En Garde!

By mayasaripratiwi

23.2K 2.1K 49

[Tamat] Seth menemukan bakat anggar Rae saat gadis itu mengalahkannya bermain Foil di Westcoustine Tea Party... More

Bab 1 - Seth Bradford, Si Biang Onar
Bab 3 - Bradford dan Milan
Bab 4 - Mendapatkan Rae
Bab 5 - Perry Baldrick
Bab 6 - Nolan Bradford
Bab 7 - Deion Kay dan Keonaran di Bar
Bab 8 - Penyerangan
Bab 9 - Seorang Gadis Bernama Erica
Bab 10 - Ciuman yang Mengubah Segalanya
Bab 11 - The CEO
Bab 12 - The Confession of Nolan Bradford
Bab 13 - A Man, His Pride, and His Broken Heart
Bab 14 - A Birthday Surprise for Seth
Bab 15 - The Heart Wants What It Wants
Bab 16 - Penyesalan
Bab 17 - D-day
Bab 18 - Penyelesaian
Bab 19 - A Father's Wish
Bab 20 - Selamat Datang di Keluarga Bradford

Bab 2 - Raelyn Harrison dan Westcoustine Tea Party

1.6K 140 8
By mayasaripratiwi

Rae tahu dia punya banyak musuh.

Banyak yang diam-diam ingin membunuhnya hanya karena ia sangat dekat dengan Seth. Rae tahu dari cara cewek-cewek itu memandangnya tiap kali ia berjalan bersama Seth dan yang lainnya di lorong, duduk satu meja di kantin, berangkat kuliah dengan satu mobil, atau saat Seth rela berkelahi hanya untuk membela Rae. Untung mereka tidak tahu kalau Rae sering ketiduran di kamar Seth siang harinya saat ia main ke sana. Kalau mereka tahu, Rae pasti sudah benar-benar mati.

Seharusnya mereka tidak usah cemburu, karena Seth tak pernah sekalipun melihatnya sebagai seorang cewek. Rae sudah seperti adik laki-laki bagi Seth. Dan Seth tidak akan pernah menyentuh, mencium, atau melakukan hal-hal romantis lain pada 'adik laki-lakinya'. Yang Seth lakukan setiap hari adalah mengejeknya, mengacak-acak rambutnya, dan memukul kepalanya dengan majalah. Hal paling lembut yang pernah Seth lakukan hanyalah menarik pipi Rae, itu juga karena pipinya terlihat lucu—bengkak setelah tak sengaja dihantam pintu.

Tapi hanya sedikit orang yang tahu di kampus itu bahwa hubungan Rae dan Seth tidak berawal dengan baik-baik saja.

Oh, Rae sudah mengenal Seth sebelum Seth mengenal Rae. Nama Seth sudah tersohor di Westcoustine Club—sebuah klub basa-basi yang berisi keluarga-keluarga terkaya di negara itu. Seth terkenal tampan, pintar, jago anggar, sehingga semua para ibu di klub itu bermimpi menjadikannya menantu mereka di kemudian hari—kecuali ibu Rae, karena ibu Rae sudah bermusuhan dengan ibu Seth dari SMA. Sepertinya kebencian ibunya menular pada Rae karena dari pertama bertemu, Rae sangat ingin menonjok wajah tampan Seth saking muaknya dengan kesombongan remaja tanggung itu.

Satu hari, 5 tahun yang lalu di Westcoustine Tea Party, Rae berniat memberinya pelajaran.

"Kau terlihat lebih kecil dari yang terakhir kuingat, Billy. Sudah siap?" si laki-laki mempersiapkan Rae untuk pertandingan eksibisinya melawan Seth. Tentu saja Billy yang asli sudah Rae amankan—di ruang penyimpanan wine dengan tangan terikat dan bibir tersumbat.

Dari balik pelindung wajahnya, Rae melemparkan tatapan jijik pada tingkah Seth yang balas memandangnya remeh. Rasa jijik itu membuat Rae tak segan-segan mempecundangi laki-laki itu. Sampai foil itu terlepas dari tangan Seth, barulah Rae merasa cukup puas. Tanpa melepas pelindung wajahnya, Rae berbalik pergi. Ya, dia tak sudi menghargai laki-laki itu sedikitpun.

"Hey! Kau Billy kan? Tunggu!"

Rae mendengus tertawa saat mendengar Seth hampir frustasi mencoba memanggilnya tapi yang Rae lakukan hanya terus melangkah menghilang di sudut ruangan itu.

