi mobil, keluar dari pelataran rumah Eann dengan wajah memerah menahan amarah.

Dia lupa, Eann sekarang sudah bukan miliknya lagi.

.

.

Eann menjatuhkan tubuhnya di samping Alvin. Membuat pemuda itu menoleh padanya. Lalu tertawa tanpa suara saat melihat wajah masam gadis itu.

"Kenapa?" tanyanya pada Ren yang datang menyusul.

Pemuda itu mengangkat bahu. "Tanyakan saja padanya," jawabnya.

"Maksudku kenapa kamu selalu mengikutinya? Dia ini pacarku, lho!"

Wajah Ren mendung seketika mendengar ucapan Alvin. Sejak dulu dia tidak pernah bicara dengan serius.

Alvin terkekeh, lalu menusuk-nusuk pipi Eann dengan bolpennya. "Ada masalah?"

Eann menepis tangan Alvin. "Ergh! Alvin! Kamu bilang kamu berpengaruh di kampus. Tapi kenapa cewek-cewek itu semakin menggangguku? Kenapa haterku semakin banyak?"

Spontan pemuda itu tertawa. "Bodoh! Justru karena aku sangat berpengaruh. Fansku tentu lebih banyak lagi dari Voy dan Nav kan? Kamu nggak mikir sampai ke sana, ya?"

Sejenak Eann terdiam. Matanya mengerjab bingung mencerna ucapan Alvino. Lalu detik selanjutnya dia menjerit kesal seraya mencekik leher pemuda itu. Sementara tawa Alvin justru semakin lepas terdengar.

"Lalu, apa sekarang kamu akan menyerah? Mau menjauhiku juga seperti Nav dan Voy?"

Eann menatap Alvin yang menyangga kepalanya dengan tangan kanannya, memandangnya. Gadis itu mendengus kesal.

"Sudah terlanjur. Mau diapain lagi. Manfaatin aja fasilitas yang ada," ucapnya ogah-ogahan.

"Hei! Arveann! Pacar itu belahan jiwa lho, bukan fasilitas!" protes Alvin.

Eann tertawa mendengarnya. "Tapi bagiku kamu hanya fasilitas kampus. Aku kan sudah punya Ren sebagai soulmate."

Ren terhenyak mendengar ucapan Eann. Ada rasa bahagia yang menelusup ke dalam hatinya.

"Soulmate yang bisa diperbudak maksudmu?"

Eann menyeringai sambil mengacungkan ibu jarinya menjawab ucapan Alvin. Dan kebahagiaan di hati Ren langsung menguap tak tersisa.

"Baiklah, ayo kita makan! Aku akan memperkenalkanmu pada calon ponakanmu," ucap Alvin sembari menggandeng tangan Eann.

"C-calon apa?"

"Keponakan. Anak dari kakakku. Dia satu tahun lebih muda dariku. Berarti seumuran denganmu. Kalian pasti cocok."

"Tap-tapi...! Alvin...!"

Ren mendengus. Lalu kembali mencangklong tas Eann yang ia bawa -sepertinya dia memang sedang diperbudak-, mengikuti langkah keduanya, sebelum sebuah panggilan menghentikan langkahnya. Cowok itu menoleh.

"Sedang apa di sini?" tanya orang yang memanggilnya.

Ren menunjuk ke arah Eann yang telah jauh meninggalkannya, dengan dagunya.

"Jadi cewek itu beneran pacaran sama Alvino?"

Ren mengangkat bahu. "Memangnya kenapa?"

Rissa tersenyum, lalu menggeleng. "Bukan apa-apa. Ohya, nanti kakak bareng kamu, ya! Voy ada kelas sampai sore."

"Memangnya Nav ke mana?" tanya Ren.

"Tau nih, dari pagi nggak ada kabar. Nggak bisa dihubungi. Bisa kan? Lagian kenapa sih kamu tiap hari nganter jemput cewek itu? Nanti cowoknya salah paham, lho!"

Alis Ren terangkat sebelah. "Aku justru ingin melihat Alvin marah. Dia kan nggak pernah marah kecuali jika ponakannya terusik," jawabnya.

Rissa terkekeh. "Benar juga. Terserah saja. Yang penting nanti kakak ikutan kamu."

"Hmm," jawab Ren.

Rissa tersenyum. Menepuk pelan pipi adiknya, lalu berbalik pergi.

