Hello, Kim [END]

By nilarestia

12.2K 2.2K 520

[ a c o m p l e t e n o v e l ] Permasalahan pelik yang menimpa Kim membuatnya hancur berkali-kali. Beraw... More

Prolog
Ketua Kelas?
Buku Kalkulus
Kapan Datang?
Venna
Dingin Kembali
Pameran Lukisan
Siapa Venna?
Kenapa Kim?
Harus Pergi
Widland
Dari Demy
Sudah Lama?
Rahasia Kepindahan
Mendapati Ketakutannya
Mengingat Segalanya Dulu
Dunia Memang Kejam
EXTRA : Tidak Bisa Lari
Kejelasan
Pelukan Yang Sama
Datang Meminta Maaf
Menunggu Bagaimana
Seperti Danau
Tidak Berujung
Kamu Tidak Akan Membiarkan Aku Jatuh
Dalam Hitam
Ada Waktu Kembali
Pertemuan Semu
Hari Sebelumnya
Hari Untuk Kai
Tarik Dan Ulur
Merayap Dalam Bahagia
EPILOG
Especially Thanks!

Hancur

388 91 14
By nilarestia

Hancur

Melihat itu, Ibu Kim hanya menghela napas.

"Venna, maafkan Kim, ya. Dia sedikit kasar sejak kakaknya meninggal."

Venna tersenyum.

-

Kekecewaan Kim bertambah lagi pada ibunya. Kali ini dia membawa anak tirinya ke rumah dengan rasa tidak bersalah. Ibunya ingin menunjukkan satu hal yang membuatnya bahagia hingga meninggalkan keluarganya.

Sampai petang, Kim masih saja melamun di atas tempat tidurnya. Dia tidak bisa menutupi rasa kecewanya pada ibunya. Dan Venna. Perempuan itu dengan tampang polos berkata ingin mengetahui anak kandung ibunya. Untuk apa?

Seseorang mengetuk pintu kamar Kim. Samar-samar dia mendengar suara ibunya memanggilnya pelan. Mau apa lagi sih!

Dia turun dari tempat tidur dan melenggang menuju pintu.

"Ayo turun, kita makan malam," ujar Ibunya begitu pintu terbuka.

"Aku tidak lapar." Buru-buru Kim menutup pintunya lagi.

Brak!

"Kim!" Ibunya memekik keras. "Kamu harusnya menghormati ibu. Buka pintunya dan turun untuk makan malam!" Nada ibunya meninggi hingga terdengar dari bawah. Telinganya panas. Dengan kasar dia membuka pintu dan melewati ibunya. Dia turun ke ruang makan kali ini.

Oh. Masih ada dia.

Terlihat Venna duduk manis di meja makan.

"Hello, Kim," sapa Venna lalu tersenyum. Hanya dibalas lirikan oleh Kim.

Ibunya turun dan duduk. "Tunggu apa lagi? Cepat duduk!"

Kim duduk. Situasi ini membuat Kim tidak nyaman. Perasaan kesal yang tidak berhenti juga membuatnya tidak nyaman. Matanya yang masih bisa melihat orang-orang di depannya ini membuatnya tidak nafsu makan.

Selama makan malam, tidak ada yang mengeluarkan suara. Hanya suara sendok yang terkadang menyentuh piring sehingga mengeluarkan bunyi khas. Suara kunyahan makanan yang ditimbulkan dua anak perempuan dan satu wanita paruh baya memecah hening meski lirih sekali. Setelah selesai, buru-buru Kim beranjak menuju kamarnya lagi.

"Kemana?" tanya ibunya cepat begitu melihat Kim berdiri.

"Apa lagi? Ibu ingin aku menuruti apa lagi?"

"Temani Venna,"

Apa?

"Untuk apa? Aku tidak mau." Kim tidak peduli dengan teriakan ibunya, ia naik ke atas menuju kamarnya.

-

Venna mengetuk pintu kamar Kim. Berkali-kali. Tapi tidak dibuka juga oleh Kim. Dengan terpaksa dia langsung membuka daun pintu. Saat terbuka, di dalam ruangan itu memperlihatkan Kim yang sedang duduk di atas tempat tidur.

