Traveller Couple ( Complete ✔)

By brinayunio

199K 15K 226

Perjalanan seorang wanita lajang yang putus asa oleh cintanya. Bertemu seorang pria lajang yang berusaha meny... More

Traveller Couple
"Plan To Go"
"England Here I Come"
"This is London"
"Explore London"
"Last Day in London"
"Bonjour Paris"
"Eifel I'm In Love"
"Romantico Venice"
"Si, ti amo 1"
"Si, ti amo 2"
"Pain in Spain"
"He"
"Explore The Past"
"One More Night"
"Her Shadow"
"Finally Found You"
Extra Part : "Travelmoon"
Extra Part : "Paradise"

"Broken Heart"

7.9K 648 6
By brinayunio

Dira berjalan gontai di keramaian bandara. Setengah jam lalu gadis itu baru tiba di tanah air. Raut wajahnya kusut, berjalan tanpa tenaga. Tidak ada Dira yang selalu percaya diri dan riang. Saat ini Ia patah hati. Tidak sampai satu bulan, dua kali sudah gadis itu ditinggalkan.

Dari kejauhan Rian, sahabatnya dapat melihat Dira. Lelaki itu melambaikan tangan agar terlihat di kerumunan, tapi malah diacuhkan. Gadis itu melihat sahabatnya, tapi malas untuk membalas lambaian tangan.

"lemes banget lo, Dir," ucap Rian. Lelaki itu segera mengambil alih carrier yang diseret sahabatnya.

"Jangan banyak tanya," Dira cemberut sambil menatap kosong parkiran.

Rian menurut saja. Beruntung hari ini lelaki itu tidak punya jam mengajar, jadi bisa menjemput sahabatnya. Kemarin Dira mengirim pesan minta tolong jemput di bandara, karena Cacha sibuk, dan Zi masih di luar negeri. Sedangkan gadis itu tidak mau anggota keluarganya yang datang.

"Ke apartemen atau rumah?" tanya Rian ketika mereka sudah di mobil.

Dira menatap sahabatnya sendu, "aku nggak mau sendiri. Numpang di rumah kamu boleh?"

Rian menghela napas, melihat sahabatnya yang sekarang seperti mayat hidup. Pikirnya gadis itu bisa senang setelah berlibur. Tapi malah semakin sedih. Hilang ketegarannya menghadapi masalah.

Selama perjalanan, Dira tertidur. Ia lelah, kemarin seharian menangis di kamar hotel sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang. Gadis itu tidak sanggup lagi bepergian sendiri. Takut tiap langkahnya akan teringat Revan. Lelaki sialan yang dalam sekejap menjungkir balikkan hidupnya.

Rian yang baik memarkir mobil di depan rumah minimalis. Seorang wanita yang menggendong bayi satu bulan lebih, menyambut. Istri Rian itu hanya menatap suaminya, heran mengapa Dira ada bersamanya.

"Nanda, numpang dulu di rumah kamu ya. Aku nggak sanggup sendirian," ucap Dira. Gadis itu langsung masuk rumah sebelum pemiliknya. Bahkan dengan santai masuk ke kamar khusus tamu.

Dari dalam kamar Dira dapat perbincangan Rian dan Nanda. Suami istri itu bingung. Sampai malam tidak ada tanda dari Dira untuk keluar kamar.

"Bang, segitu parah ya patah hatinya Kak Dira? Emang dasar nggak tahu malu ya, mantan tunangannya," cerocos Cacha.

"Aku juga nhgak ngerti kenapa Dira malah tambah drop. Tapi kemarin Ghani ngirim email, katanya Dira pergi liburan bareng cowok," jelas Rian.

"Jadi yang selingkuh itu siapa? Kak Dira apa mantannya?" Nanda jadi bingung.

Tepat setelah itu, pintu kamar terbuka. Dira berdiri di ambang pintu dengan wajah berkaca-kaca. Gadis itu berlari memeluk Nanda sangat erat.

"Aku patah hati," Dira sesenggukan. "Bagaimana ini? Rasanya sakit banget," lanjut gadis itu.

