My Last Happiness (TELAH TERB...

By demimoy

2.1M 75.8K 4.3K

Sequel Of The Story 'My Possessive Hero' Masalah itu datang silih berganti dalam kehidupan rumah tangga Anna... More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 12
Bimo's Pov
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
1. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-
2. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-
3. Author's Pov -Sudut Pandang Bimo-
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Dibaca! Butuh Jawaban
PO
OPEN PO - MY LAST HAPPINESS

Bagian 3

80K 3.4K 90
By demimoy

Happy Reading guys:))

***

Aku melangkah ke arah ruang tamu menghampiri tante Dela dan wanita yang duduk disebelahnya.

Mereka berdua menoleh ke arahku bersamaan saat menyadari kehadiranku. "Mom?" sapaku menciun punggung tangannya. Meski sebenci apapun aku sama mertuaku ini tetap saja aku harus menghormati dia. Karena bagaimanapun dia adalah orangtuaku juga.

"Hai, Mbak." Itu suara wanita yang datang bersama tante Dela.

Aku tersenyum tipis menanggapi, lalu menghempaskan tubuhku di sofa untuk sendiri.

"Ada apa, Mom? Tumben sekali main kesini?" Nada bicaraku sebisa mungkin aku buat ramah sekali.

Tapi, tanggapannya tidak seramah aku, mertuaku itu malah terkesan kesal dengan tingkahku.

"Memangnya Mom gak boleh main kesini? Ini kan rumah anak Mommy, kenapa kamu larang-larang?" ujarnya sewot mendelik ke arahku.

Ini tante-tante emang gak ada abisnya ya. Mana tuli lagi. Maafkan aku yanh tidak sopan. Tapi, aku benar-benar sudah kesal sekali dengan tingkahnya. Aku tanya 'mau apa, tumben kesini'. Tapi ngejawabnya kemana-mana. Siapa yang bilang aku melarang dia main kesini. Sensitif banget udah kaya tespek. Menyebalkan sekali!

Aku tidak mengatakan apapun, hanya diam tidak mau repot menanggapi. Sambil sesekali mengelus perutku yang mulai sedikit membuncit. Jangan sampai anakku sepetri itu. Amit-amit, amit-amit. Rutukku dalam hati.

"Mommy kesini antar Rana, dia akan tinggal disini beberapa hari kedepan," jelasnya. Rana, sepupu Bimo yang waktu itu aku labrak di cafe. Tapi, mau apa dia tinggal disini? "Gak usah membantah, Bimo sudah menginjinkan," tambahnya, tuhkan ngomongnya itu kemana-mana. Siapa juga yang membantah. Orang dari tadi aku sama sekali tidak mengeluarkan suara.

"Iya, Mom." Aku menganggukkan kepalaku.

"Kamu sudah tahu 'kan orangtuanya tinggal di Ausie, dan dia lagi ada masalah dengan orangtuanya. Dia gak mau tinggal di rumah karena hubungannya dengan Fabian tidak sebaik dengan Bimo. Jadi dia akan tinggal beberapa hari disini sampai dia dapat tempat tinggal," Jelas Mommy Dela, lagi.

Fabian dan Erika memang memutuskan untuk tinggal di rumah Om Chris, karena Fabian yang baru merintis karirnya. Jadi, mereka belum bisa membeli tempat tinggalnya sendiri.

Kalau sudah begini ya mau bagaimana lagi, rasanya kalau menolakpun tidak mungkin bukan. Toh, hanya beberapa hari. Tidak apa-apa untuk menjadi teman mengobrol di rumah, dia sepertinya orang baik.

"Mas Bimo sudah tahu, Mom?"

"Mommy bilang kan dia sudah mengijinkan. Jadi sudah pasti dia sudah tahu. Bagaimana kamu ini?" jawabnya sewot. Eurgh... lama-lama aku pelintir juga tuh mulut lemesnya. Kenapa sih dia sebegitu bencinya sama aku. Padahal aku merasa tidak punya salah sama dia.

"Tidak usah memutar bola matamu seperti itu. Harus sopan sama orang tua!" sindirnya saat aku mendelik ke arahnya. "Yasudah Anna, Mommy pulang dulu. Malas juga lama-lama disini," tambahnya lagi semakin membuatku ingin meledak dan menghajarnya. Euh... tanganku sudah gatal ingin menjambak rambut merahnya. Tapi aku tidak bisa, aku hanya bisa menghela napas menahan amarahku.

Aku ikut bangkit saat Mommy Dela bangkit lalu mengikuti dia melangkah ke arah luar.

"Inget Anna kamu harus jaga kesehatan kamu, Mommy gak mau terjadi apa-apa sama cucu Mommy!"

"Sudah pasti Mom, dia anakku."

"Dia bukan anakmu, dia cucu Mommy!"

"Terserah." Aku mulai terpancing emosi.

"Dasar mantu kurang ajar!" ujarnya setelah mertuaku itu sudah masuk ke dalam mobil.

