My Last Happiness (TELAH TERB...

By demimoy

2.1M 75.8K 4.3K

Sequel Of The Story 'My Possessive Hero' Masalah itu datang silih berganti dalam kehidupan rumah tangga Anna... More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 12
Bimo's Pov
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 19
1. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-
2. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-
3. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Dibaca! Butuh Jawaban
PO
OPEN PO - MY LAST HAPPINESS

Bagian 18

46.1K 3K 440
By demimoy

Selamat malam semuanya..

"Anna buka pintunya!!" Suara teriakan seseorang itu mengusik kegelapan yang sunyi jauh di alam bawah sadarku.

Perlahan kubuka mataku yang terasa bengkak. Kepalaku pun terasa sakit dan suhu tubuhku sekidit panas. Aku mengedarkan pandanganku. Gelap.

Bayangan kejadian tadi sore berkelebat. Saat Mommy menamparku dan aku menangis hingga tertidur. Aku meraih ponselku di atas nakas dan melihat jam. Sudah pukul setengah sembilan malam. Pantas saja kamar ini gelap.

Aku bangun dan turun dari tempat tidur.

"Anna buka pintunya! Atau aku dobrak!" teriak seseorang dari luar kamar, menggedor daun pintu dengan tidak sabar.

"Iya..." gumamku serak. Aku bangkit dan berjalan ke arah jendela yang belum aku tutup. Hujan deras dari luar membuat suhu di dalam kamar menjadi dingin. Selesai menutup jendela aku melangkah ke arah pintu dan membukanya tanpa menyalakan lampu terlebih dulu.

Aku mendapati pria yang kini berdiri di ambang pintu. Karena lampu kamar yang belum di nyalakan membuat tubuh pria itu seperti sebuah seluit karena sinar lampu yang menerobos masuk dari dalam rumah.

Aku masih sakit hati karena ulah Mommy. Tak ada yang keluar dari mulutku. Aku hanya menatapnya sesaat lalu berbalik dan duduk di tepi tempat tidur.

Bimo ikut masuk kedalam kamar setelah menyalakan lampu dan menutup pintu.

"Kenapa bisa sampai seperti itu?" gumam Bimo dingin membuatku tak percaya karena memulai percakapan dengan pertanyaan seperti itu.

Aku mendongkak menatap Bimo yang berdiri menjulang di hadapanku. Keningku mengernyit menatapnya.

"Maksud kakak?"

"Aku mengijinkan dia menemanimu dan memberikan kepercayaan itu padamu. Aku tahu dia sepupumu. Tapi, itu tidak menutup kemungkinan bukan?" Aku tersentak mendengar ucapan yang Bimo lemparkan. Apa maksud dari kata-katanya?

"Aku tidak percaya kamu bisa mengatakan itu!" ujarku ketus menatapnya tak percaya. Apakah Bimo juga menyalahkan aku dan mempercayai omongan oranglain.

"Entahlah Anna, kakak pusing memikirkan pekerjaan. Dan kakak tak bisa berpikir dengan tenang," ucapnya gusar.

Aku berdiri dan menatapnya marah. "Jadi kakak membenarkan Mommy, kalau dia memang seharusnya menamparku?!!" teriakku membentaknya. Air mata yang tidak lagi keluar kini kembali menetes. Dan perlahan semakin deras mengalir.

Bimo berbalik, kedua tangannya memegang bahuku. Dia menatapku bimbang. "Bukan begitu maksudnya Anna." Dia tampak merasa bersalah.

Aku menangkis kedua tangannya dengan kasar. "Lalu apa maksudnya, hah? Kamu mengira aku berselingkuh dengan Bagas bukan?" ucapku meledak-ledak.

"Bukan, bukan begitu. Tapi omongan orang-orang-"

"Persetan dengan omongan orang. Yang menjalani hubungan itu kita! Bukan mereka!" ujarku menyela ucapan Bimo. Aku mengusap air mata di pipi dengan punggung tanganku.

Aku mengira keberadaan Bimo akan mengobati luka yang di torehkan Mommy-nya. Aku mengira, Bimo akan datang dan membelaku, mempercayaiku. Jika semua orang tidak percaya padaku. Itu tidak masalah, tapi ini? Dia. Suamiku sendiri meragukan kepercayaannya. Aku telah salah menilainya.

