Aku dan Hujan

By Shinyrainy

209K 10K 464

Aku curiga, jangan-jangan aku sudah mati makannya Regen tidak bisa melihatku bahkan sekadar menyadari keberad... More

Prologue
[1]
[2] Welcome to OUR Home
[3] Dia Itu
[4] Jalan Pulang
[5] Selda Cs and Bian's Bro
[6] New Member
[7] It's About The Rain
[8] A Photo
[9] Bianicious
[10] Dancing in The Rain
[11] Home Sweet Home
[12] Dendam Masa Lalu
[13] Sisa-Sisa Persahabatan
[15] Hugging
[16] Butterflies in My Stomach
[17] Sweet Chocolates
[18] Pernikahan Kak Tania
[19] Penuh Kejutan
[20] Kejutan Lainnya
[21] Heart(s)
[22] Luka
[23] Photograph
[24] The Fact
[25] Sing Along
[26] The Fate
[27] Kembali
[28] The Last Homework
[29] Prom Night
[30] One Last Cry
[31] It's Just About E and A
[32] Regan Is A Sweet Boy
[33] Another and Another
[34] A Day For Us
[35] Run Away
[36] Jatuh Seperti Hujan (Last)
Epilogue
years later
Hello (lagi)
[PENGUMUMAN] Kalau Aku dan Hujan Terbit...

[14] Intuisi

3.8K 251 4
By Shinyrainy

"You made me insecure
Told me I wasn't good enough
But who are you to judge?
When you're a diamond in the rough" -Who Say,Selena Gomez

***

HARI ini, aku mau memulai hidupku sebagai Melody yang baru. Seperti tasku (omong-omong ini dibelin kak Litha, kakakku tersayang), aku ingin memulai semuanya lagi dan melupakan apa yang sudah terjadi di belakang-belakang. Berjanji pada diri sendiri untuk membiarkan kalau-kalau Selda dan teman-temannya mulai berulah lagi.

Aku berjalan menyusuri koridor kelas 12 yang sudah lumayan ramai. Seperti biasa, banyak mata yang menatapku usil. Membicaakan ini itu yang hiperbola, hiperdramatis, hipersegalagalanya yang lama-lama bisa bikin aku hipertensi.

Banyaknya kata hiper.

Langkahku terhenti seketika melihat siapa yang sudah berdiri di ambang pintu kelasku dengan coolnya. Oke, fine, kenapa dunia tidak membiarkanku move on dari masa lalu barang sehari pun. Bian mau apa sih?! Cowok itu benar-benar buta atau apa segitu tahannya sama tatapan anak-anak kelasku?

"Morning Dy, kemarin itu-"

Aku berlagak seolah-olah tidak ada seorang Fabian yang berusaha menyapaku dengan senyum manisnya. Melengos, masuk ke kelas dan duduk di tempatku begitu saja.

"Dy, gue ngomong sama lo" Bian masih bersikeras. Bel kapan bunyi ya? Aduh aku nggak mau meleleh sebelum beku melihat wajah cute nya ini helloooww.

Aira, yang duduk di depanku, seperti bisa membaca situasi yang terjadi. Dia mengalihkan tatapan dari hp, memandang Bian yang masih berkersikeras di ambang pintu kelasku. Harusnya Regen yang melakukan ini, kenapa cowok itu malah acuh tak acuh? Aku punya tiga orang kakak dan ketiganya bukan tipe orang yang careless-malah terkesan suka ikut campur--. Apakah Regen spesies baru? Ah iya, hubungannya dengan Bian sama sekali tidak baik. Walaupun aku tidak tahu apa alasannya.

Lagi-lagi aku melupakan sifat frozennya.

"Lo kelas sebelaskan? Nggak sopan tau berdiri di pintu kelas duabelas sambil teriak-teriak kayak ayam mau bertelur"

Aku tersedak seketika. Cewek di depanku ini memang ajaib. Suara Bian gituloh, disamaiin sama suara ayam bertelur!

Satu kata buat Aira. Saiiikkkk.

Bian menggaruk kepalanya sambil melihat seantero kelasku yang sibuk dengan ini-itu. Well well well, itu Cuma alibi. Padahal mata dan telinga mereka terbuka lebar-lebar ke arah drama di ambang pintu ini. Yeah, aku artis drama sekarang.

"Gue nggak tau lo kenapa hari ini Dy, tapi, lo harus tau gue nggak akan pergi" Bian lalu berbalik dan meninggalkan kelasku dengan langkah gontai.

Aku menegak ludah. Doain aku semoga aku bisa melewati masa-masa berat ini.

***

Project Mading benar-benar Goal! Mading-mading di beberapa tempat di sekolah penuh dengan warna-warni berita unik sampai berita terkini. Website Mading mulai banyak dikunjungi, dan tentu saja, mukaku terpajang dimana-mana. Sekarang, setelah sekolah usai, kami, para anggota eskul mading sedang berkumpul di basecamp kami untuk merayakan keberhasilan project sekaligus membahas acara pemilihan calon ketua.