"Maaf kalau aku lancang. Habis kamu nggak juga bukakan pintunya." Venna berjalan masuk dan menutup lagi pintunya.

"Siapa yang menyuruh kamu masuk? Keluar!"

"Kenapa? Aku diminta Ibu untuk tidur di sini."

Matanya melebar. Rasa kesal menghampirinya lagi.

"Keluar!"

"Ya tapi ini permintaan ibumu," sela Venna.

Tanpa pikir panjang, Kim turun dari tempat tidurnya lalu menyeret Venna keluar dari kamarnya. Tangan Kim menarik tangan Venna dengan kasar. Dia menyeret Venna menuju ibunya. Kim mendorong Venna ke arah ibunya dengan kasar hingga dia terbanting ke sofa.

"Venna!" sontak ibunya kaget melihat Venna terbanting begitu. "Kamu tidak apa-apa?"

"Ibu keterlaluan. Rumah ini punya banyak kamar, kenapa Ibu menyuruhnya untuk tidur denganku?"

"Kamu yang keterlaluan!"

"Apa? Aku sudah bilang kalau aku tidak menerimanya sebagai siapa pun. Kenapa Ibu memaksa, sih!"

"Kim!" Ibunya memekik lagi. "Kalau kamu tidak menuruti perintah ibu, kamu akan ibu pindahkan ke Four!"

"Four lagi? Aku tidak peduli," jawab Kim sekenanya. "Dengarkan aku, Ibu. Aku sudah tidak suka dengannya dengan alasan yang sudah jelas. Aku tidak menerimanya. Kalau Ibu ingin aku berhubungan dengan keluarga baru Ibu, aku tidak mau."

Perkataan Kim adalah apa yang dia rasakan. Dia tidak bisa berpikir banyak. Dia sudah kesal, sudah benci. Tapi kenyataannya ibu dan anak tiri ibunya semakin membuatnya kesal.

"Bu, kalau Ibu sudah bersama mereka kenapa Ibu harus kembali lagi ke mari, kembali padaku. Ibu sudah bahagia 'kan dengan suami dan anak baru Ibu. Ibu rela meninggalkan kami demi mereka. Tapi sekarang Ibu kembali lagi dengan banyak permintaan. Ibu kembali dengan tanpa penyesalan. Apa Ibu bahagia? Apakah itu yang Ibu inginkan?" Kim berhenti sebentar untuk menarik napas. "Ada apa dengan Ibu? Aku anak Ibu, tapi rasanya aku sudah tidak memiliki siapa pun lagi di dunia ini. Ketika ayah dan Kak Kath meninggal, aku pikir aku masih mempunyai seorang ibu yang akan selalu menjagaku dan menyayangiku. Tapi ternyata aku salah. Ibu pergi dan tinggal bersama orang lain, bersama keluarga baru Ibu. Kenapa Ibu setega ini!" Kim berteriak kesal.

"Kenapa!" Kim beralih ke Venna. "Kenapa kamu harus ada di hidupku? Sekarang kamu senang dengan semua yang kamu dapatkan? Ibuku sudah diambil ayahmu. Lalu apa lagi?" Teriakan demi teriakan yang terlontar dari mulut Kim membuatnya tidak karuan. Mata Kim yang sudah berkaca-kaca sangat tajam menatap Venna.

"Kim, aku nggak ada maksud untuk jahat sama kamu. Aku nggak tahu apa pun tentang ayahku yang tiba-tiba menikah dengan ibumu. Dan aku nggak tahu kalau jadinya seperti ini," jelas Venna.

Tapi langsung dibalas oleh Kim, "Ya, sekarang kamu tahu jika ayahmu sudah menikah dengan ibuku dan ibuku meninggalkan keluarganya. See? Kalian benar-benar!"

"Kim!" Ibunya memekik lagi.

"Kalau kamu mau ambil, ambil semuanya sampai aku benar-benar hancur!" Kim tersenyum tipis. Senyuman yang menyayat hatinyanm sendiri. Dalam hatinya sudah tidak ada harapan untuk kembali bahagia. Karena orang-orang yang dia sayang sudah pergi.

