Stand on the Ground

By celiberty

200K 8.1K 2.9K

Tentang Luke dan Lane yang saling suka. Mereka yang selalu berusaha untuk bertahan. Mereka yang selalu berusa... More

Prologue + Note
1. Time Spent
2. Ed's Album
3. School Life
4. First Movie
5. Tutor
6. Introducing Lea
7. Licence
8. Lego House
9. Questions
10. A Text
11. Haircut
12. White Lie
13. Piggy Back Rides
14. The Meeting
15. Things Unsaid
17.1. Math Quiz
17.2. Another Day at Supermarket
17.3. Luke's Home
18. The Talk
19. Ripped
Epilogue
Terimakasih dan Dadah-Dadah
Extra Chapter

16. Frank's Food

6.1K 221 89
By celiberty

Mata Luke tertumbuk pada satu post it yang masih tertempel tepat di CD film yang Lane maksud. Disana tertulis: Ini salah satu film favorit gue. Gue yakin, lo bakal suka. Selamat nonton Lane! Yours truly, Axello Wexler.

"Lane," panggil Luke.

Lane mengalihkan pandangan dari ponselnya yang sedang ia mainkan. "Kenapa?"

Luke menggigit bibir bawahnya, ragu. Cowok itu ragu sekaligus belum bisa menyimpulkan sendiri, apa hubungan Lane sama Axel sekarang atau dulu. Maka dari itu, Luke lebih memilih untuk melepaskan satu lembar post it yang tertempel di CD Abduction tadi kemudian berniat memasukannya ke dalam saku celana namun ia urungkan.

Masukin ke saku jaket aja deh, ntar kalo gue simpen di celana terus ke cuci kan gawat coy, batinnya.

"Eh buset lama amat lo, Pil. Masang kaset doang." Lane mengeluh karena Luke belum beres juga dengan urusan memutarkan film yang akan mereka tonton.

Luke mendecak. "Santai, Tuan Putra. Gue lagi mau cari yang lain, siapa tau ada yang lebih asik."

Mendengar Luke memanggilnya dengan sebutan Tuan Putra, Lane lantas melemparkan boneka tiger yang ada di sebelahnya dan sukses menghantam kepala cowok itu.

"Sembarangan lo manggil gue Tuan Putra. Terakhir gue cek, gue masih perempuan tau!" serunya. "Kalo lo lagi cari film yang mengandung unsur anu, cari aja di kamarnya Xavier. Gue gak koleksi yang gituan, omong-omong."

Luke melempar boneka tiger yang tadi Lane lemparkan padanya. Tapi lemparannya meleset hingga hanya mengenai ujung kaki cewek itu. "Gue gak cari film yang gituan, kok!" serunya membela diri.

"Gue pernah baca, katanya, kalo ada orang ngomong terus kalimatnya diakhirin sama kata 'kok', berarti orang itu bohong," jawabnya sambil mengangkat bahu.

Luke lagi-lagi mendecak. "Ish, gue gak bohong, kok!"

Lane tertawa puas. "Ish, gak penting ah. Mending cepet puter filmnya," balasnya. Dengan itu, Luke memasukan CD Abduction ke dalam DVD player kemudian naik ke atas kasur Lane dan berbaring di sebelah cewek itu sambil memegang remot.

Tidak ada yang lebih pintar menyembunyikan sesuatu dibanding Luke. Meski dirinya baru saja menemukan hal yang tidak menyenangkan, tapi tetap, cowok itu terlihat baik-baik saja. Terlihat normal dan terlihat seperti tidak ada yang mengganggu pikirannya saat ini.

Bayangan tentang Lane dan Axel bersama, tidak pernah sekalipun melintas di otak cowok itu. Tapi setelah melihat post it yang tertempel tadi, pandangannya terhadap Axel menjadi lebih buruk lagi. Menurut Luke, menyebalkan dan sialan adalah dua kata yang cocok untuk seorang Axello Wexler.

Dan sekarang, Luke berniat untuk menceritakan tentang Agatha dan Ben pada Lane. Berharap kalau cowok itu membuka satu kartu, Lane akan melakukan hal yang sama juga.

"Ya ampun, mata gue!" Luke berseru saat dirinya melihat adegan antara Nathan dan Karen yang making out di dalam kereta.

Lane mendegus. "Apa sih, sok alim gitu. Padahal lo udah biasa kan, liat yang ginian? Ngaku lo, Upil," ujar Lane santai.

"Nggak! Gue gak pernah nonton yang gituan kok!" bantah Luke.

