Agent 'Nerds' Carter | ✔

By __youngbae_

261K 11.7K 210

[COMPLETED] [MAJOR EDITING IN PROGRESS] Highest rank #312 in Random (21.01.17) Namaku Satria, Satria Syujana... More

01 | Revised
Beberapa Kalimat dari sang Author
02 | Revised
Dream Cast
03 | Revised
04 | Revised
05 | Revised
06 | Revised
7 : Seorang Nerd yang Jago Beladiri
8 : Senja, Taman, dan Es Krim
9 : Sore Bersama Littleworm
10 : "Ready, Set, Fight!!"
Agent 'Nerds' Carter Official Cast : Edisi Revisi
11 : Bertemu Joshua Han
12: Kembali ke Jakarta?
13 : Jakarta, They're Back!
The History : (Intermezzo)
14 : Pihak Kanan dan Pihak Kiri
15 : Keluarga Carter
16 : Aaron Carter
17 : Makan Siang di Senopati
18 : Hari Minggu di Tahun 2023
19 : Retria
My Imagination is Dead, Like Seriously
21 : Seminggu Lagi
Ini Bukan Chapter Baru -- Gapenting
22 : Berkunjung
Kuda Kebenaran dan Bintang Keadilan
Stuck Parah
Season Finale
It Was Always You
Agent 'Nerds' Carter
The End of Everything
Last But Not Least
Q&A kuy

20 : Penyiksaan Dengan Kecemburuan

3.9K 215 2
By __youngbae_

Hihihiw. Adakah yang kangen Luna Carter? Yaa walau doi cuma gak muncul di satu chapter, tapi kok gue ngerasa Luna udah lama gak muncul, ya. Haha gue kangen sama Luna Carter. Bhak.

Okesip, lanjut.

QOTD dari gue, yang gaperlu dijawab kalau gak mau jawab : What's your favorite summer's song?

*

~Luna's Point of View ~

Yang pertama kali gue liat ketika gue bangun adalah cahaya yang tepat menyinari wajah gue. Silau.

"Lu udah bangun, rupanya."

Gue noleh ke sumber suara, yang ada di samping kanan gue. "Sialan. Lepasin gue."

Gambaran penculikanku semakin jelas sekarang. Waktu itu aku sedang ada di salah satu ruangan di dalam markas White Horse di Garut. Kalau tak salah ingat, saat itu gue lagi ngecek kelengkapan persenjataan di gudang senjata. Tiba tiba aja lima orang masuk ke ruangan itu dan nyulik gue gitu aja. Sampai sekarang gue masih bingung kenapa lima orang itu bisa masuk markas dengan gampangnya? Atau mungkin mereka agen White Horse yang berkhianat.

"Gak segampang itu, Luna." Yah seenggaknya gue tau pribadi asli orang ini. Rupanya dia bukan orang yang baik seperti yang ditunjukannya waktu aku bertemu dengannya sebulan yang lalu. Walaupun wajahnya masih terlihat tampan.

"Lepasin gue, keparat!" Gue berusaha membuka ikatan dengan segala cara, tapi semua sia sia. Posisi gue saat ini adalah berbaring, dengan tali tambang yang mengikat tubuh gue ke bangsal.

"Sebelum itu, gue punya pertanyaan buat lu."

"Bagus, semakin cepet lu ngomong apa yang lu mau, makin cepet juga tim gue bakal nyelametin gue dari...salah satu ruangan di markas Bleeding Tree terkutuk ini." Darimana gue tau ini salah satu ruangan di markas Bleeding Tree? Mudah. Di setiap ruangan di dalam markas Bleeding Tree, terdapat sebuah simbol. Simbol itu tentu aja adalah simbol pohon berwarna hitam dengan tumpahan darah di atasnya, simbol Bleeding Tree.

"Yang gue mau? Gue mau info dimana White Horse sembunyiin senjata Alpha 450. Asal tau aja, harga sebuah Alpha 450 adalah 100 juta rupiah di blackmarket. Dan, oh, akan banyak pihak yang mau membelinya dengan harga lebih."

"Lu belum kapok nyiksa agen White Horse, huh? Lu gak pernah belajar? Kalau sampai mati pun, mereka gabakal ngasih tau informasi White Horse."

"Kecuali kalau mereka berkhianat. Dan gue belom selesai nanya ke lu. Lu pastinya udah denger, kan, tentang budak manusia yang dijual di blackmarket? Nah empat hari yang lalu, mereka kabur. Tapi gue sih curiga bahwa pihak lu yang nyelamatin budak budak kotor itu. Jadi sekarang gue pengin nanya ke lu, dimana lu sembunyiin mereka?"

"Lebih baik gue mati daripada ngasih tau kedua informasi itu."

