My Last Happiness (TELAH TERB...

By demimoy

2.1M 75.8K 4.3K

Sequel Of The Story 'My Possessive Hero' Masalah itu datang silih berganti dalam kehidupan rumah tangga Anna... More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bimo's Pov
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
1. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-
2. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-
3. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Dibaca! Butuh Jawaban
PO
OPEN PO - MY LAST HAPPINESS

Bagian 12

53.9K 2.7K 85
By demimoy

SELAMAT SORE READERS, SELAMAT BERMALAM MINGGU SEMUANYA. HAPPY WEEKEND.

SEMOGA TERHIBUR YA SAMA BACAANNYA, HAPPY READING :))

--------------------------------------------------------------

Bimo berlari ke arahku saat aku terjatuh. Untung saja saat terjatuh tanganku reflek menahan tubuhku. Sehingga tubuhku tidak terlalu keras menghantam lantai.

"Sayang, kamu tidak papa?" Dengan cemas Bimo membantuku bangun.

"Tidak Mas, itu tolong Rana." Mataku tak lepas dari Rana yang menangis di posisinya. Darah segar tampak keluar dari sudut bibirnya yang sobek. Sekeras itukah tamparan pria tadi?

Bimo menoleh ke arah Rana dan menghampirinya. "Ayo kakak bantu." Dan Rana menerima bantuan Bimo.

Bimo membantu Rana untuk duduk di tepi tempat tidur.

"Aku cari kotak obat dulu," kataku sebelum aku keluar dari kamar.

Sambil menahan sakit aku menyeret kakiku menelusuri ruangan per ruangan mencari kotak obat yang tiba-tiba susah ditemukan. Karena barang-barang di tempat ini sudah tak berada pada tempatnya.

Kamu harus kuat sayang. Mama mohon jangan jadi anak yang lemah. Bertahanlah jika kamu sayang Mama. Gumamku dalam hati sambil terus mengelus perutku dan terus menyeret kakiku mencari kotak obat.

Hingga akhirnya aku menemukan kotak yang aku cari berada di lantai di samping kaki sofa. Aku segera kembali ke kamar saat sudah ketemukan kotak obat itu.

"Siapa pria tadi Rana?" gumam Bimo yang aku dengar saat aku masuk ke dalam kamar.

Tak ada jawaban dari Rana, dia terus menangis sesenggukan.

"Biar aku obati dulu lukamu." Aku menyimpan kotak obat itu di atas nakas dan aku duduk di samping Rana.

Rana mengernyit tiap aku membersihkan lukanya. Tidak hanya di sudut mata dan bibir saja. Beberapa luka di bagian tubuhnya yang lain juga ada. Dan kebanyakan memar-memar.

"Dia Brian," gumam Rana akhirnya setelah dia mulai merasa tenang.

"Jadi dia ayah dari bayimu?" timpal Bimo tidak sabar. Ada kilatan amarah di matanya setelah mendengar ucapan Rana.

Rana mengangguk sambil menyeka air matanya yang mulai reda.

"Kalau dia ayah dari anakmu, kenapa dia tega menyakitimu seperti ini? Pria macam apa dia? Setelah menghamilimu, lalu dia campakkanmu dan sekarang dia menyiksamu?" geram Bimo tampak sudah tidak bisa menahan emosinya. Kulihat tangannyapun mengepal dengan kuat.

"Dia memang seperti itu jika dia tidak bisa mendapatkan apa yang dia mau," jawab Rana pelan. Aku merangkul bahunya dan menyandarkannya dibahuku saat kudengar Rana kembali terisak. Lalu mengusap lengannya berusaha menenangkannya.

Tiba-tiba Rana memelukku dengan erat sambil menangis. "Maafin Rana ya, kak. Rana benar-benar keterlaluan kemarin. Rana malu kak, malu karena kak Anna masih mau mempredulikan Rana sekarang. Bahkan setelah Rana mencoba memisahkan kalian." Aku menepuk bahunya dan mengusap punggungnya.