Lane membentuk tanda kutip virtual menggunakan jarinya kemudian berkata, "Kok,"

Luke mendesis, kesal. Padahal pada kenyataannya, cowok itu memang lebih memilih menonton TV series bersama Liz dibanding menonton film yang aneh-aneh. Luke kelewat patuh pada ibunya saat perempuan berumur empat puluh lima itu berkata kalau film semacam itu bisa merusak otak.

Keduanya melanjutkan menonton film hingga selesai. Kini seorang Luke Hemmings sedang menyiapkan dirinya untuk membeberkan salah satu dari beberapa alasan mengapa ia tidak menyukai Axel.

*

Lane sedang melihat story di snapchat saat ia merasa kalau Luke kelewat diam di sebelahnya. Takut-takut ada yang salah dengan cowoknya itu, Lane akhirnya bangkit duduk menghadap Luke. Lane terdiam melihat Luke yang hanya menatap kosong ke depan.

"Luke? Upil?" panggilnya sambil meletakan telapak tangannya di depan wajah cowok itu kemudian menggerakannya ke atas dan bawah secara bergantian.

Luke terlihat terkesiap. "E-eh? Gue ngelamun ya? Maaf, maaf," kata Luke kemudian menegakkan tubuhnya dan duduk seperti Lane.

Lane tersenyum dan sadar kalau memang ada yang salah dari Luke. Tapi, mengingat cowoknya itu memang lebih sering menyimpan apa yang ia rasakan sendiri, membuat Lane enggan menanyakan apakah ada yang salah atau tidak.

Di waktu yang bersamaan, Lane juga ingin Luke tahu kalau dirinya siap mendengarkan segala macam cerita cowok itu. Mulai dari yang paling menyenangkan, hingga sebaliknya.

"Kok lo nggak nanyain sih, gue kenapa?" tanya Luke.

Lane hanya tertawa dan tetap diam.

Luke menghela napasnya, lelah. "Lo jadi cewek gak peka banget," keluh Luke. Cowok itu sudah keburu keki melihat tingkah Lane.

"Gue emang gak pernah peka kalo di kodein. Lo pikir gue mind reader?"

Kali ini, bagian Luke yang ketawa. Alih-alih ngambek, cowok itu lebih memilih memeluk cewek dihadapannya kemudian berkata, "Lo ribet. Untung gue sayang."

Tidak usah ditanya lagi, muka Lane sudah pasti memerah hanya karena lima kata yang Luke ucapkan. Cewek itu sebenarnya tidak pernah mengerti dengan susunan kata 'pipi memerah'. Faktanya, jika Lane malu atau apa, bukan hanya pipinya saja yang merah, melainkan seluruh mukanya ikutan merah.

Seolah mukanya adalah perpaduan antara tomat yang busuk dan kepiting jomblo yang direbus.

Lane mendorong badan Luke yang sedang memeluknya. "ISH, PEGANG-PEGANG! Lo cabul! Anjir, gue korban pencabulan!" Lane berseru. "Eh, nggak deng, lebay banget gue. Peluk lagi dong, Pil," pintanya.

Luke tertawa kemudian kembali memeluk Lane. Cowok itu meletakkan kepalanya di atas kepala Lane. Tangan kanannya berada di belakang kepala cewek itu sedangkan yang satunya melingkar di punggungnya. "Lo gak jelas, untung gue sayang."

Mendengar Luke mengucapkan kalimat yang terkesan oh-so-sweet,Lane tidak dapat mengontrol mukanya agar tidak berubah warna lagi. Maka dari itu, Lane lebih memilih untuk melepaskan pelukan Luke dan berkata, "Ya ya ya stop. Gue tau lo sayang banget sama gue. Walaupun gue suka ribet dan gak jelas, gue tau lo tetep sayang sama gue."

Luke mendorong bahu Lane pelan kemudian berkata, "Yah, Si Patkai alay emang kalo lagi salting," balasnya dengan nada bercanda.

"Anjir masa iya gue dibilang Patkai? Heh, Sun Go Kong! Tawuran sini!" ujar Lane bersiap mengejar Luke yang telah terlihat kabur ke arah pintu kamarnya. Cowok itu tercengir sambil memegang daun pintu. "Kejar aku sini sayang."

Tepat ketika Lane berdiri dan baru saja akan berlari, cewek itu jatuh karena tulangnya memang belum benar sepenuhnya. "Ish, gue lupa kalo gue belum boleh jalan. Sakit banget anjir. Tulang gue bukan renggang kayaknya, tapi keropos," katanya sambil sesekali meringis.

Luke segera mengampiri Lane dan menggendongnya kemudian membantu cewek itu berbaring di kasur. "Yaah, maaf ya, gara-gara gue lo jadi sakit lagi. Gue lupa kalo tulang lo belum bener." Dari nada bicaranya, Luke terlihat menyesal padahal menurut Lane, itu bukanlah hal yang besar.