"Anna-" ucapan Bimo terhenti saat aku mengangkat tanganku mengisyaratkan agar dia tidak melanjutkan ucapannya. Aku menatap kecewa Bimo sesaat sebelum aku kembali membaringkan tubuhku membelakanginya di tempat tidur.

Seketika air mataku luruh mengalir dengan deras. Aku menghela napas menghilangkan rasa sesak yang tiba-tiba menyerangku.

"Sayang?" Aku menggerakkan lenganku menghindari sentuhannya. "Maaf," gumamnya lirih mengusap dahiku.

Kudengar Bimo menghela napas kasar sebelum kudengar suara pintu tertutup.

Aku hendak memejamkan mata saat ponsel Bimo tiba-tiba berdering. Awalnya aku mengabaikan. Tapi, sepertinya Bimo belum kembali ke dalam kamar, dan seseorang dari sebrang telpon juga sepertinya tidak mau mengalah. Bisa kuhitung, sudah tiga panggilan yang tak terjawab.

Mau tak mau aku bangkit dan meraih ponsel Bimo yang masih berdering. Satu panggilan masuk. Sambil sesekali menatap pintu kamar mandi aku melihat siapa yang menelpon semalam ini.

Keningku mengernyit saat melihat nama kontak yang tertera pada layar yang berkedip itu. Dea.

Wanita itu? Mau apa dia menelpon suamiku selarut ini? Dan dia menelpon sejak tadi, apa dia punya urusan penting dengan Bimo malam ini. Pemikiran negatif menyerang pikiranku. Apa Bimo mempunyai janji temu dengan Dea dan mungkin Bimo lupa. Akhirnya Dea menelpon Bimo.

Aku hendak men-slide, untuk menerima telpon itu. Tapi, gerakanku terhenti saat tidak lagi kudengar suara air dari kamar mandi dan kudengar suara handle pintu bergerak.

Aku menyimpan kembali ponsel Bimo bersamaan dengan telpon itu yang berhenti berdering. Lalu kembali membaringkan tubuhku di posisi semula.

Bimo sepertinya berjalan ke arah lemari dan membukanya. Hening tak ada suara. Hingga suara ponsel Bimo yang berdering kembali memecah keheningan.

Aku menajamkan pendengaranku saat kedengar langkah Bimo mendekat.

"Halo De? Ada apa?" gumam Bimo tenang. "Lo kenapa?" Kali ini Bimo berucap cemas. "Bagaimana bisa?... terus lo dimana sekarang?... oke, oke lo tunggu disana, jangan kemana-mana. Tetap di posisi. Gue kesana sekarang."

Hening.

Tidak ada lagi suara Bimo yang terdengar.

Tak lama aku merasa tempat tidur di belakangku bergerak menurun. "Maafkan aku, sayang. Bukan maksud aku mengecewakanmu," ucap Bimo sebelum mencium keningku. Lalu, tempat tidur kembali datar saat Bimo turun dari tempat tidur.

Aku berbalik setelah kudengar pintu kamar tertutup. Apa yang mereka bicarakan? Kenapa Bimo terdengar cemas sekali? Dan apa yang akan membuatku kecewa? Kenapa harus meminta maaf?

Dengan tidak sabar aku turun dari tempat tidur dan mencari kardigan di dalam lemari. Daripada aku penasaran, sebaiknya aku harus mencari tahu dan mengikuti Bimo.

Aku mengambil kunci mobil di dalam laci dan bergegas melangkah keluar rumah. Langkahku terhenti saat aku berpapasan dengan Fabian.

"Mau kemana kamu, Anna?" Fabian melihat penampilanku lalu berhenti pada kunci mobil di tanganku.

"Aku ada urusan sebentar, Fa." Kembali aku melangkahkan kaki-ku menuju luar rumah. Tapi Fabian menahanku.

"Ini sudah malam, ada urusan apa malam-malam begini?" Fabian mengernyit menatapku. Seharusnya pertanyaan itu yang aku harus tanyakan pada Bimo. Ada urusan apa Bimo dan Dea malam-malam begini?

"Fa, aku hanya sebentar," jawabku sudah tidak sabar.

"Tidak, Anna! Bisa marah kak Bimo kalau dia tahu."

