MY EX-BOY'S FRIENDS

By TyaaaZ

40.5K 3.1K 566

Dijodohkan dengan mantan pacar, dan harus terlibat hubungan yang rumit dengan 'teman-teman' dari mantan pacar... More

1. putus
2. reason
3. ospek
5. A for Arveann
6. Gosip
7. say 'no!' to 'dijodohin!'
8. Pacar??
9. Navintar
10. Tanggung Jawab
11. Very Ordinary You
12. Arvin
13. SISI LAIN
14. (r)asa
15. Perubahan kecil
16. another feeling
17. Friend??
18. Menyerah
19. Voy-Ve-2Vin
20. Untitle feeling
21. Cemburu
22. Kesepakatan
23. Terungkap
24. Spesial
25. Pilihan
promo
26. Special Chapter

4. (Not) a Free Card

1.4K 115 4
By TyaaaZ

Eann merasa, nyawanya berkurang sedikit demi sedikit sejak menginjakkan kaki di kampus. Semua mata menatapnya dengan tatapan aneh. Iri, penasaran, benci. Entahlah, yang jelas aura di sekeliling Eann terasa mencekam.

"Mereka kenapa, sih?" gumamnya.

Dia belum punya teman sama sekali. Pertama, karena memang dia bukan cewek yang pandai mencari teman saat sekolah dulu. Karena baginya asal ada Fanisha dan Navin sudah cukup. Tapi sekarang mereka beda tingkat. Dan juga Eann baru saja kembali dari Solo. Jadi...

"Dug!" Eann menabrak punggung seseorang karena sibuk melamun.

"Sorry, aku..."

"Arveann?" ucap orang yang ia tabrak.

Mata Eann membulat lucu melihatnya. "Astaga! Ini buruk...," keluhnya. Tanpa menjawab sapaan orang itu, Eann berlalu meninggalkannya.

"Sombong sekali. Mentang mentang dia dapat kartu bebas dari kak Voy."

"Eh? Dari kakak senior yang keren itu?"

"Kalian bilang apa tadi?" tanya cowok yang Eann tabrak tadi.

"Kamu nggak tahu ya, Ren? Dia dapat kartu bebas hukuman hari ini. Tapi kemarin dia dikerjai habis-habisan."

"Besok pasti juga banyak senior yang ngerjain dia."

"Kasihan, ya! Kartu bebas apanya, itu cuman tipuan."

"Kak Voy cakep-cakep kejam!"

Ren berlari kecil mengejar Eann. Mengabaikan panggilan cewek-cewek yang bersamanya tadi. Dia sudah mendengar dari Carissa tentang kartu bebas itu. Sebenarnya kartu itu memang benar-benar untuk membebaskan seseorang dari hukuman. Tapi ada beberapa senior yang justru memanfaatkannya untuk hal lain. Mengerjai penerima kartu itu sebelum atau sesudah hari bebasnya, tiap kali ada sedikit saja kesalahan yang dia perbuat.

Mengingat betapa pedasnya ucapan Eann selama ini, Ren yakin, dia akan punya banyak musuh. Apalagi yang memberinya kartu bebas itu adalah Voy. Ren bukan tidak tahu, seberapa banyak penggemar pemuda itu. Belum termasuk Rissa dan Mayang.

Eann akan habis.

"Hei, Vean! Kenapa kamu ada di sini?"

Eann menoleh saat tiba-tiba Ren telah berada di sampingnya.

"Kamu nggak liat baju aku?" jawab Eann ketus.

Ren mendengus. "Maksudku, kamu nggak bilang akan masuk kampus ini. Apa kamu tahu aku mencarimu ke Solo?"

"Mencariku? Untuk apa? Bukannya kamu harusnya ke sana untuk nengokin kakak iparku?"

Ren nyengir mendengarnya. "Maksudku..., kamu kan biasanya ada di sana. Tapi..."

"Rumahku kan di sini, Ren. Nggak mungkin kan selamanya aku di Solo. Apalagi kak Dika udah ketemu. Dan udah mulai pulih juga."

