My Last Happiness (TELAH TERB...

By demimoy

2.1M 75.8K 4.3K

Sequel Of The Story 'My Possessive Hero' Masalah itu datang silih berganti dalam kehidupan rumah tangga Anna... More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 12
Bimo's Pov
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
1. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-
2. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Dibaca! Butuh Jawaban
PO
OPEN PO - MY LAST HAPPINESS

3. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-

47.1K 2.7K 187
By demimoy

Karena kalau aku nulis langsung part Anna, akan tidak nyambung. Jadi aku putuskan untuk nulis dari sudut pandang Author lagi ya:)

Selamat menikmati kesakitan Bimo..

-

Author's Pov

Bimo menatap Anna dalam diam. Dilihatnya Anna yang terbaring lemah, dengan keadaan yang sama. Begitu damai dan pucat pasi. Tidak ada suara apapun di ruangan ini. Bahkan suara napas Bimo hampir saja tidak terdengar, karena beberapa kali dia harus menahan napasnya. Demi mengusir rasa sesak di dadanya.

"Anna, istriku yang cantik. Sampai kapan kamu tidak mau membuka matamu? Sampai kapan kamu tertidur seperti ini dan hanya memberikan harapan yang tidak pasti?" Di genggamnya tangan Anna dan di remas lembut. "Kamu boleh marah padaku Anna, maki-maki aku semau-mu. Siksa aku semau-mu. Tapi tidak dengan kamu diam dan tidak merespon apa yang aku lakukan seperti sekarang ini?"

Hening.

"Harus dengan cara apalagi supaya kamu mau membuka matamu itu Anna? Setiap hari aku berbicara, berharap kamu mendengar semua yang aku katakan. Tapi, kamu sama sekali tidak mendengarkanku," gumamnya serak. Bimo menyeka air mata yang lolos dari pertahanan.

"Baiklah kalau begitu. Aku masih suami kamu bukan? Dan seorang suami itu berhak menyuruh dan melarang apapun pada istrinya. Dan jika seorang istri membantah ucapan suaminya. Berarti istrinya itu berdosa," ucap Bimo dengan tenang. Ucapannya berbanding terbalik dengan suasana hatinya yang bergemuruh.

"Aku adalah suamimu. Dan kamu adalah istriku. Jadi, aku memerintahkan kamu untuk membuka matamu sekarang!" ujarnya dingin. Diremasnya tangan Anna semakin kuat. "Sekarang Anna!"

Hening. Bimo bangkit dari duduknya dan menatap istrinya sedih dan frustasi.

"Anna dengarkan aku! Aku menyuruh mu membuka matamu sekarang! Apa kamu tidak dengar itu?" Bimo menunduk, kedua tangannya membingkai wajah pucat Anna.

"Anna?! Apa kau tidak mendengarku? Anna buka matamu sekarang juga, atau kau akan jadi isteri yang berdosa karena tidak menuruti apa yang suamimu katakan... Anna buka matamu sekarang!!" teriak Bimo frustasi mengguncang bahu Anna. Air matanya sudah membasahi wajahnya. Bahkan sudah menetes membasahi baju yang di pakai Anna.

Semakin gencar Bimo mengguncang bahu Isterinya dan berteriak agar Anna membuka matanya.

"Anna buka matamu! Dan kamu bisa menghukumku dengan cara yang lain! Tidak dengan diam seperti ini. Ini sangat menyakitkan Anna. Buka matamu sekarang juga Anna! Buka sekarang!" Bimo berteriak dan mengguncang lebih keras bahu Anna yang tidak merespon apapun.

"Anna!"

"Mas!" Aliza yang baru saja datang terkejut melihat Bimo sedang berteriak-teriak dengan frustasi menyuruh Anna membuka matanya. "Apa yang kamu lakuin Mas." Aliza menarik lengan Bimo agar melepaskan tangannya dari bahu Anna.

"Dia tidak mau membuka matanya, Al," gumam Bimo frustasi.

