MY EX-BOY'S FRIENDS

Bởi TyaaaZ

40.5K 3.1K 566

Dijodohkan dengan mantan pacar, dan harus terlibat hubungan yang rumit dengan 'teman-teman' dari mantan pacar... Xem Thêm

1. putus
2. reason
3. ospek
4. (Not) a Free Card
5. A for Arveann
7. say 'no!' to 'dijodohin!'
8. Pacar??
9. Navintar
10. Tanggung Jawab
11. Very Ordinary You
12. Arvin
13. SISI LAIN
14. (r)asa
15. Perubahan kecil
16. another feeling
17. Friend??
18. Menyerah
19. Voy-Ve-2Vin
20. Untitle feeling
21. Cemburu
22. Kesepakatan
23. Terungkap
24. Spesial
25. Pilihan
promo
26. Special Chapter

6. Gosip

1.4K 128 37
Bởi TyaaaZ

Ren menatap cewek di hadapannya. Rambutnya yang dulu panjang, kemarin hanya tinggal sebahu, dan sekarang justru hanya tersisa di bagian kepala saja, alias super pendek. Dia tidak tahu, Arveann itu sosok seperti apa sebelumnya, tapi dari pertama yang Ren lihat, dia setipe dengan Mayang yang meski tak sefeminin kakaknya, Carissa, tapi Mayang suka menjaga penampilannya. Dan Ren yakin, Eann juga seperti itu. Melihatnya dengan potongan rambut pendeknya membuatnya terlihat berbeda. Apalagi jika sifatnya yang galak muncul.

"Apa?" Eann melotot menatap Ren yang memenuhi janjinya datang menjemput gadis itu.

"Kenapa dengan rambutmu?"

Eann mengangkat bahunya. "Gerah! Hari ini aku pasti bakal dikerjai habis-habisan. Rambutku hanya akan mengganggu. Kalau begini kan nggak akan kepanasan," jawabnya.

"Tapi rasanya seperti jalan dengan cowok, tau nggak?" ucap Ren.

Spontan Eann memukul helm pemuda di depannya. "Memangnya siapa yang mau jalan dengan bocah sepertimu! Aku kan nggak memintamu menjemputku! Dasar!" omelnya yang membuat Ren meringis, menyesali omongannya.

"Hehe, maaf. Ayo jalan!" ucap cowok itu sembari memberikan sebuah helm pada Eann.

Tanpa banyak bicara, Eann naik ke boncengan Ren.

Terkadang Eann masih tak mengerti dengan sikapnya sendiri. Dulu dia sangat membenci Ren. Menganggapnya sebagai penyebab kematian kakak dan calon keponakannya. Juga orang yang membuat kakak iparnya hilang dan nyaris tak ditemukan. Tapi melihat kesungguhannya ikut mencari kakak iparnya, dan sikapnya yang menunjukkan penyesalannya, membuat kebencian Eann padanya perlahan menghilang. Yang tersisa hanyalah rasa keras kepalanya untuk mengakui bahwa Eann memaafkan Ren. Egonya terlalu tinggi untuk mengakuinya.

Eann tahu, Ren pasti mengerti, meski dia tak mengatakannya. Bahwa Eann telah memaafkan cowok itu.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di kampus mereka. Motor milik Ren telah memasuki halaman kampus dan berhenti tepat di samping Voy yang baru saja tiba.

Dahi pemuda itu berkerut melihat keduanya datang bersama.

"Hai, Voy! Mana kakakku?" sapa Ren pada seniornya, sementara Eann turun dari motornya dengan mood yang telah berubah karena kehadiran Voy.

Voy melirik Eann dengan senyuman khasnya, lalu menatap Ren. "Dijemput Nav," jawabnya.

Eann tak tampak terkejut mendengar ucapan Voy. Membuat pemuda itu mengerutkan dahinya sekali lagi. Apa dia tahu Navintar menyukai gadis lain? Atau dia memang sudah tak peduli pada hal itu lagi?

Eann menoleh menyadari tatapan Voy padanya. "Apa?" tanyanya sengit.