Nanda membalas pelukan sahabat suaminya. Lalu menepuk pinggung gadis cantik itu. Bingung harus berkata apa. Pengalaman tentang patah hatinya tidak separah Dira. Sementara Rian mengedikkan bahu, bingung.

Setelah makan malam yang harus dipaksakan, Dira tertidur. Lelah, apalagi baru saja sampai dari perjalanan jauh. Gadis itu bahkan tertidur sambil masih menangis. Sebuah hal yang pantang bagi Dira, kini Ia rasakan. Menangisi lelaki. Rekor terbaru.

###

Seperti mayat hidup, Dira hanya diam dan sesekali menghela nafas. Tidak melakukan apa-apa. Sendirian di apartemennya. Tadi pagi Ia memutuskan untuk pergi dari rumah Rian. Tidak enak harus mengganggu sahabatnya. Jadi beginilah keadaan gadis itu. Mengenaskan.

Minuman bersoda dan cemilan berserakan di lantai. Selimut tergeletak tak beraturan. Televisi menyala dengan volume keras tapi Dira hanya diam. Padahal Ia sedang menonton program komedi.

Sudah sore, langit yang menguning terlihat jelas dari jendela apartemen Dira. Semakin dekat malam, gadis itu akan bertambah sedih hingga menangis.

"Dir!" Panggil gadis tomboy yang baru masuk ke apartemen. Terlarut dalam sedih, gadis itu tidak sadar sahabatnya datang.

Zi langsung duduk di sebelah gadis itu. Mengusap kepala Dira, tidak berkata apa-apa. Ia melepas jaket kulitnya, lalu memandang kekacauan ruangan. Tanpa banyak bicara, sahabat Dira itu mulai berbenah. Membersihkan remahan keripik, membuang sampah, melipat selimut, hingga memasak. Zi menghalau lelahnya yang baru saja sampai di tanah air.

"Lo makan dulu. Jangan sampai sakit. Bisa ngerepotin orang banyak nanti," ucap gadis tomboy itu.

Dira hanya menatap dengan memelas. Mata cokelatnya kembali berkaca-kaca. Membuat Zi jengah. Baru beberapa waktu lalu mereka bertemu di Spanyol dan sekarang keadaan Dira jauh berbeda.

"Lo mau nangis darah juga tetep aja sakit hati. Nggak bakal ilang. Ditinggal Deva lo baik-baik aja, masih bisa happy. Kok rapuh ditinggal Revan yang baru kenal?" Zi tidak habis pikir dengan jalan perasaan Dira.

"Sakit Zi, aku nggak mau patah hati," tangis gadis itu. Matanya kembali memerah. Zi memeluk sahabatnya, mungkin hal itu dapat menenangkan Dira.

"Gue bukan yang pengalaman masalah patah hati walau pernah tapi nggak parah. Cuma, hidup itu memang banyak masalah. Tapi bagaiamana menghadapi itu yang jadi tantangan. Cara pikir lo itu harus tetap konsisten. Nobody can hurt you. Always be happy and be positive thinking," nasihat Zi.

"Apa aku bisa?" Dira melepas pelukan dan menatap Zi.

"Lo bisa, karena lo cewek kuat. Kita the genks yang tahan banting," gadis tomboy itu menyemangati.

Perlahan kepercayaan diri Dira kembali tumbuh. Ya, buat apa menangisi lelaki yang bahkan baru dikenalnya. Pernikahannya batal saja, Ia santai. Kenapa harus hancur hanya karena orang asing.

"Ok, kamu benar. Cowok itu cuma orang asing yang nggak pantas ditangisi. Aku kuat dan nggak butuh laki-laki sialan tukang PHP," cerocos Dira.

"Good! Sekarang makan, karena gue juga laper dan lelah. Hari ini biar gue nemenin lo. Ok!" Zi tersenyum. Lega karena Dira bisa kembali bangkit dengan kata-katanya.

###

Berpijak pada tanah yang sama, bernaung langit yang juga sama, Revan menatap sendu Ayahnya. Satu-satunya orang tua yang dimiliki. Ia sebenarnya tidak ingin meninggalkan Dira begitu saja, tapi suara tangis dan panik adiknya membuat Revan tidak bisa berpikir jernih. Bisa saja lelaki itu mencari keberadaan Dira. Itu mudah, tapi juga takut jika kembali bertemu. Apa yang akan Ia katakan? Situasi mereka berbeda sekarang.

