Aku dan Hujan

By Shinyrainy

209K 10K 464

Aku curiga, jangan-jangan aku sudah mati makannya Regen tidak bisa melihatku bahkan sekadar menyadari keberad... More

Prologue
[1]
[2] Welcome to OUR Home
[3] Dia Itu
[4] Jalan Pulang
[5] Selda Cs and Bian's Bro
[6] New Member
[7] It's About The Rain
[9] Bianicious
[10] Dancing in The Rain
[11] Home Sweet Home
[12] Dendam Masa Lalu
[13] Sisa-Sisa Persahabatan
[14] Intuisi
[15] Hugging
[16] Butterflies in My Stomach
[17] Sweet Chocolates
[18] Pernikahan Kak Tania
[19] Penuh Kejutan
[20] Kejutan Lainnya
[21] Heart(s)
[22] Luka
[23] Photograph
[24] The Fact
[25] Sing Along
[26] The Fate
[27] Kembali
[28] The Last Homework
[29] Prom Night
[30] One Last Cry
[31] It's Just About E and A
[32] Regan Is A Sweet Boy
[33] Another and Another
[34] A Day For Us
[35] Run Away
[36] Jatuh Seperti Hujan (Last)
Epilogue
years later
Hello (lagi)
[PENGUMUMAN] Kalau Aku dan Hujan Terbit...

[8] A Photo

5.1K 306 0
By Shinyrainy

"Every time i see the sun
Sunny in the sky
Would see the world
Be as the bird
This moment you and i"
- This Moment, Maudy Ayunda feat. Iwa K

***

Pagi yang cerah. Hello, siapa sih yang suka cuaca begini di hari Senin? Siapa sih yang rela melepaskan hari liburnya? Sekolah lagi.. kerja lagi.. macet macetan lagi.. capek lagi. Aku yakin mayoritas manusia di dunia ini tipe-tipe yang hate Monday. Yah, kecuali manusia-manusia work holic yang kalau nggak ada hari liburpun, mereka no problem.

Aku menghempaskan tubuh ke kursiku sampai menimbulkan bunyi buk keras. Dengan lemas, aku melipat kedua tangan dan membenamkan wajah disana. Mungkin aku bisa tidur lagi sebelum upacara dimulai jam 7.15 nanti. Ya ya ya-

"MELODY?!"

"Arght!" Aku refleks memekik kaget. Oh ayolah, kenapa Aira harus memanggilku seperti itu.

"Lo kaget ya? Duh, sorry sorry gue cuma mau nanya sesuatu. Katanya lo masuk eskul mading ya? Kok bisa? Apa karena ada Livia? Kenapasih gamau masuk musik atau padus aja? Eh," Aira mencondongkan badannya ke arahku. Membuat aku refleks memundurkan badan, kalau nggak bahaya entar.

"Lo jadi partnernya si ratu elsa? Kenapa? Lo suka ya sama dia?"

Aku melotot tajam mendengar pertanyaan terakhir Aira barusan. Rasa kantukku hilang sempurna, digantikan oleh rasa ingin menjambak rambut anak ini. Gila ya, Emang nggak ada bedanya dia sama si Dilla! Persis! Sama sama minta di kasih sianida!

"Ra, mending lo duduk dulu deh. Nggak enak diliat orang" ujarku ketika menyadari posisi aku dan Aira masih 'tidak enak'. Cengengesan, Aira memutar bangkunya menghadap mejaku baru kemudian duduk. Dasar.

"Nah, sekarang jawab!" tukas cewek itu.

Aku menghela nafas kesal seraya melirik jam boots ku sebelum menjawab. Well, sepertinya aku tidak akan punya cukup waktu untuk tidur lagi.

Terima kasih loh, kembarannya Dilla.

"Ya, ya, nggak juga, nggak mau aja, ya, nggak papa, dan nggak tau!"

Aira melongo mendengar jawabanku. Jangan minta aku menjelaskan bagaimana cara melakukannya. I just do it, mungkin juga karena terbiasa.

"Lo ngomong apa sih Mel, kalo jawab tuh satu satu, cantikkkk"

"Kalo nggak mau dijawab sekaligus gitu, ya nanyanya juga jangan sekaligus, jeleeekk"

Aira nyengir kuda menyadari kesalahannya.

"Hehe, Gue lupa tadi gue nanya apa aja. Jelasin sama lo dehh"

Aku mendengus. Sabar Ody, sabarr.. masih pagi.. sabar.. ERRRGGHHT!!!