Livia memimpin rapat, seperti biasa, dan di sampingku, duduk Regen yang malah sibuk tenggelam dalam buku fiksi ilmiahnya. Buku bahasa... tunggu itu bahasa apa?

"Lo baca buku apa sih Reg?"

"Kepo" anjirable, dia masih aja jadi raja SPJ. Sumpah deh, Jum'at lalu dia kesurupan setan apa sih?

"Oh yaudah" yaudah, nggak penting juga kan?

Oke, Fine...

"Marah?"

Aku menoleh cepat ke arah Regen dengan pandangan tidak percaya. Apa? Peduli dia apa kalau aku marah?

Menyeringai jahil, aku mencolek bahu Regen seraya terkikik geli sendiri. Membuat cowok itu sontak melotot dan memperlihatkan tampang gue-bunuh-lo nya, yang malah kubalas dengan ekspresi mau-dong-dibunuh.

Meledek.

"Cie, bang Regen peduli sama gue cie.. kalo gue marah mau ngasih bunga gitu?" Godaku, tertawa melihat wajah Regen yang tidak bisa berkonsentrasi lagi pada buku bahasa planetnya.

"Ngimpi lo!" balas cowok itu, ketus as usuall.

Seringaiku malah semakin lebar sekarang. Oke gengs, aku benar-benar nggak tahu sejak kapan menggoda Regen dan membuat alisnya bertaut kesal menjadi hiburan tersendiri bagiku sekarang. lumayan menghilangkan stress setelah belajar berjam-jam. Tampang Regen yang sok angkuh dan alis tebalnya yang dulu membuatku gondok setengah hidup. Sekarang jadi seperti... kocak.

Aku nggak ngerti lagi sama semua ini.

Suara Livia yang lantang menghentikan aksiku menggodai Regen. Membuatku mataku kembali memperhatikan cewek itu di depan. Menampung pendapat para anggota mading untuk acara pemilihan calon ketua sekaligus serah terima jabatan nanti.

"Kalo menurut gue, mending kita sekalian jalan-jalan aja. Refresh lah, kan baru goal project." Seru seseorang yang duduk di bangku paling depan, namanya Arva, kelas 11 kayaknya. Hm, For your information, di eskul mading ini, kita nggak mesti pakai aku, kau, saya, atau bahasa formalitas de el el. Bukan berarti boleh ngomong kasar juga, tapi intinya eskul mading ini eskul santai, free, asal jangan ngelanggar aturan dn kelewat bebas aja.

Anggota lain yang mendengar usulan Arva segera riuh menyetujui.

"Oke, itu emang udah masuk di list gue. Tapi masalahnya emang kita mau jalan kemana?"

"Gunung"

"pantai"

Aku langsung melotot mendengar usulan yang kedua.

"Jangan pantai!" bentakku, mungkin terlalu keras sehingga membuat beberapa orang sontak mengalihkan tatapannya ke arahku dengan bingung termasuk Regen. Kalian masih ingat tentang trauma ku? Aku takut genangan air dalam jumlah besar yang tidak terlihat dasarnya. Jangankan pantai, kolam aja bisa buat aku keringet dingin.

Mataku beralih menatap Livia penuh harap. Jangan pantai... please..

"Puncak yukk," Livia mengerti. Arva dan beberapa anak tampak tidak setuju dengan usulan itu. Mereka berpikir puncak basi, liburan ke puncak terus, di puncak nggak ada apa-apa. Aku bingung memangnya di pentai ada apa? air doang kan?

Anak itu tetap bersikeras. Dan seperti berkomplot menghancurkanku, pro-Arva semakin memaksa.

"Oke oke kita voting. Bakal ada dua destinasi, kita ke Lembang, atau pangandaran. Gue mau apapun keputusannya semua terima" aku salah, Livia tetap Livia. Dia seorang ketua yang keputusannya bergantung pada persetujuan anggota. Ketika semuanya berpendaat A sementara dia sendiri berpendapat B dia tetap nggak bisa memaksakan pendapatnya kecuali mau anggotanya bubar.

Aku hanya bisa berdoa hasil voting memihak ke Lembang.

Dipandu beberapa pengurus, kami mengumpulkan kertas kecil yang semula dibagikan oleh Livia dan beberapa pengurus itu. Satu demi satu hasil dibacakan, dan hasilnya,

Lembang : Pangandaran

Dari dua puluh lima anggota yang hadir,

5 : 20

Perfect. Sempurna juga membuatku ingin menangis, well, kemungkinan besar aku tidak akan ikut acara ini.

Aku memijat pangkal hidungku frustasi.

"Sorry, gue ke toilet dulu ya" Samar, aku mendengar suara Arva samar-samar. Kunyuk sialan, maksudnya apasih ihhhh?? Tapi bagaimanapun, aku sadar ini bukan salah siapa-siapa. Ini salahku yang tidak bisa sembuh juga dari trauma yang sudah bertahun-tahun itu.

