Aku dan Hujan

Autorstwa Shinyrainy

209K 10K 464

Aku curiga, jangan-jangan aku sudah mati makannya Regen tidak bisa melihatku bahkan sekadar menyadari keberad... Więcej

Prologue
[1]
[2] Welcome to OUR Home
[3] Dia Itu
[4] Jalan Pulang
[5] Selda Cs and Bian's Bro
[6] New Member
[7] It's About The Rain
[8] A Photo
[9] Bianicious
[10] Dancing in The Rain
[11] Home Sweet Home
[12] Dendam Masa Lalu
[13] Sisa-Sisa Persahabatan
[14] Intuisi
[15] Hugging
[16] Butterflies in My Stomach
[17] Sweet Chocolates
[18] Pernikahan Kak Tania
[19] Penuh Kejutan
[20] Kejutan Lainnya
[21] Heart(s)
[22] Luka
[23] Photograph
[24] The Fact
[25] Sing Along
[26] The Fate
[27] Kembali
[28] The Last Homework
[29] Prom Night
[30] One Last Cry
[31] It's Just About E and A
[32] Regan Is A Sweet Boy
[33] Another and Another
[34] A Day For Us
[35] Run Away
Epilogue
years later
Hello (lagi)
[PENGUMUMAN] Kalau Aku dan Hujan Terbit...

[36] Jatuh Seperti Hujan (Last)

5K 222 11
Autorstwa Shinyrainy

Agustus, 2016

"Dilla mana Dilla? Liat muka gue kenapa jadi gini aduuhh ya ampun"

Seseorang bernama Melody alias aku, terus mengumpat ini-itu sambil menunjuk-nunjuk mukanya sendiri. Menatap horror pantulan wajahku di cermin lantas mendesah dan mengumpat lagi.

Apa-apaan Dilla mendananiku jadi se-mencolok ini coba? Ah, aku 'kan bukan kelinci percobaan make-upnya dia.

Well, meskipun kakakku itu lebih jago dalam urusan yang satu ini, tetap saja aku lebih percaya hasil kerjaku sendiri.

Seperti kata Mama, aku, Melody, adalah gadis agak tomboy dengan hati melankolis.

Eh? Itu tidak begitu buruk 'kan?

"Apa yang salah lagi sih Dy?" Aira-yang hari ini terlihat begitu menawan dengan dress pinky selutut- melirikku sekilas lalu kembali membolak-balikkan majalah yang ada di tangannya. "Lo tuh, di pakein Lipstick salah, pake bulu mata susah, di bedakin mencak-mencak. Lo mau gue konde, Huh?"

"Muka gue! Aira., Muka gue!! Gue dandan sendiri aja ah"

"Masih baik Dilla mau ngedandanin lo. Emangnya lo mau, dimake up sama om setengah tante yang ngurusin kak Embun? Lo di pe-"

"Berisik lo. Dasar sahabat ngga guna! Kenapa sih, gue harus di pertemukan sama makhluk se absurd dan se nyebelin kayak Airana Karin. Rese!" cibirku kesal. Mencebikkan bibir ke arah Aira yang malah tersenyum mengejek.

Sudah satu tahun semenjak semuanya berlalu. Seperti kata Celine Dion. Life must go on. Tidak banyak yang berubah. Aku masih aku yang dulu. Yang suka coklat, krisan, dan Dora The Explorer. Yang berubah dari semuanya mungkin hanya situasi dan keadaan. Karena setiap detiknya, bumi bergerak lantas waktu melaju. Tidak ada yang tidak akan berubah di dunia ini, juga, hati.

Sudah satu tahun pula semenjak aku lari dari kenyataan. Meninggalkan apa yang waktu itu mungkin terlalu sakit untuk aku hadapi. Tapi toh kenyataanya sekarang aku di sini. Di satu tahun kemudian yang artinya, semua itu sudah aku langkahi jauh di belakang.

"Sttt ssstt, heh kunyuk bangun, ish ngelamun lagi. Mikirin apa sih lo Dy? Ini tuh, hari bahagianya kak Embun, lo juga mestinya bahagia dong" celetuk Aira membuat aku tersadar. Tersentak lebih tepatnya.

Aku lalu menundukkan kepala memandangi kaki telanjangku di atas karpet beludru kamar.