Lane mendorong bahu Luke pelan sambil tertawa kecil. "Drama lo, Eceng Gondok."

Luke tertawa kemudian mengacak rambut Lane. "Kenapa panggilan gue ganti jadi Eceng Gondok nih? Elah, lo gak konsisten!"

Ingatan Luke kembali pada waktu dimana dirinya dan Lane memakan eskrim bersama setelah menggantikan album Ed Sheeran karena yang Lane punya patah akibat diduduki oleh Xandrine walaupun kakak kedua dari Lane itu tidak sengaja. Pada saat itu, tepat setelah Luke mengatakan kalau dirinya akan pindah sekolah, Lane langsung mengalihkan topik pembicaraan mereka. Lane berkata kalau Luke terlalu kurus sehingga jakun yang ia punya terlihat ada dua.

Sangat out of topic.

Luke juga masih ingat jelas bagaimana ekspresi Lane saat berkata, "Jakun lo jelas banget. Gak tau kenapa gue jadi inget tumbuhan eceng gondok. Lo seakan-akan punya gondok di leher lo padahal itu cuman jakun. Lagian kalo gondok kan bukan disitu ya tempatnya."

Dan mulai dari saat itu juga, Lane menjadi sering memperhatikan jakun milik orang-orang.

Penting banget merhatiin jakun, batin Luke kemudian spontan ia terkekeh dan dibalas oleh dengusan milik Lane. "Gue tau, lo pasti lagi inget pas gue ngatain jakun lo ada dua kan? Ngaku lo, Sun Go Kong."

Luke tertawa kemudian berkata, "Lo bohong pas bilang kalo lo bukan mind reader. Buktinya aja barusan lo tau gue lagi mikirin apa."

Dan yang Luke tahu sekarang adalah; sebanyak apapun rahasia yang Lane sembunyikan darinya, tidak akan pernah bisa mengubah sikapnya pada Lane. Luke baru saja menemukan hal yang mungkin jika kalian yang ada di posisi Luke sekarang, belum tentu bisa tampak baik-baik saja. Belum tentu merasa it all went fine.

Sekalipun kertas tadi sudah jelas-jelas dari Axel untuk Lane, Luke bersikap seolah dirinya tidak tahu apa-apa.

Tapi yang Luke tidak tahu adalah; segala rahasia yang Lane sembunyikan darinya akan menjadi bom waktu. Suatu saat.

*

"Ish, gue masih inget, gue save nomernya tau!" Lane berseru sambil menggulir layar ponselnya.

Setelah bercanda-bercanda alay tadi, Lane dan Luke ternyata bisa merasa lapar juga. Maka dari itu, ide untuk delivery pizza terlintas di otak keduanya. Lane mengaku kalau ia menyimpan nomor telepon dari Frank's Food atau FF untuk singkatnya. FF terkenal sebagai restaurant dengan pizza terenak dengan harga yang masih bisa dijangkau semua kalangan di kota ini.

Sambil memindah-mindahkan chanel TV, Luke berkata, "Tapi kan kalo lo emang bener nge-save nomernya, pasti ada lah, di kontak," katanya.

Melihat Luke dan Lane yang sedang debat tentang hal yang sepele, Xavier yang kebetulan ingin mengambil minum di dapur dan melewati ruang TV dimana Luke dan Lane berada, kakak pertama dari Lane itu lantas berhenti berjalan. "Setelah kemaren debat tentang bagusan-kaos-kaki-hijau-atau-kaos-kaki-merah, kali ini debat tentang apa?" tanya Xavier.

Luke dan Lane kemarin memang debat tentang kaus kaki hijau dan merah, omong-omong. Pada saat Luke sampai di rumah Lane kemarin pagi-cowok itu akan mengantar Lane ke sekolahnya-Lane terlihat sedang bingung memilih antara kaus kaki hijau atau merah.

Lane merasa kalau hijau adalah warna paling indah di dunia sedangkan Luke merasa kalau warna merah terlihat lebih bagus di kaki Lane.

Padahal, sekolah Lane mewajibkan siswa siswinya memakai kaus kaki hitam atau putih. Tidak dengan warna yang lain.

"Ini Bang, Lane, katanya sih udah nge-save nomor telpon FF cuman gak ada. Harusnya kalo emang bener nge-save ada kan ya, Bang?" tanya Luke pada Xavier. Dari nada bicaranya, cowok itu terlihat berharap kalau Xavier akan setuju padanya.