Aliza memegang kedua lengan pria di hadapannya, lalu menghadapkannya padanya. Di tatapnya lembut pria yang tengah menangis itu. "Kamu harus istirahat Mas, biar aku yang ganti kamu jaga Anna," ucapnya kemudian setelah menghela napas. Sebenarnya dia merasa tidak tega melihat kondisi sahabat suaminya sekaligus adik iparnya itu dalam satu bulan ini. Karena keadaan Anna yang tidak menunjukan perubahan sedikitpun.

"Aku belum lelah," ujar Bimo mengalihkan pandangannya pada Anna.

"Kamu boleh saja bilang fisikmu tidak lelah, tapi psikis-mu yang lelah. Istirahatlah, biar aku yang menunggu Anna," ucap Aliza lembut, lalu melangkah melewati Bimo dan duduk di tempat Bimo tadi duduk.

Akhirnya mau tak mau Bimo pun keluar dari ruangan. Berjalan menelusuri lorong demi lorong hingga akhirnya dia sampai di luar rumah sakit. Saat angin dan awal kelabu menyambutnya.

Alam seakan-akan sedang menyindirnya. Karena semenjak kejadian satu bulan yang lalu, Bimo merasa warna di hidupnya telah luntur perlahan dan menyisakan warna abu-abu penuh air mata.

Bimo berjalan gontai menuju ke arah mobilnya di parkiran. Dia mungkin harus pulang, dan sedikit me-refresh otaknya disana.

Di tengah perjalanan konsentrasinya membuyar karena ponselnya berdering. Di lihatnya layar yanhlg berkedip. Aliza. Nama yang tertera.

Segera Bimo menerima telpon itu.

"Halo Mas, Anna sadar." Sesaat Bimo bengong. Otaknya lambat mencerna apa yang di katakan Aliza.

Lalu Bimo menghembuskan napasnya lelah. Pikirannya sedang kacau, sampai-sampai pendengarannya juga sedang kacau.

"Ada apa, Al?" gumam Bimo datar.

"Mas, Anna sadar," jawab Aliza mengulang ucapannya dengan sedikit berteriak girang dari sebrang telpon. Barulah kali ini Bimo mendengar dengan jelas.

Matanya terbelalak mendengar ucapan kakak iparnya itu. Membuat seluruh tubuhnya gemetaran.

Tanpa berucap apa-apa lagi. Bimo langsung memutuskan sambungan telponya. Lalu, bergegas memutar arah balik mobilnya kembali ke rumah sakit.

Sebulan sudah dia berada di rumah sakit menemani istrinya yang tak kunjung membuka matanya.

Sebulan sudah dia melewati setiap harinya dengan harapan baru di pagi hari.

Sebulan sudah dia bergelut dengan perasaan rasa bersalah, cemas dan penyesalan.

Sebulan sudah dia menghabiskan setiap detiknya dengan penuh kepedihan.

Sebulan sudah dia merasa paru-parunya tersumbat, dan tak bisa menerima asupan oksigen.

Sebulan sudah dia merasa darahnya tak lagi berdesir dan mengaril. Tiba-tiba saja membeku membuatnya menjadi kaku.

Sebulan sudah dia merasa jantungnya berhenti berdetak.

Sebulan sudah dia harus menerima, bahwa kini dia hidup di dunia yang abu-abu. Tanpa warna. Karena warna-warna dalam hidupnya sudah terkubur bersama dengan jasad purtinya.

Sebulan sudah dia merasakan hidup hanya seorang diri, hampa tak berkesan.

Sebulan sudah dia selalu merasa sepi di dalam keramaian.

Dan kini semua hal yang menyakitkan di sebulan penuh itu sudah lenyap.

Mendadak telinganya dapat mendengar apapun suara yang berada di sekitarnya.

Mendadak dia menyadari bahwa dia tak sendirian, ada orang-orang di sekitarnya.

Mendadak warna-warna yang telah sirna itu kini mulai kembali bangkit dan menwarnai alam kelabunya.

Dan harapan itu, harapan baru di pagi hari yang selalu ia bawa, kini sudah terkabulkan.

Saat telinganya mendengar kabar si penyemangat hidupnya sudah kembali dan membuat jantungnya kembali berdetak, membuat paru-parunya menerima oksigen, membuat darahnya mengalir membuat seluruh tubuhnya menjadi lentur tak lagi kaku.