Yang Rae tak tahu adalah tindakannya itu telah menempatkannya di bawah radar Seth, bahkan setelah setahun berlalu semenjak kejadian itu. Kesialan Rae semakin bertambah saat ia masuk SMA dan mendapati cowok itu berdiri di hadapannya dan semua murid baru sebagai senior mereka.

Penyesalan Rae yang terbesar adalah mengiyakan perintah guru olah raganya sebagai pasangan siswa ketiga yang mencoba mempraktekkan dasar-dasar anggar yang baru saja diajarkan pada mereka. Dia bisa saja pura-pura sakit haid atau apapun, dan dia menyesal tidak melakukannya. Pertarungan berakhir dengan Lenny—yang tentu saja baru pertama kali memegang foil—yang gemetar ketakutan setelah terkena serangan refleks dari Rae.

Refleks. Benar-benar refleks.

"Lenny, maafkan aku. Aku nggak bermaksud melukaimu," Rae meminta maaf yang kesekian kalinya setelah pelajaran usai.

Senyuman Lenny yang membuat wajah oriental gadis itu persis seperti karakter kartun 'Puca' benar-benar membuat Rae lega. Rae sudah takut cewek itu memanggil pengacaranya untuk menggugat Rae secara hukum, walaupun Rae tak yakin cewek itu punya pengacara keluarga. Atau mungkin mengundangnya ke restoran chinese food milik keluarganya dan meracuni Rae di sana.

Oke, yang terakhir mungkin terlalu berlebihan.

"Hey."

Ketika melihat asal suara itu, ingin rasanya Rae berlari dan sembunyi di toilet perempuan. Tapi terlambat, ia terlalu lengah untuk menyadari Seth ternyata memperhatikannya dari tadi. Rae tak tahu kalau gymnasium itu adalah tempat tidur siang Seth kalau membolos pelajaran Kimia. Tapi tadi, apa yang dilakukan Rae telah mengurungkan niat tidur siangnya.

"Kau datang ke Westcoustine Tea Party tahun lalu?" tebak cowok itu langsung.

"Nggak," Rae menjawabnya dengan wajah datar, berharap Seth tidak menyadari pembesaran di pupil matanya yang terkejut ternyata pengamatan dan ingatan laki-laki itu begitu tajam.

"Kau yakin?" tanya Seth, tampak sedikit curiga.

"Yakin."

"Siapa namamu?"

Langsung saja Rae merasa semua murid-murid perempuan di sekelilingnya terkikik dan berbisik membicarakannya. Tentu saja, seorang 'Seth Lucas Bradford' menanyakan nama seorang murid baru. Itu berita besar di antara mereka, para murid baru.

"Raelyn."

"Raelyn siapa?"

Rae tahu Seth mencoba mengorek nama keluarganya, maka ia pun berbohong. "Raelyn Witherspoon."

"Oh."

Rae menangkap kekecewaan di wajah Seth.

"Dari mana kau belajar anggar?"

"Aku SMP di Inggris."

"Ah, tentu saja. Prep school." Seth akhirnya mengangguk, memaksa dirinya menerima kebohongan Rae.

"Aku melihat permainan anggarmu tadi. Kalau tertarik, kau bisa datang kapan saja ke klub anggar. Ruangannya ada di depan ruang musik."

"Mmhmm." Rae mengangguk sambil lalu.

"Kamu nggak tertarik?" Seth jelas terlihat agak tersinggung dengan respon Rae. Pasti belum pernah ada yang menolaknya seperti itu sebelumnya.

"Sayangnya aku lagi nggak tertarik."

Lalu Rae pun meninggalkan cowok itu dengan kekesalannya sendiri. Biar saja, pikir Rae. Biar dia tahu kalau tidak semua orang mengaguminya.

Rae sadar cepat atau lambat, Seth pasti akan mengetahui yang sebenarnya—kalau Rae adalah seorang Harrison, kalau keluarganya memiliki salah satu jaringan perusahaan telekomunikasi terbesar di dunia dan kalau kakaknya, Sawyer, baru saja menendang kakak Seth dari daftar teratas 'Pengusaha Muda yang Patut Diantisipasi' menurut majalah Fortune.

Tapi Rae tak menyangka kalau hal itu akan terjadi kurang dari 24 jam. Semuanya hanya gara-gara Madden berteriak memanggilnya di lorong kelas, "HEY, HARRISON!"

"Seorang Harrison, ternyata? Pantas saja."

Seth menahan pintu loker yang hendak ia tutup. Senyuman penuh kemenangan tersungging dari bibirnya yang tipis, membuat Rae ingin menjepretnya dengan hekter.