"Pertama, tadi lo nanya gue kaget atau nggak. Ya, gue kaget banget berhubung tadi gue baru aja mau tidur lagi. Kedua, ya, gue masuk eskul mading. Nggak ada alesan khusus termasuk karena disana ada sahabat gue, oke. Then, gue nggak mau masuk dua eskul itu juga nggak ada alesannya. Gue emang jadi partnernya Regen buat project mading kali ini. Nothing reason, dan buat yang terakhir. Gue jawab nggak tau" Tuturku panjang lebar.

Aira mengernyitkan dahinya. Berfikir maybe, aku rasa dia sedang meloading semua ucapanku barusan. Dan ketika loadingnya sampai di jawaban terakhir, matanya langsung melebar dan tangannya mulai mengguncang guncangkan bahuku heboh.

"JADI LO SUKA SAMA SI-EMM"

Aku membekap mulut anak itu sekuat tenaga. Regen memang belum terlihat batang hidungnya di kelas, tapi please deh. Beberapa telinga dan mulutpun cukup untuk menyebarkan gosip kacangan sampai ke penjuru sekolah. See, bahkan kabar aku-masuk-eskul-mading-dan-jadi-partner-Regen pun sudah sampai di telinga Aira dalam satu hari.

"Jadi lo suka sama Regen? Wah, kacau kacau. Sumpah Mel, jangan. Gue nggak mau lo jadi korbannya juga." Kali ini, Aira berbisik. Oke, tapi aku sungguh-sungguh menyesal karena sudah terlalu jujur sama anak ini.

"Heh! Siapa juga yang suka sama dia. So tau lo ah, gue kan bilangnya nggak tau. Bukan ya. Denger ya Ra, gue jawab gitu tuh karena gue takut ntar karma. Lagiankan nggak ada yang tau apa yang bakal terjadi kedepan" Tukasku kesal.

Orang yang sedang di perbincangkan tiba-tiba muncul dari pintu dengan wajah kusut. Aku pura pura melihat ke arah lain, padahal jelas-jelas aku memperhaatikan setiap gerakannya lewat sudut mataku.

"Melody, gue kasih tau ya sama lo. Jangan pernah berani beraninya main hati sama si ketus. Jadi gila baru tau rasa lo!" seru Aira sambil memutar kursinya ke posisi normal. Aku mencibir dan bergumam tak jelas. Bingung, kenapa di dunia ini setiap orang sering kali berbeda dalam menangkap sebuah kata. Seakan akan kata itu ambigu, padahal jauh banget. Kayak bu Verren yang menangkap kata difikirkan sebagai ya, saya setuju. Dan sekarang Aira, menanggapi kata Nggak tahu jadi ya, gue suka. Ah, ribet.

Tapi apakah aku suka sama si ketus? Regen? Aku nggak tahu apakah ini gila atau kelewat gila. Tapi, hellooww Melody, come on, dia ini kakaknya seorang Fabian Aditya! Mantan kamu! Orang yang pernah bertahta di hati kamu satu tahun lebih!

So, that is very impossible to me to love him, RIGHT?

***

Di jam pelajaran Kimia, di saat guru menerangkan bentuk molekul, di saat semua orang sibuk memperhatikan, aku teringat benda itu. Sial kenapa aku baru ingat. Buku apasih itu? iya, buku besar yang kemarin. Aku hampir saja membukanya tadi malam saat Dilla tiba tiba merungsek ke kamar dan dengan heboh mengatakan kalau si Cantik hilang.

Kalian tahu, apa yang terjadi sebenarnya? Cantik ada di rooftop rumah. Bye ya, intinya gara-gara Dilla aku jadi belum tahu apa isi dari buku itu.

"Melody"

Aku tersentak. Bu Taya-guru kimia itu-menatapku dengan pandangan bersahabatnya. Jelas berbeda dengan pandangan Bu Jena-guru matematika kelas ini-yang selalu bisa mengulitiku sampai habis. Mematikan.

"Kalau SF6, Bentuk molekulnya apa ya?"

"hah?" aku melongo. Senyum bu Taya kini terasa seperti seringai jahat yang bisa membuat mata menjadi perih. Nice, untuk kedua kalinya loh dy.

"Jawablah Mel, itukan pelajaran kelas sepuluh.. masa lo nggak bisa sih" aku menoleh kearah Deri yang nyengir meremehkan. Bukan hanya Deri, tapi banyak anak laki laki di sekelilingnya. Sialan,, Ya Tuhaann.. tolong hambamu ini..

Oktahedran...

Apa itu tadi?

Oktahedran...

Suara... malaikat kah?

"Ya, Melody? Apa jawabannya?"