"Sudahlah Rana, aku sudah memaafkanmu." Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutku. Karena aku mendengar ketulusan dari permintaan maaf yang ucapkannya.

"Kamu tidak boleh lagi tinggal disini Rana. Kamu harus pulang ke Ausie." Kami mengalihkan pandangan pada Bimo bersamaan. Rana melepaskan pelukannya. Rana menyeka air matanya dan mengernyit menatap Bimo.

"Tidak mungkin, kak. Ayah sama Bunda pasti masih marah sama aku."

"Tapi kamu gak bisa terus tinggal disini. Kakak akan cari si Brian itu dan nanti biar kakak yang bantu bicara pada orangtua kamu. Sekarang kamu kemasi barang-barang kamu ikut kakak ke rumah saja," ucap Bimo lalu mengeluarkan ponselnya dari saku dan menelpon seseorang sebelum dia keluar dari kamar.

Sepeninggalan Bimo aku membantu Rana membereskan barang-barangnya dengan sekuat tenaga aku bergerak. Karena perutku semakin lama semakin terasa sakit. Tak lama Bimo kembali ke dalam kamar. "Ayo kita pulang, sudah beres semuanya, 'kan?"

Aku menghela napas, mencoba menyembunyikan kesakitanku yang mulai mereda. "Sudah Mas, ayo!" gumamku menjawab pertanyaannya.

Sambil menyeret koper yang sudah penuh dengan barang-barang Bimo berjalan terlebih dahulu keluar dari apartement. Dengan aku dan Rana yang mengekorinya di belakang.

Selama di dalam mobil aku tak sedikitpun aku mengalihkan pandanganku pada Bimo yang fokus menyetir. Karena aku takut dia tahu keadaanku setelah melihat wajahku yang pucat. Aku tidak mau membuatnya semakin merasa khawatir memikirkan aku.

"Kakak, aku pulang ke rumah om Chris aja, ya?" ucap Rana tiba-tiba memecah keheningan diantara kami.

"Kenapa?" Bimo melihat bayangan Rana pada spion tengah.

"Iya aku pulang ke rumah om Chris aja. Aku takut merepotkan kakak. Di sana ada tante Dela yang rawat aku. Kakak harus rawat kak Anna, lihat itu wajahnya pucat banget." Aku menoleh ke arah Rana yang duduk di kursi belakang setelah mendengar ucapannya. Lalu menoleh ke arah Bimo yang menatapaku cemas.

Tak lama Bimo langsung menepikan mobilnya di pinggir jalan.

"Sayang kamu kenapa?" ucap Bimo cemas, dia meraih tanganku dan mengangkup wajahku dengan kedua tangannya.

Aku tersenyum dan menepukan tanganku pada tangannya. "Aku tidak papa, tanganku sedikit sakit saat nahan jatoh tadi. Tidak usah khawatir." Oke, aku berbohong. Dan aku tidak tahu untuk apa aku berbohong. Yang jelas aku tidak mau membuat dia khawatir dengan kondisiku.

Setelah mendengar ucapanku Bimo buru-buru meraih tanganku. "Mana yang sakit, Sayang?"

"Sudah tidak sakit kok, ayo jalan lagi saja. Aku tidak papa, Mas." Aku menarik tanganku dan memegang pipinya lembut.

"Kamu yakin?" Aku menjawabnya dengan anggukan. Setelah itu Bimo kembali melajukan mobilnya ke arah rumah tante Dela.

Sampai di rumah mertuaku aku ikut turun untuk sekedar bersalaman setelah itu kembali lagi ke dalam mobil karena perutku terasa sakit kembali. Untung saja tante Dela sedang tidak berada di rumah karena kalau tidak aku akan berlama-lama di dalam mendapat nasihat sekaligus sindirannya.

Selang lima belas menit aku berada di dalam mobil, Bimo kembali datang. Pandanganku mengikuti dia yang sedikit berlari memutari mobil, lalu masuk ke dalam mobil. "Kita kerumah sakit, Sayang. Kamu harus ronsen tangan kamu. Takut terjadi cedera, 'kan," ucap Bimo sambil menstarter mobilnya.