Sesampai di rumah sakit Bimo langsung berlari masuk ke dalam bangunan tempat isterinya berada itu. Dan tiba-tiba saja langkahnya terhenti saat tinggal dua meter lagi Bimo akan sampai di ruangan tempat Anna dirawat.

Bimo berpikir, lalu setelah dia masuk dan bertemu Anna, apa yang akan dikatakannya nanti? Terutama mengenai putrinya. Sudah pasti Anna akan menyalahkan dia sebagai penyebab dari semuanya.

Tapi apa Bimo sepengecut itu, karena takut menerima kemaran Anna? Tentu saja tidak. Apa yang dia perbuat, itu yang akan dia terima. Dan kali ini, Bimo harus sangat menyiapkan diri menerima semua kemurkaan Anna.

Dengan tekad kuat Bimo melangkahkan kakinya menuju kamar Anna bersamaan dengan dokter, suster, Aliza dan Radit keluar dari dalam. Wajah ketiganya tampak sedih dan lelah.

Dan Bimo sudah bisa menebaknya kenapa mereka bisa sampai berekspresi seperti itu.

Tanpa mengucapkan apapun Bimo melanjutkan langkahnya dan terhenti kembali saat tangan Radit menahannya.

Bimo menoleh dan menatap Radit datar.

"Sebaiknya lo jangan dulu masuk Bim, dia masih dalam keadaan benar-benar terguncang. Biarkan dia sendiri dulu," gumam Radit memperingati.

Tapi, Bimo tidak mau tahu, yang dia inginkan yaitu berada di dalam dan memberikan kekuatan pada Anna. Anna sudah pasti membutuhkannya. Mumbutuhkannya sebagai tameng untuk meluapkan semua amarahnya. Dan Bimo siap menerina luapan amarah Anna terhadapnya.

Bimo melepaskan tangan Radit di lengannya. "Dia butuh gue sekarang!" jawabnya datar lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Saat di buka pintu itu, Bimo mendapati Anna yang tertidur dan membelakanginya. Aura kesakitan dan keputus asaan langsung bisa Bimo rasakan. Sama persis seperti saat Bimo mendapat kabar dia kehilangan Anaknya.

Pelan-pelan Bimo memasuki ruangan itu. "Sayang?" gumamnya setelah dia sampai di samping tempat tidur isterinya.

Hening.

Bimo menguatkan hati untuk menyentuh wanitanya itu.

Bisa Bimo rasakan tubuh Anna menegang di tempatnya saat dia menyentuh wanita itu.

"Keluar dari sini!" gumam Anna dingin. Tanpa menoleh ke arah Bimo.

"Maafkan aku, Sayang." Hanya itu yang bisa Bimo katakan sekarang. Meski ia tahu, hanya dengan kata maaf tidak akan menyelesaikan semuanya.

Bagaimana Anna bisa memaafkannya sedangkan dia sendiri sampai sekarang masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri.

Anna berbalik lalu bangun dan menatap Bimo dingin. "Apakah dengan kata maaf semuanya akan kembali pada keadaan semula?" ujarnya datar. Bimo menatapnya penuh penyesalan. Sudut matanya terasa panas melihat wajah kekecewaan isterinya.

"Apakah dengan hanya kata maaf bisa mengembalikan dia yang sudah pergi dariku? Ha? Apakah dengan kata maaf, semua sakit yang aku rasakan hilang begitu saja?!"

"Tidak!" Bimo tahu, tentu saja kata maafkan tidak cukup. Dan tidak akan cukup.

Bimo mendekatkan dirinya pada. Rasa panas di matanya kini sudah berubah menjadi cairan hangat yang meluncur bebas di pipinya. Dan saat Bimo ingin mendekap Anna. Anna mendorong tubuhnya dengan sekuat tenaga. Membuat Bimo terdorong dan punggungnya membentur daun pintu.

"Jangan pernah menyentuhku lagi, setelah aku tahu tubuhmu itu bukan hanya untuk menyentuhku saja!" desis Anna tajam.