"Aku nggak akan mengambil apa pun dari kamu," ujar Venna.

Oh ya?

Plakk. Kim berhasil menampar pipi Venna dengan keras. Kim sudah membenci perempuan itu sama seperti ibunya. Dia bisa melihat semuanya dari Venna. Dia bukanlah perempuan yang baik. Setiap kata-kata yang keluar dari mulut Venna adalah bohong. Terlihat sekali dari wajahnya yang bahagia sekali Kim seperti ini.

"Kim!" Ibunya memekik lalu menampar balik Kim dengan keras.

Plakk

"Ibu tidak pernah mengajarkanmu menjadi seperti ini! Kenapa kamu kasar pada saudaramu!"

"Aku sudah bilang, aku tidak pernah punya saudara yang hatinya busuk seperti dia!" teriak Kim. Emosinya sudah di ambang batas. "Ibu tahu dalam hatinya, dia bahagia jiak aku seperti ini! Dia bahagia telah merebut Ibu dariku! Ibu lihat dia tersenyum, lihat!"

Ibu mencengkeram lengan Kim kasar. Dia tidak tahan dengan anaknya yang demikian.

"Cukup Kim! Tolong jangan seperti ini! Sekarang kamu minta maaf pada Venna. Kalau tidak, kamu akan ibu pindahkan ke Four besok."

"Ibu akan menyuruhku ke Four? Dengan senang hati. Ke Four, Widland, Domark atau ke mana pun silahkan. Aku bahagia, karena nanti aku tidak akan bertemu dia atau bahkan Ibu lagi."

"Ibu sudah, biarkan Kim di sini. Aku nggak apa-apa." Venna mencoba menenangkan ibunya.

"Nggak perlu kamu membelaku. Bukannya kamu senang kalau aku pindah?" balas Kim cepat.

"Kim cukup!"

Plakk. Satu lagi tamparan untuk Kim. Yang membuat dia diam sebentar.

Kim menatap ibunya dengan mata yang semakin berkaca-kaca. "Apa Ibu bahagia? Cukup. Ibu tidak perlu lagi mengurusku. Ibu urus saja keluarga baru Ibu. Aku bisa hidup sendiri. Ibu tidak perlu repot-repot mengurusku seperti ini. Cukup. Aku bisa sendiri!" Kim menangis sejadi-jadinya di depan ibunya dan Venna. Dia tidak kuat merasakan keadaan yang kacau ini. Sungguh hatinya tidak berbentuk lagi. Entah ini sedih, kecewa, marah atau apa. Dia sudah lelah berdebat dengan ibunya, merasakan ketegaan ibunya padanya.

Dengan menangis, dia mengambil apa pun yang ada di depannya. Membuangnya asal. Membanting bingkai foto keluarganya tepat di depan ibunya.

"Kalau Ibu sudah mendapat dunia baru, sana pergi! Ibu tidak perlu ke dunia lama Ibu! Dunia lama Ibu sudah hilang. Lihat bingkai foto itu, tidak ada gunanya lagi." Kim menatap nanar bingkai foto keluarganya, lalu dengan mudahnya dia pecahkan. Kakinya membawanya pergi menuju kamarnya.

-

Matahari bersinar cerah. Cahayanya masuk ke sela-sela tirai panjang yang menutup jendela besar di kamarnya. Kim menggeliat di atas tempat tidur. Tubuhnya tertutup selimut tebal sampai leher. Matanya bengkak dan wajahnya pucat. Dia terbangun begitu mengingat ibunya.

"Ouhh!" Dia memegang kepalanya begitu merasakan nyeri. Sejak kejadian semalam, Kim menangis hingga larut. Dan baru bisa tidur sekitar pukul dua dini hari.

Dia bangkit untuk mengambil air minum di bawah. Dia harap tidak ada manusia-manusia kejam lagi di rumahnya.

Begitu sampai di ruang tengah, Kim merasa lega tidak ada lagi kekacauan di rumahnya. Hanya sisa pecahan kecil di lantai ruang tamu akibat lemparan asal Kim. Tampaknya ibunya dan anak tiri ibunya sudah pergi entah sejak kapan.