Ren tak menyahut. Hanya tersenyum kecil, yang akhirnya mulai merekah dan menjadi tawa riang.

"Kamu kenapa? Kamu baik-baik saja, Ren?" Eann menyentuh dahi pemuda yang setahun lebih muda darinya itu.

Ren menarik tangan Eann di dahinya. "Untuk pertama kalinya kamu menyebut namaku. Biasanya kan kamu manggil aku 'bocah'. Padahal kita cuma terpaut 1 tahun."

Eann menarik tangannya yang Ren genggam dan menggunakannya untuk menjitak kepala cowok itu. Lalu meninggalkannya begitu saja.

"Aow! Hei, Arveann! Jadi intinya kamu udah nerima aku kan?!" Teriak Ren yang membuat semua mata memperhatikan mereka.

Langkah Eann terhenti. Lagi-lagi merasakan aura tak bersahabat di sekelilingnya. Sejak kemarin sebenarnya dia sudah berusaha menyembunyikan diri dari Ren. Sejak melihatnya naik ke podium sebagai mahasiswa baru dengan nilai tes masuk terbaik. Dan Eann baru tau kalau anak itu ternyata punya banyak penggemar.

Dari yang Eann dengar, banyak mahasiswi baru yang berasal dari sekolah yang sama dengannya. Dan alasan mereka kuliah di kampus itu adalah karena Ren.

"Hei! Arveann! Kenapa diam? Kamu nerima aku kan?!"

"Aish! Bocah itu!" Geram Eann seraya kembali ke arah Ren dan membungkam mulutnya sebelum dia sempat bicara.

"Empth...!"

"Kalo ngomong pikir dulu, bocah! Kamu membuat semua orang salah paham, bodoh!" omelnya kesal.

Ren mengangguk-angguk tanda mengerti. Lalu bernafas lega saat Eann melepas bungkamannya.

"Maaf..."

Eann berdecak. "Kamu terlalu banyak bilang maaf. Jangan buat kesalahan lagi agar tidak perlu bilang 'maaf' lagi!"

Ren terdiam.

Gadis itu belum sepenuhnya memaafkannya. Tapi, setidaknya sekarang Eann mau menanggapinya. Dia juga tak lagi mengungkit kesalahannya dulu.

"Aku tidak tahu kalian akrab?"

Ren dan Eann menoleh mendengar ucapan seseorang.

"Yo, Nav!"

"Aku senior kamu, Ren!"

"So what?" Jawab Ren asal.

Nav memutar mata jengah. Ren bukan jenis orang yang akan peduli pada aturan. Jadi sia-sia bicara padanya.

Eann memilih pergi dari pada berurusan dengan dua cowok yang telah mengukir luka di masa lalunya. Selain karena Eann masih butuh waktu untuk membuka lembaran baru hidupnya, juga karena dia masih sayang nyawa.

Setidaknya sampai masa OSPEK selesai.

"Kamu kenal Ren di mana?"

Eann merasa jantungnya nyaris copot karena kaget mendengar pertanyaan tiba-tiba itu. Dia sedang menjauh dari keramaian, agar tak memancing perhatian. Tapi sepertinya Nav selalu bisa mengendus keberadaannya. Sudah seperti anjing pelacak saja.

"Bukan urusan kamu," jawabnya tanpa menoleh.

Nav menggeram kesal. "Sudah makan siang?"

"Kantin penuh," ucapnya masih tanpa menoleh. Sibuk dengan novel barunya.

Nav merebut novel di tangan Eann dan berlalu begitu saja. Membuat Eann terpaksa mengejarnya untuk mengambil kembali bukunya.

"Navin! Balikin nggak novel aku?! Hei! Kamu denger nggak sih? Navin!" Teriak Eann pada mantan pacarnya yang justru membawa bukunya masuk ke sebuah kantin.

"Hai, Nav!" Panggil Martin yang sedang bersama Fanisha.

Nav melangkah menuju ke arah cowok itu lalu meletakkan novel Eann di sana.