"Lo tuh mertua kurang ajar. Menyebalkan tingkahnya. Ini anak gue lah. Orang dia tumbuh di rahim gue. Euh gue bakar jug--" cerocosku terhenti saat tiba-tiba mobil yang di tumpangi tante Dela berhenti. Tak lama kulihat dia mengeluarkan kepalanya dan menatapku sinis.

"Jangan berani-benarinya mengumpat dan mengatai Mommy Anna!" teriakknya sebelum akhirnya mobil itu kembali melaju.

Memang magic aku punya mertua kaya tante Dela. Kadang aku ingin tertawa sendiri di sela kekesalanku saat melihat tingkahnya yang super duper aneh.

Aku kembali kedalam rumah setelah mobil yang di tumpangi tante Dela menghilang di balik gerbang. Kulihat Rana sedang sibuk melihat-lihat seisi rumah ini. Pandanganku kualihkan pada koper-koper besar yang di bawa Rana. Udah kaya mau pindahan aja ini orang. Banyak banget barangnya.

"Mang Ujang!" teriakku memanggil tukang kebun rumah ini. Membuat Rana menoleh ke arahku.

Tak lama seseorang yang aku panggil tadi berjalan terpogoh-pogoh ke arahku. "Iya, Non?" ucapnya sopan.

"Tolong bawa koper ini ke kamar tamu ya," titahku menunjuk koper-koper besar itu.

"Kak, aku kamarnya dimana?" tanya Rana saat Mang Ujang hendak membereskan barang-barangnya.

"Kamu di atas aja ya, Rana. Tidak apa-apa, 'kan. Soalnya hanya kamar itu yang sering di bersihin. Yang lainnya masih berantakan."

"Kalau kamar Kakak?" tanyanya.

"Itu yang di bawah tangga," jawabku menunjuk ke arah pintu kamarku.

"Emm... kalau gitu aku di kamar sebelah Kakak aja ya, soalnya aku takut kalau tidur sendirian di atas. Gak papa 'kan, Kak?" ucapnya merangkul bahuku.

"Tapi kamar itu belum di bereskan..."

"Tidak papa, biar aku bantu bereskan saja sekarang. Ayo Mang Ujang!" Dia memotong kalimatku. Lalu mulai membenahi barang-barangnya ke arah kamar di sebelah kamarku.

Aku hanya mengangkat bahuku tak acuh melihat Rana yang semangat membereskan barang-barangnya. Setelah semuanya selesai aku kembali ke dalam kamar dan melanjutkan aktifitas tertundaku, yaitu menonton.

Aku meraih ponselku dan melihatnya, Tidak ada satu notif masuk dari Bimo. Apa pekerjaannya sebegitu sibuk 'kah? Sampe-sampe tidak memberiku kabar.

Akhir-akhir ini perusahaannya memang sedang naik. Itu sebabnya dia jarang sekali gak punya waktu buatku. Kecuali tengah malam dan pagi harinya.

Aku menajamkan pendengaranku saat kudengar ada yang menangis. Dan benar, memang ada yang menangis. Kuturunkan kakiku dari tempat tidur dan melangkah ke arah pintu kamar.

Suaranya terdengar dari kamar sebelah yang menjadi kamar Rana, apa Rana yang menangis? Kenapa dia? Aku melangkah ke arah kamar itu dan membuka pintu kamarnya.

"Sayang, aku pulang..." teriak suara seseorang yang aku rindukan. Aku mengurungkan niatku untuk membuka pintu kamar Rana dan menoleh ke belakang.

"Mas Bimo?" gumamku seakan tak percaya yang aku lihat memang benar dia. Apalagi setelah aku melihat jam yang tak berada jauh dariku. Ini baru pukul 3 sore, dan dia sudah pulang. Sangat mustahil, mengingat dia selalu pulang larut malam.

"Iya Sayang ini aku. Kemarilah, aku merindukanmu." Bimo menarik tanganku dan memelukku. Bukannya senang aku malah merasa aneh dengan tingkahnya.

"Ih apaan sih?" ujarku mendorong tubuhnya membuat dia mengernyit.

"Kenapa? Kamu tidak senang aku pulang cepat?" tanyanya menatapku aneh.

"Ya bukan begitu. Aneh saja, jam segini udah pulang. Bukannya ada meeting ya sore ini?"

"Meetingnya di majukan tadi saat makan siang. Setelah itu aku tidak ada lagi pekerjaan. Jadi daripada melamun di kantor mendingan aku pulang saja. Menemani istriku yang cantik ini," jelasnya mencubit pipiku dengan gemas. Lalu merangkul bahuku dan membawaku berjalan ke arah kamar.

Tepat saat kami berada di depan pintu kamarku. Tangisan yang aku dengar tadi kini semakin terdengar dengan jelas. Bimo maupun aku menghentikan langkah kami dan saling memandang.

"Kamu dengar itu?" ucapnya bingung.

"Iya," jawabku dengan pasti, tak acuh.

Lalu dengan tiba-tiba Bimo melangkah ke arah belakang badanku kedua tangannya memegang bahuku dan kepalanya bersembunyi di balik bahuku.

Aku menggeser badanku dan menatapnya bingung. "Apaan sih kamu, Mas?"