"Ohya, kak!" Ren menghentikan langkah kakaknya. "Apa kakak tahu, kalau Nav dan Arveann..."

"Navintar dan Arveann kenapa?" Rissa menatap adiknya penasaran.

"Em..., mereka akrab dari kecil."

Alis Rissa bertaut. "Maksudnya?"

"Mereka selalu bersekolah di tempat yang sama. Mereka sangat akrab dan..."

"Dan?" Rissa semakin penasaran.

"Kalian membicarakan aku?"

Rissa dan Ren menoleh mendengar suara Nav dari balik tubuh mereka. Pemuda itu tampak memasang wajah tidak senang. Sejak semalam moodnya memang sedang buruk.

Rissa melambaikan tangannya. "Hai, Nav! Kemana dari pagi nggak keliatan? Semalam pulang jam berapa?"

Nav mengacak rambut bagian belakangnya. "Oh, ketiduran di tempat Martin. Tadi juga nggak dibangunin sama dia."

"Kamu menginap di rumah Martin sehabis mengantar Fani?"

"Fani?" ulang Nav bingung.

"Sepupu yang kamu antar semalam Fani, ceweknya Martin kan?" tanya Rissa.

Nav terhenyak. Teringat kebohongan kecil yang ia ciptakan semalam. Sepertinya setelah ini akan banyak kebohongan lain yang harus dia lakukan untuk menutupinya.

"Kak, aku duluan ya? Tas Veann ada padaku," ucap Ren sembari berbalik, berniat menyusul Eann.

Radar di telinga Nav langsung menangkap ucapan Ren, saat mendengar nama Eann disebut. Tiba-tiba teringat ucapan orangtua Eann waktu itu.

"Ren!" panggilnya sebelum pemuda yang lebih muda darinya itu menjauh.

Ren menoleh. "Ya?"

"Apa benar, setahun lalu kamu mengalami kecelakaan yang menyebabkan seseorang meninggal?" tanyanya to the point.

Ren dan Rissa tersentak mendengar pertanyaan itu. Tak menduga Nav akan menanyakan hal itu padanya.

"Itu..."

"Emm, Nav! Temenin nyari Voy, yuk!"

Rissa menarik Nav meninggalkan Ren. Tak ingin Nav mengungkit masalah itu sekarang. Lagi pula, dari mana Nav tahu tentang hal tersebut, padahal saat itu mereka belum saling kenal? Atau Nav mengenal keluarga dari korban?

Renaldy menatap kepergian kakaknya dan Navintar dengan pandangan sulit dimengerti. Nav tau soal kecelakaan itu? Bukan hal yang aneh mengingat masa lalunya dengan Eann. Tapi tetap saja Ren merasa terganggu. Ada rasa kecewa saat ia berpikir, Nav mengetahuinya dari Eann. Meski tak ada kesepakatan untuk merahasiakan hal itu, tapi tetap saja Ren merasa seolah telah dikhianati.

.

Myria menatap Eann yang juga menatapnya. Sementara Alvin pura-pura tak memperhatikan mereka. Dia tau, Myria pasti masih merasa kesal pada Eann. Sementara Eann sendiri, meski tidak tahu tentang hubungan Myria dengan Nav, tapi dia sangat mengenal Myria.

"Ada apa dengan matamu? Kenapa terus menatap padaku? Aku cantik?" tanya Eann.

Myria mendengus kesal. "Cih! Kamu nggak ada kaca ya? Aku jauh lebih cantik!"

Eann menyeringai. "Benarkah? Lalu kenapa kamu terlihat iri padaku?"

"Iri? Kamu punya apa yang bisa membuatku iri? Kita sama-sama hanya bagian dari masa lalu orang itu."

Dahi Eann berkerut. "Orang itu?" ulangnya. "Maksudmu kamu dan dia? Astaga, seleranya benar-benar payah!"

Mata Myria melebar mendengar ucapan Eann. "Alvin! Putusin dia, atau aku nggak mau ngomong sama kamu lagi!" ucapnya bernada mengancam pada Alvin.

Pemuda itu tergelak. "Jangan bertengkar, kita ini kan satu keluarga," ucapnya santai.

Myria melotot pada pamannya. Lalu beralih menatap Eann yang terdiam. Cewek itu tengah memikirkan, mungkin Nav memang tak pernah menganggapnya penting. Bahkan di saat ia menghilang pun, cowok itu masih sempat gonta-ganti pacar.

Myria berdehem. Membuat Eann menoleh padanya.