Pada kenyataannya, dalam waktu selama ini pun, seorang Melody Aristya Aeldra masih teringat dengan dia.

Dia yang satu tahun memaksa air mataku untuk tumpah, sekaligus membuatku belajar tentang hidup. Apakah dia akan datang ke sini? Entahlah. Aku tidak begitu yakin Regen akan datang ke pernikahan seseorang yang pernah ia sayangi setengah mati itu. Aku tidak berani menjamin.

Tapi bukankah ada Livia? Mereka sudah bertunangan meskipun dengan embel-embel 'perjodohan karena balas budi'. Tetap saja mereka sudah bertunangan, dan embel-embel itu jadi tidak berarti apa pun.

Aira menutup majalahnya dan menghampiriku ke meja rias. Ia mungkin tahu apa yang membuat aku linglung begini.

"Life is full of surprise. Kita nggak pernah tau apa yang akan terjadi di hidup kita kedepannya 'kan? Come on lah Dy, lo kan udah punya pangeran super sweet super cute super handsome kayak Regan. Masa lo ngehianatin dia gara-gara mikirin si super ice super annoying super fake kayak Regen sih? Ga terima" cerocos Aira, membuat aku balas terkekeh pelan dengan terpaksa.

Sudah satu tahun juga semenjak Regan Putra Pradipta mendeklarasikan diri sebagai seseorang yang akan selalu ada untukku. Sejak itu juga Regan tak pernah sekali pun ingkar janji. Dia benar-benar berhasil mengisi kekosongan di hatiku, sungguh. Membuat perban untuk menutupi luka-luka yang ada di sana. Meskipun aku tidak pernah meminta.

Aira tersenyum lebar sebelum akhirnya berderap mengambil tas tangannya di nakas tempat tidur. Melirik jam tangan.

"Kita harus berangkat sekarang karena gue nggak mau kelewatan sedetik pun resepsinya. Lo tau, gue nggak sabar mau ngeliat pangeran ganteng kayak kak Thom. Ya ampun Dy, dia pasti ganteng banget. Seandainya gue jadi kak Embun..."

"Tapi gue cuci muka dulu, ini-"

"Udah ayokk, lo udah cantik kok. Gue yakin Regan makin jatuh cinta"

***

The Rainstorm akan menjadi pengisi suara utama di resepsi pernikahan ini. Maksudnya, mereka akan menyanyikan lagu sepanjang acara.

Makanya Regan di sini. Bukannya ge-er atau apa, tapi Regan memang langsung tersenyum lebar ketika matanya menangkap aku memasuki gedung dengan gaun putih yang aku kenakan. Rambutku? Jangan tanya. Dilla sudah menjepitnya ke atas dengan jepitan berbentuk kristal-kristal yang membuatku berasa bawa batu di kepala. Ditambah high heels nyusahin ini.

Seandainya saja aku diizinkan memakai sandal Doraku saja.

"Mel!"

Aku tersentak, kemudian memutar badan menghadap sumber suara. Regan, cowok itu setengah berlari menghampriku dengan senyuman terukir di wajahnya.

Tuhan, seandainya saja aku bisa mengatur hati.

"Hey, kalian berdua aja? Pacar lo mana, Ra? Jojo mana?" Regan bertanya pada Aira yang berdiri di sampingku.

Aira balas mengendikkan bahu. "Jojo sibuk di Bandung, nggak sempet dateng" Jawabnya sekenanya.

Aira dan LDRnya.

Regan menganggu-angguk lalu mengedip beberapa kali pada Aira, entah apa artinya, lalu Aira nyengir lucu sebelum akhirnya melipir ke bagian dalam gedung.

Ah, kampret emang tuh anak. Aku mendengus dalam hati. Mereka pasti kode-kodean tuh, biar aku bisa dekat dengan Regan.

Aku mengalihkan perhatian pada seantero gedung tempat resepsi pernikahaan kak Embun dan kak Thom. Aku tahu Regan sedang memperhatikanku dengan senyum terukir di wajahnya.

Dan ini agak awkward sebetulnya.

"Gue nggak bisa berpaling dari lo. Gimana dong" Ucap Regan tiba-tiba. Membuatku refleks menoleh dan memukul lengan itu cukup keras.

"IH REGAN" ucapku serta merta. Sedetik kemudian, aku segera sadar apa yang aku lakukan barusan adalah ekspresi malu yang cukup berlebihan.