"Tidak usah, Mas. Aku sudah tidak apa-apa. Nanti minta di pijat Mbak Asih saja. Aku mau pulang aja. Aku cape, Mas," tolakku pelan menahan sakit yang sudah mulai kembali tidak terasa.

"Kamu yakin, Sayang?" Bimo mengadapkan tubuhnya ke arahku dan tangannya mengelus rambutku lembut.

Aku tersenyum dan mengangguk pelan. "Tapi perutmu tidak sakit 'kan, Sayang?" tanyanya kembali yang aku balas dengan gelengan. Berbohong lagi.

"Yasudah kalau begitu." Setelah mengelus dan mencium keningku Bimo menjalankan kembali mobilnya.

Selama dalam perjalanan aku sama sekali tidak mengeluarkan suaraku yang membuat aku menjadi mengantuk hingga akhirnya aku tidak bisa menahan lagi kantukku dan kegelapan merenggutku dari terang.

Saat terbangun aku mengerjapkan mata dan menyapukan pandanganku. Ini sudah berada di dalam kamar dan sepertinya ini sudah malam. Rasa sakit di perutku sudah tidak terasa lagi, hanya sedikit pusing saja. Pandanganku beralih pada tempat tidur di sampingku. Suamiku tidak berada di tempatnya.

Perlahan aku menyibak selimut yang menutupi tubuhku lalu menurunkan kakiku dari tempat tidur. Kulihat jam yang berada tak jauh dariku sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Kemana Bimo? Apa dia berada di ruangan kerjanya.

Lagipula, ini sudah larut malam sekali, selama itukah aku tertidur? Karena seingatku aku pulang dari Rumah Mommy itu baru pukul lima sore.

Aku menyambar ikat rambut di atas nakas dan mengikat rambutku asal. Sambil berjalan keluar kamar aku mengikatkan tali piyamaku. Pakaianku sudah berganti, mungkin Bimo yang menggantikannya.

Sampai di luar kamar aku melihat pada pintu di ruangan sebelah -ruang kerja suamiku- dan benar saja Bimo sepertinya berada disana, karena pintunya sedikit terbuka.

"Mas?" gumamku serak setelah membuka pintu ruangan kerjanya.

Tidak ada suara, Bimo berada disana dan tampak sibuk dengan layar monitor di hadapannya. Mungkin dia terlalu fokus sehingga tidak mendengar suaraku.

Kudorong pintu ruangannya lebih lebar lagi agar aku bisa masuk. Dan Bimo masih pada posisinya yang tampak tak terganggu dengan kehadiranku. Sambil melangkah perlahan ke arahnya, kuperhatikan sosok suamiku yang begitu serius. Dia tampak sangat tampan sekali jika sedang dalam keadaan serius seperti ini. Apalagi di tambah kacamata yang bertengger di hidungnya, dia terlihat lebih seksi dan sempurna.

Bimo tampak mengalihkan pandangannya padaku saat dia sudah menyadari kehadiranku. "Sayang, kamu bangun?" ucapnya kemudian setelah aku berada di dekat mejanya.

Aku tersenyum lalu menggeser kursi di sebrangnya dan menghempaskan diri disana. "Iya, tadi aku lihat kamu gak ada di kamar." Aku melipat kedua tanganku di atas meja dan menatapnya lekat-lekat suamiku yang tampak jauh lebih tampan ini.

"Ah, iya sayang, banyak pekerjaan yang harus Mas bereskan. Selain Mas harus mengantar Rana ke Ausie, kebetulan hari itu juga Mas harus kesana mengurus pekerjaan." Sambil berbicara, jari-jari tangan Bimo kembali menari di atas keyboard.

Aku mengernyit mendengar ucapannya, "Ada pekerjaan?" tanyaku bingung.