"Kau ada di pesta itu kan? Dan kau yang mengalahkanku. Jangan mengelak. Aku masih ingat benar gerakan-gerakanmu waktu itu."

"Oh ya? Jadi kau ingat bagaimana rasanya kalah dariku?" desis Rae sinis.

"Aku main Sabre. Foil cuma kalau sama pemula."

Rae memutar mata. Cowok itu masih saja mempertahankan serpihan harga dirinya yang sudah hancur oleh Rae. "Apa maumu sih?" tanya Rae jengkel, bukan hanya karena Seth menghambatnya ke kelasnya yang berikutnya, tapi karena semua orang di sekitar mereka mulai memperhatikan mereka. Rae mencoba menggerakkan pintu lokernya, tapi pintu itu masih kaku tertahan oleh tangan Seth.

"Bergabunglah dengan klub anggar."

"Mimpi saja sana."

Habis kesabarannya, Rae menginjak kaki Seth dengan keras hingga Seth akhirnya melepas pintu lokernya dan Rae berhasil menutup loker itu.

Seth benar-benar cowok yang sangat keras kepala. Kalau dihitung-hitung, Rae sudah melontarkan sepuluh kali penolakan pada permintaan Seth itu. Sepuluh kali itu termasuk saat Rae tiba-tiba dikerubungi oleh Seth, Walden, dan Perry di kantin, saat mereka bertiga melompat-lompat dengan tulisan "RAE, BERGABUNGLAH DENGAN KLUB ANGGAR!" di luar jendela kelas Rae, saat Rae menemukan seratus post it di dalam lokernya bertuliskan hal yang sama.

Yang paling epic adalah saat mereka bertiga nge-band di halaman sekolah membawakan lagu "WE WANT MORE!" yang diganti liriknya menjadi "WE WANT RAE!" Tentu saja Rae tidak diam menyaksikan dirinya dipermalukan seperti itu. Ia berhasil menimpuk Seth dengan bom tepung sisa pelajaran memasak sebelumnya. Akhirnya tiga laki-laki itu berlari tunggang langgang saat Mr. Edison, guru kesiswaan mereka, meniupkan peluitnya dan mengejar mereka hingga ke sudut-sudut sekolah.

"Sound system-nya gimana?"

Rae masih ingat suara panik Walden saat melihat Mr. Edison muncul dari arah lobi seperti Giant di film Doraemon.

"Biarin! Nanti beli baru aja!" Seth balas berteriak sambil mengoordinir kedua temannya untuk melarikan diri. Tapi dia sendiri masih sempat-sempatnya berteriak pada Rae, "RAE! GYMNASIUM, BESOK JAM 4—"

Untung saja Perry sempat menarik kerah baju Seth sebelum sebuah bola basket yang dilemparkan Mr. Edison mengenai jidatnya. Bola itu meleset tepat 5 senti dari bahu Seth dan menghantam speaker hingga tumbang. Melihat mereka bertiga berlarian menyelamatkan diri sambil tertawa-tawa seperti itu benar-benar membuat Rae yakin kalau mereka sakit jiwa. Mungkin kalau bola basket itu benar-benar mengenai jidat Seth, cowok itu bisa lebih waras.

Tapi Rae pun berpikir, apa semuanya masih menarik kalau cowok itu berubah waras?

"Ngapain sih dia?"

Sawyer bertanya dengan kening mengerut saat Seth memimpin anak-anak klub anggar untuk berdemonstrasi di hadapannya, menuntut agar Rae masuk klub anggar. Rae tahu sangat sulit bagi kakaknya untuk mengosongkan jadwalnya untuk sekedar hadir di pesta Homecoming SMA. Dia pasti tidak mengharapkan sambutan yang seperti itu—terlihat dari wajahnya yang sangat jengkel.

Rae hanya berharap Sawyer tidak menghajar Seth. Sawyer memang agak over-protective terhadap Rae. Sedikit saja ada laki-laki yang cari masalah dengan Rae, dia akan langsung turun tangan untuk menyelesaikannya. Itu mungkin kenapa Rae hanya baru pernah pacaran sekali. Itu pun mantan pacarnya harus melewati one-on-one dinner selama tiga jam dengan Sawyer—sesuatu yang ditakuti oleh semua cowok-cowok yang ingin mendekati Rae.

"Hahaha. Maafkan tingkah adikku ya."

Rae dan Sawyer menoleh. Untuk pertama kalinya ia melihat langsung sosok Nolan, kakak laki-laki Seth. Rae sudah membayangkan Nolan sesinting Seth, tapi ternyata dugaannya meleset.