"Ngomong-ngomomg, bagaimana kabar Arvin?" tanya Myria.

"Darimana kamu tau soal Arvin?" Eann menatap Myria tak percaya.

Yang ditanya menyeringai. "Sepertinya aku sangat spesial, ya? Dia bahkan meminjamkan Arvin padaku."

Eann spontan berdiri. Berbalik keluar dari kantin.

"Arveann?!" panggil Alvin.

Myria terkekeh. "Dia lucu sekali. Gampang banget dibohongi. Padahal aku kan nggak sengaja ketemu Arvin."

Alvino menatap Myria penasaran. "Siapa Arvin?" tanyanya.

"Anak kesayangannya, tentu saja," jawab Myria santai.

"Anak? Veann punya anak?" tanya Alvino kaget.

Myria mengedikkan bahu. Jawaban yang sangat ambigu, tanpa menyadari banyak mata dan telinga yang menangkap ucapannya dengan makna yang berbeda.

Sementara Eann yang kesal pada Nav berniat mencari pemuda itu. Jika memang Nav tidak pernah menganggapnya penting, setidaknya ia bisa menghargai sebuah kenangan kan? Arvin itu milik mereka. Berasal dari nama Arveann dan Navintar. Bagaimana semudah itu dia meminjamkannya pada orang lain?

Tap!

Langkahnya terhenti saat melihat sosok yang ia cari. Berniat memanggilnya, sebelum ia melihat sosok lain yang bersamanya. Nav tengah berjalan bersama Rissa dengan tangan saling bertaut.

Eann tertawa miris.

Navin itu..., apa ada kata lain selain brengsek, yang bisa menggambarkan sifatnya? Apa tidak bisa sekali saja Navin berhenti membuatnya kecewa? Bahkan belum sampai 24 jam berlalu saat pemuda itu berniat menciumnya. Memberinya efek gugup yang nyaris membuatnya terjaga semalaman. Dan sekarang dia terlihat bahagia dengan cewek lain?

Arveann tersentak saat sebuah telapak tangan menghalangi pandangannya pada Nav dan Rissa. Diikuti tarikan yang memaksanya berbalik pergi. Dan kali ini, Eann sama sekali tak berniat untuk menepis tangan lancang itu lagi. Untuk selanjutnya, ia hanya berjalan mengikuti seseorang yang menariknya pergi.

"Terima kasih," ucap Eann begitu mereka telah jauh.

Orang itu menoleh. "Aku nggak ngerti, apa yang kamu pikirkan saat menerima Alvin, sementara hati kamu untuk orang lain?"

Arveann terdiam. Tak bisa menjawab pertanyaan itu.

Voy, pemuda itu mendesah. "Aku beritahu satu hal, yang mungkin Nav juga tidak tahu." Eann mendongak menatap pemuda di depannya. "Rissa adalah mantan pacarku," lanjut Voy yang memuat Eann menatapnya tak percaya.

"Tapi kalian terlihat sangat akrab. Tidak seperti mantan."

Voy tersenyum. "Tidak semua hubungan berakhir buruk, Ve."

Eann tertegun sesaat. "La-lalu untuk apa mengatakan semua itu padaku?"

"Aku hanya ingin Rissa bahagia."

Mata Eann menyipit. "Kamu ingin aku menjauhi Navin untuk kak Rissa, begitu? Cih!" cibirnya.

Voy mendesah. "Bukan begitu, aku hanya..."

"Kamu tenang saja. Tidak perlu terus mengikutiku untuk memastikannya. Aku tidak akan kembali pada Navin," ucap Eann seraya berbalik.

"Veann!" Voy mencengkram lengan Eann, menghentikan langkahnya. "Aku hanya tidak ingin kalian berdua terluka!"

Eann menepis cengkraman Voy. "Urus saja mantan pacarmu itu. Jika kamu begitu khawatir padanya, jaga saja dia 24 jam. Aku tidak butuh perhatianmu. Kita bahkan bukan teman!" ucapnya seraya berlalu.

"Ergh!" Voy mengacak rambutnya frustasi. Dia salah bicara lagi, atau Eann yang sulit untuk diajak bicara? Kenapa semua jadi sesulit ini?

Ren menatap punggung Eann. Lalu beralih pada Voy yang tampak putus asa.

"Apa sebenarnya yang kamu pikirkan?"

Voy tersentak mendengar pertanyaan itu. "Ren?"