"Iya, Sayang. Mas belum bilang, ya? Jadi besok lusa Mas harus ke Ausie mengurus pekerjaan disana. Perusahaan akan menjalin hubungan kerja sama dengan perusahaan disana. Dan Radit tidak bisa kesana karena dia terlebih ada janji dengan anak dan istrinya, mengajak mereka berlibur." Bimo menghentikan gerakan jari-jarinya lalu menatapku.

"Berapa lama?" ucapku lesu.

Bimo tersenyum lalu bangkit dan berjalan memutari mejanya lalu manarik tanganku ke arah sofa.

"Mungkin hanya tiga sampai empat hari, sayang. Tidak apa-apakan, sayang Mas tinggal? Atau kamu mau ikut saja, sekalian berlibur," ucapnya setelah mendudukanku di pangkuannya.

Aku menyandarkan kepalaku pada bahunya, menyembunyikan kepalaku pada lekukan lehernya. Lalu menggeleng. "Tidak, aku di rumah saja. Jangan lebih dari empat hari, ya," ucapku pelan. Ya, sebaiknya aku jangan ikut. Aku takut terjadi apa-apa dengan kandunganku kalau harus berpergian jauh. Ditambah aku tidak tahu apa yang terjadi sekarang. Aku belum siap jika aku harus ke dokter dan memeriksakannya. Aku belum siap mendengar kabar baik atau buruk tentang kehamilanku nantinya.

"Iya sayang, Mas janji setelah pulang dari sana kita akan liburan, oke." Bimo mengelus rambutku lalu mencium keningku lembut.

Aku mengangkat kepalaku saat Bimo ingin melepaskan kacamatanya lalu tanganku menahan gerakan tangannya. "Jangan di lepas!" gumamku membuat dia menatapku heran.

"Kenapa, lepas ah pegel nih hidungnya."

"Jangan, aku suka lihat Mas pake kacamata. Kelihatan seksi, dan malam ini aku mau melihatnya semalaman. Karena aku gak bisa lihat lagi setelah malam ini." Bimo menatapku sedih setelah aku selesai menyelesaikan kalimatku. Membuatku mengernyitkan keningku.

"Bicara apa kamu ini, Sayang. Kamu pasti akan melihatku lagi memakai kacamata ini," gumamnya kesal, tangannya menangkup wajahku lalu mencium keningku lama.

"Kan, empat hari dari mulai besok Mas gak ada, jadi aku gak lihat dong." Aku merasa tidak ada yang salah dengan ucapanku.

"Sssstt... Kamu akan selalu melihat Mas pakai kacamata ini. Jadi jangan bicara yang tidak-tidak. Paham?" Aku mengangguk dan hendak menjawab ucapannya tapi bibirku terlebih dulu di bungkam oleh mulutnya.

Bimo melepaskan ciumannya lalu menatapku yang menatapnya sayu. Tak lama Bimo langsung menggendongku kembali ke dalam kamar, karena kami sudah sama-sama merasa panas oleh gairah yang ingin segera dipuaskan.

-----------------------------------------------------------------

TO BE CONTINUE..

Vote and comentnya aku tunggu lho..

Kalau nemu kata-kata yang gak nyambung/rancu mohon di maklumi yaaa. Masih proses pembelajaran soalnya:))

Oke, see you readers :*

Continue Reading

You'll Also Like

25.7K 2.4K 26
"Gue Nanta Mahardika, cowok paling ganteng dan paling eksis di Sma Tri Sakti. Cowok paling rajin, paling soleh, dan suka menabung.Gue punya temen, na...
785K 43K 50
[COMPLETED] NATE & KALEA Tentang dua orang dengan sifat keras kepala yang saling jatuh cinta. Tetapi, apakah mereka benar-benar mencintai, melihat ba...
2.4M 31.9K 8
(TELAH TERBIT) Aliza tak habis pikir mengapa sebelum meninggalnya Marvel justru memintanya menikahi Radit--sosok yang tidak dikenalnya sama sekali. M...
748K 9.8K 31
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...