"Duh... sorry sorry" kataku, mengelus tangannya yang tadi kupukul.

Regan mencuri kesempatan dengan menangkap kedua legan atasku dan mencekalnya hingga aku sama sekali tidak bisa berkutik. Sejenak, ia memperhatikan wajahku. Tergugu, sementara aku sendiri menggerang-gerang kesal.

"ONCOM! Pacaran mulu lo. Cepet naik, kagak gue bagi honor tau rasa lo!"

Regan menoleh ke belakang di mana Awan memanggil-manggilnya dan teman-temannya yang lain menatapnya sebal. Cowok itu mendengus, berbisik pelan di telingaku sebelum akhirnya kembali ke panggung untuk menjadi gitaris.

"I will always here, don't leave kay?"

Dan hatiku detik itu juga mencelos. Apakah bisa, seperti ini? Apakah aku harus membohongi perasaanku sendiri dengan berkata, "I will never leave you, Regan" seakan aku memang sudah mencintai Regan melebihi rasa cintaku pada Regen?

Apa... tidak apa-apa?

Aku mengeleng pelan demi mengenyahkan semua pikiran yang membuat kepalaku pusing. Berbisik pelan dalam hati, Biarkan semuanya mengalir, biarkan dia turun seperti hujan, biakan takdir membawaku ke arus yang seharusnya.

Aku baru saja berbalik, hendak mencari teman laknatku yang bernama Aira, ketika ponselku menunjukkan satu notif personal chat entah dari siapa. Aku pun membukanya, dengan agak linglung lalu memasukkan lagi ponselku ke dalam tas tangan, tanpa membaca isi pesan itu.

Ketika tiba-tiba aku seperti menemukan sesuatu yang ganjal, aku cepat-cepat mengambilnya lagi dan membuka pesan itu.

Detik itu juga jantungku seakan turun ke kaki.

Pesan ini, dari seseorang yang menghilang setelah meninggalkan luka berkepanjangan.

***

Mata hitam itu masih sepeti dulu. Dalam, menenggelamkan, dan misterius. Sejujurnya, aku takut kembali ke sini. Melihat dia lagi dan saling bicara, ini masih terlalu aneh. Setiap detik yang berlalu, duduk berhadapan dengan Regen saat ini membuatku harus terus-menerus mengingatkan diri sendiri.

Regen tunangan Livia.

Regen tunangan Livia.

Satu tahun lalu, setelah aku 'berpura-pura' melepaskan semuanya, Regen dan Livia menghilang. Hanya Regan yang waktu itu mengejarku dan memberiku ketenangan, padahal jelas cowok itu tidak ada sangkut pautnya.

Sekarang, setelah satu tahun itu berlalu, Regen kembali. Tepat di hari pernikahan kak Embun, menghubungiku. Sumpah, aku penasaran apa cowok itu tahu mantannya sudah menikah sekarang.

"Jadi, apa kabar?" Regen membuka percakapan, aku memalingkan mata. Berusaha tersenyum seperti yang biasa kulakukan.

"Baik, as usually"

Regen hanya diam menerima tanggapan yang aku berikan. Tanggapan dingin itu. Yang tidak pernah Regen lihat sebelum ini.

"Lo nggak mau tau kabar gue? Hm?"

Napasku berhembus panjang sebelum akhirya menyerah dan menatap wajah Regen juga. Wajah itu mengingatkanku pada semua yang pernah terjadi di masa-masa SMA.

Manis pahitnya berjuang.

Setiap tawa, tangis, Regen mengajariku banyak selagi aku belajar. Regen penolongku, selamanya akan seperti itu meskipun aku selalu ditolak.

Meskipun Regen membenciku.

Aku baru akan membuka suara ketika cowok itu tiba-tiba menyela.

"Lo cantik Mel"

Dan itu cukup untuk mulutku bungkam. Seketika.

Sungguh aku tahu ini. Melambungkan setinggi langit lalu menempaskan ke dasar jurang. Apa memang harus selalu seperti itu?

Aku menegakkan duduk dan menatap Regen lamat-lamat. Mulutku masih terkatup sementara jutaan emosi bercampur baur di dalam benakku. Antara marah, ingin menangis, dan rasa lega karena bisa melihat Regen dan mendengar suaranya lagi.