Aku melirik ke sebelahku, dimana Regen seharusnya duduk manis. Cowok itu tiba-tiba saja menghilang dan hanya meninggalkan buku tebalnya sebagai jejak.

Kemana lagi tuh orang..,

***

"Well, good Job"

Regen menyipitkan matanya menatap dua orang itu. Sudah ia duga, sejak awal semuanya sengaja demi melanjutkan misi. Instingngnya mengatakan ada apa-apa dibalik usulan Arva dan perbandingan hasil voting yang cukup mencolok. Dia tahu, karena Arva tidak sekeras kepala itu biasanya.

"Gue mau lo begini terus, sampai semua berhasil, gue janji Tasya bakal nerima lo"

Oh, begitu, jadi itu balasannya. Regen tersenyum sinis, dia tidak tahu kenapa cewek sengak itu begitu anti pati pada Melody. Tapi tindakannya barusan benar-benar sudah diluar aturan. Dan rencanya selanjutnya, Regen jelas tidak akan diam saja pada hal ini. Ia yakin seyakin-yakinnya bahwa apa yang akan dilkukan Selda, lewat Arva, selanjutnya bukan sesuatu yang baik.

"Lo tau kak, mukanya Melody udah kayak kepiting rebus tadi. Gue nggak nyangka ada orang parno sama laut sampe segitunya. Gue berani jamin dia nggak bakal dateng ke sertijab nanti. Liat aja" Arva tersenyum iblis, ber highfive sekali lagi dengan Selda lalu mereka berdua sama-sama berjalan berlawanan arah.

Emosi Regen tiba-tiba memuncak.

Bukan apa-apa, dia hanya benci pada orang jahat yang egois seperti mereka. Dia muak.

***

"Sorry"

Aku mengangkat bahuku sekilas dan tersenyum lelah pada Livia.

"Anytime Liv, nggak ada gue nggak ngerubah apapun." Balasku, Livia merangkul bahuku dan ikut mengendikkan bahu.

"Sejujurnya gue pengen banget lo ikut Dy" Tukas Livia. Ruangan mading kini sepi. Hanya tersisa aku, Livia, dan beberapa anggota yang hanya meninggalkan tasnya di sini sementara dirinya pergi berkeliaran di sekitar sekolah.

"Lo tau kan, gue benci banget sama laut" ujarku, sambil mengambil tas ranselku dan berjalan ke luar ruangan mading. Kak Tania udah stand by di depan, jadi aku harus cepat-cepat kalau nggak mau kakakku yang satu itu mencak-mencak.

Livia tersenyum sekali lagi dan menepuk bahuku pelan. Aku balas tersenyum, melambaikan tangan. Baru juga beberapa langkah meninggalkan ruangan, mataku menemukan Regen yang berjalan berlawanan arah denganku. Atau... ke arahku? Jawaban dari pertanyaan itu baru aku temukan ketika Regen tiba-tiba berhenti di depanku. Mukanya flat saudara...

"Melo"

"Regen"

Aku menelan ludah. De javu, aku pernah melakukan ini kan? menyebut nama secara bersamaan, bersama Bian.

Menghela nafas, Regen menatap lurus ke mataku dan aku menatap lurus ke dalam mata hitamnya. Mata hitam yang misterius, menenggelamkan.

"Gue mau lo dateng ke sertijab nanti"

Mataku refleks melebar. Wait wait.. dia masih sama arogannya ya Tuhan. Regen masih sama tukang nyuruh-nyuruh. Tapi ini aneh loh gaes, dia seperti tahu kalau aku nggak akan dateng ke acara itu.

"Gue mau lo dateng ke sertijab nanti. Karena lo nggak punya alasan untuk nggak." Ulangnya,

"Lo kenapa sih, gue kan nggak tahu tanggal segitu gue ada acara atau nggak.. lagian kan-"

"LO HARUS DATENG. Titik!"

Aku menganga. Menatap Regen dengan pandangan sulit dipercaya. Nih orang kesambet setan apa lagi sih, bener-bener nggak jelas pangkat lima. Cobaan banget.

Regen mengancam sekali lagi lewat matanya dan berlalu melewatiku. Meninggalkan aku yang masih terpaku karena sikap Regen yang aneh itu. Sekali lagi, nggak jelas pangkat lima.

***

A/n

Tinggalkan jejak ya, anyway ini kuota penghabisan. Huu:'(
Welcome April!

-A
1/4/16

Continue Reading

You'll Also Like

3.1K 1.4K 26
Teenfiction Humor [Part lengkap versi Wattpad] [Telah terbit versi cetak yang lebih lengkap] Mewakili isi hati pemirsa, yang wajahnya remaja tapi pin...
2.3K 654 49
Bagaimana rasanya saat dihadapkan pada dua orang yang sama-sama berarti untuk hidupmu. Siapa yang akan kamu pilih saat diharuskan memilih? Ini tentan...
110K 1.1K 9
Berisi kutipan-kutipan novel PERGI yang di tulis oleh Tere Liye
789K 53.3K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...