Voy terkekeh. Tak menjawab pertanyaan itu, tapi hanya menunjuk kepalanya sendiri lalu mengkode Eann dengan dagunya.

Eann menyentuh rambutnya. "Kepo!" ucapnya seraya berbalik pergi.

"Hei, Veann, tunggu!" panggil Ren seraya turun dari motornya. Tapi langkahnya terhenti saat ponsel di saku celananya bergetar.

Selanjutnya terdengar adalah makiannya yang entah pada siapa, sebelum berlari mengejar Eann yang pasti belum jauh pergi.

Di belakangnya Voy memijit pangkal hidungnya, usai membuka pesan yang terkirim ke ponselnya. Dia yakin, Ren berlari karena mendapat pesan yang sama.

"Astaga...!" keluhnya.

Namanya Arveann, kalian akan iri melihat keberuntungannya. Kartu Bebas dari Senior paling disegani. VOY. Dekat dengan calon mahasiswa dengan ujian masuk terbaik, Renaldy, dan lihat kejutan selanjutnya...

.

Eann menerobos masuk ke tenda panitia. Diekori Ren yang was-was dengan tindakan Eann. Setahun mengenalnya, membuatnya hafal dengan sifat dan sikap gadis itu. Minus sifat manja, semua keburukan Eann adalah sifat yang dia miliki juga. Jika itu Ren, dia pun akan melakukan hal yang sama dengan Eann. Mendatangi siapa yang mencari masalah dengannya.

"Kak Carissa!" panggil Eann seraya menarik bahu seniornya agar menoleh padanya.

"Ya?" sentak Rissa kaget.

Eann menunjukkan ponselnya. "Apa ini ulah kakak? Atau salah satu dari senior yang ada di sini?" tanyanya dengan tatapan menjelajahi isi ruangan. Menatap satu per satu senior yang ada di sana.

Rissa tersentak. "Apa?"

"Heh! anak baru! Apa maksudmu bicara kayak gitu?" bentak seseorang. Seorang cewek yang sering Eann lihat menempel pada Navin. Eann tak tahu namanya.

"Pesan ini di kirim dari nomor kepanitiaan, jadi tidak mungkin orang luar yang melakukan. Katakan apa maksud pesan ini? Berniat membuatku menjadi target semua orang? Kenapa? Karena Voy, Navin atau Ren? Kekanakan!"

"Apa?!" Mayang yang berada di samping Rissa menatap tajam pada Eann.

Cewek itu tersenyum meremehkan. "Aku juga pernah jadi senior, kak. Meski di tingkat SMP dan SMA. Tindakan seperti ini pernah aku lakukan. Tapi itu karena aku masih remaja. Tapi kalian? Kalian bukan ABG lagi yang harus melakukan tindakan kekanakan seperti ini. Memalukan sekali. Jangan menghancurkan orang lain karena rasa suka kalian pada seseorang! Kalian pikir aku tertarik pada mereka? Kalian pikir aku suka dengan Free card itu? Kalian pikir aku tidak tahu kapan foto ini diambil? Aku masih menghargai kalian sebagai senior meski kalian mengerjaiku seharian, tapi bukan dengan hal menjijikkan seperti ini!"

"Eann! Apaan sih, kamu?!" Navin menarik tangan Eann mencoba menghentikan ocehannya.

"Lepas! Dan kamu, Navin! Jaga kelakuan gebetan, mantan atau siapapun cewek yang dekat sama kamu. 'Senior' bukan status yang menakutkan buatku!" ucapnya seraya berbalik pergi.

"Eann!" panggil Nav. Berniat mengejarnya, tapi Ren mencegahnya.

"Untuk kali ini, aku rasa kak Rissa emang keterlaluan. Kamu juga, Nav!" ucapnya seraya berbalik mengejar Eann.

"Astaga, cewek itu...! Dia benar-benar..."

Nav mengusap wajahnya kasar. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Jika orangtua mereka tahu, Nav akan tamat.