Lane memukul punggung Luke dengan bantal kecil yang ada di sofa. "Bang Bung Bang Bung. Carmuk lo, Eceng Gondok, manggil abang gue 'Bang' segala."

Xavier tertawa. Menunjukan deretan giginya yang rapi itu.

Melihat kakaknya tertawa, Lane lantas berkata, "Ini lagi malah ketawa, pamer-pamer gigi segala. Rapi gara-gara pake behel aja bangga lo, Bang."

Xavier yang awalnya tertawa biasa, menjadi tertawa ngakak setelah mendengar perkataan adiknya yang tampak sedang sensi itu. "Aduh, lo berdua tuh emang ya, suka debatin hal-hal yang gak penting. Ini lagi Lane, lo gak inget, terakhir delivery FF, lo nelpon pake hp siapa, gak inget?"

Lane terlihat berpikir selama beberapa saat. "Gue telpon pake hp ... hp g-EH NGGAK DENG, oke gue lupa. Maafkan aku wahai Luke Yang Teragung. Waktu itu pake hp lo kan ya, Bang?"

Tanpa bicara lagi, Xavier mengeluarkan ponsel dari saku celananya kemudian memberikannya pada Lane. "Nih. Laper kan lo berdua? Pesenin buat gue juga sekalian," balasnya.

Lane tersenyum menahan tawanya. "Iya Bang, iya. Lo baik banget ya btw, tapi jomblo," canda Lane pada Xavier.

"Lah? Lo seriusan jomblo? Sama Lea aja mau gak?" tanya Luke. Cowok itu teringat akan perkataan teman-temannya tentang seberapa besar rasa suka Lea pada Luke dan seberapa sering cewek itu modus. Tapi Luke sendiri hanya menganggap kalau Lea tidak lebih dari cewek-cewek tidak penting di sekolahnya.

Oke itu terdengar sangat jahat tapi Luke memang menganggap Lea seperti itu.

Xavier menggeleng cepat. "Nggak! Santai aja lah, tar tau-tau gue udah ngehamilin anak orang."

Mendengar kalimat tersebut terucap dari mulut Xavier dan intonasinya sangat santai, Lane yang awalnya sedang menelpon FF untuk memesan makanan untuknya, Luke, dan Xavier, lantas berhenti kemudian melempar botol minum plastik kosong dan tepat mengenai punggung kakaknya itu. "Sembarangan lo kalo ngomong," ucapnya kemudian melanjutkan memesan makanan.

"Tau nih, datar banget lo kalo ngomong! Kebanyakan nonton film yang gituan sih," balas Luke menyetujui perkataan Lane.

Xavier tertawa keras. "Bercanda ilah!" serunya.

Telah selesai memesan makanan, Lane mengembalikan ponsel Xavier pada yang punyanya. "Makanannya dateng sepuluh menit lagi," kata Lane memberi informasi pada kedua cowok di ruangan itu.

Xavier mengangguk. "Ya udah deh, gue ke kamar dulu. Nanti kalo udah dateng, panggil gue ya!" balasnya kemudian melenggang ke arah kamarnya.

"Dan sekarang gue malah ngantuk," ujar Lane kemudian menyenderkan kepalanya pada bahu Luke. Luke menempatkan tangannya di bahu Lane, memastikan agar cewek itu nyaman di posisinya.

Melihat mata Lane yang telah tertutup, Luke bertanya, "Lo mau tidur di kamar aja gak? Nanti makanannya gue kasih ke lo kalo lo udah bangun."

Lane terkekeh tapi matanya masih tertutup. "Why bed when I have your shoulder?" ucapnya santai tapi buru-buru cewek itu meralatnya. "Gak deng, boong. Gue gak mau pindah ke kamar ah, nanti makanannya lo embat semua lagi."

Lane memang tidak pernah bisa serius atau benar-benar berkata manis pada cowoknya itu. Cewek itu terkadang geli melihat teman-temannya yang pacaran berlebihan. Sehingga tidak jarang Lane berkata, "Kayak yang udah fix bakalan nikah aja."

"Ya ilah Lane, sekali-kali kek lo ngomong hal-hal lucu ke gue. Tadi itu udah hampir lucu, udah hampir relationship goals, tau," balas Luke.

Lane mengangkat kepalanya dari bahu Luke, menatap lurus ke arahnya kemudian berkata, "Apeng*."

Luke memeluk Lane dari samping kemudian berkata, "Issssh, gemes banget gue sama lo."

Lane balas memeluk Luke. "Tengs. Gue emang gemesin," katanya.

"Lo harus tau kalo gue sayang banget sama lo. Ini gue serius," ucap Luke. Cowok itu menempatkan kepalanya di kepala Lane.