"Oh, enggak. Gue gak pengin lu mati. Lu kan calon istri gue. Apalagi bokap lu orang penting di Bleeding Tree. Tujuan sebenernya gue mau dijodohin sama lu...yah, gue pengin posisi gue kokoh di singgasana kepemimpinan Bleeding Tree. Kalau lu mati, bokap lu bakal marah besar ke gue, dan posisi gue bakal jadi rapuh di Bleeding Tree."

"Terus lu pengin ngapain? Jangan banyak bacot deh."

Gue tau kalimat terakhir gue agak keterlaluan buat seorang pemimpin Bleeding Tree, namun persetanlah. "Kita belum nikah aja, lu udah berani ngomong kayak gitu ke calon suami lu. Gue gatau gimana kehidupan pernikahan kita nanti kalau lu ngomong kayak gitu terus ke gue."

"Lu gabakal berani bunuh gue."

Lelaki itu mengangkat alisnya. "Gue berani. Cuma kayaknya lebih baik gue nyiksa lu dulu, deh. Siapa tau lu nyerah setelah gue siksa." Ia tersenyum licik. "Lagipula bokap lu gabakal keberatan, kok, kalau anak satu satu nya gue gores dikiit aja." Ia mengatakannya sedemikian rupa, sehingga membuatku muak.

Ia berbalik untuk mengambil sebilah pisau eksekusi dari meja. Pisau eksekusi? Yep, itu pisau milik pemerintah yang khusus dibuat untuk mengeksekusi tahanan. Tapi, yah, Bleeding Tree berhasil mendapatkannya.

"Kenapa pisau nya gak berkarat?" Berdasarkan pengalaman pernah dieksekusi tujuh kali, biasanya pengeksekusian selalu menggunakan logam berkarat.

Lalu gue baru sadar metode pengeksekusian ini. Rencananya dia akan menguras darah gue hingga habis dan gue mati, atau sampe gue nyerah dan ngasih tau semua informasi yang dia mau. Gue punya seribu alasan buat milih mati dibanding nyerah.

"Gue gamau waktu kita udah nikah nanti, gue kena tetanus gara gara lu."

"Terserah lah."

"Kalau itu yang lu mau. Terserah lah." Lelaki itu maju dengan pisau eksekusi di tangan kanannya. Seyum liciknya membuatku jijik.

Ian Parker tersenyum puas ketika menempelkan bilah pisau eksekusi itu ke kulitku.

• • •

Mata gue berkunang kunang. Pastinya karena kekurangan darah. Aku melirik baskom (eeh pada tau baskom itu apaan, kan?) yang diletakan di bawah bagsal. Darah yang gue keluarin udah lumayan banyak. Makanya gue juga bingung kenapa gue gak pingsan dari tadi.

"Lu nyerah?" Ian duduk di kursi, gak jauh dari gue. Ia melipat tangannya.

"Gaakan."

"Oke, mari kita sama sama tunggu sampai lu nyerah."

"Kenapa malah lu yang eksekusi gue? Kenapa lu ga nyuruh anak buah lu aja?" Aku menggigit bibir, berusaha memikirkan bagaimana caranya melepaskan ikatan ini dan tak kehabisan darah selama mungkin.

"Begitu gue tau mereka berhasil nyulik lu, gue seneng banget. Jadi gue mengajukan diri untuk mengeksekusi lu secara langsung. Sebenernya lu beruntung juga, sih. Karena kalau gue suruh anak buah gue yang eksekusi lu, gue rasa lu udah mati dari tadi."

"Kenapa lu malah ngajak gue ngobrol ngobrol kayak gini?"

"Kita hanya perlu nunggu lu pingsan, nyerah, atau mati kehabisan darah. Yah, anggap aja ini 'kencan sebelum kematian' lu."

"Lu brengsek."

"Ya beruntung buat lu, lu dijodohin sama lelaki brengsek kayak gue, yang merupakan pemimpin organisasi kriminal terbesar di dunia."

"Gue gabakal mau nikah sama lu."

"Oh, kita bakal menikah, Luna. Cepat atau lama. Mau tak mau. Kalau lu gamau pun, bokap lu bakal maksa lu. Dan saat itu terjadi, bahkan Satria lu itu gabakal bisa buat apa apa."

Deg. Darimana dia tau Satria? "Satria? Apa hubungannya?"

"Ayolah, lu terlalu pinter buat sok jadi bodoh. Tentu aja lu tau Satria. Bahkan lu suka sama dia, kan?"

"Darimana lu bisa mikir gue suka sama Satria?" Aku melirik jam dinding. Baru lima menit darahku dikuras perlahan lahan, namun rasanya sudah seperti lima tahun.

"Gue udah mata matain kalian berdua selama lima bulan terakhir. Bahkan sampai ke Medan. Lu inget waktu lu dan Satria beli es krim di taman? Penjual es krim itu...yep, dia agen Bleeding Tree yang menyamar.

"Dan asal lu tau..." Ia mengambil sebuah remote control dari atas meja, dan menyalakan televisi transparan yang terpasang di dinding. "Mereka pacaran."