"Van, Papi belum sadar?" Vana masuk ke ruang perawatan.

"Belum. Dokter bilang mungkin sebentar lagi," Revan menenangkan adiknya. Padahal Ia tahu kondisi ayahnya tidak lebih baik. Bahkan dokter bilang, pemilik perusahaan periklanan ini akan lumpuh akibat stroke.

"Kamu pulang aja. Biar aku di sini jaga Papi. Besok hari sekolah kan?" Revan mengusap rambut adiknya.

"Kamu juga istirahat. Besok aku balik bawa baju ganti," Vana memeluk kakaknya erat sebelum pergi.

Kini Revan tinggal berdua bersama ayahnya yang tidak sadarkan diri. Beban pikirannya bertambah banyak. Ia harus mengurus perusahaan dan keluarga kecilnya. Ditambah pikiran tentang Dira. Bayangan gadis itu tidak bisa pergi dari pikirannya.

###

Satu bulan berlalu cepat. Dira sudah seperti biasa. Cerewet, aktif, dan ceria. Gadis itu bahkan sedang sibuk menyiapkan acara akikahan Syafa, Putri Rian dan Nanda. Kebetulan dia diserahi urusan kue-kue oleh sang sahabat. Sementara Cacha dan Zi kebagian me gurus dekorasi rumah.

"Ini bagus nggak?" Cacha memperlihatkan tulisan tangan dengan nama Syafa di atasnya.

"Bagus. Sederhana tapi tetep kelihatan menarik." Puji Dira.

"Untuj kemampuan tulis tanganku nggak luntur karena lebih sering ngetik." Ucap Cacha, sahabat sekaligus kakak iparnya.

"Yaudah, habis ini ke kafe bantu hias kue.

"Sip," Cacha tersenyum, lalu membereskan peralatan ke kotak kardus yang dia bawa dari rumah.

Ya, ceria dan aktif itu Dira. Tapi tidak sama. Saat kembali sendiri tanpa sahabat di sekitar, gadis itu termenung. Terkadang ingat tentang persiapan pernikahannya yang batal. Lalu mengingat lagi keseruan perjalanannya bersama Revan. Apalagi saat melihat wisatawan asing di jalan. Mereka memakai carrier dan berjalan menyusuri kota, sama sepertinya dan Revan dulu.

"Gimana konsep foto acaranya?" Tanya Rian yang muncul dari arah dapur sambil membawa satu ceret es teh.

"Udah kamu terima beres aja," Dira yang menjawab. Ditengah hiruk pikuk kesibukan, tiba-tiba saja gadis itu teringat Revan lagi. Dia menghela napas. "Aku ke toilet dulu ya." Alasan. Padahal Dira hanya ingin menyendiri. Menyembunyikan kegalauan hatinya.

To Be Continue...

--------

Ok, part berikutnya bakalan lebih banyak menceritakan sisi Revan. Haha... *optimis cepet selesai lapak ini*

Voment selalu dinanti ya... Thank you for read this story :)

Continue Reading

You'll Also Like

26.9K 4.7K 38
Apa kamu yakin dirimu baik-baik saja? atau hanya tidak sadar bahwa ada sosok terluka yang kau kunci didalam dirimu yang enggan untuk kau bebas kan? ...
50.3K 4.8K 32
Tentang Pelita dan kisah persahabatannya yang membuat hatinya rumit.
meet you By ً

Fanfiction

7.8K 1.2K 9
―𝐜𝐡𝐚𝐧𝐲𝐞𝐨𝐥, 𝐰𝐞𝐧𝐝𝐲 [✔] ini kisah seungwan yang bertemu pria dengan hoodie abu-abu pada musim hujan. papehrtown © 2018 | SHORT STORY VOL. 1...
356K 75.1K 96
Angger Liveni Pananggalih itu dokter muda berdarah ningrat. Orang bilang dia tinggal di dalam tembok. Tembok keraton. Dan karena keningratannya itu d...