Voy bersandar di sisi tenda. "Apa kalian tahu? Memanfaatkan fasilitas kampus untuk hal-hal di luar aktifitas kampus, ada sanksinya? Kalian beruntung Presiden BEM lagi nggak ada. Kalau nggak..."

"Ngomongin aku?"

Voy tersentak mendengar suara seseorang di belakangnya. Begitupun semua orang yang ada di sana.

"Sepertinya, kalian memanfaatkan ketidak hadiranku dengan baik, ya? Rissa, ikut aku. Dan Voy, cari sumber masalahnya dan bawa padaku. Kalian berdua mesti bertanggung jawab atas semua yang terjadi selama aku nggak ada," ucap pemuda itu lagi.

Hening. Tak ada yang sanggup menjawab omongan cowok yang bisa dikatakan paling berpengaruh di kalangan mahasiswa itu.

"Ck! Memalukan sekali! Apa kalian ini anak SMA yang memanfaatkan MOS sebagai ajang menindas siswa baru? Kekanakan!" ucap cowok itu dengan nada tinggi sebelum berbalik pergi, dengan Rissa di belakangnya.

Voy mendesah. "So..., siapa yang ada di balik semua ini?" tanyanya yang membuat Mayang menggigit bibirnya.

.

Rissa terdiam, menunduk, dan sok sibuk dengan bukunya, menghindari tatapan sahabatnya. Alvino Oktavian yang terasa menusuk.

"Jangan katakan kamu nggak tahu apa-apa," ucap cowok itu dengan nada santai, namun mampu membuat Rissa gugup.

"Aku memang tidak..."

"Voy kan? Seperti biasa, Mayang pasti berusaha menjauhkan seseorang dari Voy, dan kamu akan membiarkannya."

"Alvin!"

"Aku kasihan pada Mayang. Dia merasa dialah yang mangambil peran antagonis. Tanpa tahu kamu selama ini manfaatin dia."

"Alvino!" jerit Rissa.

Cowok itu mendesah berat. "Maaf, aku nggak bermaksud menyudutkanmu. Tapi sudah waktunya kamu memutuskan, Rissa. Mempertahankan Voy, atau melepasnya. Dia punya kehidupan sendiri. Dia nggak bisa terus berada di dekatmu."

"Tapi..."

Kalimat Rissa terhenti saat mendengar ketukan di pintu ruang BEM. Tak lama pintu itu terbuka dan Voy muncul sendirian.

"Tidak menemukan tersangkanya?" tanya Alvin menyindir.

Voy tersenyum. "Terlalu banyak. Ruangan ini akan sesak nanti."

Alvino terkekeh. Dia tahu jelas sifat Voy. Pasti cowok itu sudah menegur teman-temannya tanpa menyebut nama mereka, dan mengancamnya dengan cara yang halus. Karena itulah fansnya tidak terlalu agresif. Tidak seperti fans Nav.

"Lalu, bagaimana dengan Arveann? Apa yang akan kita lakukan?" tanya Voy.

Alvin mengangkat bahu. "Itu tanggung jawab kalian kan?" ucapnya enteng. "Pergilah, aku mau tidur. Sepertinya aku masih mabuk udara," usirnya kemudian.

Voy mendengus. Lalu menggandeng Rissa keluar dari tempat itu.

Alvin membuka ponselnya. Sebagai anggota keluarga kampus itu, tentunya dia pun mendapat pesan yang sama.

"Arveann? Sepertinya aku pernah mendengar namanya? Wajahnya familiar," gumamnya mengamati foto Eann dan Nav yang tampak samping.

Sementara itu Ren terus mengikuti kemanapun Eann pergi, dan menjadi pendengar setia saat gadis itu mengeluarkan segala uneg-uneg di kepalanya. Eann sangat kesal. Itu terlihat jelas. Dan Ren tidak ingin menambah kekesalan gadis itu dengan menginterupsi ucapannya.

"Menurutmu, apa kak Rissa yang melakukannya?"

"Apa?" Ren tersentak mendengar pertanyaan tiba-tiba itu.