Segelas air putih telah membasahi tenggorokannya yang kering dan serak. Duduk di salah satu kursi makan. Dia masih memikirkan kejadian semalam. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran ibunya.

Apa dia gila memintaku untuk menerima anak tirinya yang busuk itu?

Kim yang emosinya sudah mereda ingin kembali bersenang-senang dengan kenangannya bersama kakaknya. Dia menuju ruangan kecil yang dibuat ayahnya khusus untuknya dan kakaknya. Ruangan yang selalu terlihat sama tanpa berubah banyak. Ya, karena Kim yang sudah jarang di sini, dan kakak Kim juga tidak lagi di sini.

"Kak," ucapnya lirih memanggil kakaknya. Tubuhnya didudukkan di sofa putih.

"Apa aku salah berbuat begitu kemarin pada Ibu? Aku hanya kecewa dengannya. Kenapa Ibu harus setega ini pada kita? Dia dengan bangga membawa anak tirinya padaku, ke rumah ini. Dia setega itu, Kak." Air mata Kim mulai menetes lagi. Matanya begitu bengkak dan sekarang dia menangis lagi.

"Aku nggak tahan dengannya. Aku lelah, Kak. Dan Venna, dia itu jahat sekali."

Kim menangis.

"Seharusnya aku nggak menangis. Aku sudah janji padamu. Tapi aku nggak bisa. Ini terlalu menyakitkan, Kak."

-

Hingga satu minggu Kim tetap berada di ruangan kecil itu. Dia tidak sekolah. Dia sudah tidak peduli. Dia bahkan tidak peduli kalau hidupnya benar-benar akan hancur. Karena menurutnya sekarang dia sudah hancur. Semuanya pergi dengan mudah meninggalkannya. Tidak ada lagi orang yang sayang padanya. Tidak ada lagi orang yang akan memeluknya, menyanyikan lagu kesukaannya, membelanya, menjaga senyumnya. Hancur hidup Kim.

Bahkan kalau ibunya harus benar-benar memindahkannya ke luar negeri sekalipun, Kim tidak peduli. Artinya ibunya memang sudah jahat padanya.

-

Kelas 1-3 tampak berisik dalam satu minggu ini. Semua siswanya sedang membicarakan sosok Kimberly yang menghilang tanpa kabar. Banyak berita dan dugaan yang simpang siur. Terlebih terdengar di telinga Kai, membuatnya sangat khawatir dengan keadaan Kim.

Setiap hari, setiap pagi, setiap sore dan malam, Kai selalu mencoba menghubungi Kim tapi tidak ada tanda-tanda apa pun dari Kim. Kai bahkan mendatangi rumah Kim beberapa hari ini, sekali dengan Mrs. Kina, tapi tidak ada yang membukakan pagar. Seperti rumah tidak ada orangnya.

"Kamu di mana, Kim? Kamu kenapa?" gunam Kai sendiri.

Demy menghampiri Kai. "Kai. Kok tadi di kantin ada perempuan yang sedang bahas Kim ya?"

"Siapa?" tanya Kai cepat.

"Aku juga nggak tahu. Dia memunggungiku waktu itu," jawab Demy. "Aku juga penasaran sih. Niatnya mau aku datangi, tapi si Vans buru-buru ajak aku kembali ke kelas." Wajah Demy sedikit bersedih.

"Siapa dia?" pikir Kai.

-

NEXT!

NOTE :
Siapa dan siapa pasti buat kalian penasaran. Lanjut saja ya? Hope you like, guys!
Jadi, si Kim tidak masuk sekolah karena stres ya. Batinnya terguncang karena masalah dengan ibu dan Venna. Ini jadi masalah utama di cerita ini. Jadi akan ada kemungkinan Kim akan berperang dingin dengan mereka.
Tunggu lanjutannya!

Hello, Kim
Ditulis oleh Nila Resti Alfiani

Continue Reading

You'll Also Like

5.4M 228K 54
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
655K 44.3K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
3.6M 289K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
8.3M 517K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...