Hidden Truth

By angelxs_

884K 70.3K 2.9K

"We all have secrets we'll never tell anyone." ••• Kiara trauma akan acara ulang tahun. Ada sebuah kejadian d... More

• prolog •
• satu •
• dua •
• tiga •
• empat •
• lima •
• enam •
• tujuh •
• delapan •
• sembilan •
• sepuluh •
• sebelas •
• dua belas •
• tiga belas •
• empat belas •
• enam belas •
• tujuh belas •
• delapan belas •
• sembilan belas •
• dua puluh •
• dua puluh satu •
• dua puluh dua •
• dua puluh tiga •
• dua puluh empat •
• dua puluh lima •
• dua puluh enam •
• dua puluh tujuh •
• dua puluh delapan •
• dua puluh sembilan •
• tiga puluh •
• tiga puluh satu •
• tiga puluh dua •
• tiga puluh tiga •
• tiga puluh empat •
• epilog •
Extra Part (Jaden & Violet)

• lima belas •

19.5K 1.6K 45
By angelxs_

Hari terus berlalu, berganti dengan bulan. Hubunganku dan Axel semakin akrab. Kami berdua juga sering pergi bersama. Tapi jika ditanya apa hubungan kami, kami pasti akan menjawab, "cuma temen kok." Memang itu kenyataannya.

Aku sendiri juga tidak tahu bagaimana perasaanku pada Axel. Ada waktu-waktu tertentu aku merasa ingin sekali berkata bahwa aku menyukainya. Tapi ada waktu lain dimana aku tidak ingin dia mengetahui bahwa aku menyukainya. Jadi, aku berniat untuk menyimpan semua perasaanku sampai aku tahu apa yang akan aku lakukan. Aku tidak mau dianggap sebagai cewek yang labil.

Tiba-tiba saja selembar amplop berwarna tosca ditaruh di atas mejaku. Aku mengangkat kepalaku untuk melihat siapa orang tersebut. Ternyata Sherin, perempuan cantik yang terkenal ramah di satu angkatan.

"Ini apa, Sher?" tanyaku sambil membuka amplop tersebut.

"Invitation birthday party gue. Dateng ya! Cowok lo juga gue undang kok," ucapnya dengan cengiran lebar.

Aku terdiam memandangi undangan yang kupegang. Mataku menelusuri seluruh kata-kata yang tertulis di undangan tersebut.

You are cordinally invited to
Sherin Pamela's
sweet seventeen birthday party

Floating Beach Restaurant
Sunday, 28 August 2016
6.00 PM
Dresscode: White

"Lo nggak papa?" tanya Sherin dengan khawatir. "Kok muka lo pucet sih? Sakit?"

Aku menggeleng dengan susah payah. "Nggak papa. Thank you ya udah undang gue," ucapku dengan senyum terpaksa.

Sherin menganggukkan kepalanya. "Oke! Jangan lupa dateng ya. Gue mau kasih undangan ke yang lain dulu," ucapnya sebelum berjalan ke arah murid-murid lain yang sedang berkumpul karena jam pelajaran yang kosong.

Aku menatapi undangan tersebut dengan perasaan campur aduk. Sweet seventeen birthday party. Pikiranku seakan-akan tertarik kembali ke kejadian tahun lalu. Keramaian yang ada dan tawa yang terdengar. Semuanya terasa sempurna sampai Ray datang dan merusak semuanya,

"Ra? Lo nggak papa?" tanya Elena yang baru saja kembali dari toilet bersama Violet. Aku memang sedang malas untuk berjalan kemana-mana sehingga aku tidak mengikuti mereka ke toilet.

Violet ikut menatapku dengan bingung. "Kenapa lo? Kok pucet sih?"

Aku mengangkat undangan yang sedaritadi kupegang. Mereka berdua menatap undangan tersebut lalu menganggukkan kepala secara bersamaan. Memang aku sudah pernah memberitahu mereka bahwa aku benci pesta ulang tahun. Tapi aku tidak pernah memberitahu alasanku. Yang mereka tahu hanyalah aku anti dengan segala bentuk pesta.

"Pantesan," gumam mereka pelan.

"Tenang aja, kita berdua nggak bakal ikut juga kok," ucap Violet sambil tertawa. Sepertinya ia sudah tidak galau lagi seperti kemarin-kemarin.

Aku tersenyum tipis. "Nggak papa sih, kalian pergi aja. Ngapain sih ikut-ikutan nggak pergi ke pesta orang? Kan nggak enak," ucapku dengan lemah. Ini yang membuatku merasa bersalah. Mereka tidak pernah datang ke pesta ulangtahun manapun karena aku tidak datang. Mau seberapa keras aku memaksa mereka, mereka tetap bersikeras untuk tidak pergi.