"Aku sedikit merasa bersalah langsung menuduhnya. Dia itu kan cewek yang lembut. Nggak mungkin kan melakukan hal ini. Pasti senior lain. Pasti mantan gebetan Navin!" lanjut Eann tanpa peduli reaksi Ren sebelumnya.

"Kamu kenal Nav?"

"Bukan kenal lagi, aku menghabiskan belasan tahun bersamanya. Dia itu...," Eann menghentikan kalimatnya. Membungkam mulutnya sendiri, lalu melirik pada Ren yang menatapnya penasaran.

"Kalian saudara? Kok Nav nggak cerita, ya?" tanyanya polos.

Eann menghela nafas lega. Tapi tangannya justru bertindak lain. Menjitak kepala Ren yang duduk satu anak tangga di bawahnya.

"Argh!" erang Ren kesakitan.

Eann terkikik melihat pelototan Ren. Ini pertama kalinya pemuda itu berani menatapnya dengan pandangan menantang.

"Huuh....! Sepertinya hari-hariku tidak akan berjalan mulus. Aku rasa aku nggak akan punya teman selama para senior itu belum lulus," keluhnya. Meski sebenarnya itu bukan hal besar.

"Masih ada aku kan?" ucap Ren.

Eann menoleh menatap Ren. Tidak, dia tidak melihat sayap putih di balik punggung Ren. Tapi ia sedikit terkesan juga, dengan ucapan pemuda itu.

"Baiklah! Kamu harus tanggung jawab. Sampai hidupku tenang, kamu harus mengambil semua kelas yang aku ambil!" putus Eann yang diamini Ren tanpa banya berpikir.

Toh dia juga belum menentukan kelas apa yang akan dia ambil setahun nanti.

Eann menepuk-nepuk kepala Ren. "Anak baik! Mulai sekarang panggil aku 'noona'!"

"Apa itu?"

"Kakak! Panggil aku 'kak', yang sopan!" perintahnya.

Ren melirik tajam pada Eann. "Ogah!" jawabnya cepat.

Secepat jitakan Eann di kepalanya.

"Arveaaaann!" protes Ren keras.

Sementara Eann hanya tertawa seraya meninggalkannya.

Beberapa menit sebelumnya, sebuah pesan broadcast masuk, dan membebaskan semua mahasiswa baru dari semua kegiatan hari ini. Entah apapun alasannya, Eann tidak terlalu ambil pusing. Yang penting dia tidak akan mendapat hukuman apapun hari ini.

.

Alvino Oktavian.

Pemuda itu tengah menyangga kepalanya dia atas meja kantin. Memperhatikan teman-temannya yang memasang muka kusut karena keputusannya menghentikan ospek. Mau bagaimana lagi, dari pada mereka kena sanksi karena tindakan tak bertanggung jawab beberapa panitia, yang menggunakan fasilitas kampus untuk urusan pribadi.

Alvin mengalihkan pandangnya pada Mayang yang tampak kikuk. Gadis itu tahu, Alvin mencurigainya. Tapi cukup lega karena Alvin tak menyinggungnya. Meski begitu tatapan menuduh darinya masih membuat Mayang bergidik ngeri.

"Trek!"

Suara gelas yang diletakkan di depan Alvino, membuatnya mengalihkan tatapannya dari Mayang.

Voy duduk di sampingnya dengan semangkok bakso dan segelas minuman yang sama.

"Jadi, siapa Arveann?" pertanyaan itu meluncur mulus dari bibir Alvin, tanpa beban sama sekali.

Hampir semua mata menatap pada si penanya. Sementara Voy justru dengan tenang menuang kecap ke dalam mangkuk baksonya.

"Kenapa ingin tahu?" Voy balik bertanya tanpa menoleh sedikitpun.

Alvin mengambil sebuah sedotan dan memasukkannya ke dalam gelas es teh manisnya. "Karena dia sampai masuk ke pesan broadcast. Apa kelebihannya?"

"Dia..., galak, keras kepala dan egois," jawab Voy seraya menikmati makan siangnya.