Di televisi itu terdapat sebuah foto Satria merangkul seorang gadis. Mereka tertawa dan terlihat sangat bahagia. Aku kenal gadis itu. Tunggu. Gamungkin.

"Ya, itu Reta Carter, sepupu lu sendiri, yang juga agen White Horse kelas 3. Dia nikung lu dari belakang, Luna." Ian mendecak decak. "Ck ck ck. Gue kasian sama lu, Luna."

Foto lain menunjukan Satria sedang mencium Reta. Di bibir. Dengan latar belakang tulisan Tommorowland. "Foto itu diambil beberapa hari yang lalu. Lu tau, kan, sepupu penikung lu itu balik ke Jakarta sebulan yang lalu? Selama sebulan itu gue denger mereka selalu bareng kemana mana. Bahkan katanya, mereka sempet...tidur bareng."

Sekarang aku tahu. Rasa sakit yang kurasakan di dadaku sekarang, rasanya jauh lebih sakit dibanding saat Ian mensukan pisau eksekusi itu ke kulitku. Dan rasa cemburu dan rasa marah yang bercampur...rasanya sangat menyesakkan.

"Lu bohong," kataku, berusaha membuat suaraku tak bergetar. Namun gagal. Ian tersenyum puas. "Foto itu hanya editan."

Darah yang mengalir perlahan lahan di kulit gue, terasa panas. "Terserah lu mau percaya atau enggak," kata Ian, mengangkat bahu tak peduli. "Silahkan aja tanya ke Retria."

Aku langsung tahu kepanjangan Retria. Itu kepanjangan dari Reta dan Satria. Bahkan mereka sudah membuat nama pasangan.

Kepalaku berputar putar, semakin parah. Aku kehilangan darah terlalu banyak.

Sebelum aku pingsan, aku sempat mendengar pintu ruangan itu didobrak dengan suara keras, dan tujuh orang memasuki ruangan, dipimpin oleh Agen Lester.

Syukurlah, mereka akan menyelematkanku.

Jika mereka tak berkhianat.

• • •

Yang pertama kali gue liat ketika gue bangun adalah cahaya yang tepat menyinari wajah gue. Silau.

"Luna? Nah, bagus, lu udah sadar." Wajah Thomas Lester menyambut gue. "Lu kehilangan banyak darah, tau."

"Kita dimana?"

"Di pesawat jet, menuju Medan."

Gue baru sadar ada empat kantong darah yang mengalir ke dalam tubuh gue. "Apa darah gue kehilangan sebegitu banyak?"

Thomas mengangguk. "Waktu lu ditemuin, keadaan lu udah parah. Untung lu selamat."

"Gimana Ian?" Gue duduk dengan susah payah. "Lu berhasil nangkep dia, kan?"

Ekspresi muram terlihat di wajah Thomas. "Awalnya gitu. Waktu kami mendobrak pintu, dia keliatannya pasrah. Lalu Agen White dan Agen Eaton ditugasin buat ngawal dia ke pesawat. Namun dia berhasil kabur dengan mengalahkan Gina dan Peter." Agen Lester memijat dahinya. "Dia selalu berhasil kabur."

"Gimana Agen White dan Agen Eaton? Baik baik aja?"

"Mereka baik baik aja. Cuma tangan Gina keseleo dan mata Peter bengkak. Oya, lu gak kasih tau apa apa ke Ian, kan?"

Gue menggeleng sambil tersenyum. "Gak kok. Tenang aja."

"Ian bilang apa sama lu?"

"Dia cuma pengin tau informasi White Horse doang." Dan ia mengatakan bahwa sepupu gue jadian dengan orang yang gue suka. Bego nya, gue percaya Retria bener bener ada.

*

Chapter kali ini agak sadis, kalau dibanding chapter chapter yang lalu. Maafkan authornya karena ada kata kata yang patut disensor tapi gak gue sensor.

Cie ada yang cemburu. Haha maksud gue Luna. Next chapter bakalan ada drama. Hihi biar seru gimanaa gitu (ah gue alay).

Adakah yang udah nebak kalau Gina Jasmine White ternyata agen White Horse? Yep. Kalau ada yg udah nebak sejak dulu, sini gue kasih goceng. Eeh enggak deng. Canda canda.

Satu lagi. Kemaren gue baru nonton Edge of Tommorow. Dan tiba tiba aja gue dapet ide. Idenya? Pemeran Leila Carter. Gue udah nemu aktris yg menurut gue cocok jadi Leila. Yep, bisa dilihat di mulmed. Siapa dia? Nonton Edge of Tommorow dungs. Nanti tau deh.

Oke, sampai jumpa minggu depan!

Continue Reading

You'll Also Like

30.4M 1.8M 67
DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 3 SUDAH TAYANG di VIDIO! https://www.vidio.com/watch/7553656-ep-01-namaku-rea *** Rea men...
1.5M 132K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
912K 67.2K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...