Winterherz

By teenfriens

22.4K 3.3K 1K

Caliandra Renaya hanyalah remaja biasa seperti yang lainnya. Mungkin yang membuat ia terlihat menonjol, karen... More

Prolog
E I N S
D R E I
V I E R
F Ü N F
S E C H S
S I E B E N
A C H T
N E U N
Z E H N
E L F
Z W Ö L F
D R E I Z E H N
V I E R Z E H N
F Ü N F Z E H N
S E C H Z E H N
S I E B Z E H N
A C H T Z E H N
N E U N Z E H N
Z W A N Z I G
E I N UND Z W A N Z I G
Z W E I UND Z W A N Z I G
D R E I UND Z W A N Z I G

Z W E I

1.5K 300 113
By teenfriens

Sebaik-baiknya kesabaran adalah saat engkau diam, padahal emosimu sedang meronta
ingin di dengarkan.
Dan sebaik-baiknya kekuatan adalah ketika engkau memilih tersenyum.
Padahal ada air mata yang sejak tadi tak mau dibendung.

------------------------------

Saat aku hendak berjalan menuju kearah Darren dan gadis yang kuyakini bernama Calianda, tiba-tiba seseorang menahan lenganku.

"Eh Cal lo mau kemana? Mau ninggalin gue ya? Tega!" kata Eireen dengan kedua tangan yang sedang memegang dua piring nasi goreng dan mengangsurkan salah satunya ke arahku.

"Eh ya ampun, sorry-sorry aku lupa," kataku dengan tampang menyesal karena tadi aku memang melupakan keberadaannya.

"Huh lu kata gue Super Junior," katanya seraya berjalan didepanku.

Aku hanya berjalan saja mengikuti langkah kakiknya, namun mata dan pikiranku tidak lepas dari sepasang manusia yang sedang bercengkrama dengan akrab, uhm namun kata mesra sepertinya lebih tepat menggambarkan keadaan mereka sekarang ini. Aku hanya bisa tersenyum masam dan menghembuskan nafas berat beberapa kali.

"Ehm Cal, gue tau apa yang ada di pikiran lo daritadi. Gue sebagai sahabat lo, cuma bisa ngasih semangat aja buat lo, sebenarnya gue pengen banget elo jauh-jauh dari Darren tapi gue udah sahabatan sama lo dari kecil, gue udah kenal lo luar dalam dan kalo gue maksain kehendak gue buat nyuruh lo ngejauhin Darren gue tau itu sama aja ngedorong lo kedalam jurang yang paling dalam, karena gue tau bahagia lo saat ini itu sama dia walaupun dia cuma ngelakuin hal sepele yang sebenarnya menurut gue nggak berarti apa-apa tapi gue tau buat lo itu berarti banget. Makanya selagi lo masih sanggup, Perjuangin dia. Dan kalo emang lo udah sampe di batasnya gue cuma berharap bahwa pada akhirnya lo bakalan dapat akhir bahagia lo, lo tau kan gue sayang banget sama lo? So, keep smile darl you're the strong girl. Gue bakalan selalu ada disisi lo kapanpun lo butuh gue," Kata-kata Eireen membuatku termenung dan menatapnya antara speechles dan terharu.

"Ya ampun Reen, aku udah nggak tau mesti ngomong apalagi, tapi makasih. Makasih banget, kamu slalu ada disamping aku, kamu slalu ngedukung apapun yang aku lakuin kamu nggak pernah ninggalin aku dan, dan kamu bikin aku speechles banget. Astaga, aku cuma mau bilang aku juga sayanggggg banget nget nget sama kamu," balasku setelah beberapa detik mencerna ucapannya tadi.

Kalau tidak ada meja yang menghalangi kami berdua, rasanya aku ingin berlari menerjangnya dan memeluknya sekuat tenaga. Walaupun kadang Eireen terkesan cuek dan dingin, tapi dia slalu mengerti aku, dia selalu peduli terhadap perasaanku.

Dia adalah hadiah paling indah yang Tuhan berikan dalam hidupku selain kedua orang tuaku yang slalu menyayangiku, aku juga punya sahabat yang hebat yang slalu ada disisiku.

"Yaudah makan gih, tadi katanya udah laper banget kok malah jadi mellow gini," kataku dan seakan tersadar dia langsung memakan makanannya seperti orang yang tidak makan berhari-hari. Sepertinya aku harus merukiyahnya.