"And then?" Alvin masih menunggu.

Voy mengangkat bahu. "Mana aku tahu. Aku tidak mengenalnya secara pribadi. Tanyakan pada Nav. Dia yang ada di foto itu bersamanya," jawabnya sambil menatap Nav yang baru datang bersama Rissa.

"Apa?" tanyanya bingung.

Alvin mengangguk mengerti. "Begitu ya? Kurasa dia akan jadi saingan Rissa," ucapnya yang membuat semua mata kembali menatapnya bingung.

Alvin tersenyum tipis. Langsung memahami situasinya. Gadis itu, Arveann. Mereka membencinya karena dia merebut perhatian Nav dan Voy sekaligus. Dua pemuda yang juga dekat dengan Rissa.

"Aku penasaran," ucapnya sambil memainkan sedotan di gelasnya.

"Nggak!" sahut Nav dan Voy cepat.

Alvino menyeringai. "Nggak?"

Voy menoleh. "Nggak ada mie-nya," ucapnya menunjuk mangkuk baksonya dengan wajah polos.

Alvino tergelak mendengarnya. Lalu menoleh pada Nav yang hanya menggaruk tengkuknya kikuk. Dia tidak salah menyimpulkan. Arveann, ada yang istimewa pada gadis itu. Dan Alvin benar-benar penasaran.

"So, bagaimana PDKTmu, Navintar? Sepertinya nggak ada kemajuan?"

Mata Nav melebar. "Bu-bukan urusanmu!"

Alvino mengangkat bahu. "Jadi pangeran penakluk ini gagal menaklukkan seorang Rissa meski sudah setahun mencoba?" cibirnya.

"Ck! Menyebalkan sekali orang ini!" gerutu Nav kesal.

"Dia hanya bertindak sebagai Om yang baik untuk keponakannya yang pernah kamu PHPin, Nav. Aku juga akan melakukan itu jika kamu kecewain Rissa," ucap Voy sambil menikmati makanannya.

"Menjadi Om-nya Rissa?" sahut Nav yang langsung disambut tawa Alvino.

Voy tak ambil pusing. Tetap santai menyantap sisa baksonya. Tanpa ada yang tau, dikepalanya penuh rencana untuk menghindarkan Eann dari Alvino.

.

.

Ren memperhatikan sekelilingnya. Hampir semua orang yang mereka lewati pasti berbisik-bisik membicarakan Eann. Tapi yang diomongin justru dengan santainya ngider seperti gasing. Tanpa peduli tatapan penasaran semua orang padanya.

"Hei, Veann....!" sebuah panggilan keras membuat gadis itu menoleh. Begitu pula Ren yang berada di sampingnya.

Fanisha menarik lengan Martin berlari kecil ke arah mereka.

"Kebetulan, dompetku ketinggalan, traktir makan dong, Martin!" pinta Eann sembari menarik-narik lengan baju Martin. Ciri khasnya dulu jika manjanya kumat.

"Kenapa nggak bilang, aku kan bisa..."

Eann membungkam mulut Ren dengan cepat. "Aih, dasar nggak bisa diajak kerja sama!"
omelnya pada Ren yang memberinya tatapan bertanya.

Martin menyentil kepala Eann. "Ayo makan. Daripada maag kamu kambuh."

Fanisha menjitak keduanya dengan gemas. "Kalian berusaha mengalihkan perhatianku kan? Nggak bisa! Makan apa? Jelasin dulu apa maksud gosip dan foto itu?! Apa yang Nav lakuin kali ini, heh?!" bentaknya.

Eann mendengus. "Udah, gak usah dibahas, Fan! Males banget. Makan aja, deh! Ya!" pintanya.

Fanisha tak menyahut.

"Pliiiz....!" pinta Eann dengan wajah memelas sambil mengayun-ayunkan lengan Fanisha.

Ren menatap Eann tak percaya. Cewek galak dan super songong itu, bisa berekspresi seperti itu? Kemana perginya harga diri setinggi langitnya? Kemana perginya tanduk setan di kepalanya? Apa dia punya kepribadian ganda?