Tapi Bimo tak mau menyerah, dia bangkit dan kembali menghampiri istrerinya tanpa berkata. Dan tentu saja itu tidak mudah, Anna terus memberontak dan mengatakan kata-kata yang melukai hatinya. Meski Bimo sadar dia pantas mendapatkan kata-kata itu.

Hingga tiba-tiba, Anna tak lagi memberontak karena dia kehilangan kesadarannya lagi. Dan itu sukses membuat Bimo kembali kalut, dia tidak mau lagi menunggu lebih lama. Bagaimana kalau Anna kembali koma? Bimo merasa harapannya telah di patahkan.

Tapi untung saja, dokter bilang kalau Anna hanya pingsan. Dan akan sadarkan diri tidak lama lagi. Selama itu juga Bimo tidak meninggalkan tempatnya, menunggu Anna membuka matanya kembali.

Bimo menatap mata itu, menunggu mata itu kembali terbuka. Dan akhirnya bulu mata itu bergerak dan mata itu terbuka menatapnya.

"Sayang?" Bimo mengeratkan pegangan tangannya di tangan Anna.

Tapi Anna langsung menarik tangannya dan menatap waspada Bimo. Membuat bimo mengerutkan keningnya. "Kamu siapa?" Apa katanya? Ucapan Anna sukses membuat hati Bimo melemas. Apa maksud dengan 'kamu siapa?'

Oke, dia hanya becanda saja. Gumam Bimo dalam hati. Tapi setelah melihat reaksinya yang serius dan tak menunjukan kalau Anna becanda, saat itu juga Bimo merasakan kalau Anna menggores kembali luka yang baru saja kering.

Bimo memilih pergi dari ruangan itu dari pada harus mendengar ucapan Anna yang semakin menyakiti hatinya, karena isterinya yang dicintainya itu kini tidak mengenalinya.

Sampai diluar orang-orang langsung menodong Bimo yang menunjukan raut wajah lelah. Yang seharusnya tidak Bimo perlihatkan.

"Ada apa kak?" tanya Firly tak sabar.

"Dia gak ngenalin aku," ucap Bimo lemas.

Sontak semua orang yang berada disana terkejut dengan apa yang di katakan Bimo. Sedang tak lama Radit datang dengan dokter dan suster.

Radit mengernyitkan keningnya melihat semua ekspresi yang di pasang orang-orang.

"Ada apa ini?" ucap Radit yang tidak tahu apa-apa.

"Anna, gak ngenalin kak Bimo," jelas Firly.

Tanpa ba-bi-bu lagi Radit langsung membawa dokter itu masuk ke dalam untuk memeriksa keadaan adiknya itu.

Tak lama kemudian mereka kembali keluar, lalu dokter itu menjelaskan keadaan Anna sekarang. Kalau dia kehilangan ingatannya 5 tahun kebelakang.

Kenyataan baru yang di hadapi Bimo, ternyata lebih menyakitkan lagi. Dia mencintai Isterinya dengan penuh perjuangan dan pengorbanan. Tapi kali ini, istrinya melupakan semuanya tanpa jejak. Melupakan masa panjang yang mereka lewati. Melupakan proses dimana mereka akhirnya bisa bersatu. Dan dia melupakannya delam sekejap.

Malam itu Bimo tidak ikut menemani Anna di rumah sakit, dia memilih pergi ke club malam. Dia butuh beberapa gelas alkohol untuk melupakan sekejap masalah yang di hadapinya sekarang.

Sampai di rumah sakit. Dengan sedikit sempoyongan Bimo menelusuri lorong-lorong rumah sakit. Dan saat sampai di ruangan tempat Anna berada, disana sudah tidak ada siapapun.

Sambil berpegangan pada sandaran pintu. Bimo melihat wanita yang dicintainya sudah tertidur dengan damai. Pahit rasanya saat Bimo kembali mengingat masalahnya. Tapi dia mencintai Anna. Dan dia akan berusaha mengembalikan ingatan Anna padanya, atau kalaupun tidak dia akan berusaha mengembalikan cinta Anna padanya.

Besok siangannya, Anna sudah bisa kembali pulang karena keadaannya sudah cukup membaik. Dua penolakan Anna memang mengiris hatinya yang masih terluka. Tapi Bimo tak bisa apa-apa. Dia hanya bisa pasrah.