Aku menatap bu Taya dengan ragu ragu. Tidak ada pilihan lain, oke.. ya.

"Okta...hedran?"

Aku bisa melihat senyum bu Taya langsung mengembang mendengar jawabanku. Giliran anak-anak cowok iseng itu yang melongo. Aku tahu, padahal mereka sudah bersiap-siap menertawakanku tadi.

"Ya, benar sekali. Jadi,...."

Aku memutar kepalaku ke belakang dan nyaris tersentak mendapati siapa yang sekarang duduk di belakangku. Mestinya yang duduk disitu si Ian, dan aku pikir tadi Ian yang membisikkan jawaban itu. Tapi ternyata..

Kalian boleh tebak siapa dia.

***

"Reggeeenn.. maka-"

"Nggak usah bilang makasih. Gue tadi cuma pengen lo cepetan jawab supaya bu Taya bisa lanjut nerangin."

Aku memanyunkan bibir dan menatap Regen dengan pandangan sengit.

"Dan lo mau repot-repot tukeran duduk sama Ian cuma karena itu?" seru ku sambil berlalu menuju jendela di sudut ruangan mading. Yup, sekarang jam istirahat pertama dan Livia baru saja memanggil semua anggota eskul untuk kumpul. Membicarakan progress project ini, sekaligus acara pemilihan ketua dan serah terima jabatan setelah project ini goal. Hey, bahkan aku baru aja masuk jadi anggota?!

Regen hanya mencibir lalu pergi meninggalkan ruangan

"Eh, eh, eh.. Regen tunggu"

Cowok itu masih meneruskan langkahnya keluar ruangan. Sama sekali tidak menghiraukan aku yang sudah hampir kehabisan suara karena terus berteriak teriak memanggil namanya. Nyebelin. Dia nggak nyadar apa ya, buku nya hilang dari kemarin?!

Aku mengeluarkan buku itu dari goody bag yang dari tadi aku bawa kemana-mana. Salahku juga sih, harusnya aku kasih dari tadi tuh buku.

"BUKU INI PUNYA LO KAN?!" aku mengangkat buku itu tinggi tinggi. Dan saat itulah selembar kertas jatuh dari dalamnya. Aku memungut kertas itu dari lantai koridor, by the way, aku belum membuka buku itu karena masih banyak halangan dan rintangan yang menghadang *bye.

"Cinta menuliskan cerita, tentang aku disini dan dia yang disana" aku menautkan alis ketika membaca tulisan di kertas itu. Ini tulisan Regen? Sumpah demi apa?

"Hujan masih jadi favoritku," aku membalik kertas itu. Wow wow wow, ini foto! Foto close up seorang cewek yang sepertinya aku tahu. Artis kah? Tapi aku akui selera cowok ketus yang satu itu lumayan juga. Perempuan di foto itu, oke, aku tidak bisa mengelak perempuan di foto itu cantik sekali.

Dan sangat familier.

"Seperti kamu yang masih menjadi pilihanku-eeiiiiitt"

Regen tiba tiba muncul dan merebut paksa buku besar itu dari tanganku. Aku mundur beberapa langkah supaya foto di tanganku tidak ikut direbut juga.

"Balikin nggak!" Seru Regen ketus. Yang malah ku balas dengan senyuman mengejek. Aku berlari menyusuri koridor sambil cekikikan sendiri. Setidaknya, sekarang aku punya satu alasan untuknya untuk mengejarku. Apaan sih Dy?!

"Ayo kejar kalo berani. Wle.. wle wle wle wle.."

Brukk

Aku terlalu bersemangat mengejek Regen sehingga tidak memperhatikan jalanan yang sedang ramai. Sekarang, yang ada malah aku sudah jatuh terduduk karena berbenturan dengan seseorang yang berlari berlawanan arah di tikungan koridor. Bukan hanya pantatku yang sekarang sakit, bahuku juga, ditambah lagi malu sama orang-orang yang menatapku menahan tawa. Dan Regen!

Mungkin sudah takdir, mungkin sudah nasibku untuk selalu terlihat bodoh di depan cowok yang satu itu.

Oke, iya, aku memang bodoh. Buktinya otakku selalu blank setiap ditanya guru. Ah, aku jadi bertanya tanya bagaimana bisa Bian suka aku, memilih aku, padahal masih banyak cewek lain yang lebih segalagalagalagalanya daripada manusia tablo yang bernama Ody ini? Iya, aku sadar kok aku baru menghina diriku sendiri.

Aku sedang meringis sambil terus memegangi bahu yang berdenyut sakit ketika sebuah tangan terulur tepat di depan wajahku. Aku mendongak, dan seketika terpana mendapati pangeran gantengku yang sudah berdiri gagah menawarkan bantuan.