"Apa boleh buat. Ini pertama kalinya setelah kepergian kak Mei, Veann semanja ini pada oranglain," ucap Fanisha lesu.

Eann memekik riang seraya mengecup pipi sahabatnya, dan menarik Martin menuju kantin. Meninggalkan Fanisha yang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Em, boleh bertanya sesuatu?" tanya Ren yang membuat Fanisha menoleh.

"Eh? Kamu adiknya kak Carissa kan?" tanyanya kaget.

Ren mengangguk, lalu menunjuk pada punggung Eann. "Dia..., kenapa bisa bersikap seperti itu pada kalian?"

Mata Fani mengerjab bingung. "Maksudnya? Eann kan memang seperti itu. Dia cengeng, manja dan egois. Tapi sejak kehilangan kakaknya, dia jadi berbeda. Aku hampir tidak mengenali sosoknya lagi."

Ren terhenyak. Jadi dialah penyebab gadis itu berubah? Dia yang membuat Eann jadi pribadi yang menyebalkan?

Fanisha terkikik melihat ekspresi Ren. "Jangan setegang itu! Mau Veann yang dulu atau sekarang, dia itu sama nyebelinnya. Jadi jangan menatapnya dengan wajah simpati seperti itu. Aku justru senang dia berubah. Dia menjadi lebih kuat dan tidak mudah menangis lagi."

"Benarkah?"

"Karena sepertinya kamu menyukai sahabatku, aku beri tahu satu rahasia padamu. Veann itu hanya punya satu mantan seumur hidupnya. Jadi, dia nggak punya pengalaman soal cowok. Hanya butuh kesabaran untuk menakhlukkannya," ucap Fani sambil menepuk punggung Ren.

"Eh? Tapi kan aku nggak lagi naksir dia," ucap Ren bingung.

"Pikirkan dulu baik-baik. Veann itu cantik. Ntar nyesel kalo diembat orang!" ucapnya seraya mendorong Ren menyusul Eann dan Martin yang sudah tak terlihat.

"Tapi kan..."

"Sudah, sudah...! Aku tahu kamu malu!"

Ren mendengus. Tak menjawab lagi. Dia kan memang tidak menatap Eann sebagai cewek yang dia sukai. Dia hanya ingin bertanggung jawab untuk selalu menjaganya. Itu saja. Tapi, mungkin saran Fani akan berguna juga untuknya. Asal ia bersabar, Eann pasti akan menerima kehadirannya.

Sementara itu Martin yang menghentikan langkahnya di depan kantin, membuat Eann terpaksa berhenti juga, karena pemuda yang dia tarik tak juga bergerak.

"Apa?" tanyanya saat Martin menatap ke dalam ruangan dengan ekspresi aneh di mata Eann.

Cewek itu menoleh, mengikuti tatapan mata Martin. Dan mendapati nyaris semua yang ada di sana menatap ke arah mereka. Pasti gara-gara gosip itu. Cih!

"Wah, sepertinya kamu masih selebritis sehari kampus ini," ucap Fanisha dari balik punggung mereka. Sengaja diperkeras agar semua orang mendengar.

Eann nyengir mendengarnya. "Setelah ini mungkin cowok kamu akan digosipkan selingkuh denganku," jawabnya yang disambut jitakkan Martin di kepalanya.

"Mereka justru berpikir aku homo karena kamu menggandengku!" ucapnya.

"Enak aja!" protesnya.

"Kenapa malah ngobrol di sini? Katanya lapar?" Ren yang datang belakangan, mendahului yang lain masuk ke kantin.

"Ren!" sebuah panggilan membuat Ren menoleh.

Dilihatnya teman SMP kakaknya melambaikan tangan padanya. Ren memutar langkahnya mendekati sekumpulan seniornya. Meninggalkan Eann dan yang lain yang langsung mengambil tempat duduk di sudut kantin.

"Voy bilang kamu ke Palembang?" tanyanya langsung.

"Hm, mengantar ponakan cantikku bertunangan."