"Lo harus sabar, dilupakan itu memang menyakitkan," ujar Radit dengan sedikit penekanan di kata 'menyakitkan' dan sukses membuat Radit mendapat pelototan dari isterinya.

Mau tak mau Bimo terkekeh melihat Radit mendapat cubitan maut Aliza di lengannya.

"Iya, ampun sayang..." ringis Radit sambil memegang tangan isterinya agar melepaskan cubitannya. "Tenang, nanti gue kasih tahu gimana caranya balikin ingatan isteri lo." Radit menaik turunkan satu alisnya.

"Sorry, gue punya cara sendiri buat Anna balik kaya dulu. Gue gak mau nurutin saran dari lo Dit. Lo aja dulu malah ninggalin Aliza gitu aja, gak ada pengorbanan buat dapetin dia lagi," ucap Bimo tak acuh, lalu menyenggol lengan Radit sebelum naik ke dalam mobil. Meninggalkan Radit kena omel istrinya.

Setelah sampai di rumah, Bimo hanya mengantarkan Anna ke dalam kamar lalu kembali meninggalkan Anna di dalam kamar sendirian. Secara tidak langsung hatinya kembali terluka saat Anna menolak di pegang tangannya oleh Bimo saat mereka akan masuk ke dalam rumah. Sebegitu asingnya kah dia untuk Anna?

Saat ini Bimo berada di dalam ruangan kerjanya. Merenung dan menyendiri. Sampai kapan dia akan terus mendapatkan penolakan. Bagaimana bisa Bimo mengembalikan semuanya, sedangkan Anna saja selalu menghindari menatapnya.

Malam harinya, Bimo terbangun. Dia memikirkan semuanya sampai-sampai dia tertidur di meja kerjanya.

Dilihatnya diluar sudah tidak ada siapapun. Mungkin mereka semua sudah pulang. Langsung Bimo melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

Saat membuka pintu dilihatnya Anna yang sudah tertidur. Tapi, tak lama setelah Bimo menutup pintu wanita itu terbangun dan langsung terjaga. Senyum samar terukir di bibir Bimo. Ini kebiasaan Anna kalau Bimo pulang larut malam.

Setelah membuka jacket-nya Bimo langsung naik ke tempat tidur, dia malas mengganti bajunya karena sudah terlalu cape.

Dia memejamkan matanya saat sudah berbaring di samping Anna. Percayalah, Bimo bahkan merasakan kalau sekarang Anna sedang memperhatikannya. Dan Bimo membiarkannya. Bimo kembali membuka matanya saat dirasakannya Anna akan turun dari tempat tidur.

"Mau kemana?" ucap Bimo memecah keheningan.

Anna bangkit dan berdiri di samping tempat tidur menatap Bimo. "Aku gak bisa tidur disini."

"Aku tidak bisa tidur bersama pria yang tidak aku kenal... emh maksudnya, meskipun kamu suamiku tapi-" Penolakan lagi? Oh god. Bahkan dia tidak mau tidur bersamaku? Gumam Bimo dalam hati. Kebarannya benar-benar sedang dioyak. Tapi mau tak mau Bimo harus mengalah pada keadaan kalau dia tidak mau kehilangan cintanya.

Di sibaknya selimut yang menutupi tubuhnya lalu bergegas turun dari tempat tidur. "Yasudah kamu tidur disini saja, biar aku di kamar yang lain." Biar Anna yang tidur di dalam kamar penuh kenangan itu. Pikirnya.

"Tapi-"

"Tidak pa-pa. Ayo kamu harus istirahat." Bimo mendorong lembut tubuh Anna agar aku kembali berbaring.

Bimo menarik selimut, dan menyelimuti Anna. CUP. "Selamat malam." Sebisa mungkin dia akan memperlakukan istrinya itu dengan baik. Meskipun Bimo tahu, Anna merasa tidak nyaman dengan prilakunya sebagai 'pria asing' untuk Anna.