"Ih, lo mah apaan sih. Kita kan kompak. Lo nggak ikut, kita nggak ikut," decak Elena.

Violet menganggukkan kepalanya tanda ia setuju. "Bener tuh. Nanti kita tinggal bilang kita nggak bisa. Tapi tetep kasih hadiah kayak biasa."

"Makasih ya, guys. Sorry gue ngerepotin," ucapku dengan tidak enak. Walau sudah berkali-kali, tetap saja perasaan bersalah itu selalu ada.

Violet mengibaskan tangannya di udara dan berkata, "Ah, santai ajalah. Cuma inget ya, lo kapan-kapan mesti cerita ke kita kenapa lo benci ulangtahun."

Aku tertawa pelan dan mengacungkan jempolku dengan mantap. "Siap, tenang aja. Gue pasti bakal cerita kalau udah waktunya."

"Oke. Eh, eh, minggir, minggir. Pangerannya dateng," ucap Elena sambil menarik tangan Violet untuk menjauhi mejaku.

Axel yang baru datang menatap mereka berdua dengan heran. "Lo berdua ngapain?"

Elena dan Violet tertawa mendengar pertanyaan Axel. "Nggak papa. Lagi kasih jalan buat lo."

"Buat apaan?"

"Buat ketemu si Ratu Dingin yang sudah tobat," sahut Elena sambil tertawa geli bersama Violet.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku melihat tingkah kedua sahabatku. "Udah, sana pergi. Jangan dengerin mereka ngomong tau, Xel. Nggak jelas."

Violet mencibir. "Dasar. Yaudah, pergi aja kita kemana gitu. Jangan gangguin mereka pacaran."

"WOI," teriakku begitu mendengar perkataan Violet. "Jangan fitnah ya."

Violet menjulurkan lidahnya sebelum berkata, "nggak peka lo!" Lalu, ia menarik tangan Elena untuk pergi dari hadapanku dan Axel.

"Dia ngomong apaan sih?" tanyaku dengan heran sambil membiarkan Axel lewat untuk duduk di kursinya. Axel hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Lo tau ya maksudnya? Kasih tau gue dong," pintaku dengan nada memohon.

Axel terkekeh pelan. "Nggak. Lo belom siap buat tau."

"Emang gue beneran nggak peka ya, Xel?" tanyaku dengan serius.

"Nggak tau juga, Ra. Lo ngerasa lo peka nggak?" Aku mengangguk dengan percaya diri.

Axel tersenyum geli. "Berarti cuma ada satu hal yang lo nggak peka."

"Apa?" Aku mengangkat sebelah alisku dan menatapnya dengan penasaran.

"Perasaan gue," jawabnya dengan nada humor.

"Yeh, bercanda mulu." Aku mengerucutkan bibirku dengan sebal dan memukul pundaknya pelan.

"Seriusan kok. Tapi kan lo nggak peka, yaudah nggak usah dihirauin," ucap Axel sambil membuka amplop yang sama persis dengan yang aku dapat tadi. "Ini apaan sih?"

"Undangan birthday party Sherin," jawabku pelan.

Axel mengangguk-anggukkan kepalanya sambil membaca tulisan yang ada di undangan tersebut. "Mau bareng nggak perginya?"

Aku hanya menggeleng.

"Oh, lo sama Elena sama Violet?"

Aku lagi-lagi menggeleng. Ia kemudian menatapku dengan bingung. "Maksudnya? Terus lo pergi sama siapa?"

"Gue nggak pergi," jawabku seadanya.

"Loh? Kenapa?"

Aku berdeham sekilas sebelum menjawab, "gue nggak suka pesta ulang tahun."

Ekspresi wajah Axel terlihat semakin bingung. "Gue nggak ngerti."

"Pokoknya gue benci ulangtahun. Titik," ucapku lagi dengan nada final.

Axel menurut. "Oke, gue juga nggak pergi kalau gitu."

Kedua mataku refleks melebar. Apa maksudnya? "Ih, kenapa? Pergi aja tuh sama temen-temen lo rame-rame."

"Gue mau temenin lo aja. Nggak seru nggak ada lo."

Aku terkekeh pelan, tidak percaya dengan apa yang ia baru bicarakan. "Mau sok-sokan setia kawan lo ya."

"Enak aja!" sela Axel dengan cepat. "Gue kan emang setia kawan."

"Kayak lo ngerti aja arti kata setia," ucapku sambil tertawa.

"Setia itu tindakan termahal yang nggak pernah bisa dibeli sama orang murahan," jawab Axel yang membuatku diam seribu bahasa.

Aku menatapnya dengan tidak percaya. "Weh, kok lo bisa sebijak itu?"

Axel mencibir. "Itu pendapat gue."