"Seperti dia mau mengakuimu paman saja," sahut Ren yang membuat Voy mengangkat tangannya meminta Ren melakukan tos dengannya. Dan Ren menyambutnya tanpa banyak bicara.

"Kalian kompak sekali, kenapa nggak pacaran saja?" ucap Alvino jengkel.

"Aku nggak tertarik dengan mantan pacar saudaraku," jawab Ren yang membuat Alvino misuh-misuh tak jelas.

"Sayang sekali, padahal aku menyukaimu," jawab Voy asal.

Gelak tawa terdengar sampai ke meja Eann. Cewek itu berusaha untuk tidak menghiraukannya. Sementara Fanisha justru perang tatapan mata dengan Nav di meja itu. Di samping Nav, Rissa curi-curi pandang ke arah Eann yang sibuk memesan makanan.

"Ren! Mau pesan nggak?" panggil gadis itu. Tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan Rissa yang langsung menunduk.

Voy yang menyadarinya, menyentuh kepala Rissa yang duduk diantara dia dan Nav. Membuat cewek di sampingnya itu menoleh padanya. Voy hanya tersenyum seraya kembali memainkan ponselnya.

"Seperti biasa," jawab Ren. Dia memang sering mengikuti Eann makan saat di Solo. Meski hasilnya dia selalu sakit perut karena Eann yang dengan tega menambahkan banyak saus dan sambal ke mangkuknya tanpa sepengetahuan Ren.

"Ektra sambal?" goda Eann dengan seringaiannya.

"Awas saja kalau melakukannya lagi!" ancam Ren seraya berbalik hendak menuju ke meja Eann.

"Siapa? Akrab sekali? Tomboy tapi manis. Seleramu yang seperti itu, ya?" tanya Alvino yang menghentikan langkah Ren.

Voy di sampingnya menghentikan kegiatannya. "Ngomong-ngomong ponakan kamu nggak ikut balik, Al?"

Alvino menoleh pada Voy. "Ada, tapi besok baru masuk. Kenapa?"

Voy mengangkat bahu. "Siapa tahu saja Nav ingin menemuinya sebelum dia resmi menjadi istri orang," ucapnya yang membuat sebuah supit melayang ke arahnya.

"Tunangannya jauh lebih keren dari Nav. Jadi aku menolak!" jawab Alvino yang langsung mendapat protes dari Nav.

Voy menghela nafas lega. Matanya melirik sekilas pada Ren yang sudah berlalu meninggalkan meja mereka. Untung Alvino mudah di alihkan perhatiannya. Tanpa menyadari seringaian pemuda di sampingnya yang menatap lurus pada Arveann yang tengah berdebat dengan Fanisha.

Dalam hati Alvino tertawa. Voy terlalu berpikiran jauh. Apa dia pikir Alvino akan menerkam gadis itu? Kenapa Voy berusaha menjauhkannya dari jangkauan Alvin? Dia kan hanya penasaran dengan cewek yang bisa membuat Rissa merasa kehilangan ketenangannya. Dan rasa penasaran itu bertambah karena tindakan Voy yang berusaha melindungi cewek itu.

.

bersambung

.

Part ini aku tambahkan satu pengacau lagi. dia hanya teman SMP Rissa, sekaligus Oom dari salah satu cewek yag pernah deket sama Nav. Perannya penting atau nggak, itu belum terpikir. Hanya saja karena judulnya saja Teman dari Mantan, jadi tentu saja teman-teman Nav akan mengacau di cerita ini. hehehe...

see ya!

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

18.3K 2.6K 29
Berkisah tentang kakak beradik yang terlibat hubungan rumit dengan seorang pria. Syakila menyukai Athar. Athar mengincar Syakira. Syakira belum bi...
3.7M 75.5K 48
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...
423K 10.2K 29
Margo, gadis 18 tahun jatuh cinta pada seorang pria berusia 37 tahun. Tidak banyak yang bisa diharapkan dari seorang Margo. Ia hanya seorang gadis ya...
758K 9.9K 31
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...