Meleset jauh. Sangat jauh.

Gaya Nolan mirip seperti Sawyer—jas mahal, dasi, dan rambut yang tertata rapi. Bedanya adalah Sawyer memiliki tampilan seperti seorang kutu buku dengan rambut ikal dan kacamata bingkai hitamnya, sedangkan Nolan—banyak yang bilang Nolan adalah gambaran nyata dari Christian Grey di novel Fifty Shades of Grey, minus semua penyimpangannya. Yang paling membuat Rae kagum adalah mata biru Nolan. Rae tak pernah melihat mata seseorang seindah itu.

"Itu adikmu?!" Sawyer bersandar pada pohon apel buatan di pintu masuk aula, memiringkan wajahnya lalu menggeleng. "Si kecil Seth? Yang dulu sering melempariku dengan Lego?"

Rae tahu kalau mereka berdua adalah teman kecil dan berpisah saat Nolan memutuskan untuk melanjutkan SMA di Perancis. Tapi Rae tak tahu kalau kakaknya juga mengenal Seth.

"Iya, itu dia. Sepertinya aku gagal mendidik adikku. Tidak sepertimu yang berhasil membuat adikmu..." Nolan memperhatikan Rae seksama sambil tersenyum simpul, "tumbuh menjadi perempuan yang sangat cantik."

Pipi Rae terasa sangat panas mendengar dirinya dipuji oleh salah satu "pria terseksi" versi majalah Esquire terbaru. Tapi sepertinya Sawyer tidak sependapat dengannya, karena kakaknya itu langsung merangkul pundaknya dan mengajaknya masuk ke dalam. "Tentu saja. Aku kan selalu menjaganya. Ayo, Rae."

Rae sempat agak ragu dengan tema enchanted forest yang digunakan dalam pesta Homecoming saat itu. Saking pesimisnya, Rae bahkan berani bertaruh pada temannya, Alison, kalau pesta itu hanya akan menjadi seperti pesta di rumah kurcaci. Tapi sepertinya Rae harus menraktir Alison di Pizzaria selama seminggu itu karena pestanya ternyata sangat seru. Dekorasinya benar-benar membuat mereka seperti terkurung di dalam hutan-hutan negeri dongeng.

Ada banyak Gadis Berkerudung Merah yang berkeliaran di sana sampai-sampai kau tak akan tahu yang mana yang akan berubah menjadi serigala. Ada banyak Pangeran Tampan di sana sampai-sampai kau tak akan tahu yang mana yang akan mematahkan hati para putri. Mungkin Seth? Karena Rae dengar dari Alison cowok itu pasti mematahkan hati cewek-cewek di pesta Homecoming. Tapi Rae tak yakin Seth berdandan sebagai Pangeran Tampan. Kalaupun iya, dia lebih cocok berperan sebagai pangeran yang jatuh ke dunia manusia dan dikutuk untuk berpesta semalam suntuk setiap malamnya.

"Kalian nggak berdandan sesuai tema?" tanya Rae pada kedua pria di sampingnya itu.

Setelah saling tatap dengan Sawyer, Nolan pun tertawa. "Anggap saja kita dua pria kantoran yang jatuh cinta kepada seorang gadis, yang ternyata adalah seorang putri dari negara antar berantah, dan kini terjebak di negeri dongengnya."

"Mm'hmm. Versi 20th Century Fox," kakaknya mengangguk menyetujui ucapan Nolan.

"Kau sendiri?" Nolan mengedik pada Rae. "Para putri di negeri dongeng nggak ada yang pakai gaun hitam kan?"

"Umm...aku petani apel beracun di Snow White," Rae asal jawab, tapi jawabannya berhasil membuat Nolan mendekap mulutnya untuk menahan tawa.

Rae memang jarang diceritakan dongeng-dongeng Cinderella dan semacamnya, jadi dia tak tahu pilihan putri yang bisa ia tiru selain Cinderella. Ia tak suka dengan gaya rambut Cinderella, maka ia tak mau menjadi tokoh itu. Ia akhirnya memutuskan untuk menjadi putri yang universal, tapi ia tak tahu kalau jaman dahulu kala, saat buku-buku dongeng itu dibuat, tidak ada putri yang memilih gaun warna hitam untuk membuat tubuh mereka tampak langsing.

"Kalau kau mau berdansa, berdansalah. Aku di sini saja mengobrol dengan Nolan."