-------------------

"Huah, terima kasih ya Tuhan udah kenyang banget ini. Akhirnya cacing-cacingnya udah nggak demo lagi hihi," kata Eireen seraya mengusap-ngusap perut buncitnya, Eh ngga deng.

"Cal!" Ucap suara dingin yang menghentikan niatku untuk menimpali perkataan absurd Eireen. Dan aku sudah tau dengan pasti siapa pemilik suara dingin tersebut.

"Eh iya? Ada apa Ren?" Kataku sambil membalikkan badan menatap kedua mata indahnya yang selalu datar tanpa ekspresi.

"Sebentar, gue nggak bisa nganterin lo pulang," katanya dan berlalu begitu saja.

Ya selalu seperti itu, dia bahkan tidak perna menanyakan kabarku bahkan sekedar berkata hai saja TIDAK PERNAH. Dan, aku sudah terbiasa dengan hal itu.

"Yang sabar ya Cal." Eireen menepuk-nepuk pundakku dan menggandeng tanganku menuju kelas kami.

KRINGGGGGG!!! 


Bell panjang sekolah terdengar yang menandakan sudah waktunya untuk pulang. Aku segera membereskan semua buku buku yang berseran di atas meja dan memasukkannya kedalam tas-ku.

"Eh Cal, gue denger-denger nih si cinta pertamanya Darren udah balik ya, waduh siap-siap aja lo di depak, lo kan cuma P.E.N.G.G.A.N.T.I Darren doang, oops." Kalimat tersebut membuatku seperti disambar petir disiang bolong, apalagi penekanan terhadap kata pengganti.

"Woy Mak Lampir, ngomong apa lo barusan? Ha? Bosan hidup ya lo." Tiba-tiba saja Eireen sudah berada di depanku dan badanku terhuyung kebelakang.

"Apa kata lo? Mak Lampir? Ngaca woy ngaca!" Balas Aletha yang tidak terima disebut Mak Lampir.

"Dih situ aja yang ngaca, lo selalu bawa kan kaca ajaib lo itu. Lah masih nggak nyadar-nyadar juga situ, hiii." Eireen memandang Aletha dengan pandangan meremehkan yang terlihat sangat menyebalkan.

"Lo tuh ya, ikut campur aja urusan orang pantesan lo nggak laku!"

"Terus situ nggak ngerasa ya? Lagian emang lu laku? Perasaan sesama jones diem aja deh." Skakmat. Aletha hanya bisa terdiam di tempatnya dengan wajah merah padam menahan malu dan segera berlari keluar kelas.

"Duh Cal nggak usah di dengerin deh tuh si Mak Lampir, lo tau sendiri kan dia itu fans nomor satu cowok lo dan dia itu cuma ngiri aja sama lo."

"Yap, lagian aku nggak mikirin itu kok woles aja keles," balasku dan berkedip genit kearahnya dan membuat dia berjengit jijik.

Walaupun aku berusaha keras untuk menganggap perkataan Aletha hanya sebagai angin lalu. Tapi entah mengapa pikiranku selalu mengkhianatiku, perkataan Aletha terus terngiang-ngiang di kepalaku bagaikan kaset rusak. Dan itu membuatku sangat tidak nyaman.

Saat ini aku sedang berjalan bersama Eireen menuju parkiran. Ya hari ini aku pulang bersama dengan Eireen. Sudah hampir setahun aku tidak pulang bersama dengan Eireen, karena biasanya Darren yang akan mengantarkanku.

"Hai Cal. Tumben sama Eireen, Darrennya mana?" Tanya seorang pria yang ternyata adalah Philo, ketua kelasku.

"Oh Hai Philo, iya Darrennya nggak bisa nganterin pulang"

"Ohhhh." Ia ber-oh ria sambil mengangguk-nganggukan kepalanya 

"Kalo gitu bareng gue aja yuk rumah kita kan searah, gimana?" katanya melanjutkan perkataannya.

"Ah itu ehm gak usah deh, aku biar bareng Eireen aja sekalian mau mampir ke rumahnya," kataku berusaha menolak sehalus mungkin.

"Loh emang lo mau mampir ke rum-- Aw Caliandra Renaya! Lo apa-apaan sih," katanya menatapku dengan tatapan sengitnya karena aku menginjak kakinya dan sepertinya aku menginjaknya terlalu kuat. Aku hanya membalas pandangannya dengan pelototan mataku.