"Kalau kamu masih menyukai kakakku, kenapa tidak mencoba mendekatinya lagi? Untuk apa melepasnya pada Nav?"

"Rissa tidak pernah menyukaiku, Ren."

Ren terhenyak. "Apa?"

"Dia hanya terbiasa menerima perhatianku. Sejak awal dia tidak pernah memberikan hatinya untukku."

"Itu tidak mungkin..."

"Sejak kecil dia hanya hidup bersama mama kalian. Dia kehilangan sosok seorang ayah dalam masa kecilnya. Dia selalu muram dan tak pernah terlihat bahagia. Dan kehadiranku hanya menjadi pengganti dari sosok yang ia rindukan."

"Ta-tapi dia terlihat bahagia saat bersamamu."

Voy tersenyum. "Dia bahagia karena orangtua kalian memutuskan untuk kembali bersama. Tapi dia tidak bisa mengungkapkannya, karena terlalu lama merasa sendiri. Dia perlu waktu, sedikit demi sedikit untuk menerima kehadiran kalian kembali."

Sesaat Ren terdiam. Menunduk menatap lantai.

"Lalu bagaimana denganmu? Bagaimana perasaanmu pada kakakku?"

Mata Voy melebar. Sedikit berpikir sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Aku..., menyayangi Rissa dengan tulus."

Ren tertawa miris. "Kamu hanya kasihan padanya kan? Kamu menemukannya yang nyaris mendapat pelecehan, karena itu kamu menjaganya. Hanya rasa kasihan pada seorang cewek yang nyaris gila karena trauma yang dialaminya."

"Ren!"

"Dan sekarang kamu ingin melimpahkan tanggung jawab itu pada Nav? Apa kamu bisa menjamin dia akan menjaga kakakku dengan baik? Apa tidak ada kemungkinan dia akan menatapnya lain jika mengetahui masa lalunya?"

"Dengar, Ren! Navintar itu cowok yang baik. Kamu pikir aku akan mempercayakan Rissa pada cowok yang tidak bertanggung jawab?"

"Tapi dia itu playboy, Voy!"

"Dia hanya belum menemukan cintanya saja. Dan aku yakin Rissa adalah orangnya."

"Lalu Arveann? Bagaimana dengannya? Bagaimana dengan hatinya yang masih menyukai Nav?"

"Veann masih punya kamu dan Alvin."

"Arveann tidak pernah menyukai Alvino!"

Voy tersentak. "Darimana kamu tahu?"

Ren membuang nafas. "Lupakan saja. Tugasmu hanya memastikan kakakku bahagia. Seperti katamu, aku yang akan menjaga Veann. Dengan atau tanpa Alvino. Karena itu tanggungjawabku."

Voy mencengkram lengan Ren. "Jangan melakukannya hanya karena rasa tanggung jawab, Ren."

"Seperti kamu tidak saja," jawabnya sinis. "Jangan ikut campur masalah Veann!"

Ren berlalu meninggalkan Voy. Pemuda itu memundurkan tubuhnya, bersandar pada dinding. Matanya terpejam mengingat setiap kalimat Ren.

Benarkah dia hanya lelah, dan ingin lari dari tanggung jawab? Benarkah menjauhkan Nav dari Eann semata-mata demi kebahagiaan Rissa? Benarkah Rissa akan menerima kehadiran Nav?

Voy mengusap wajahnya kasar. "Pada kenyataannya, bukan lagi Rissa yang ingin terus aku lindungi. Astaga! Sejak kapan aku seegois ini?"

.

bersambung

.

Voy galau. kekekke... sebenarnya saya lah yang galau, karena dari awal nulis saya udah mikirin endingnya. Tapi dipertengahan muncul banyak ide yang nggak bisa disatukan.

Dan saya menemukan sisi gelap Voy. Akan saya buka chap depan, atau depannya lagi. hehehe...

typo?

Continue Reading

You'll Also Like

963K 47.1K 47
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
724K 36.3K 22
Sinopsis Niatnya Cinta untuk berpura-pura menjadi cewek SMA malah membuat Cinta terlibat hubungan yang aneh bersama siswa SMA yang berumur 18 tahun. ...
3.7M 77.1K 49
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...
18.3K 2.6K 29
Berkisah tentang kakak beradik yang terlibat hubungan rumit dengan seorang pria. Syakila menyukai Athar. Athar mengincar Syakira. Syakira belum bi...