"Bener sih bener. Gue setuju."

"Axel gitu loh," balasnya dengan pede.

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku. "Xel, laper," rengekku sambil menarik-narik lengan seragamnya.

"Yaudah kita ke kantin," ucap Axel sambil bangkit dari posisinya.

"Emang bisa?" Aku mendongakkan kepalaku untuk menatapnya.

"Kenapa enggak? Kan guru-guru lagi rapat, Julian dia orang juga pasti ada di sana."

Seketika, senyuman langsung tercipta di wajahku. Akhirnya aku bisa makan. "Yaudah, yuk!"

Axel hanya tertawa dan berjalan mengikutiku menuju kantin. Benar saja apa yang ia katakan, kumpulan teman-teman Axel semuanya ada di kantin. Bahkan, Elena dan Violet juga berada di sini. Hanya saja mereka duduk di meja terpisah.

"Mau gabung aja nggak?" tanya Axel sambil menemaniku berjalan menghampiri Violet dan Elena.

"WOI, AXEL! SINI LO! PACARAN MULU. TEMEN DILUPAIN!" teriak Julian dengan heboh, membuat teman-temannya yang lain ikut tertawa.

Axel mendengus sebal di sampingku. "Dasar cowok gila. Udah, yuk ke tempat Violet sama Elena dulu."

"WOI GUE DIKACANGIN LAGI!" Julian kembali berteriak seakan urat malunya sudah putus.

"Astaga, Len, cowok lo sih keterlaluan," ucapku sambil tertawa dan duduk di samping Elena yang pipinya sudah memerah.

"Mau makan apa?" Axel menepuk pundakku.

Aku menoleh ke arahnya dan berpikir sejenak sebelum menjawab, "nasi goreng."

Axel mengangguk dan pergi untuk memesankan nasi goreng untukku. Saat aku kembali menatap kedua sahabatku, mereka berdua sudah terlebih dahulu menatapku dengan padangan aneh.

"Lo orang kenapa deh?" tanyaku dengan heran.

Elena menggelengkan kepalanya. "Axel bener-bener perduli banget ya sama lo. Bahkan, makan aja dia yang mau pesenin buat lo."

"Iya woi. Gila. Lo jangan sampe sia-siain dia deh," sahut Violet dengan serius.

Belum sempat aku membalas ucapan ngaco mereka, Axel sudah kembali menghampiriku. "Udah dipesen kok, udah dibayar juga. Ntar tinggal makan aja, oke?"

Aku mengangguk dan memberikan cengiran lebar. "Thankyou, Xel!"

"Xel, gue kok nggak dibeliin sih?" canda Elena.

"Oh, lo mau? Bentar." Lalu, ia menoleh ke arah kerumunan teman-temannya. "Julian! Mana yang namanya Julian!"

"Heh! Jangan, Xel!" pekik Elena dengan panik sambil memukul lengan Axel.

"Apa?" balas Julian dari arah sana.

"Ini nih Elena minta dibeliin makan. Lo peka dong, Jul!" ucap Axel lagi.

Lalu, Elena bangkit dari posisi duduknya. "Nggak kok nggak! Axel bohongan doang."

"Ah, masa? Jujur aja kali, Len. Gue pesenin deh. Lo mau makan apa?" tanya Julian sambil berjalan menghampiri meja kami. Elena langsung kembali duduk dengan canggung.

Hal ini sukses membuat aku, Violet dan Axel tertawa terpingkal-pingkal. Apalagi saat Elena menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Mereka berdua benar-benar menjadi tontonan murid-murid lain.

"Yaudah, gue ke sana ya, Ra. Gue tau lo laper tapi makannya pelan-pelan aja entar," pesan Axel dengan jahil.

Aku mendengus sebal. "Sialan lo."

"Yuk, Jul! Balik ke habitat." Axel menarik kerah seragam Julian dan menariknya ke arah teman-temannya.

Julian meronta-ronta minta dilepaskan sambil berteriak, "gue mau beliin makanan dulu buat Elena! Lepasin nggak?! Emang cuma lo doang yang boleh romantis? Gue juga mau!"

Dan aku kembali tertawa terpingkal-pingkal melihat adegan ini. "Aduh, Len, ini kenapa lucu banget."

"Iya, sumpah gue sampe nangis," sahut Violet sambil mengelap sudut matanya.

"Violet," panggil seseorang tiba-tiba, membuat yang dipanggil langsung berhenti tertawa.

Aku berbalik badan dan mendapati Jaden sedang berdiri menatap Violet. Lalu, aku kembali menatap Violet yang sekarang sudah menundukkan kepalanya. Sepertinya masalah mereka masih belum selesai.

"Boleh nggak kita ngomong?" tanya Jaden dengan nada datar.