Melepaskan pelukan Luke, cewek itu memandang ke arah depan. Tatapannya kosong.

Luke mengerutkan keningnya. "Kok dilepasin? Meluk lo enak anjir padahal," ujar cowok itu kemudian berbaring dan menutup matanya.

"Gue ngerasa kalo kalimat-kalimat yang lo bilang tadi tuh bisa jadi cuman omong doang. It's nothing but a words. Gue ngerasa kalo kita gak bakal selamanya kayak gini. Makanya itu, gue gak pernah mau berlebihan," balas Lane kemudian menghela napas panjangnya. "Gue gak mau cuman jadi high school sweetheart-nya lo, Upil.

"Walaupun lo suka ngupil dan upilnya suka di tempel-tempelin ke baju gue padahal harga tisu gak semahal harga sepatu yang minggu lalu lo beli, gue tetep sa-" lanjutnya namun terpotong oleh Luke yang tiba-tiba bangun kemudian memeluk Lane, lagi.

"Bentar, jangan dulu dilanjutin! Ini pertama kalinya sejak setengah taun kita kenal lo bilang sayang ke gue. Gue harus video-in ini!" balasnya heboh kemudian mengambil ponsel dari saku jaketnya.

Tepat ketika Luke mengambil ponselnya dari saku jaketnya, secarik kertas terjatuh.

"Eh kertas apa nih?" tanya Lane, cewek itu mengambil kertas tersebut kemudian membalikannya berhubung kertas post it itu terbalik.

Setelah membaca kalimat di kertas tersebut dengan benar, Lane menatap Luke dengan pandangan bertanya.

Menarik napasnya satu kali, Luke bersiap untuk menjelaskan. "Tadi waktu mau nonton Abduction, gue nemu kertas itu. Gue mau nanya tapi di waktu yang sama gue gak mau ngehancurin momennya. Sekarang, balik lagi ke lo. Terserah lo mau ngejelasin apa yang ada di kertas itu atau nggak, gue gak maksa."

Ini salah satu film favorit gue. Gue yakin, lo bakal suka. Selamat nonton Lane! Yours truly, Axello Wexler.

Yang bisa dilakukan Lane sekarang adalah merutuki kecerobohannya. Seharusnya, kertas itu dibuang. Harusnya kertas itu sudah tidak menempel di film favoritnya itu.

Seharusnya Luke tidak menemukan secarik kertas tidak penting itu. Karena memang Lane berpikir, lebih baik kalau Luke tidak tahu.

"Luke, gue-"

Luke menaruh kedua tangannya di pundak Lane kemudian menarik cewek itu ke pelukannya. "Gue gak maksa lo buat cerita," ucapnya.

Menggelengkan kepalanya cepat, Lane berkata. "Gak. Gue harus jelasin."

Lane memejamkan matanya kemudian menarik napasnya satu kali. "Axel itu mantan. Mantan gue."

***

Apeng* : Apa aja pengen.

((WKWK LENG terimakasih udah ngenalin gue sama kata apeng))

A/n: YAHAHAHA MANTAN LANE HAHAHA. Ternyata si cogan yang bangsat tapi lucu itu mantan Lane.

Chapter ini cukup panjang wkwkw pas 2700 words. Alhamdulillah, selesai juga.

Buat yang nggak tau, Patkai sama Sun Go Kong itu karakter di Kera Sakti yas. Google aja biar jelas. HAHAHA ok gue terinspirasi dari satu orang yang suka nyebut2 patkai. (gausah gr, nama lo gak bakal gue sebut ke publik, bro.)

Tanggal 29 ya HEHEHE tepat satu bulan yang lalu gue update. Tbh minggu ini gue lagi UTS. Besok pelajarannya biologi sama bhs inggris dan gue belum belajar sama sekali he he he gue malah nulis chapter ini buat kalian he he he. Maaf yak telah membuat kalian menunggu.

Terimakasih buat yang masih setia sama cerita ini. Gue..........terharu.

Buat yg UTS, semangat yak. Jangan lupa doain gue biar UTSnya lancar. Yang doain gue semoga dapet satu yang kayak Luke. (menggiurkan sekali bukan)

Sampai ketemu, semoga secepatnya.

Salam, Nikentang. (KARENA KALO NIKENDALL BANYAK YG PROTES)

29 September 2015


Continue Reading

You'll Also Like

755K 56.2K 52
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...
6.6M 496K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
72.7K 10.2K 36
Jake, dia adalah seorang profesional player mendadak melemah ketika mengetahui jika dirinya adalah seorang omega. Demi membuatnya bangkit, Jake harus...