"Sejak kapan rumah ini ada hantunya?" ucapnya kembali bersembunyi di balik badanku. Dan aku yang baru ngeh dengan tingkahnya langsung tergelak. Jadi dia mengira suara tangis Rana adalah suara hantu.

Bimo keluar dari persembunyiannya dan menatapku jengkel. "Kenapa malah tertawa?" tanyanya bingung.

Aku menghela napas beberapa kali sebelum mengatakan sesuatu. "Kamu mengira itu suara hantu. Haha... kamu takut hantu ya, Kak? Haha!"

Aku masih menertawakannya.

"Stop menertawakan aku anak kecil!" ujarnya menatapku tajam. Tapi, sama sekali tidak membuat menghentikan tertawaku. Perawakan aja laki banget. Tapi malah takut sama hantu. Lucu sekali suamiku. Haha.

"Aww... aww... Kakak sakit!" pekikku saat Bimo menjewer kupingku.

"Makanya jangan nakal, pake ngetawain segala lagi!" ucapnya menatapku jengkel.

"Abisan Kakak masa takut sama hantu. Haha..." Aku kembali tertawa. Membuat dia jengkel dengan tingkahku, hingga tertawaku terhenti saat Bimo membekap mulutku dengan tangannya. Air mataku sampai keluar karena puas tertawa.

"Berisik!" ujarnya tajam. Kali ini membuatku terdiam.

Setelah kami berdua merasa tenang, aku menceritakan semuanya. Bahwa yang menangis itu bukanlah hantu melainkan Rana. Dia sempat kaget dan bingung kenapa sepupunya itu bisa berada di rumah ini. Satu kebohongan tante Dela terbongkar, ternyata dia sama sekali belum memberi tahu suamiku, kalau Rana akan tinggal disini beberapa hari kedepan.

Setelah semuanya kujelaskan, Bimo melangkah mendahuluiku ke arah kamar Rana. Tangisan Rana sama sekali tidak terganggu dengan suara tawaku tadi. Malah yang terdengar, tangisnya semakin keras. Sebenarnya kenapa dengan dia?

"Rana?" sapa Bimo setelah berhasil membuka pintu kamar Rana.

Rana menoleh ke arah kami. Wajah dan matanya sudah memerah dan kulihat air matanya pun masih mengalir. Dengan cepat dia menyeka air matanya dan mengulum senyum.

"Ada apa?" ucapku melangkah ke arah Rana yang sedang duduk tepi tempat tidur.

Rana bangkit dan berlari menghambur kedalam pelukan suamiku yang berada di sampingku.

"Ada apa Rana?" ucap Bimo yang terlihat bingung dengan sikap sepupunya itu. Dengan ragu Bimo membalas pelukan Rana dan perlahan mengusap punggungnya yang bergetar karena menangis.

Cukup lama mereka dalam posisi yang sama, sampai-sampai membuatku merasa bosan. Hingga akhirnya Bimo melepaskan pelukannya dan mendudukannya di tepi tempat tidur.

"Sekarang kamu jelaskan pada kakak. Kamu kenapa?" ucap Bimo sambil menyelipkan anak rambut yang menempel di pipi gadis cantik itu ke belakang telinga.

Alih-alih menjawab pertanyaan suamiku Rana kembali memeluk Bimo dan menangis sesenggukan. Tanpa sadar aku memutar bola mataku jengah. Ada rasa cemburu saat melihat Bimo membalas pelukannya. Ada rasa kesal juga saat aku melihat Bimo mencoba menenangkan sepupunya itu dengan sangat hati-hati. Oke, mereka memang sepupuan. Tapi tetap saja, mereka adalah pria dan wanita yang sudah dewasa. Wajar saja bukan jika aku cemburu. Lagi pula, kenapa harus memeluk Bimo sih, kenapa tidak memelukku. Huft...

"Ada apa? Kamu bertengkar lagi dengan orangtuamu?" ucap Bimo menjauhkan tubuhnya dari tubuh Rana lalu menangkup pipi Rana dengan kedua tangannya.

Rana menggeleng dan menunduk. "Aku hamil kak," ucapnya kemudian sukses membuat aku dan Bimo terkejut. Karena yang aku tahu Rana belum menikah. Bimo mengalihkan pandangannya padaku yang juga menatapnya terkejut.

***

TBC...

Masih di tunggukah kelanjutan cerita ini?

Vote and comentnya aku tunggu lho... :))

Kalau ada typo-typo kasih tahu aku yaaa:)) dan tolong di maafkan..

Continue Reading

You'll Also Like

46.7K 1.1K 41
BOOK II Memutuskan hubungan dengan orang-orang terdekatnya, seorang 'mantan' Chief Excecutif Officer ini bernama Demian Faustian Durya memilih kehid...
4M 41.4K 14
Bianca tak menyangka dengan peristiwa yang baru saja dialaminya, Niat awal Bianca menjadi mahasiswa magang disalah satu perusahan terkenal itu seketi...
15.5K 1K 75
#14 in action (01-02/02/2019) Setiap kali mata ini terbuka, semua orang akan berkata betapa indahnya dunia ini. Tuhan menghiasnya dengan hangat s...
728K 9.6K 31
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...