"Fabian lepaskan! Bimo tidak akan tahu. Aku hanya pergi sebentar." Kuhempaskan tangan Fabian yang menahan lenganku.

"Tapi Anna-" Aku langsung melengos pergi tak memperdulikan teriakan Fabian memanggil namaku.

Setengah berlari aku masuk kedalam mobil. Untung saja aku masih bisa mengejar mobil Bimo. Sebisa mungkin aku menjaga jarak mobilku dengan mobil Bimo yang melesat cepat. Sebegitu mencemaskannya kah Bimo pada Dea?

Mobil kami sama-sama melesat membelah jalanan kota yang sudah tidak begitu ramai karena ini sudah malam. Sambil terus menjaga jarak aku mengikuti mobil Bimo yang mengarah pada jalanan pinggiran kota. Mau apa dia kemari? Tempat ini benar-benar jauh dari kota. Bahkan aku mulai takut saat kulihat kanan dan kiri jalanan disini penuh dengan pepohonan yang besar-besar. Percis seperti hutan.

Aku terus memfokuskan pikiranku pada mobil Bimo yang melaju di depan. Dan menyingkirkan semua ketakutanku. Bagaimanapun, aku sangat penasaran dengan apa yang akan Bimo lakukan disini bersama wanita itu.

Selang kira-kira lima belas menit kemudian, mobil Bimo berhenti. Dan aku ikut memberhentikan mobilku agak jauh dari mobil Bimo. Tapi dari tempatku berhenti aku bisa melihat dengan jelas apa yang dilakukan Bimo disana.

Tampak disana ada beberapa orang. Dua orang pria berbadan preman sedang menyeret seorang wanita memaksa wanita itu masuk ke dalam mobil dan wanita itu terus memberontak ingin dilepaskan.

Bimo keluar dengan gusar dari mobilnya. Tanpa ancang-acang Bimo menarik pundak salah satu dari preman itu. Dan langsung menyarangkan pukulan keras pada rahang preman itu hingga preman itu tersungkur di jalanan. Di susul dengan pukulan-pukulan yang terus Bimo sarangkan pada preman itu yang aku yakini kini sudah babar belur.

Preman yang satunya tampak melepaskan wanita tadi di pegangnya. Yang tak lain dan tak bukan adalah Dea.

Dea melangkah menghindar menjauh dari pria-pria yang tengah berkelahi. Lalu berteriak, bukan hanya Dea, tapi aku juga berteriak kaget saat preman yang baru saja bergabung itu menarik kerah baju Bimo dan menyarangkan pukulannya pada rahang Bimo hingga Bimo juga tersungkur di jalan.

Belum sempat preman itu mengarangkan pukulan keduanya pada Bimo. Bimo terlebih dulu menahan kepala tangan itu dan memelintirnya hingga preman itu terjatuh dan Bimo kini berada di atas tubuh pria itu dan mukulinya sama seperti memukuli temannya yang sudah tergeletak tak berdaya tak jauh dari mereka.

Sebenarnya ada apa ini? Dan apa hubungan Bimo dan Dea? Kenapa Bimo begitu membela Dea seperti itu? Bukankah Bimo sendiri yang bilang, kalau dia tidak mau ambil resiko kalau dia menolong Dea, mengingat soal pria yang menginginkan Dea mempunyai pengaruh besar dan terkenal kejam. Lalu sekarang?

Tubuhku tiba-tiba merasa lemas. Hatiku mencelos, juga lidahku terasa kelu. Tes. Air mataku menetes menandakan kepedihan yang aku rasakan saat ini. Saat aku melihat Bimo berlari menghampiri Dea setelah melupuhkan lawannya.

Tanganku mencengkram setir kemudi dengan kuat saat melihat Bimo menarik tangan wanita di hadapannya dan mendekapnya tampak sedang memberikan ketenangan pada wanita itu. Lalu, tak lama Bimo mengelus lembut rambut wanita itu dan mendatarkan kecupan di puncak kepala wanita itu.

Aku memukul setir dengan keras lalu tertunduk lemas di atasnya.

Di rumah Bimo sama sekali tidak memberikan ketenangan itu saat aku benar-benar merasa hancur karena sudah di permalukan habis-habisan oleh orangtuanya. Bahkan sebaliknya, dia juga ikut mencurigai aku berselingkuh di belakangnya.