"Dih kamu kali yang lupa aku kan tadi udah bilang mau mampir dulu," kataku sambil mengedip-ngedipkan mata agar ia mengerti maksudku.

"Ohhh, iya dia mau mampir dulu ke rumah gue," katanya dengan suara menyindir.

"Oh jadi gitu ya, yaudah lain kali harus mau loh. Yaudah gue balik duluan ya, see you," katanya sambil mengedipkan matanya yang terkesan sedang menggodaku, atau memang dia sedang menggodaku? Ah entahlah.

"Iya sorry banget ya. Oke pasti, see you," kataku melambaikan tangan kearahnya dan memberikan senyuman manis, karena merasa tidak enak telah menolak ajakannya.

Saat Philo sudah menjalankan mobilnya melewati aku dan Eireen disertai dengan klakson mobil yang ditujukan kepada kami berdua, Aku pun memasuki mobil Eireen.

"Lo kenapa deh Cal, kok nolak ajakannya Philo sih, pake boong segala lagi."

"Ya gimana ya nggak enak aja gitu, aku kan udah punya pacar nggak enak lah dianterin sama cowok lain," balasku sambil memakai sabuk pengaman.

"Ye, kayak si dia peduli aja lo dianterin sama cowok lain." Kata-kata Eireen langsung membuatku termenung.

"Eh-eh, ya ampun bukan gitu maksud gue Cal, duh ni mulut kok nggak bisa di rem sih. Astaga astaga, bukan gitu kok maksud gue maafin gue." Eireen memukul-mukul bibirnya dan terus meminta maaf kepadaku dengan raut menyesal.

"Eh iya nggak papa kok," kata-ku dan tersenyum kearahnya.

"Yang bener? lo nggak marah kan? gue nggak ada maksud ngomong gitu."

"Iya iya, jalan gih," kataku akhirnya yang membuat ia segera menjalankan mobilnya meninggalkan pelataran parkir sekolah kami.

Ya mungkin memang benar, sepertinya apapun yang aku lakukan Darren tidak akan peduli dan dengan bodohnya, aku merasa bahwa ia akan marah melihatku bersama pria lain. Yah, kau terlalu naif Caliandra.

Namun disisi lain, selepas perginya mobil yang membawa Caliandra, seseorang sedang menahan amarahnya terlihat dari tangannya yang mengepal dan rahangnya yang mengeras.

Ia merasakan emosi yang sebelumnya tidak pernah dirasakannya terhadap keakraban sepasang dua anak manusia tadi, apalagi melihat senyuman gadis tadi yang biasanya hanya diberikan kepadanya tapi kini dibagi kepada pria lain dan rasanya ia ingin mencongkel kedua mata pria itu yang lancangnya melihat senyuman indah gadis tersebut.

Dan perasaan macam apa yang dirasakannya saat ini? Mengapa ia harus marah? Mengapa ia harus emosi seperti ini? Tidak mungkin ini yang dinamakan cemburu, mana mungkin aku cemburu- ucapnya meyakinkan dirinya sendiri. Namun, bukankah wajar jika kau cemburu? Hei bung dia itu pacarmu! Suara seseorang menggema di dalam kepalanya, membuatnya memejamkan matanya berusaha menampik hal tersebut.

Tidak, tidak mungkin, aku tidak memiliki perasaan walaupun dia pacarku, katakan aku jahat tapi aku tidak munafik bahwa dia hanya kujadikan pengganti karena sangat mirip dengan gadis masa kecilku yang telah kembali-Ucap Darren meyakinkan dirinya.

Ah, gadis kecilnya telah kembali, lalu bukankah ia harusnya merasa senang, karena ia bisa kembali kepada gadisnya. Tapi, kenapa ia malah merasa tidak rela? Mengapa ia merasa berat melepas gadis mungilnya? Ah, apakah aku baru saja menyebutnya gadis mungilku? Sepertinya ada yang salah dengan pikiranku atau hatiku?

Sepertinya ada sebongkah es kecil yang tanpa disadari sedikit demi sedikit mulai mencair. Dan dlsiapa yang bisa menjamin bahwa bongkahan es itu akan selamanya tetap membeku? Tidak, tidak ada satupun yang dapat menjaminnya. Bahkan, jauh didalam lubuk hati paling kecil sang empunya pun mulai menyadarinya.

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 55.6K 25
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
562K 21.3K 35
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
2.7M 132K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
1.1M 43.1K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...