Rae memutar mata mendengar saran kakaknya. Yang benar saja. Mana mungkin ada anak laki-laki yang mendekatinya kalau ia dari tadi terus diapit Sawyer dan Nolan seperti itu. Akhirnya mereka pun berdiri menonton orang-orang yang berdansa dan beberapa penampilan.

"Oh, mumpung kalian ada di sini, aku ingin mengundang kalian datang ke pesta pertunanganku."

Rae mencoba menyembunyikan kekagetannya. Nolan akan bertunangan? Pria itu akan menghancurkan hati setengah jumlah populasi wanita di seluruh dunia.

"Akhirnya," Sawyer menjulurkan tangannya di belakang punggung Rae untuk menepuk bahu Nolan. Sawyer tersenyum, tapi Rae tak yakin kalau senyumannya adalah senyuman bahagia. Tak ada yang membahagiakan dari sebuah pertunangan di lingkungan mereka. "Berapa lama?"

"3 tahun. Aku hanya bisa mengulur-ulur waktu 3 tahun," Nolan menggeleng sambil menghabiskan kolanya. "Tapi 3 tahun adalah waktu yang cukup untukku main-main."

"Yeah. Aku melihatmu dengan model Perancis itu. Tubuh sekurus itu bukan tipemu, kalau kuingat."

Nolan mengerutkan bibir lalu mengangguk. "Iya. Kurus dan tipis, hingga saat aku memeluknya, aku merasa seperti memeluk angin. Pilihan yang salah." Kemudian pria itu beralih pada Rae, "Coba Rae, jelaskan padaku, kenapa cewek-cewek mati-matian diet untuk tubuh seperti itu?"

Tapi sebelum Rae sempat menjawab, Sawyer menyambar, "Jangan tanya dia. Dia kan makannya banyak sekali."

Rae sangat ingin menonjok wajah Sawyer karena mempermalukannya di depan Nolan seperti itu. Rae bukannya makan banyak, ia hanya suka mencoba berbagai macam makanan hingga kalau koki di rumah mereka masak makanan yang berbeda selama sebulan, ia akan makan semuanya.

Tepat pukul 8, Seth dan teman-temannya menyita perhatian mereka dengan mengambil alih peralatan band. Perasaan Rae mendadak tidak enak dan benar saja, mereka lagi-lagi menyanyikan lagu "WE WANT RAE!"

Sawyer melirik jengkel pada Nolan yang kini sudah menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, saking malunya dengan tingkah adiknya. "Sudah berapa lama sih dia seperti itu?" tanya Sawyer.

Rae mengangkat bahu. "Entahlah. Sebulan?"

"Kalau sudah sebulan dia seperti itu, berarti dia benar-benar menginginkanmu di klub anggar, Rae. Kemampuan anggarmu pasti tidak main-main," Nolan menatapnya dengan mata birunya yang berbinar, seperti mengagumi Rae walaupun dia sendiri belum pernah melihat Rae main anggar. "Coba katakan, apa yang paling kau benci dari klub anggar ini—"

"Adikmu."

Tak butuh waktu lebih dari sedetik untuk Rae menjawabnya. Jawaban singkat dan dingin dari Rae itu membuat Nolan dan Sawyer tertawa bersamaan. Paduan tawa mereka yang tiba-tiba dan terdengar nyaring membuat banyak orang di sekitar mereka menoleh.

"Aku belum pernah ketemu orang seperti adikmu sebelumnya. Narsis, banyak gaya, sinting, keras kepala! Aku sudah pernah mengantam mukanya dengan pintu loker, menginjak kakinya, melemparnya dengan tepung, tapi dia tetap nggak mau berhenti. Nolan, tolong aku."

Sambil masih tersenyum geli mendengarkan keluhan Rae, Nolan menggeleng. "Oh, nggak Rae. Kalau sudah begini, dia nggak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang dia mau. Coba saja."

Ah, sial.

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2M 109K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
416 79 11
𝐓𝐚𝐭𝐤𝐚𝐥𝐚 [𝐭𝐚𝐭·𝐤𝐚·𝐥𝐚] 𝐤𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 (𝐢𝐭𝐮); 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮 (𝐢𝐭𝐮) Update setiap hari mulai tanggal 1 hingga 28 Februari untuk memberitahum...
81K 2.7K 60
Masa lalu adalah sebuah bibit subur dari sebuah masa yang akan mendatang, tak ada yang bisa menghentikanya dari masa lalu, ia ingin menuntut balas un...
9.8K 364 16
hanya satu cerita yang bisa saya sampaikan tentang Perth dan segala obsesi nya pada saint pria manis yang sangat penyayang mau tau selanjutnya? bac...