Besok paginya Bimo terbangun dengan seruluh badan pegal-pegal karena dia tertidur di sofa ruang kerjanya. Baginya tidak ada ruangan yang nyaman selain kamar dan ruangan kerjanya. Maka dari itu dia memilih tertidur di ruangan kerjanya.

Dilihatnya jam yang berada tak jauh darinya. Ini sudah pukul sembilan pagi. Dan dia terlambat pergi ke kantor. Rencanya hari ini Bimo akan kembali bekerja, karena dia tidak mungkin berada di dekat Anna yang masih belum mau berdekatan dengan dia. Itu akan menyakitkan. Sabar, dan sedikit-demi-sedikit Bimo akan mengembalikan Anna-nya.

Bimo keluar dari ruangan kerjanya dan melihat kesekeliling. Sepi. Tak ada siapapun. Lalu kembai melanjutkan langkahnya ke kamarnya. Dan di kamarnya pun tidak ada siapapun. Kemana Anna?

Bimo bergegas keluar lagi dari kamar dan mencari Anna diseluruh penjuru ruangan di dalam rumah ini. Tidak ada dimanapun.

"Mbak, istriku dimana?" tanya Bimo saat ditemuinya mbak Asih yang sedang membersihkan kolam renang.

"Eh, den Bimo. Itu... anu, non Anna baru saja pergi keluar," jawab Mbak Asih tergagap.

"Pergi?" ucap Bimo bingung.

Mbak Asih mengangguk. "Iya, Den. Katanya mau ke rumah non Firly."

"Dia pakai apa? Apa bawa mobil sendiri?"

"Tidak den, tadi non Anna pakai taksi."

"Oh, yasudah... lain kali jangan biarkan dia bawa mobil sendiri dulu ya, Mbak," gumam Bimo. Sebelum kembali masuk ke dalam kamar.

Sampai di dalam kamar Bimo langsung mengirimi pesan pada Firly.

Setelah itu dia bergegas mandi untuk pergi ke kantor. Selesai bersiap-siap Bimo langsung pergi ke kantor. Sebenarnya, dia tidak ada mood untuk mengerjakan sesuatu. Pikirannya terlalu fokus pada cara bagaimana Bimo bisa mengembalikan ingatan Anna? Apa Bimo perlu membenturkan kepala Anna? Seperti yang dilakukan di film-film.

Bimo terkekeh geli membayangkan kalau dia membenturkan kepala Anna dengan sengaja "Ah, itu sangat konyol," ucapnya sambil mengacak rambutnya gemas.

Karena merasa bosen berada di kantor sehariab tanpa melakukan apapun. Akhirnya Bimo memutuskan pulang. Ini sudah jam 4 sore. Setidaknya, kalau pulang di rumah Bimo bisa melakukan kebiasaan yang biasa dia dan Anna lakukan. Semoga saja perlahan ingatan itu akan kembali muncul.

Sampai di rumahnya, Bimo mengernyit melihat mobil yang terparkir di halaman rumah.

Dengan penasaran Bimo masuk ke dalam rumah. Dan benar saja, orang yang mempunyai mobil itu kini sedang berada di ruang tamu.

Wanita itu sedang gelisah. Bisa terlihat dari kedua tangannya yang saling meremas. Tidak seperti biasanya wanita itu berpenampilan seperti ini. Biasanya wanita ini berpenampilan sangat modis dan fashionable. Tapi kali ini, dia sangat terlihat biasa bahkan terkesan berantakan.

"Mau apa kesini?" gumam Bimo dingin.

Wanita itu mengangkat kepalanya dan menatap sedih Bimo. "Sayang, kenapa ku bilang seperti itu?"

"Sudah aku bilang, jangan ganggu rumah tangga kami. Kenapa tidak mengerti juga?"

"Mommy kesini mau bertemu Anna, mommy mau minta maaf sama dia. Mommy tahu, mommy salah. Tapi-"

"Ya aku sudah tahu, dan alasan Mommy itu sama sekali tidak bisa di anggap wajar. Sudahlah, sekarang Mommy pergi dari rumah aku. Dan jangan ganggu kami lagi!" ujar Bimo tegas.