Violet terdiam cukup lama. Kemudian ia mengangkat kepalanya untuk menatapku dan Elena. Raut wajahnya terlihat seperti meminta pendapat.

Aku menganggukkan kepalaku, mengisyaratkannya untuk pergi bersamanya. Mungkin ada hal penting yang harus diucapkan oleh Jaden. Tidak ada salahnya untuk mendengar apa yang ingin diucapkan Jaden, bukan?

"Oke," ucap Violet pelan sambil bangkit dari kursinya. Jaden mengisyaratkan Violet untuk berjalan terlebih dahulu. Lalu ia mengikuti dari belakang.

"Mesti ngerasa khawatir nggak kita?" tanya Elena begitu Violet dan Jaden sudah tidak terlihat lagi.

Aku mengangkat kedua bahuku. "Biarin aja. Siapa tau ada yang harus dibicarain."

"LEN! RA! Sini aja duduk bareng kita. Daripada cuma berduaan di sana." Teriakan Julian kembali terdengar, membuat kami berdua tertawa.

"Yaudah, yuk!" Aku berdiri dan berjalan menghampiri meja Axel dan teman-temannya bersama Elena.

Julian langsung mendorong teman yang sebelumnya duduk di sampingnya. "Lo tarik bangku lagi sana! Elena duduk di samping gue," perintahnya dengan cepat.

Temannya yang bernama Bonny itu pun menuruti permintaan Julian dan berdiri. Ia mempersilahkan Elena untuk duduk lalu menarik kursi lain untuk dirinya.

"Sini, duduk," ucap Axel yang rupanya sudah menarik kursi untukku di samping kursinya.

"Thankyou."

Axel kembali duduk di sampingku bersamaan dengan datangnya nasi gorengku. Akhirnya aku bisa mengisi perutku juga.

"Gue makan ya, guys," ucapku sambil mengambil garpu dan sendok.

"Iya, pelan-pelan ya makannya," ucap teman-teman Axel secara bersamaan. Rupanya mereka mendengar ucapan Axel tadi.

Aku tertawa dan mengangguk. "Oke. Tenang aja. Mau nggak?" tanyaku pada Axel.

"Nggak deh. Gue masih kenyang."

"Ah yakin?"

Ia terkekeh pelan. "Yakin. Udah, makan aja."

"Pacaran mulu lo berdua," sindir Julian.

Aku menoleh dan mendapati mereka semua menatapku dengan tatapan jahil. Pipiku mendadak langsung terasa panas karena ditatap oleh lima orang secara bersamaan.

"Iri aja lo, Jul!" balas Axel sambil tertawa.

Julian mendengus sebal. "Ngapain? Orang di samping gue juga ada," ucapnya sambil melingkarkan tangannya di bahu Elena, membuat pipi Elena memerah.

"Modus lo!" Bonny menjitak kepala Julian dengan pelan, membuat semua yang ada di meja ini tertawa.

Julian mengelus-elus kepalanya yang dijitak. "Sakit sialan! Ini temen lo, tau nggak?"

"Nggak," balas Bonny dengan enteng.

"Bilang aja lo pengen juga punya cewek," balas Julian dengan sebal. "Iya, nggak, Len?"

Elena yang ditanya hanya mengangkat kedua bahunya. "Gue nggak mau jadi PHO ah," balasnya yang disusul tawa semua orang.

Aku beberapa kali melirik ke arah pintu masuk kantin. Aku sudah selesai makan tetapi Violet dan Jaden belum juga kembali. Apa yang mereka bicarakan sebenarnya? Kenapa lama sekali? Apa Violet baik-baik saja?

"Tenang aja. Gue udah nasehatin Jaden kok. Dia nggak bakal nyakitin Violet lagi," ucap Axel seakan tahu apa yang aku pikirkan.

Aku menganggukkan kepalaku dan kembali fokus pada topik yang sedang dibicarakan. Aku hanya bisa berharap bahwa mereka berdua bisa menemukan jalan keluar yang baik untuk diri mereka masing-masing.

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 280K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
13.4K 4.3K 37
[Follow dulu baru bisa dibaca] ❝ Nggak ada persahabatan yang tulus antara cowok sama cewek. Pasti bakal ada salah satu atau malah dua-duanya saling j...
NEED HUGS By zts

Teen Fiction

245 78 12
Haii salam kenal... Kisah ini menceritakan tentang seorang gadis SMA yang harus menjalani kehidupannya yang menyakitkan, ia hampir putus asa namun di...
439K 31.2K 45
[ BOOK 1 ] Azrina Raziya Shazfa, perempuan yang dikenal sebagai 'The Queen of Tunas Bangsa' Siapa yang tidak mengetahuinya? Cantik, baik, sopan dan...