"Fan, paksa dia makan," ucapnya seraya berbalik keluar dari kantin melewati Eann yang melangkah ke meja Martin.

Eann hanya berniat menggambil novelnya saja, tapi dengan cepat sepasang kekasih itu menangkap kedua tangannya dan memaksanya duduk.

"Apa sih, Fan!"

"Nggak denger tadi pangeran playboy bilang apa? Makan, hm?" Ucap Fanisha.

Sementara Martin sudah memesan semangkuk bakso untuknya.

"Putri jutek harus makan, biar kami nggak dimarahin sama pangeran playboy," ucap Martin geli.

"Cih! Sampai kapan kalian akan menjuluki kami begitu. Dia bukan pangeranku lagi, ingat?"

Martin dan Fanisha saling pandang. Lupa tentang hal sensitif itu.

"Siniin sambalnya!" Ucap Eann kemudian.

"Eh, Nav bisa ngomel seharian kalo kamu makan pake sambal sebanyak itu, Ve!"

Eann menodongkan sendoknya ke muka Fanisha. "Sebut nama dia lagi, aku doain kalian bubaran!" Ancamnya.

"Enak aja!" Protes Fanisha.

Martin tertawa senang. "Artinya kamu nggak mau putus dari aku kan, Yang?" Ucapnya Pede.

Eann terkikik sementara Fanisha mencubit lengan pacarnya dengan gemas. Tanpa menyadari beberapa meja dari mereka, sekumpulan senior memperhatikan Eann sejak dia memasuki kantin bersama Nav.

"Kemarin Voy, sekarang Nav? Sok cantik banget sih, tu cewek?"

"Aku dengar tadi pagi dia ngobrol sama Renaldy lho."

"Gila! Dia mau memonopoli semua cowok keren di kampus ini apa?"

"Kita kerjain aja, yuk! Gimana, May?"

Mayang meneguk teh botolnya tanpa mengalihkan tatapannya pada punggung Eann. Memikirkan cara mengerjai gadis itu tanpa melibatkan dirinya. Agar citranya tak berubah di mata Voy.

"Sini, deh!" Ucapnya memberi kode agar semua mendekat padanya, dan membisikkan rencananya.

"Eh? Kenapa Nav?" Protes temannya yang juga mantan gebetan Nav.

"Kamu pikir Voy akan melakukan hal itu? Dia bukan playboy kayak Navintar! Lagian cewek-cewek yang naksir pada Voy, nggak akan pernah melakukan hal buruk pada saingannya, karena mereka tau itu sia-sia."

"Bener kata Mayang, yang paling mudah diprovokasi emang mantan-mantan Nav yang masih ngarep sama dia. Kayak kamu. Hihihi..."

Anya, cewek yang hanya seminggu deket sama Nav itu tampak manyun. Sebelum akhirnya menyetujui usul Mayang untuk menjebak Nav dan Eann, dan menyebarkan beritanya untuk membuat semua cewek yang pernah dekat ataupun yang naksir pada Nav membenci junior mereka.

.
~my ex-boy's friend~
.

Eann menatap teman-teman sesama calon mahasiswa baru di kampus ini, yang tengah menjalani hukuman. Eann tidak tahu harus bersyukur atau menyesali kartu bebas yang dia miliki. Tadi seseorang yang bertanya yang mana senior yang bernama Laras, karena dia mesti menemuinya, pada Eann. Tapi seorang senior melihatnya dan menuduh mereka mengobrol saat kegiatan, dan menghukum teman Eann dua kali hukuman, karena Eann bebas hukuman hari ini. Dan itu membuat cewek bernama Kasih itu menatap benci padanya.

Great!

Sepertinya mereka sengaja membuat orang-orang membencinya.

"Arveann!"

"Ya, kak?" Eann menjawab spontan karena kaget tiba-tiba namanya dipanggil.