"Sorry ya Dy, tadi gue buru-buru jadi nggak ngeliat lo. Sorry ya, sakit yang mana? perlu ke UKS? Atau, mau gue maintain izin pulang?"

Bian berjongkok mendapati aku tak juga menyambut uluran tangannya. Cowok itu, dengan sweetnya, memegang bahuku dan bertanya khawatir. Seakan akan ia baru saja menabrak seorang Lady Diana atau Ariana Grande atau Yoona SNSD atau siapalah, yang pasti bukan aku yang ujung-ujung rambutnya pun, berbeda dari tiga cewek famous diatas.

"Makannya, jangan suka ngambil barang orang seenaknya. Balikin barang gue?!" sepersekian detik aku baru saja menikmati perhatian Bian, tiba-tiba semuanya dihancurkan oleh manusia jalangkung ini. ya, jalangkung, datang tak diundang pulang tak dijemput. Eh?

Aku bangkit berdiri dan memutar badan menghadap Regen. Tersenyum.

"Ini?" Tanganku membentangkan foto close up perempuan tadi, yang dengan sekali kejap sedah berpindah ke tangan Regen. "Segitu pentingnya ya?" pancingku usil. Entah sejak kapan aku mulai senang menggodanya. Hello!! Menggoda dalam arti bikin dia emosi ya, bukan menggoda yang itu. enak aja!

"Brisik! Lo colong dimana buku gue? Udah liat isinya? Bagus, sekolah mulai nggak aman nih kayaknya" ucap Regen santai. Aku melotot, sama sekali tidak menyangka segitu teganya dia menuduhku tukang nyolong. Sembarangan!

"Nyolong? Ha, lo pikir gue segitu nggak ada kerjaannya nyuri begituan doang? Buku kayak gitu, di tukang loak juga seribu nggak dapet!" HAHAHAHAHA, aku tertawa dalam hati. Nice nice, emangnya dia doang yang bisa ketus? Gitu doang mah, keciilll.

"Jadi bener lo yang nyolong?"

Aku melotot. "Udah gue bilang nggak! Gue nemuin itu kemaren di-"

"Mana ada sih, maling ngaku!"

"EKhhhmm"

Bian berdehem. Aku hanya meliriknya sekilas dan kembali memfokuskan mataku pada Regen.

Siapa sih, yang mau dikatain maling seenak jidat? Emang nggak punya hati ya nih orang..

"Bodo! Terserah lo mau ngatain gue apa. Pokoknya, gue, bu-kan-ma-ling! Dan lo harusnya bersyukur tuh buku nggak dibuka-buka anak kelas 10!" Rentet ku lalu berjalan pergi. Kesal. Orang punya niat baik kok malah dituduh yang nggak-nggak.

***

A/n

Warning : an kali ini bakal agak panjang dan curcol dikit. Dikit banyak yeaa.

1. Pertama, makasih banyak buat yang udah mau sempetin baca apalagi vote cerita abal-abal gue sampe sejauh ini. Tanpa kalian gue bukan siapa-siapa guys. *senyumtrenyuh*

2. Gue baru aja nge-stalk profile penulis-penulis wattpad yang sukses, dan ngeliat umur dan pencapaian mereka, seketika gue pundung. Mereka seumuran gue dan sangat amat bikin ngiri. KAPAN GUE KAYAK MEREKA? *inibabcurcol* //plakk

3. Ini cerita kedua gue di wattpad dan gue harap, bakal lebih dan lebih dari Rain After Cloudy.

Untuk itu gue butuh kritik dan saran. Bantu gue mengikuti jejak Wulanfadi dan kawan-kawan.

Babay!
*masihpundung**lemparkartuUTS*

-A
12/3/16

Continue Reading

You'll Also Like

4.4M 260K 61
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
824 274 12
Original story. Apa artinya menunggu? Jika hanya ketidakpastian berujung kenyataan pahit yang menungguku. Bukankah kamu telah berjanji menjadi langi...
Arial & Adara By B

Teen Fiction

428K 36.5K 20
[ TERSEDIA DI TOKO BUKU SELURUH INDONESIA ] Di sudut Kota Solo, di rengkuh semesta yang sedih melihat pemuda bernama Arial Sakti Dhanurendra. Pasalny...
2.8K 408 33
[COMPLETED] AKU BENCI KAMU! Satu kalimat penuh makna yang aku simpan selama ini sebagai peringatan darimu. Kamu begitu membenciku dan aku begitu menc...