"Gue ke sini mau minta maaf sama lo. Atas semuanya yang pernah gue lakuin"

Aku menunduk menatap jemari tanganku yang mengetuk ujung meja. Berpikir.

"Satu tahun ini, gue belajar. Kalau cinta nggak bisa dipaksain. Kayak hujan, dia jatuh ke tempat yang seharusnya dia jatuh. Nggak bisa diatur sesuai kemauan, dia yang lebih tau di mana tempatnya. Kita, manusia, cuma bisa nunggu dan berharap. Nggak punya kuasa apa pun"

Regen meraih mug moccanya dan menyesap minuman itu sejenak. Membuat aku menunggu kata-kata apa yang selanjutnya akan dikeluarkan cowok itu.

"Itu juga yang terjadi antara gue sama Livia. Mau seberapa pun orang tua kami mengharapkan gue sama Livia bersatu, kita tetep nggak bisa. Hati gue nggak bisa dipaksa jatuh di Livia, sama kayak hati Livia nggak bisa dipaksa jatuh di gue-"

"Sama kayak hati lo yang nggak bisa dipaksa jatuh di gue"

Aku tersenyum getir setelah mengucapkan kata-kata itu. Kisah cinta yang ironis, hm? Mencintai seseorang yang tidak pernah bisa kamu miliki adalah kisah cinta paling nyata sekaligus ironis. Memang.

Regen menghela napas, tanpa disangka mengangguk.

"Sama kayak gue yang nggak bisa maksa hati lo untuk berhenti jatuh di gue. Mel, kalo sekarang gue bilang hati gue udah jatuh di lo.." Aku refleks megangkat wajah. Apa? dia bilang apa tadi? "Lo mau, kita jatuh bareng-bareng?"

Paru-paruku mendadak sesak mendengar perkataan itu. Aku merasa udara di sekelilingku tiba-tiba menghilang seiring tatapannya. Kenapa baru sekarang? Setelah semuanya berubah dan luka-luka di hatiku perlahan sembuh. Kenapa baru sekarang?

Akhirnya, aku hanya menarik napas dalam-dalam untuk menstabilkan luapan campur aduk emosi yang membuat pening kepalaku. Tersenyum kecil. Kelu.

"Lo salah Reg. Lo nggak perlu capek-capek maksa hati gue untuk berhenti jatuh. Karena dia emang udah lama berhenti. Lo yang bikin dia berhenti tanpa lo sadarin" Aku mengambil tas tanganku yang tergantung di kursi, lantas menyampirkannya di bahu.

Segala perjuangan panjangku, apakah Regen menganggapnya serendah itu? Dia pikir, aku mencintainya berarti aku mau saja dipermainkan dia? Huh?

Dipermainkan penyesalan sementaranya karena telah membuatku hampir gila.

Apakah itu, yang dia sebut cinta?

Aku menelan semua caci makiku dalam-dalam sebelum akhirnya bangkit dari kursi, berniat pergi..

"Untuk semua yang udah lo lakuin, gue udah maafin sebelum lo minta. Dan... untuk semua yang udah lo ajarin ke gue, makasih. Gue balik dulu"

Dan ketika aku berbalik, air mata itu meluruh. Turun, berganti dengan rasa sakit di dada yang datang begitu menyesakkan.

***

A/n

Epilognya kupublish tanggal 31 yak. Anyway by the way busway *BHAY* Menurut kalian ini endingnya gimana? Apakah sad seperti cerita sebelah? Ataukah semua hanya kamuflase, alias bakalan happy ending?

Kira-kira perkataannya Kimmy ke Melody waktu itu bener gak yeehh...

A
29/7/16

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

8.7K 997 14
Katanya... cantik gak selalu tentang fisik, tapi nyatanya? • Cover by canva
32K 6.2K 31
[SUDAH TERBIT - TEEN FICTION] Menyimpan sebuah kilasan waktu dalam memori, yang tak pernah luruh bersama detik. Membawa kotak keabadian atas pertemua...
824 274 12
Original story. Apa artinya menunggu? Jika hanya ketidakpastian berujung kenyataan pahit yang menungguku. Bukankah kamu telah berjanji menjadi langi...
1K 229 49
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [TAMAT] Masa remaja tidak selalu Indah, dan menjadi dewasa tidak seistimewa yang dibayangkan. Aku pernah sangat terpuruk d...