"Berikan ini pada kakak senior yang namanya Erlando, tanpa boleh bertanya pada siapa pun. Karena kamu bebas hukuman, bukan berarti bebas tugas kan? Jika sudah, minta tanda tangan di kartu kamu," Carissa, ketua panitia Ospek, yang baru kali ini Eann temui.

"Baik, kak," jawab Eann. Diam-diam mengagumi wajah anggun cewek yang Nav sukai. Dan Eann tahu, dia kalah jauh.

Eann berbalik pergi. Sementara Rissa menatap punggung gadis itu dengan sedikit rasa bersalah.

"Kak Rissa makasih, ya!" Anya melompat memeluk Rissa.

"Jangan berbuat keterlaluan, ya!" Pintanya.

Gadis itu mengacungkan jempolnya lalu berlari kecil ke arah Mayang dan membisikkan sesuatu padanya. Mayang tersenyum puas, lalu berlalu bersama Anya mengikuti Eann.

"Apa yang kamu liat?"

Rissa menoleh mendengar suara Voy. "Oh, anak-anak memintaku memberi tugas pada Eann, karena merasa sedikit nggak adil karena dia bebas hukuman seharian. Bahkan temannya harus melakukan dua kali hukuman karena dia."

Dahi Voy berkerut. "Benarkah? Lalu kalian memberikan tugas yang sebenarnya adalah hukuman padanya?"

Rissa meringis. "Bukan hal berat kok. Hanya memintanya mencari senior bernama Erlando. Sedikit susah sih, karena nggak ada yang menulis nama lengkap di ID card, tapi nggak berat kan?"

Voy tersenyum sambil mengacak rambut Rissa. Sepertinya memberi kartu bebas pada Eann memang keputusan terbodoh yang dia lakukan. Karena teman-temannya masih saja mengincarnya. Bahkan sengaja mencari-cari kesalahannya.

"Ohya, ide siapa tugas tadi?" Tanya Voy.

Rissa menoleh. "Kenapa?"

"Kalian lupa, Arveann akrab sama Martin, artinya besar kemungkinan dia satu SMA dengan Nav kan? Jadi dia pasti tau siapa Erlando."

Mata Rissa membulat. "Itu..., apa mereka merencanakan sesuatu?" tanyanya cemas.

Voy menggeleng. "Entahlah. Mungkin saja mereka tidak tahu soal hal itu dan berpikir Arveann tidak tahu nama lengkap Nav."

Rissa mendesah berat. "Semoga saja," ucapnya.

Sementara itu Eann berkeliling mencari Nav. Sedikit kesal karena dari sekian banyak nama senior, kenapa dia harus mencari Nav? Mereka pikir dia nggak tau nama lengkap Nav? Navintar Erlando. Bahkan sambil merem pun dia bisa menulis nama itu saking hafalnya. Dia mengenal pemuda itu hampir seumur hidupnya.

Eann mendengus saat melihat orang yang ia cari tengah dikerubuti beberapa calon juniornya. Eann tidak tahu, apa yang membuat semua cewek menyukai Nav. Termasuk dirinya.

"Navin!" Panggilnya yang membuat semua orang menoleh. "Maksudku kak Navin, kak Rissa memintaku memberikan surat ini pada kakak."

Navin menerima surat dari tangan Eann dengan dahi berkerut.

"Bukannya kamu punya kartu bebas? Kok bisa dihukum?"

Eann melirik cewek-cewek di sekitar Nav yang menatapnya. "Dia bilang itu tugas."

Nav tersenyum meremehkan. "Dan kamu percaya?" Tanyanya sambil membuka surat bersampul biru muda itu.

"Yang jelas aku sudah menjalankan tugasku. Tolong tanda tangannya, kak," ucap Eann sambil menyodorkan kartu tugasnya.

Nav masih menatap surat di tangannya lalu melipatnya kembali. "Bolpenku ketinggalan," ucapnya berbohong.

"Pakai bolpenku saja kak," usul salah satu cewek di dekatnya mendahului Eann.

Nav tersenyum. "Tidak bisa. Kan bolpen tiap senior berbeda warna, biar nggak ada yang curang."