"Daddymu marah sama Mommy. Bahkan sampai sekarang dia masih tidak mau tidur satu ranjang dengan Mommy. Dan semua itu membuat Mommy sadar. Mommy salah, tidak seharusnya Mommy melampiaskannya pada Anna," ucap wanita itu di sela isakannya.

"Percuma Mommy datang kesini dan minta maaf. Semuanya sudah terjadi. Dan satu lagi, kalau Mommy meminta maaf pada Anna hanya karena ingin hubungan Mommy dengan Daddy membaik. Itu salah besar." Bimo bejalan mendekati wanita yang sudah melahirkannya itu. Lalu di cengkramnya lengan Mommy-nya. "Sekarang Mommy pulang saja," ucapnya lalu menyeret Mommy nya keluar rumah.

"Bimo, Mommy mohon kasih Mommy kesempatan untuk bertemu Anna," ucapnya sangat memohon. Wajah cantiknya sudah penuh dengan air mata.

Tapi, Bimo tidak mengindahkan ucapan Mommy-nya. Di berbalik dan melangkah kedalam rumah. Sebelum langkahnya kembali terhenti.

"Anna..." pekik suara wanita itu dari belakang Bimo. Saat itu juga Bimo menoleh kebelakang. Dan ditemukannya Mommy nya sedang memeluk Anna yang terlihat kebingungan.

Melihat itu Bimo langsung menghampiri mereka dan menarik tangan Anna menjauh dari Mommy-nya.

"Jangan sentuh istriku, Mom!" gumam Bimo tegas dan marah.

"Anna, sayang. Maafin Mommy." Dela tak mengindahkan ucapan putranya. Sambil menangis Dela menghampiri Anna dan memegang tangan wanita itu. Membuat Anna semakin bingung.

"Sudah kubilang jangan sentuh istriku!" bentak Bimo menepis tangan Mommynya.

"Om!" teriak Anna menginterupsi keduanya. "Dia Mommy-mu bukan? Kenapa kamu bentak-bentak?" Tidak aneh Bimo mendengar Anna mengucapkan itu. Tentu saja Anna juga sudah melupakan kelakuan mertuanya itu.

Tapi disini Dela-lah yang merasa bingung.

"Kenapa? Mommy kaget, ha? Mommy senang sekarang dia sudah melupakan semua kelakuan jahat Mommy sama dia?" ujar Bimo mendorong tubuh Anna kebelakang tubuhnya lalu menatap Mommy-nya datar.

Dela, menutup mulutnya dengan tangannya terkejut. "Maksud kamu apa?" tanyanya tercekat.

"Sekarang Mommy pergi dari sini!"

"Om-"

"Diam Anna! Sekarang kamu masuk kedalam!" ujar Bimo menunjuk ke dalam rumah.

"Kamu ini apa-apaan sih. Sama Mama sendiri tidak sopan!" ujar Anna menantang.

"Masuk!" gumam Bimo dingin tak terbantahkan. Akhirnya mau tak mau Anna masuk kedalam rumah.

"Bimo mohon jangan ganggu kami Mom!" ucap Bimo sebelum dia menyusul Anna masuk ke dalam rumah.

***

Tbc..

Maaf datar:))

Vote and comment nya aku tunggu lho..

Maaf ya, baru update lagi. Di klinik lagi sibuk banget dan juga susah cari ide hehe:))

Selamat menikmati, semoga terhibur:))

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 31.9K 8
(TELAH TERBIT) Aliza tak habis pikir mengapa sebelum meninggalnya Marvel justru memintanya menikahi Radit--sosok yang tidak dikenalnya sama sekali. M...
167K 17.5K 49
[TERSEDIA DI DREAME] Karena kita tak lebih dari cerita singkat di malam hari. Bagi Verza, Rensha adalah sahabat terbaiknya. Bagi Rensha, Verza adalah...
1.3M 43.5K 42
Bagaimana rasanya kalau kamu menikah dengan seseorang yang sudah mencuri semua rasa cintamu? Tetapi kalian hanya menikah dalam kurun waktu sehari? Sa...
939K 51.7K 34
Olla Agustine Bosse Dia arogan, playboy, egois, tak berhati dan suka seenaknya saja. Dia menganggap semua orang itu adalah sebuah properti. Aku benar...