Sedangkan disini, Bimo tampak membela mati-matian untuk wanita itu? Dan tanpa dia sadari, dia sudah melukai hatiku.

Aku menguatkan hati, mengangkat wajahku dari atas setir. Tanganku mengusap, menyeka air mata di pipiku. Lalu kembali kunyalakan mobil. Mataku tak lepas dari dua insan yang masih berpelukan di depan.

Tanganku bergerak memasukan gigi mobil lalu menginjak pedal gas membuat mobil ini menggeram. Bahkan suara mesin mobil ini pun sama sekali tidak mengganggu sesi pelukan mereka.

Dengan emosi yang meledak-ledak aku menacap gas, membuat mobil ini sedikit meloncat sebelum akhirnya melaju dengan cepat. Dan hampir saja aku menabrak keduanya kalau-kalau Bimo tidak melepaskan pelukannya dan menarik wanita itu kesisi jalan.

Tidak sama sekali aku memperlambat laju mobilku setelah melewati mereka. Yang ada aku terus menambah kecepatan mobil yang aku kendarai hingga melesat membelah pepohonan yang berjajar di pinggir jalan.

Pikiranku melayang jauh, memikirkan sekelebat bayangan Bimo yang menarik tubuh Dea ke dalam dekapannya, fokusku juga tidak pada jalanan yang aku sendiri tidak tahu kemana arah jalan ini. Melainkan hanya pada satu hal. Satu yang aku pikirkan saat ini, yaitu 'aku ingin mati saja'.

Semakin lama, tubuhku semakin terasa lemas. Pikiranku tak lagi mengontrol kinerja tubuhku. Hatikulah yang sekaramg mengambil alih semuanya. Seluruh tubuhku terasa sakit semua. Dadaku sesak, oksigen di sekitarku tiba-tiba saja menghilang, napasku terengah-engah dan sendi-sendi terasa linu semua. Pandanganku mulai mengabur sampai aku harus beberapa kali mengerjapkan mataku. Menjaga kesadaranku.

Mobil yang aku kendari mulai tak bisa kukendalikan. Oleng berbelok ke kanan dan kekiri. Sampai akhirnya mobil ini berhenti dengan sendirinya karena bagian depan mobil membentur keras benda yang aku tidak tahu apa.

Aku juga belum sempat menahan dan melindungi kepalaku saat kepalaku membentur keras setir mobil. Membuat kepalaku terdentam-dentam.

Aku tak bisa mengangkat kepalaku yang terasa berat, hingga darah kulihat menetes dari kepalaku pada lenganku yang terkulai lemas.

Bayangan saat hari Bimo melamarku, saat hari pernikahanku, saat hari Bimo tahu kehamilanku, lalu saat Mommy menamparku, saat pertengkaran kami tadi dan terakhir saat Bimo memeluk wanita tadi berkelebat dalam memori ingatanku sebelum kegelapan merenggut kesadaranaku membawaku pada kegelapan yang sunyi.

'Inikah akhir dari semuanya?... dan kamu anakku, maafkan Mama, kalau Mama tak bisa lagi bertahan demi kamu dan Papamu.'

***

Tbc..

Vote and komen nya aku tunggu yaaaa..
Jangan bosen dulu guys..
Semoga baper & terhibur :))

See you ❤❤

Sudah mendekati Ending kayanya.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 30.9K 46
Sean Mitchell adalah sahabat masa kecil Fiona Richards. Semenjak Sean mengalami pubertas di kelas delapan, ia menjadi popular karena ia tampan dan ke...
25.7K 2.4K 26
"Gue Nanta Mahardika, cowok paling ganteng dan paling eksis di Sma Tri Sakti. Cowok paling rajin, paling soleh, dan suka menabung.Gue punya temen, na...
785K 43K 50
[COMPLETED] NATE & KALEA Tentang dua orang dengan sifat keras kepala yang saling jatuh cinta. Tetapi, apakah mereka benar-benar mencintai, melihat ba...
46.7K 1.1K 41
BOOK II Memutuskan hubungan dengan orang-orang terdekatnya, seorang 'mantan' Chief Excecutif Officer ini bernama Demian Faustian Durya memilih kehid...