Mereka mengangguk paham.

"Kalian cari kak Dafa. Minta tugas dari dia ya! Kak Dafa yang calon artis itu, lho!" usir Nav secara halus.

Cewek-cewek itu menjerit lebay. Mengucapkan terima kasih atas hukuman Nav yang menguntungkan untuk mereka. Lalu berlarian pergi.

"Ikut aku!" Nav menarik Eann ke ujung lorong yang sepi, lalu menunjukkan surat yang dibawa gadis itu.

Mata Eann membola membacanya. "What the...! Ini omong kosong! Sama sekali tidak mendidik!" Jeritnya frustasi.

Nav mendengus. "Kamu yakin ini dari Rissa? Dia bukan senior yang akan memberi tugas seperti itu."

"Itu memang darinya. Tapi mungkin saja tulisan orang lain. Sudahlah, tanda tangan saja dan abaikan perintahnya!"

"Bagaimana kalau ada mata-mata?" ucap Nav dengan seringaian nakalnya.

"Jangan bercanda! Kamu suka sama dia kan? Mungkin saja dia cuma ingin mengujimu saja."

Nav berpikir sejenak. "Mungkin saja. Tapi aku rasa itu memang bukan tulisan Rissa. Artinya ada yang ingin mengerjaimu. Aish, kamu ini memang magnet masalah, ya?!" Sindir Nav.

Eann melotot pada Nav. "Enak aja!" protesnya.

Pemuda di depannya terkekeh. Lalu melangkah mendekatinya. Menangkup wajah Eann dengan kedua tangannya.

"Apa?!" Bentak Eann menyembunyikan kegugupannya.

"Kamu kurusan," ucapnya. "Tapi terlihat lebih dewasa."

"Sebuah kenyataan pahit bisa mengubah seseorang, Navin."

Navintar terkesiap mendengar ucapan Eann. Merasa bersalah karena tak bersama gadis itu saat dia rapuh. Setidaknya sebagai teman.

Mayang mengambil foto mereka dari sudut yang meyakinkan. Mereka terlihat seperti berciuman. Sementara Anya mengepalkan tangannya kesal. Penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Mayang menolak mendekat karena takut ketahuan. Jadi mereka tak bisa mendengar pembicaraan mereka.

"Kalian ngapain?"

Kedua cewek itu tersentak. "Martin!" sentak keduanya.

"Engg,, nggak ngapa-ngapain kok," ucap Mayang seraya menarik Anya pergi.

Dahi Martin berkerut bingung. Lalu melongok mencari-cari apa yang barusan difoto oleh kedua cewek tadi. Mata sipitnya melebar saat melihat dua sosok yang ia kenal di ujung lorong.

Nav tidak tahu. Benar-benar tidak tahu. Kenapa dia melakukannya lagi. Bukankah jelas-jelas dia menyukai Rissa? Bukankah dia telah menegaskan pada bundanya kalau dia tidak lagi menyukai Eann sebagai seorang cewek. Tapi kenapa dia masih tidak suka Eann menyebut nama cowok lain?

Semenit sebelumnya...

Eann menepis tangan Nav. Membuat pemuda itu tersentak.

"Ohya..., kamu belum bilang, darimana kenal Ren. Dia tidak mudah akrab sama cewek. Tapi sepertinya dia baik sama kamu."

Eann tersenyum remeh. "Mungkin dia suka padaku."

"Apa?" Sentak Nav.

"Ren orang pertama yang menyapaku di kampus ini. Meski tidak seperti yang aku harapkan, tapi aku senang, setidaknya ada satu orang yang tidak membenciku. Saat ini satu teman saja cukup untukku dan itu adalah Ren."

Dada Nav sesak mendengarnya. "Kamu menyukainya?"

"Sedang aku pertimbangkan. Lagi pula Ren cukup keren. Kalau dia suka padaku, kenapa ti-"

Kalimat Eann terpotong saat tiba-tiba Nav membungkam mulutnya dengan bibir pemuda itu. Tidak! Bukan di bibir Eann, tapi hanya di sudut bibir gadis itu. Namun tetap saja hal itu mampu membuatnya membeku karena kaget.

Hanya sepersekian menit, sepelum Nav menjauhkan diri sembari mengambil kartu tugas Eann dan membubuhkan tanda tangannya.

"Ini!" ucapnya tanpa menatap gadis di depannya.

Eann tersentak. Merasa dipermainkan oleh pemuda itu. "Kamu!"

"Tugasmu mendapatkan ciumanku kan? Anggap sudah dilakukan."

Eann menampar pipi Nav. Untuk pertama kalinya, selama mereka putus-nyambung, Eann menampar pemuda itu. Selama ini dia hanya memakinya sambil menangis tiap kali Nav selingkuh dibelakangnya. Tapi kali ini lain. Eann bahkan merasa terluka tanpa Nav yang bermain hati di belakangnya.

"Untuk pertama dan terakhir kalinya aku minta sama kamu, Navin! Abaikan aku, dan pura-pura saja tidak mengenalku! Sekalipun aku jatuh tersungkur di depan matamu, jangan pernah lagi mengulurkan tanganmu padaku!"

Setelah mengucapkan itu, Eann langsung berbalik pergi. Bahkan tak melihat Martin yang terpaku melihat pertengkaran itu.

"Nav, kamu gila! Apa maumu sebenarnya?!"

Nav menoleh mendengar suara Martin. "Aku tidak tahu. Aku ingin dia menjauh dariku, tapi nyatanya aku tidak suka dia dekat dengan orang lain!"

"Kamu masih sayang sama dia Nav! Apa hal semudah itu saja kamu nggak ngerti?"

Nav menggeleng. "Aku suka sama Carissa! Kamu liat sendiri kan perjuanganku untuk mendekatinya? Aku hanya terlalu terbiasa bersama Eann. Itu saja!"

Martin menggeleng-gelengkan kepalanya. "Terserah kamu saja. Jika itu keputusanmu, maka menjauhlah dari Vean. Tutup mata dan telingamu apapun yang terjadi setelah ini. Aku yang akan melindunginya!"

"Apa maksudmu? Kamu mau duain sepupuku?!"

"Omong kosong! Kamu pikir aku cowok sepertimu?!" Teriak Martin kesal.

Hening. Keduanya terdiam untuk beberapa saat.

"Ada yang mengambil foto kalian. Aku tidak yakin, tapi tidak mungkin mereka melakukannya tanpa alasan. Jadi jika itu jadi masalah setelah ini, pura-pura saja tidak tahu. Jangan membuatnya berharap lagi padamu."

Martin melangkah mundur, sebelum akhirnya berbalik pergi. Meninggalkan Navintar yang kehilangan kata-kata.

Sial!

Padahal dia sudah menduganya. Ada yang ingin mengerjai Eann. Tapi mengapa dia mengabaikan kecurigaan itu? Mengapa dia melupakannya begitu saja? Martin benar. Eann akan terlibat masalah lagi setelah ini. Dan tanpa Free Card yang akan melindunginya. Tidak, bahkan kartu itu pun tidak akan berguna jika senior di luar panitia Ospek ikut bertindak.

Untuk pertama kalinya Nav menyesali keplayboyannya yang akan menyakiti Eann. Mengingat saat SMA dulu tak ada yang berani mengusik Eann. Karena mereka tau, Eann adalah pemilik sah hatinya. Tapi itu dulu.

.

Bersambung.

.

Continue Reading

You'll Also Like

164K 8.9K 18
"Aku tidak bohong. Hal itu juga yang menjadi pertanyaanku dari tadi. Kenapa aku tidak bisa membaca masa depanmu atau membaca apa yang ada difikiranmu...
1.8M 87.9K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
126K 5.1K 22
SEAN ALEXIS HERNANDEZ (35) Billionaire sekaligus Ceo ini terlahir tanpa kekurangan apapun, wajah tampan, kekayaan berlimpah, keluarga terpandang, dan...
940K 44K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...